Lompat ke isi

Konsep:Perang Bu'ats

Dari wikishia
Perang Bu'ats
Masa kejadianSebelum Islam
Tempat kejadianWilayah Bu'ats di sekitar Madinah
AkibatMempersiapkan landasan psikologis bagi penyebaran Islam di Yatsrib dan Hijrah Nabi ke Madinah
Kekuatan1Kabilah Aus
Kekuatan2Kabilah Khazraj



Perang Bu'ats (bahasa Arab:حَرْبُ بُعاث) merupakan peperangan yang terjadi pada masa pra-Islam di wilayah sebelah tenggara Madinah, antara dua kabilah besar, yakni Aus dan Khazraj. Peristiwa ini tercatat sebagai konflik terakhir yang melibatkan kedua kabilah tersebut. Dampak perang ini menyebabkan kelelahan mendalam pada kedua belah pihak, dan setelah diberlakukannya gencatan senjata, kondisi tersebut menciptakan kesiapan psikologis yang signifikan bagi masuk dan berkembangnya Islam di Yatsrib.[1]

Geografi Bu'ats

Bu'ats terletak sekitar satu mil dari kota Madinah atau setara dengan jarak perjalanan dua malam.[2] Lokasi ini juga dikenal dengan sebutan Bu'ats al-Harb, mengingat perang terakhir antara dua kabilah Aus dan Khazraj berlangsung di tempat tersebut.[3][4]

Bu'ats dipandang sebagai nama sebuah benteng yang dimiliki oleh Aus,[5] sementara riwayat lain menyebutkan bahwa kawasan tersebut merupakan bagian dari properti Bani Quraizhah.[6]

Adapun dalam kitab Al-'Ain, istilah Bu'ats dicatat dengan bentuk Bughat,[7] sedangkan dalam sejumlah sumber lain disebutkan dalam dua varian, yakni Bu'ats dan Bughats.[8]

Laporan Perang

Laporan yang paling komprehensif mengenai Perang Bu‘ats disampaikan oleh Abul Faraj al-Isfahani, yang menghimpun riwayat-riwayat dari Thabari dan Ibnu Kalbi. Dalam persiapan menghadapi perang melawan Khazraj, kabilah Aus meminta bantuan kepada komunitas Yahudi Bani Quraizhah dan Bani Nadhir. Namun, kedua kelompok Yahudi tersebut menolak memberikan dukungan karena mendapat tekanan dan ancaman dari pihak Khazraj. Sebagai jaminan agar tidak membantu Aus, mereka bahkan menyerahkan sejumlah sandera kepada Khazraj.

Situasi berubah ketika Amr bin Nu‘man al-Bayadhi, pemimpin klan Bayadhah dari Khazraj, menuntut penguasaan tanah-tanah subur milik Bani Quraizhah dan Bani Nadhir. Ia mengancam akan membunuh para sandera apabila tuntutannya tidak dipenuhi. Karena keinginannya tidak dikabulkan, Amr bin Nu‘man benar-benar membunuh para sandera tersebut. Tindakan ini memicu kemarahan besar di kalangan Yahudi. Akibatnya, dalam konflik berskala kecil yang terjadi antara Aus dan Khazraj, Bani Quraizhah dan Bani Nadhir memutuskan untuk berpihak kepada Aus serta memberikan perlindungan kepada sebagian anggota Aus yang diusir oleh Khazraj.

Selain itu, beberapa kabilah Ghassan yang bermukim di Madinah, di antaranya Bani Tsa‘labah dan Bani Za‘ura, turut menjalin persekutuan dengan Aus. Pada fase ini, Abdullah bin Ubay—salah satu tokoh terkemuka Khazraj—menilai tindakan kaumnya sebagai bentuk agresi terbuka dan memperingatkan mereka akan dampak serius yang akan ditimbulkan. Peringatan ini menyebabkan sebagian anggota Khazraj memilih menarik diri dari konflik. Kendati demikian, mayoritas Khazraj tetap menunjuk Amr bin Nu‘man al-Bayadhi sebagai pemimpin mereka, sementara Hudhair al-Kataib bin Simak al-Asyhali ditetapkan sebagai pemimpin Aus.[9]

Hudhair kemudian memobilisasi pasukan Aus dan membangkitkan semangat mereka dengan mengingatkan berbagai penindasan dan penghinaan yang selama ini dilakukan oleh Khazraj terhadap Aus. Salah satu pemimpin Aus lainnya dalam pertempuran ini adalah Abu Amir Rahib bin Shaifi, yang kelak dikenal dengan sebutan Abu Amir Fasiq. Kedua belah pihak—Aus dan Khazraj—melakukan persiapan perang selama kurang lebih dua bulan, termasuk mencari dukungan dari kabilah-kabilah Arab sekutu mereka. Setelah itu, pecahlah perang sengit yang belum pernah terjadi sebelumnya di Bu‘ats, yang tampaknya berlangsung selama beberapa bulan.[10]

Latar Belakang Hijrah Nabi

! Artikel terkait untuk kategori ini adalah Hijrah ke Madinah.

Perang Bu‘ats—sebagai konflik terakhir antara Aus dan Khazraj—mengakibatkan kelelahan mendalam di pihak kedua kabilah. Kondisi ini, terutama setelah terjadinya gencatan senjata, menciptakan landasan psikologis dan sosial yang kondusif bagi masuk dan berkembangnya Islam di Yatsrib.[11]

Dalam konteks tersebut, dua hingga tiga tahun kemudian, pertemuan-pertemuan berulang antara penduduk Yatsrib dan Nabi saw pada musim Haji—yakni pada tahun kesepuluh hingga kedua belas Bi'tsah—mengantarkan pada terjadinya Baiat Aqabah Pertama dan Kedua. Rangkaian peristiwa ini pada akhirnya berpuncak pada hijrah Nabi Muhammad saw beserta kaum Muslimin ke Yatsrib, yang kemudian dikenal sebagai Madinah.[12]

Tindakan Yahudi Setelah Hijrah

Setelah hijrah, orang-orang Yahudi, atas hasutan Syas bin Qais[catatan 1], karena rasa dendam dan ketidaksenangan terhadap persatuan Islam, berusaha membangkitkan permusuhan lama. Mereka mengingatkan kembali pertempuran Bu'ats dan membacakan syair-syair mengenai peristiwa itu. Namun, berkat kebijaksanaan Nabi saw, upaya tersebut gagal.[13][catatan 2]

Ucapan Nabi saw itu bagaikan air yang menumpas api; para sahabat menyadari bahwa perselisihan mereka hanyalah tipu daya setan dan makar dari musuh-musuh Islam. Setelah mendengar sabda Rasulullah, para lelaki dari kabilah Aus dan Khazraj menangis, bangkit, saling berpelukan, dan kembali bersama Nabi dalam keadaan tunduk serta patuh kepada beliau.


Desa Shirya

! Artikel terkait untuk kategori ini adalah Shirya.

Kemudian, Imam Kazim as mendirikan desa Shirya di dekat Bu'ats.[14] Imam Hadi as, Imam kesepuluh Syiah, lahir di desa ini[15] dan menetap di sana untuk beberapa waktu.[16] Penulis Al-Khara'ij wa al-Jara'ih menukil dua riwayat yang menunjukkan bahwa Imam Ridha as[17] dan Imam Jawad as[18] juga pernah tinggal di wilayah ini.

Catatan Kaki

  1. Untuk riwayat dari Aisyah mengenai hal ini, lihat Bakri, jld. 1, hlm. 260; Dzahabi, hlm. 288-289.
  2. Farahidi, jld. 4, hlm. 402; Bakri, jld. 1, hlm. 259.
  3. Peristiwa tahun keenam sebelum Hijrah; Ibnu Sa'ad, jld. 3, hlm. 604, jld. 4, hlm. 384; Ibnu Jauzi, jld. 2, hlm. 385–386; Bandingkan Ya'qubi, jld. 2, hlm. 37.
  4. Abul Faraj Isfahani, jld. 17, hlm. 124.
  5. Ibnu Manzhur, entri "Ba'ts".
  6. Abul Faraj Isfahani, jld. 17, hlm. 124; Yaqut Hamawi, jld. 1, hlm. 670.
  7. Farahidi, jld. 4, hlm. 402.
  8. Yaqut Hamawi, jld. 1, hlm. 670.
  9. Bandingkan Abul Faraj Isfahani, Kitab al-Aghani, Beirut, jld. 17, hlm. 118–121.
  10. Lihat Abul Faraj Isfahani, Kitab al-Aghani, Beirut, jld. 17, hlm. 119.
  11. Untuk riwayat dari Aisyah mengenai hal ini, lihat Bakri, Mu'jam Ma Ista'jam min Asma' al-Bilad wa al-Mawadhi', Cetakan Musthafa Saqqa, Beirut, 1403 H/1983 M, jld. 1, hlm. 260; Dzahabi, Tarikh al-Islam, Al-Sirah al-Nabawiyah, Cetakan Umar Abdussalam Tadmuri, Beirut, 1409 H/1989 M, hlm. 288–289.
  12. Lihat Ibnu Hisyam, Al-Sirah al-Nabawiyah, Cetakan Musthafa Saqqa, Ibrahim Abyari dan Abdul Hafizh Syalabi, Beirut, jld. 2, hlm. 70 dst; Ibnu Sa'ad, Al-Thabaqat al-Kubra, Beirut, 1405 H/1985 M, jld. 1, hlm. 219–220; Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, Beirut, jld. 2, hlm. 37.
  13. Lihat Ibnu Hisyam, Al-Sirah al-Nabawiyah, Cetakan Musthafa Saqqa, Ibrahim Abyari dan Abdul Hafizh Syalabi, Beirut, jld. 2, hlm. 204–205.
  14. Farahidi, Kitab al-'Ain, Cetakan Mahdi Makhzumi dan Ibrahim Samara'i, Qom, 1405 H, jld. 4, hlm. 402; lihat juga: Ibnu Syahr Asyub, Manaqib Al Abi Thalib, Cetakan Hasyim Rasuli Mahallati, Qom, 1379, hlm. 382.
  15. Mufid, Al-Irsyad, Qom: Kongres Syekh Mufid, 1413 H, jld. 2, hlm. 297.
  16. Majlisi, Bihar al-Anwar, 1403 H, jld. 50, hlm. 157.
  17. Rawandi, Al-Khara'ij wa al-Jara'ih, Muassasah al-Imam al-Mahdi, 1409 H, jld. 1, hlm. 365.
  18. Rawandi, Al-Khara'ij wa al-Jara'ih, Muassasah al-Imam al-Mahdi, 1409 H, jld. 1, hlm. 383.

Catatan

  1. Syas putra Qais bin Ubadah bin Zuhair dari klan Bani Athiyyah bin Zaid bin Qais, salah satu tokoh kabilah Aus pada masa Jahiliyah
  2. Nabi setelah mengetahui kejadian tersebut, datang bersama sekelompok Muhajirin ke tengah-tengah para sahabat dan bersabda: “Wahai kaum Muslimin! Ingatlah Allah, ingatlah Allah! Apakah kalian menyeru seruan Jahiliyah padahal aku berada di tengah kalian setelah Allah memberi petunjuk kepada kalian menuju Islam, memuliakan kalian dengannya, memutus perkara Jahiliyah dari kalian, menyelamatkan kalian dari kekafiran, dan menyatukan hati kalian?” (يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ، اللَّهَ اللَّهَ، أَبِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ وَأَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ بَعْدَ أَنْ هَدَاكُمْ اللَّهُ لِلْإِسْلَامِ، وَأَكْرَمَكُمْ بِهِ، وَقَطَعَ بِهِ عَنْكُمْ أَمْرَ الْجَاهِلِيَّةِ، وَاسْتَنْقَذَكُمْ بِهِ مِنْ الْكُفْرِ، وَأَلَّفَ بِهِ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ).

Daftar Pustaka

  • Ibnu Jauzi, *Al-Muntazham fi Tarikh al-Muluk wa al-Umam*, Cetakan Muhammad Abdul Qadir Atha dan Musthafa Abdul Qadir Atha, Beirut, 1412/1992.
  • Ibnu Sa'ad, *Al-Thabaqat al-Kubra*, Beirut, 1405/1985.
  • Ibnu Syahr Asyub, *Manaqib Al Abi Thalib*, jld. 4, Cetakan Hasyim Rasuli Mahallati, Qom, (1379).
  • Ibnu Manzhur, *Lisan al-Arab*, Beirut, 1374–1376/1955–1956.
  • Ibnu Hisyam, *Al-Sirah al-Nabawiyah*, Cetakan Musthafa Saqqa, Ibrahim Abyari dan Abdul Hafizh Syalabi, Beirut, Tanpa Tahun.
  • Bakri, Abdullah bin Abdul Aziz, *Mu'jam Ma Ista'jam min Asma' al-Bilad wa al-Mawadhi'*, Cetakan Musthafa Saqqa, Beirut, 1403/1983.
  • Abul Faraj Isfahani, Ali bin Husain, *Kitab al-Aghani*, Beirut, Tanpa Tahun.
  • Dzahabi, Muhammad bin Ahmad, *Tarikh al-Islam, Al-Sirah al-Nabawiyah*, Cetakan Umar Abdussalam Tadmuri, Beirut, 1409/1989.
  • Rawandi, Qutbuddin Sa'id bin Hibatullah, *Al-Khara'ij wa al-Jara'ih*, Qom, Muassasah al-Imam al-Mahdi, 1409 H.
  • Farahidi, Khalil bin Ahmad, *Kitab al-'Ain*, Cetakan Mahdi Makhzumi dan Ibrahim Samara'i, Qom, 1405 H.
  • Majlisi, Muhammad Baqir, *Bihar al-Anwar*, Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1403 H.
  • Mufid, Muhammad bin Muhammad, *Al-Irsyad fi Ma'rifah Hujajillah 'ala al-Ibad*, Qom: Kongres Syekh Mufid, 1413 H.
  • Yaqut Hamawi, *Mu'jam al-Buldan*, Cetakan Ferdinand Wustenfeld, Leipzig 1866–1873, Cetakan Offset Teheran, 1965 M.
  • Ya'qubi, Ahmad bin Ishaq, *Tarikh al-Ya'qubi*, Beirut, Tanpa Tahun.

Pranala Luar