Konsep:Mengambil Upah atas Kewajiban
Mengambil Upah atas Kewajiban (bahasa Arab: اخذ الاجرة علی الواجبات) bermakna menerima bayaran sebagai imbalan atas pelaksanaan perbuatan wajib. Mengambil upah sebagai imbalan atas pelaksanaan perbuatan wajib pada awalnya diajukan sebagai masalah fikih hanya mengenai sejumlah Ibadah; namun seiring berjalannya waktu, dalam fikih Syiah, hal ini digunakan sebagai sebuah Kaidah Fikih dalam sejumlah bab fikih seperti Salat, Kafan dan penguburan mayit, Peradilan, pengobatan, serta pendidikan dan pengajaran.
Para fukaha memiliki tiga pandangan mengenai hukum fikih mengambil upah atas kewajiban; sebagian menganggap mengambil upah atas kewajiban Haram secara mutlak; sebaliknya, sebagian menganggapnya boleh (jaiz) dalam semua kewajiban, dan sebagian lagi membedakan antara Wajib Ta'abbudi dan Wajib Tawashuli, serta antara Wajib 'Aini dan Wajib Kifai; dengan rincian bahwa dalam kewajiban ta'abbudi dan 'aini tidak boleh mengambil upah; namun dalam kewajiban tawashuli dan kifai, mengambil upah diperbolehkan.
Penerapan kaidah keharaman mengambil upah atas kewajiban, mengenai Wajib Nizhamiyah (pekerjaan sosial yang sensitif/penting), diragukan; karena tidak dilakukannya hal tersebut akan menyebabkan Gangguan Ketertiban Sosial. Banyak fukaha berpendapat bahwa sejak masa Para Maksum as, mengambil upah dalam kasus-kasus ini diperbolehkan.
Konseptualisasi dan Kedudukan
Mengambil upah atas kewajiban bermakna memperoleh pendapatan sebagai imbalan atas pelaksanaan perbuatan wajib.[1] Masalah kebolehan atau ketidakbolehan memperoleh pendapatan dari kewajiban menyebabkan dibahasnya sebuah kaidah fikih dengan nama "Keharaman Mengambil Upah atas Kewajiban" dalam kitab-kitab fikih.[2] Menurut para peneliti fikih, kaidah ini diterapkan dalam beberapa bab fikih seperti Salat, penguburan dan pengafanan mayit, Peradilan, Haji, Wasiat, pengobatan, hadhanah (hak asuh), dan Wajib Nizhamiyah.[3] Sebagai contoh, apakah seorang ibu yang kehidupan bayinya bergantung pada penyusuannya, dapat meminta upah dari suaminya? Atau di tempat di mana memberikan kesaksian di pengadilan wajib bagi seseorang, apakah ia dapat meminta upah sebagai imbalannya? Para fukaha secara khusus membahas masalah ini mengenai memandikan dan mengafani mayit.[4]
Mengenai sejarah kaidah keharaman mengambil upah atas kewajiban, dikatakan bahwa pada awalnya ini adalah masalah fikih sederhana yang menjelaskan hukum menerima upah untuk pelaksanaan beberapa urusan ibadah; namun seiring berjalannya waktu dan khususnya sejak masa Syahid Tsani, hal ini disebut sebagai sebuah kaidah fikih.[5]
Pentingnya pembahasan mengambil upah atas kewajiban terutama karena banyak pekerjaan di masyarakat seperti pengobatan, peradilan, pertolongan dan penyelamatan, pekerjaan militer dan keamanan, serta pendidikan dan pengajaran berada di bawah judul ini, dan jika seorang fakih berpendapat haramnya mengambil upah atas kewajiban, ia harus mencari jalan untuk memenuhi penghidupan orang-orang yang bekerja di bidang-bidang ini.[6]
Hukum Fikih
Fukaha Syiah telah menyajikan beberapa pendapat mengenai kebolehan atau ketidakbolehan menerima upah atas kewajiban;
- **Ketidakbolehan:** Fukaha seperti Syahid Tsani,[7] Shahib al-Jawahir,[8] dan Muqaddas Ardabili[9] secara mutlak berpendapat tidak bolehnya mengambil upah atas kewajiban. Mereka dengan mengklaim adanya pertentangan antara mengambil upah dengan niat qurbah (mendekatkan diri kepada Allah), dan juga adanya ijma',[10] meyakini bahwa jika seseorang menerima sejumlah uang untuk melakukan kewajiban, uang tersebut termasuk dalam pendapatan haram.[11]
- **Kebolehan:** Sayid Abul Qasim al-Khui meyakini bahwa untuk melakukan kewajiban bisa meminta upah[12] dan masalah ini sama sekali tidak bertentangan dengan niat qurbah.[13]
- **Perincian (Tafshil) antara Kewajiban:** Banyak fukaha seperti Fakhrul Muhaqqiqin,[14] Syekh Anshari,[15] dan Imam Khomeini[16] membedakan antara Wajib Ta'abbudi dan Wajib Tawashuli, Wajib Ta'yini dan Wajib Takhyiri, serta Wajib 'Aini dan Wajib Kifai. Menurut pendapat kelompok fukaha ini, dalam kewajiban ta'abbudi, ta'yini, dan 'aini, mengambil upah tidak diperbolehkan, dan sebaliknya dalam kewajiban tawashuli, takhyiri, dan kifai, menerima upah sebagai imbalan pelaksanaan kewajiban diperbolehkan.[17]
Kebolehan Menerima Upah dalam Kewajiban Terkait Urusan Sosial
Adanya beberapa pekerjaan seperti pendidikan dan pengajaran, kedokteran, peradilan, dan pekerjaan militer yang kelangsungan ketertiban dan stabilitas masyarakat bergantung padanya, telah menyebabkan keraguan dalam banyak penelitian fikih mengenai penerapan kaidah keharaman mengambil upah atas kewajiban pada jenis tugas ini.[18] Jenis pekerjaan ini yang dalam sejumlah kitab fikih disebut sebagai "Wajib Nizhamiyah", adalah kewajiban yang jika tidak dilakukan akan menyebabkan gangguan ketertiban (ikhtilal nizham).[19]
Banyak fukaha Syiah meyakini meskipun ada kemasyhuran mengenai kaidah keharaman mengambil upah atas kewajiban; namun mengenai jenis kewajiban ini yang menjaga sistem masyarakat Islam bergantung padanya, sejak masa Para Maksum as menerima upah kerja untuk melakukannya diperbolehkan.[20] Dalam sebuah penelitian fikih ditekankan poin bahwa bahkan mereka yang menganggap haram segala bentuk penerimaan imbalan atas pelaksanaan kewajiban, telah berusaha mencari jalan agar wajib nizhamiyah dapat dikecualikan dari kaidah keharaman mengambil upah atas kewajiban.[21]
Kebolehan Menerima Upah atas Perbuatan Mustahab
Fukaha biasanya di samping membahas masalah kebolehan atau ketidakbolehan menerima upah atas pelaksanaan kewajiban, juga membahas masalah ini mengenai perbuatan mustahab dan memperhatikan riwayat yang biasanya tentang Mengajarkan Al-Qur'an dan upah Muadzin dalam masalah ini.[22] Menurut fukaha yang membolehkan upah atas kewajiban, dalam perbuatan mustahab *min babi aula* (lebih utama lagi) dapat meminta penerimaan upah dan sama sekali tidak bertentangan dengan niat qurbah,[23] dan fukaha yang menganggap haram menerima upah atas kewajiban pun berpendapat makruh menerima upah dalam kasus perbuatan mustahab.[24]
Catatan Kaki
- ↑ Musavi Bojnourdi, Qawa'id Fiqhiyyah, 1401 H, jld. 2, hlm. 165.
- ↑ Musavi Bojnourdi, Qawa'id Fiqhiyyah, 1401 H, jld. 2, hlm. 165.
- ↑ Boroujerdi, «Tahlil-e Fiqhi-ye Masyru'iyat-e Kasb-e Daramad az Anjam-e Fe'l-e Wajib», hlm. 27-28; Choupan Pasand-Abad, «Qa'ideh-ye Hormat-e Akhz-e Ojrat bar Wajibat», hlm. 95; Mohammadi Razini, «Akhz-e Ojrat dar Hazhanat az Manzar-e Fiqh-e Eslami», hlm. 53.
- ↑ Boroujerdi, «Tahlil-e Fiqhi-ye Masyru'iyat-e Kasb-e Daramad az Anjam-e Fe'l-e Wajib», hlm. 27.
- ↑ Jabbar Golbaghi dkk, «Vakavi-ye Tarikhi-ye Qa'ideh-ye Akhz-e Ojrat bar Wajibat ba Ruykard be Ara-ye Shahib Urwah», hlm. 143.
- ↑ Fakhla'i dan Syaikhi, «Barresi-ye Eshkal-e Takhsish-napaziri-ye Qa'ideh-ye Hormat-e Akhz-e Ojrat bar Wajibat», hlm. 26-27; Boroujerdi, «Tahlil-e Fiqhi-ye Masyru'iyat-e Kasb-e Daramad az Anjam-e Fe'l-e Wajib», hlm. 27-28.
- ↑ Syahid Tsani, Masalik al-Afham, 1413 H.
- ↑ Najafi, Jawahir al-Kalam, 1362 HS, jld. 22, hlm. 116.
- ↑ Muqaddas Ardabili, Majma' al-Faidah wa al-Burhan, 1403 H, jld. 8, hlm. 89.
- ↑ Modarresi Yazdi, Barresi-ye Gostardeh-ye Fiqhi-ye Ojrat bar Wajibat, Mustahabbat va Foru'at, 1392 HS, hlm. 25-26.
- ↑ Fakhla'i dan Syaikhi, «Barresi-ye Ara-ye Foqaha dar Mored-e Monafat-e Akhz-e Ojrat ba Qasd-e Qurbat ba Ruykardi bar Didgah-e Imam Khomeini», hlm. 87.
- ↑ Khui, Mishbah al-Fiqahah, 1417 H, jld. 1, hlm. 460.
- ↑ Khui, Mishbah al-Fiqahah, 1417 H, jld. 1, hlm. 466.
- ↑ Fakhrul Muhaqqiqin, Idhah al-Fawaid, 1387 H, jld. 2, hlm. 257.
- ↑ Ansari, Al-Makasib al-Muharramah, 1415 H, jld. 2, hlm. 135.
- ↑ Imam Khomeini, Tahrir al-Wasilah, 1377 HS, jld. 1, hlm. 499.
- ↑ Ansari, Al-Makasib al-Muharramah, 1415 H, jld. 2, hlm. 135; Imam Khomeini, Al-Makasib al-Muharramah, 1415 H, jld. 2, hlm. 297-299; Musavi Bojnourdi, Qawa'id Fiqhiyyah, 1401 H, jld. 2, hlm. 168-169; Fakhla'i dan Syaikhi, «Barresi-ye Ara-ye Foqaha dar Mored-e Monafat-e Akhz-e Ojrat ba Qasd-e Qurbat ba Ruykardi bar Didgah-e Imam Khomeini», hlm. 86.
- ↑ Fakhla'i dan Syaikhi, «Barresi-ye Eshkal-e Takhsish-napaziri-ye Qa'ideh-ye Hormat-e Akhz-e Ojrat bar Wajibat», hlm. 26-27.
- ↑ Bahrul Ulum, Bulghah al-Faqih, 1403 H, jld. 2, hlm. 5.
- ↑ Ansari, Al-Makasib al-Muharramah, 1415 H, jld. 2, hlm. 137-138; Musavi Bojnourdi, Al-Qawa'id al-Fiqhiyyah, 1401 H, jld. 2, hlm. 169-170; Makarem Syirazi, Anwar al-Faqahah, 1426 H, jld. 1, hlm. 416; Rajaei-pour dan Qarib, «Eshkal-e Masyhur dar Ojrat Khahi bar Wajibat-e Nezamiyeh», hlm. 123.
- ↑ Fakhla'i dan Syaikhi, «Barresi-ye Eshkal-e Takhsish-napaziri-ye Qa'ideh-ye Hormat-e Akhz-e Ojrat bar Wajibat», hlm. 26.
- ↑ Syaikhi dkk, «Barresi-ye Asnad-e Qurani va Revayi-ye Qa'ideh-ye Hormat-e Akhz-e Ojrat bar Wajibat», hlm. 131-135.
- ↑ Modarresi, Barresi-ye Gostardeh-ye Fiqhi-ye Ojrat bar Wajibat, Mustahabbat va Foru'at-e Motanaseb, 1392 HS, hlm. 183.
- ↑ Syaikhi dkk, «Barresi-ye Asnad-e Qurani va Revayi-ye Qa'ideh-ye Hormat-e Akhz-e Ojrat bar Wajibat», hlm. 131-135.
Daftar Pustaka
- Imam Khomeini, Sayid Ruhullah, Al-Makasib al-Muharramah, Teheran, Muassasah Tanzim wa Nasyr Atsar Imam Khomeini, 1415 H.
- Imam Khomeini, Sayid Ruhullah, Tahrir al-Wasilah, Teheran, Muassasah Tanzim wa Nasyr Atsar Imam Khomeini, 1377 HS.
- Ansari, Murtadha, Al-Makasib al-Muharramah, Qom, Kongres Peringatan Syekh Azham Ansari, 1415 H.
- Bahrul Ulum, Sayid Muhammad, Bulghah al-Faqih, Teheran, Maktabah al-Shadiq (as), 1403 H.
- Boroujerdi, Mustafa, «Tahlil-e Fiqhi-ye Masyru'iyat-e Kasb-e Daramad az Anjam-e Fe'l-e Wajib», *Dofaslnameh Mabani-ye Fiqhi-ye Hoquq-e Eslami*, No. 27, 1400 HS.
- Jabbar Golbaghi Masouleh, Sayid Ali, Abbas Ali Soltani, dan Muhammad Taqi Fakhla'i, «Vakavi-ye Tarikhi-ye Qa'ideh-ye Akhz-e Ojrat bar Wajibat ba Ruykard be Ara-ye Shahib Urwah», *Faslnameh Pazhuhesh-haye Fiqh va Hoquq-e Eslami*, No. 42, 1394 HS.
- Choupan Pasand-Abad, Muhammad, «Qa'ideh-ye Hormat-e Akhz-e Ojrat bar Wajibat», *Nasyriyeh Daneshkadeh Ilahiyat Mashhad*, No. 37-38, 1376 HS.
- Khui, Sayid Abul Qasim, Mishbah al-Fiqahah, Qom, Nasyr Anshariyan, 1417 H.
- Rajaei-pour, Mustafa dan Muhammad Qarib Tarzeh, «Eshkal-e Masyhur dar Ojrat Khahi bar Wajibat-e Nezamiyeh», *Faslnameh Fiqh va Tarikh-e Tamaddon*, Tahun ke-6, No. 1, 1388 HS.
- Syahid Tsani, Zainuddin bin Ali, Masalik al-Afham, Qom, Muassasah al-Ma'arif al-Islamiyyah, 1413 H.
- Syaikhi, Majid Reza, Mohsen Jahangiri, dan Abbas Ali Soltani, «Barresi-ye Asnad-e Qurani va Revayi-ye Qa'ideh-ye Hormat-e Akhz-e Ojrat bar Wajibat», *Faslnameh Motale'at-e Eslami: Fiqh va Ushul*, No. 98, 1393 HS.
- Fakhrul Muhaqqiqin, Muhammad bin Hasan, Idhah al-Fawaid, Qom, Muassasah Ismailiyan, 1387 H.
- Fakhla'i, Muhammad Taqi dan Majid Reza Syaikhi, «Barresi-ye Eshkal-e Takhsish-napaziri-ye Qa'ideh-ye Hormat-e Akhz-e Ojrat bar Wajibat», *Dofaslnameh Amuzeh-haye Fiqh-e Madani*, No. 4, 1390 HS.
- Fakhla'i, Muhammad Taqi dan Majid Reza Syaikhi, «Barresi-ye Ara-ye Foqaha dar Mored-e Monafat-e Akhz-e Ojrat ba Qasd-e Qurbat ba Ruykardi bar Didgah-e Imam Khomeini», *Faslnameh Pazhuhesh-nameh Matin*, No. 51, 1390 HS.
- Mohammadi Razini, Sattar, Moazameh Safarzadeh, dan Muhammad Ali Najibi, «Akhz-e Ojrat dar Hazhanat az Manzar-e Fiqh-e Eslami», *Dofaslnameh Motale'at-e Fiqh-e Emamiyeh*, No. 20, 1402 HS.
- Modarresi Yazdi, Sayid Muhammad Reza, Barresi-ye Gostardeh-ye Fiqhi-ye Ojrat bar Wajibat, Mustahabbat va Foru'at-e Motanaseb, Qom, Dar al-Tafsir, 1392 HS.
- Muqaddas Ardabili, Ahmad, Majma' al-Faidah wa al-Burhan, Qom, Entesharat Eslami, 1403 H.
- Musavi Bojnourdi, Sayid Muhammad, Qawa'id Fiqhiyyah, Teheran, Muassasah Uruj, 1401 H.
- Najafi, Muhammad Hasan, Jawahir al-Kalam, Beirut, Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1362 HS.