Ajal Muallaq
Ajal Muallaq atau ajal yang ditangguhkan (bahasa Arab: اَجَل مُعَلََّقْ) adalah waktu kematian manusia yang tidak ditentukan dan dapat berubah. Ajal Muallaq atau ajal yang ditangguhkan adalah kebalikan dari Ajal Musamma yaitu ajal yang telah ditentukan waktu kematian seorang manusia secara pasti. Menurut Sayid Muhammad Husain Thabathabai, ajal yang ditangguhkan adalah waktu kematian setiap orang berdasarkan kondisi fisiknya, yang mungkin saja karena faktor efek eksternal, dapat dimajukan atau dimundurkan. para mufasir menjelaskan ajal muallaq dan ajal musamma berdasarkan surah Al-An'am ayat 2 «ثُمَّ قَضىَ أَجَلًا وَ أَجَلٌ مُّسَمًّى عِندَهُ». Menurut referensi-referensi Islam, perkara-perkara seperti sedekah, silaturahmi dan prilaku baik kepada para tetangga, meninggalkan perbuatan dosa dan ziarah Imam Husain as akan menunda kematian seseorang. Sebaliknya perkara-perkara yang dapat mempersingkat usia; diantaranya adalah melakukan sebagian dosa-dosa seperti perzinahan, melukai hati kedua orang tua, bersumpah palsu, memutuskan hubungan dengan keluarga.
Ajal
Dalam bahasa Arab, mereka menamakan "ajal" adalah suatu periode dari masa apa pun itu atau akhir periode dari masa itu.[1] Ajal, ketika digunakan berkaitan dengan manusia, berarti waktu kehidupannya sudah berakhir yaitu saat kematiannya tiba.[2] Dalam Al-Qur'an, ada dua macam ajal yang ditujukan untuk manusia: Satu dengan keterangan "musamma" (ditentukan) dan yang lainnya tanpa keterangan, yang oleh para mufasir dinamakan dengan "ajal ghairu musamma" (ajal yang tidak ditentukan), qadha yang tidak pasti[3] dan ajal muallaq (ajal yang bergantung).[4]
Menurut penuturan Allamah Thabathabai, Ajal Musamma (ajal yang pasti) adalah waktu yang pasti, yakni waktu kematian manusia yang tidak berubah, dimana hanya Allah yang mengetahui hal tersebut. Ajal Muallaq (ajal yang bergantung) adalah kebalikannya, berarti waktu alami kematian manusia yang dapat berubah.[5] Menurut keyakinan beliau, ajal Muallaq adalah waktu kematian seseorang berdasarkan kondisi fisiknya, yakni seseorang bisa hidup misalnya seratus tahun berdasarkan kondisi fisiknya, ajal Muallaqnya (yaitu waktu kematiannya) adalah seratus tahun; Namun, bisa saja orang tersebut karena berbagai faktor, kematiannya bisa lebih cepat atau lebih lambat dan inilah ajal pastinya (Ajal Musamma). [6]
Asal Usul Pembahasan Ajal Muallaq
Pembahasan-pembahasan tentang ajal muallaq (bergantung) dan ajal Musamma (pasti) dengan bersandar pada ayat-ayat Al-Qur'an, diantaranya adalah ayat ke-2 dari surah Al-An'am [7], di mana di dalamnya disebutkan bahwa ada dua ajal untuk manusia: «هُوَ الَّذِى خَلَقَكُم مِّن طِينٍ ثُمَّ قَضىَ أَجَلًا وَ أَجَلٌ مُّسَمًّى عِندَهُ» Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu) dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya).
Berdasarkan ayat ini, sebagian mufasir mengatakan: Ada 2 ajal bagi manusia yaitu ajal yang pasti dan ajal tidak pasti: [8] Yang pertama dikenal dengan istilah ajal musamma (pasti) yang disebutkan dalam ayat dengan nama yang sama, yang kedua juga disebut dengan nama ajal muallaq.[9]
Tentunya, terdapat interpretasi-interpretasi lain mengenai dua macam ajal yang telah disampaikan dalam ayat tersebut.[10] Sebagai contoh, sebagian orang mengatakan: yang dimaksud dengan ajal musamma dalam ayat tersebut adalah periode kehidupan manusia, dari kematian hingga awal Kiamat dan yang dimaksud dengan ajal non musamma adalah periode waktu kehidupan manusia di dunia.[11] Juga dikatakan bahwa maksud dari ajal musamma adalah akhir kehidupan orang-orang yang saat ini masih hidup; berlawanan dengan ajal lainnya yang merupakan akhir dari kehidupan mereka yang sudah mati.[12]
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ajal Muallaq
Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis, melakukan sebagian perbuatan dapat menyebabkan penangguhan atau dipercepatnya ajal muallaq.[13] Sayid Muhammad Husain Thabathabai, dengan bersandarkan pada ayat ke 3 dan ke 4 dari Surah Nuh, menuliskan: Menyembah Allah (beribadah), berlaku takwa (kesalehan) dan taat kepada Nabi dapat menunda kematian.[14]
Syekh Thusi mengutip ucapan dari Imam Shadiq as yang mengatakan: "Mereka yang mati akibat dari dosa-dosa mereka, lebih banyak dari mereka yang mati karena kematian alami dan mereka yang memperpanjang hidupnya dengan beramal baik, lebih banyak dari mereka yang berumur panjang secara alami."[15]
Dalam riwayat-riwayat Islam, perkara-perkara seperti sedekah, silaturahmi, berlaku baik kepada para tetangga, meninggalkan dosa, berziarah ke Imam Husain as, bersyukur yang banyak dan membaca Surah Tauhid setelah setiap salat, dapat menunda ajal muallaq.[16] Begitu juga, dengan melakukan sebagian dari dosa-dosa seperti perzinahan, menyakiti kedua orang tua, bersumpah palsu dan memutus hubungan silaturahmi dengan sanak saudara akan mempercepat ajal muallaq.[17]
Pranala Terkait
Catatan Kaki
- ↑ Qurashi, Qamus Qur'an, di bawah kata «اجل».
- ↑ Abu Thalibi, Ajal, hlm. 161.
- ↑ Bayat, Ajal Muallaq wa Ajal Musamma az Manzare Ayat wa Tajaliye an dar Rewayat, hlm. 8.
- ↑ lihat: Thabathabai, al-Mizan, jld.7, hlm. 9 dan jld.12, hlm. 30.
- ↑ Thabathabai, al-Mizan, jld.7, hlm. 10.
- ↑ Thabathabai, al-Mizan, jld.7, hlm. 10.
- ↑ Untuk percontohan lihat: Thabrasi, Majma' al-Bayan, jld.4, hlm.423 dan 424; Thabathabai, al-Mizan, jld.7, hlm.8-10.
- ↑ lihat: Thabathabai, al-Mizan, jld.7, hlm. 9.
- ↑ lihat: Thabathabai, al-Mizan, jld.12, hlm. 30.
- ↑ Thabrasi, Majma' al-Bayan, jld.4, hlm.423 dan 424.
- ↑ Thabrasi, Majma' al-Bayan, jld.4, hlm.423.
- ↑ Thabrasi, Majma' al-Bayan, jld.4, hlm.424.
- ↑ Abu Thalibi, Ajal, hlm. 163.
- ↑ Thabathabai, al-Mizan, jld.20, hlm.28.
- ↑ Syekh Thusi, Amali, hlm.305.
- ↑ Abu Thalibi, Ajal, hlm. 163.
- ↑ Abu Thalibi, Ajal, hlm. 163 dan 164.
Daftar Pustaka
- Abu Thalibi. Ajal, Dairat al-Ma'arif Quran Karim, Qom, Bustane Ketab. 1382 S.
- Bayat, Muhammad Hasan. Ajal Muallaq wa Ajal Musamma az Manzare Ayat wa Tajaliye an dar Rewayat. Siraj Munir. No.22. 1395 S.
- Qurashi, Ali Akbar. Qamus Qur'an. Teheran: Dar al-Kutub Islamiyah. Cet. Keenam. 1371 HS.
- Thabathabai, Sayid Muhammad Husain. al-Mizan fi Tafsir al-Quran. Qom: Kantor Penerbitan Islami Jamiah Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qom. Cet, kelima. 1417 H.
- Thabrasi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayan fi Tafsir al-Quran.Teheran: Nashir Khusru. Cet, ketiga. 1372 S.
- Thusi, Muhammad bin Hasan. al-Amali. Editor: Muassasah al-Bi’tsah. Qom: Dar al-Tsaqafah. 1414 H.