Muhammad bin Usman 'Amri
Nama Lengkap | Muhammad bin Utsman bin Said Amri |
---|---|
Sahabat dari | Imam Hasan Askari as |
Julukan | Abu Ja'far |
Gelar | Amri, Asadi, Kufi, Samman, Askari |
Kerabat termasyhur | Utsman bin Said |
Wafat/Syahadah | Jumadil Awal Tahun 305 H |
Karya-karya | Kitab al-Asyribah |
Dikenal untuk | Wakil Kedua Imam Mahdi afs, Asisten ayahnya, Utsman bin Said |
Aktivitas | Wakil Kedua Imam Mahdi afs |
Muhammad bin Utsman bin Said Amri (Bahasa Arab: محمد ابن عثمان ابن سعيد العمري ), bergelar Abu Ja'far, adalah wakil kedua dari Empat Wakil Imam Mahdi afs. Pertama ia menjadi wakil Imam Zaman afs dan kemudian selama 40 tahun menjabat sebagai duta beliau. Muhammad bin Utsman sejak masa Imam Hasan al-Askari as menjadi asisten utama ayahnya, Utsman bin Said. Dia adalah wakil pertama Imam Zaman afs.
Dalam riwayat Imam Hasan Askari as dan surat Imam Zaman afs dijelaskan soal keperwakilan Muhammad bin Utsman. Namun demikian, sebagian wakil Lembaga Perwakilan Imam-imam meragukan keperwakilannya, dan hal ini membuat problem baginya.
Dinukil bahwa Muhmmad bin Utsman menulis beberapa buku dalam tema fikih, diantaranya Kitab al-Asyribah (buku tentang hukum minuman-minuman).
Nama, Nasab, Julukan dan Gelar
Namanya adalah Muhammad bin Utsman bin Said (wakil kedua Imam Mahdi afs) dan julukannya Abu Ja'far. Tidak ada julukan lain yang disebut untuknya dalam buku-buku hadis dan rijal.
Beberapa gelar disandangkan kepadanya. Terkadang digelari Amri [1], yang mayoritas buku-buku rijal dan hadis memuatnya, kadang pula gelarnya ditulis Asadi [2], dan kadang juga dipanggil Kufi.[3] Samman [4] dan Askari [5] termasuk yang disebut dalam gelarnya.
Dalil-dalil Perwakilan
Imam Hasan Askari as menyatakan dengan jelas keperwakilan dan kepenggantian Muhammad bin Utsman dari Imam Mahdi afs. Disaat sekelompok orang-orang Syi'ah Yaman hadir di Samarra disisi Imam askari as, beliau menghadirkan Utsman bin Said, ayah Muhammad bin Utsman, dan menegaskan perwakilan dan kejujurannya, dan kemudian mengatakan, "Saksikanlah bahwa Utsman bin Said (wakil pertama) adalah wakil saya, dan anaknya, Muhammad bin Utsman (wakil kedua) adalah wakil anak saya, Mahdi kalian".[6]
Syaikh Thusi dalam kitab al-Ghaibah menukil juga dari Imam Hasan Askari as:
"Amri (Utsman bin Said) dan anaknya (Muhammad bin Said) dua-duanya orang yang dipercaya dan diterima. Apa saja yang mereka sampaikan kepadamu, itu dari saya dan apa saja yang dikatakan kepadamu maka dari saya. Oleh karenanya, dengarkanlah perkataan mereka dan ikutilah apa yang mereka sampaikan, karena mereka berdua jujur dan dapat dipercaya. [7]
Menurut Imamiyah, tanda-tanda yang memperkenalkan Abu Ja'far sebagai wakil dan duta imam yang gaib tidak mungkin salah. Menurut mereka, semua yang dia sampaikan dilakukan atas perintah duta pertama. Selain itu, ia atas penentuan Imam Hasan Askari as dan juga Utsman bin Said -wakil pertama- atas perintah Imam kedua belas menjabat sebagai duta. [8]
Setelah ayahnya meninggal, Abu Ja'far Muhmmad bin Utsman menerima surat duka dari Imam kedua belas. Dalam surat ini beliau turut berduka dengan Muhammad bin Utsman dan menegaskan bahwa dia diangkat menjadi wakil.[9]
Disaat yang sama, sebagian wakil-wakil lembaga Perwakilan Imamiyah meragukan perihal pengangkatannya. Dan problem inilah yang melintang di jalan Muhammad bin Utsman. Diantara orang-orang yang meragukan perwakilan Muhammad bin Utsman adalah:
- Abu Muhammad Hasan Syari'i
- Muhammad bin Nushair Namiri
- Ahmad bin Hilal Abartai
- Abu Thahir Muhammad bin Ali bin Hilal
- Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Utsman, terkenal dengan Abu Bakar Bagdadi, kemenakan Muhammad bin Utsman
- Ishak Ahmar
- Baqthani
- Husain bin Mansur Hallaj. Dinisbatkan kepadanya pengakuan palsu tentang perwakilan, tapi aliran dia terkenal sufisme. Akan tetapi korespondensi-korespondensi yang dijelaskan Syaikh Shaduq dalan buku al-Ghaibah mengindikasikan bahwa dia pernah mengaku jadi wakil.[10]
Berdasarkan riwayat Syaikh Thusi ketika duta pertama meninggal, Abu Ja'far yang mengurusi jenazahnya, memandikannya, mengafaninya dan menguburkannya.[11]
Karya-karya
Syaikh Thusi dalam buku al-Gaibah menukil sebuah hadis yang menunjukkan bahwa Muhammad bin Utsman memiliki karya tulis dalam fikih. Begitu juga Ibnu Nuh Sairafi menukil dari Abu Nashr,[12]cucu dari Muhammad bin Utsman, menulis: Abu Ja'far Muhammad bin Utsman mempunyai buku-buku tentang fikih yang pernah dia tulis, dan semua itu pernah didengar dari Imam Hasan Askari, Imam Zaman afs dan ayah Utsman bin Said, dan Utsman bin Said juga meriwayatkannya dari Imam Hadi As dan Imam Hasan Askari as.
Diantara buku-buku itu adalah Kitab al-Asyribah. Ummu Kultsum, anak perempuan Abu Ja'far mengatakan, "buku ini pada waktu Muhmmad bin Utsman menulis wasiat sampai ke tangan Husain bin Ruh Nubakhti (wakil ketiga) dan ada ditangannya". Abu Nashr berkata: "Aku menyangka bahwa buku itu setelah dari tangan Husain bin Ruh sampai ke tangan Abu Hasan Samuri ra".[13]
Aktifitas Abu Ja'far
Meskipun Abu Ja'far berhadapan dengan pelbagai problem yang dimunculkan oleh wakil-wakil palsu seperti Ibnu Hilal, Bilali dan Ibnu Nadhir ia tetap melanjutkan tugas-tugas tersembunyi lembaga perwakilan dan memperluas peranannya ditengah-tengah Imamiyah. Dalam kondisi demikian ia melanjutkan kinerja-kinerja duta pertama dan terus berusaha menetapkan keberadaan Imam yang sedang gaib kepada Imamiyah.
Ia menyebarkan akidah ini ditengah-tengah Imamiyah bahwa kegaiban Imam as terjadi atas kehendak Allah swt dan hadis-hadis imam-imam sebelumnya menegaskan hal ini dan dia –Abu Ja'far- adalah duta sah imam yang sedang gaib. Disampig itu, ia bersikeras menindak lanjuti tugas-tugas duta pertama dengan tanpa mendapatkan gangguan dari pihak dinasti Abbasi. Oleh karenanya, keyakinan kaum Abbasi tentang pemikiran yang dikembangkan oleh duta pertama bahwa Imam Hasan Askari as meninggal dunia tanpa pengganti dipertegas dan diperkuat olehnya. [14]
Melalui cara ini ia berharap pemerintahan bisa puas dan tidak melakukan gerakan lagi, sebab Imamiyah tidak lagi aman untuk berkumpul disisinya dan mendapatkan petunjuk darinya. Atas dasar ini maka semua bentuk ancaman terhadap orang-orang Syi'ah akan melemah.
Strategi berganda Abu Ja'far terkait keberadaan imam yang gaib bisa kita temukan dalam beberapa riwayat. Pada suatu saat seorang dari Hamadan bernama Qalanisi bertanya dari Abu Ja'far tentang pengganti Imam askari as. Abu ja'far menjawab:
"Imam askari as telah wafat, namun ia sudah menentukan penggantinya diantara kalian yang lehernya mirip ini".[15] Abu Ja'far menunjukkan kepada orang itu ukuran lehernya pertanda bahwa putra Imam askari as sudah mencapai usia balig.
Menurut Syaikh Shaduq, ketika seorang alim ternama, Abdullah bin Ja'far Himyari bertanya kepada Abu Ja'far soal Imam Hasan Askari as, ia menggunakan kalimat itu.[16] Di kesempatan lain, Abu Ja'far menyampaikan kalimat ini kepadanya:
"Shahib al-Amr setiap tahun turut serta melakukan ritual-ritual haji, menyaksikan masyarakat dan mengenal mereka, sementara mereka melihat beliau tapi tidak mengenalnya". Lebih lanjut menegaskan bahwa ia melihat Imam as di Kakbah sedang memegang tirai rumah Allah dan berdoa, "Ya Allah, balaslah musuh-musuhku. [17]
Kendatipun Abu Ja'far sudah menetapkan keberadaan imam kedua belas kepada Himyari, namun ia tetap mengingatkan mereka supaya tidak bersikeras mengungkap namanya. Hal ini membuat petinggi-petinggi pemerintahan puas dan menerima bahwa Imam askari as meninggal dunia tanpa penerus.[18]
Akan tetapi jika mereka mengetahui nama dan tempat Imam as, niscaya akan mencarinya dan nyawanya dan nyawa para wakilnya akan terancam.[19]. Semua riwayat menunjukkan bahwa duta kedua memerintahkan cara ini kepada wakil-wakil yang lain.
Peristiwa-peristiwa Penting Periode Duta kedua
Gerakan Shahib Zanj di Basrah
Dengan tejadinya revolusi Zanj (255-270/766-883 H) posisi Imamiyah semakin memanas. Silsilah garis keturunan Ali bin Muhammad, pemimpin revolusi ini, menyambung kepada Zaid bin Ali, saudara Imam Baqir as. Karena itu, sejumlah besar dari Alawiyun bergabung dengannya, dan pada tahun 257/871 H mereka hadir dalam pergerakannya.[20]
Meskipun imam kesebelas, Imam Askari as, secara terang-terangan mengumumkan bahwa pemimpin gerakan Zanj bukan Ahlulbait, namun para pejabat tinggi revolusi ini meyakini garis keturunannya bersambung kepada kaum Alawi. Menurut Thabari, pergerakan Zanj pada tahun 270/883 H total terjadi karena provokasi pemerintah atas kaum Alawi.[21]
Gerakan Qaramithah di Kufah
Faktor lain yang memperkeruh hubungan Imamiyah dengan Abbasiyah adalah munculnya gerakan-gerakan bawah tanah dua partai Ismaili, Ismailiyah tulen dan Qaramithah.[22]
Masa Perwakilan dan Wafat
Berdasarkan riwayat-riwayat, Muhammad bin Utsman mempredisksi waktu kematiannya, dan dua bulan sebelumnya telah mengabarkan soal itu.
Abu Hasan Ali bin Ahmad Dallal Qommi meriwayatkan:
"Suatu hari aku datang menemui Abu Ja'far Muhammad bin Utsman, aku mengucapkan salam kepadanya. Aku lihat di depannya ada selembar papan dan melukis diatasnya, menulis ayat-ayat al-Quran diatasnya dan nama-nama para Imam as dipinggirnya. Aku bertanya: papan ini apa? Berkata: ini untuk makamku dan aku akan diletakkan di atasnya, atau dia berkata: aku akan bersandar padanya. Lalu berkata: tiap hari aku akan masuk kuburan dan satu juz al-Quran akan kubaca lalu aku keluar lagi"
Abu Ali, perawi hadis ini, berkata:
"Aku mengira Abu Hasan bin Ahmad berkata: Muhammad bin Utsman memegang tanganku dan menunjukkan kuburannya kepadaku sembari berkata: di hari pulan, bulan pulan dan tahun pulan aku akan berangkat ke haribaan Ilahi, di sana akau dipendam dan papan ini akan bersamaku. Saat aku pergi darinya, semua yang dia katakan aku catat dan senantiasa aku menunggu waktu itu; belum lama waktu berlalu ia jatuh sakit, akhirnya pada hari, bulan dan tahun yang dikatakan itu ia wafat dan dikuburkan di kuburan itu".[23]
Abu Ja'far Muhammad bin Utsman wafat pada tahun 305 H di akhir bulan Jumadil Awal.[24]
Masyhur dikalangan ulama rijal dan hadis masa perwakilan Muhammad bin Utsman mendekati 50 tahun.[25] Akan tetapi Muhammad Shadr berkata: pendapat ini tidak bisa diterima, sebab kematian Muhammad bin Utsman terjadi pada tahun 305 H dan ada jarak 45 tahun dengan wafatnya Imam Hasan Askari as, dan kami telah menjelaskan hal itu pada biografi Usman bin Said (wakil pertama). Dengan perhitungan ini, perwakilan wakil kedua berkisar 40 tahun bukan 50 tahun.[26]
Lihat Juga
Catatan Kaki
- ↑ Najjasyi, jld. 2, hadis no. 1186, hlm. 408
- ↑ Mamaqami, Tanqih al-Maqal, jld. 3, hlm. 149
- ↑ Mamaqami, Tanqih al-Maqal, jld. 3, hlm. 149
- ↑ Shaduq, Kamaluddin, jld. 2, hlm. 54
- ↑ Ibnu Katsir, al-Kamil, jld. 8, hlm. 109
- ↑ Thusi, al-Ghaibah, hlm. 365
- ↑ Thusi, al-Ghaibah, hlm. 360
- ↑ Shaduq, Kamluddin, hlm. 432
- ↑ Shaduq, Kamluddin, hlm. 510
- ↑ untuk mengkaji lebih dalam rujuklah: Jabbari, jld. 2, hlm. 694-707
- ↑ Thusi, al-Ghaibah, hlm. 364
- ↑ Abu Nashr Hibatullah, kemenakan Ummu Kultsum, dan Ummu Kultsum sendiri putri Muhammad bin Utsman Amri
- ↑ Thusi, al-Ghaibah, hlm. 363, hadis no. 328
- ↑ Thusi, al-Ghaibah, hlm. 4-233
- ↑ Kulaini, jld. 1, hlm. 329 dan 331
- ↑ Shaduq, Kamaluddin, hlm. 435
- ↑ Shaduq, Kamaluddin, hlm. 440
- ↑ Shaduq, Kamaluddin, hlm. 442
- ↑ Kulaini, jld. 1. Hlm. 330
- ↑ Jasim Husain, hlm. 176
- ↑ Tabari, jld. 3, hlm. 2099
- ↑ Untuk menelaah lebih lanjut tentang perbedaan Qaramithah dengan Mubarakiyah rujuklah: Qommi, Maqālāt wa al-Firaq, hlm. 6-80; Nubakhti, Firaq al-Syi'ah, hlm. 67-74
- ↑ al-Ghaibah, hlm. 364, hadis no. 332; Bihar al-Anwar, jld. 51, hlm. 351
- ↑ Thusi, al-Ghaibah, hlm. 366
- ↑ 26
- ↑ Sadr, Tarikh al-Ghaibah, jld. 1, hlm. 404
Daftar Pustaka
- Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, Dar Shadir, Bairut.
- Ibnu Babawaih, Kamaluddin wa Tamam al-Nikmah, ceetakan Ali Akbar Ghaffari, Qom, 1404 H.
- Arbili, Ali bin Isa, Kasyf al-Ghummah, Qom, Islamiyah, 1405 H.
- Sadr, Muhammad, Tarikh al-Ghaibah, Dar al-Ma'arif, Bairut.
- Thusi, Muhammad bin Hasan, al-Ghaibah, Islamiyah, Teheran.
- Kulaini, Muhammad bin Ya'qub, al-Kafi.
- Mamaqami, Abdullah, Tanqih al-Maqal fi Ilm al-Rijal, cetakan Najaf, 1350 H.
- Majlisi, Muhammad Baqir, Bihar al-Anwar.
- Najjasyi, Ahmad bin Ali, Fihrist Asma' Mushannif al-Syi'ah al-Musytahar bi Rijal al-Najjasyi, cetakatan Musa Syubairi Zanjani, Qom, 1407 H.
- Nubakhti, Hasan bin Musa, Firaq al-Syi'ah, revisi Sayid Muhammad Shadiq As Al Bahr al-Ulum, Najaf, al-Maktabah al-Murtadhawiyah, 1355 H.