Empat Wakil Imam Mahdi as
Al-Nuwwab al-Arba'ah (bahasa Arab:النُواب الأربَعَة, Empat wakil) adalah empat orang yang menjadi wakil khusus dan menjadi perantara antara Imam Mahdi as dengan orang-orang Syiah dimasa sang Imam mengalami ghaibah Sughra. Kempat orang tersebut juga dikenal dengan sebutan wakil khusus (نواب خاصه). Keempat wakil khusus tersebut adalah sahabat-sahabat pilihan yang menjadi kepercayaan Imam Mahdi as, yang secara berurutan diamanahkan untuk menjadi wakil atau penyampai pesan Imam Mahdi as kepada orang-orang Syiah ataupun yang menyampaikan pertanyaan-pertanyaan orang-orang untuk ditujukan kepada Imam Mahdi yang kemudian dijawabnya. [1]
Periode Dimulainya Tugas Empat Wakil
Menurut pendapat yang ada, kegaiban Imam Mahdi as mengalami dua periode. Yaitu periode singkat yang dikenal dengan sebutan masa kegaiban Kecil dan periode lama yang bahkan berlangsung sampai sekarang, disebut dengan masa kegaiban Besar.
Kegaiban sughra (kecil) memiliki dua karakteristik khusus. Yang pertama, terbatas dari sisi waktu. Yaitu hanya berlangsung kurang lebih selama 70 tahun. Dari sisi interaksi dengan umat, kegaiban diperiode ini tidak berlaku untuk semua umatnya. Yang meskipun saat itu Imam Mahdi as berada dalam kegaiban, namun ia masih menjalin interaksi langsung dengan orang-orang tertentu yang menjadi wakil dan kepercayaannya, yang kemudian dikenal dengan istilah, wakil khusus.
Yang kedua, dipandang dari sisi bentuk hubungannya dengan umat Syiah. Imam Mahdi as dalam periode ini menjalankan perannya dalam memimpin dan membimbing umat melalui perantaraan orang-orang khusus yang merupakan pilihan dan kepercayaannya. Melalui perantaraan wakil-wakil khusus tersebut, Imam Mahdi as menjawab pertanyaan dan persoalan-persoalan umat dalam berbagai permasalahan, seperti dalam masalah aqidah, fikih dan hal lainnya.
Biografi Empat Wakil
Utsman bin Sa'id 'Amri Samman
Usman bin Said 'Amri adalah wakil pertama Imam Mahdi as. Ia dikenal dengan laqab Samman, yang artinya pedagang minyak. Ia sengaja menjalani profesi tersebut, untuk menutupi jati dirinya dan amanah yang sedang dijalankannya. Dengan menjadi pedagang minyak, ia tidak akan dicurigai memiliki aktivitas keagamaan dan kemazhaban, terlebih lagi keterlibatan dalam urusan politik. Surat-surat ataupun barang-barang yang ditujukan untuk Imam Mahdi as, ia letakkan di dalam kaleng minyaknya, yang kemudian dibawanya ke tempat Imam Mahdi as. Dengan profesi seperti itu, ia tampak hanya sedang berjualan minyak dan tidak mendapatkan kecurigaan sedikitpun dari kelompok-kelompok yang memusuhi dakwah Ahlulbait. [2]
Metode penyamaran seperti ini, sebelumnya juga pernah dilakukan oleh sejumlah sahabat Imam, seperti misalnya, Muhammad Qathan Wujuhat yang menyamar sebagai penjual kain, yang kemudian melakukan interaksi diam-diam dengan sang Imam. [3] Utsman bin Sa'id 'Amri menjadi wakil khusus Imam Mahdi as sejak tahun 260 H dan berlangsung selama 5 tahun.
Muhammad bin Utsman bin Sa'id 'Amri
Muhammad bin Utsman 'Amri adalah wakil khusus kedua Imam Mahdi as. Ia adalah putera dari wakil pertama, yang pasca kematian ayahnya, ia kemudian dipilih Imam Mahdi as menjadi delegasinya selanjutnya. Ia menjalani tugasnya sebagai wakil Imam selama 40 tahun. [4] Ia sebagaimana ayahnya, sebelumnya adalah sahabat kepercayaan Imam Hasan Askari as, sebagaimana yang diceritakan dalam sebuah riwayat yang dinukil dari Imam Mahdi as, "'Amri dan putranya adalah dua orang yang tsiqah dan terpercaya. Apapun yang disampaikannya, adalah berasal dari saya, dan apapun yang dikatakannya, adalah dari saya. Maka dengarkanlah apa yang dikatakannya, dan ikutilah keduanya, karena keduanya jujur dan terpercaya." [5]
Muhammad bin Utsman menjadi wakil Imam sejak tahun 265 H dan berlangsung selama 40 tahun.
Husain bin Ruh Nubakhti
Abu al-Qasim Husain bin Ruh Nubakhti, adalah wakil khusus ketiga Imam Mahdi as. Ia adalah kerabat dari Utsman ‘Amri, yang merupakan wakil sebelumnya Imam Mahdi yang berasal dari Baghdad. [6]
Muhammad bin Utsman selama menjabat sebagai wakil Imam telah mempersiapkan Husain bin Ruh agar kelak bisa menggantikan posisinya. Hal tersebut dilakukannya atas perintah dari Imam Mahdi as sendiri yang kemudian memperkenalkan Husain bin Ruh sebagai wakil Imam selanjutnya, diakhir-akhir usianya. Husain bin Ruh menjadi wakil khusus Imam sejak tahun 305 H dan menjalaninya selama 21 tahun. [7]
Ia berasal dari salah seorang sahabat Imam Hasan Askari as yang berdomisili di Baghdad. Perannya sebagai wakil khusus Imam Mahdi diperkenalkan oleh wakil kedua Imam Mahdi, Muhammad bin Utsman dihadapan sejumlah pembesar Syiah di Baghdad seperti, Abu Ali bin Hamam, Abu Abdullah bin Muhammad al-Katib, Abu Abdullah al-Baqtani, Abu Sahal Ismail bin Ali Nubakhti, Abu Abdullah bin al-Wajna dan sejumlah tokoh Islam lainnya. [8]
Ali bin Muhammad Samuri
Abu al-Hasan Ali bin Muhammad Samuri adalah wakil khusus keempat Imam Mahdi as sekaligus sebagai wakil khusus terakhir yang diperkenalkan oleh Husain bin Ruh atas permintaan Imam Mahdi as. Ia menjadi wakil Imam sampai tahun 329 H dan menjalankan tugasnya selama 3 tahun.
Pelaksanaan Tugas Keempat Wakil
Pelaksanaan tugas keempat wakil Imam Mahdi as dapat dijabarkan berdasarkan sejumlah sisi, diantaranya:
Gerakan Tersembunyi
Poin yang patut mendapat perhatian pada periode ini, bukan hanya Imam Mahdi as yang tersembunyi dari pandangan orang, namun juga para wakilnya, yang juga oleh sebagian orang misterius dan tidak dikenali. Mereka melakukan tugas-tugasnya tanpa ketahuan dan mendapat perhatian dari orang banyak. Diantara metode para wakil ini agar tidak mendapat perhatian dan menghilangkan kecurigaan masyarakat, adalah menghindarkan umat Syiah dari agenda revolusi dan memintanya untuk tidak membicarakannya sama sekali, sehingga mereka aman melakukan tugas-tugasnya sebagai penyampai pesan Imam kepada Syiahnya.
Hasilnya, umat Syiah yang saat itu meski tinggal di pusat kekhalifahan Abbasiyah namun tetap bisa hidup secara aman dan keselamatannya terjaga, dan diakui secara resmi sebagai kelompok minoritas. Pada masa ini, Baghdad malah menjadi pusat keagamaan umat Syiah, mereka menjalankan aktivitas kemazhaban mereka melalui sejumlah kelompok-kelompok keagamaan yang mereka bentuk. [9]
Melakukan Penetrasi ke dalam Pemerintahan
Diantara strategi lainnya pada masa ini, yang dilakukan umat Syiah, khususnya oleh keempat wakil Imam Mahdi as untuk melindungi Imam dan menjaga kelestarian ajarannya adalah melakukan penetrasi dan menempatkan sejumlah pembesarnya kedalam tubuh pemerintahan Kekhalifaan Abbasiyah, bahkan diantaranya berhasil menduduki jabatan kementrian. [10]
Berhadapan dengan Kaum Ghulat
Persoalan yang dihadapi kaum Syiah saat itu, bukan saja adanya tekanan dari pihak luar, namun juga polemik yang dipicu dari kalangan internal Syiah atau sekelompok orang yang menisbatkan diri mereka sebagai kelompok Syiah akan tetapi memiliki keyakinan dan amalan yang bertentangan dengan ajaran Ahlulbait, diantaranya adalah kaum Ghulat. Dimasa kegaiban Sughra tersebut, pengaruh kaum Ghulat semakin besar diantaranya disebabkan karena adanya dukungan dari sejumlah anak dari Imam pada periode-periode sebelumnya seperti Ja'far bin Ali al-Hadi yang kemudian dikenal dengan gelaran al-Kadzdzab (Sang Pendusta) dan juga dukungan dari sejumlah tokoh-tokoh politik Syiah.
Diantara pembesar kaum Ghulat yang terkenal adalah Muhammad bin Nashir, pendiri sekte Nashiriyah, yang mulai muncul sejak masa Imam al-Hadi yang disikapi berlebihan dan terlalu dibesar-besarkan oleh pendukungnya.
Syekh ath-Thusi berkata, "Dia pada masa wakil kedua, menyebarkan pemahaman dan keyakinan sebagaimana kaum Ghulat terdahulu, diantaranya keyakinan akan sifat Rububiyah pada Aimmah as, begitupun bolehnya menikahi mahram sendiri. Dengan keyakinannya itu, Abu Ja'far melaknat, mengutuk dan tidak mengakuinya. Sepeninggalnya, pengikutnya terbagi menjadi tiga firqah, namun karena tidak mampu bertahan, akhirnya punah dan tak lagi punya pengikut." [11]
Muhammad bin Ali Syalmaghani, diantara tokoh Ghulat lainnya. Sebelumnya ia dikenal sebagai ulama fikih dan ahli kalam mahzab Ahlulbait as, namun kemudian menyimpang, dan dikenal sebagai salah seorang pemuka yang berpamahaman Ghulat, terutama pendapatnya mengenai teori reinkarnasi yang semikian getol ia dakwahkan. Diantara pengikutnya adalah dari kalangan bani Bastham. Menurut pengakuannya, ia mengetahui dan memahami rahasia-rahasia langit dan segala sesuatu tersingkap baginya. Keyakinan batil yang ia dakwahkan tersebut, membuat ia dilaknat dan mendapatkan penolakan dari berbagai pihak. [12]
Menghapuskan Keraguan mengenai Imam Mahdi as
Diantara tugas utama para wakil khusus Imam Mahdi as adalah menghilangkan keraguan umat Syiah akan wujud dan keberadaan Imam. Usaha ini paling banyak dilakukan pada masa wakil pertama dan kedua, meskipun pada masa setelahnya sampai berakhirnya periode kegaiban sughra, usaha itu tetap dilakukan, namun tidak sekeras dan segigih yang dilakukan wakil khusus Imam yang pertama dan kedua. Meyakinkan umat Syiah dan kaum muslimin pada umumnya akan keberadaan Imam Mahdi as, sampai saat ini masih terus dilakukan oleh ulama-ulama Syiah. Dinukilkan dari Syekh ath-Thusi, dikalangan Ibnu Abi Ghanim Qazwini dan sejumlah kelompok Syiah bersikeras meyakinkan bahwa Imam Hasan al-Askari as tidak memiliki keturunan atau putra yang melanjutkan tugasnya memimpin umat. Kondisi pelik dan suasana politik yang tidak mendukung, membuat keberadaan Imam Mahdi as dan informasi apapun mengenainya harus disembunyikan, dan hanya diketahui oleh orang-orang tertentu, sehingga tidak ada jalan lain, selain Imam Mahdi as berkomunikasi dengan para pengikutnya melalui surat dengan perantraan empat wakil khususnya.
Surat yang berisi tulisan tangan Imam Mahdi as yang mengungkapkan keberadaannya menjadikan keyakinan umat Syiah menjadi mantap. Imam Mahdi as menulis, "Kalian menduga setelah Imam kesebelas as Allah akan menyia-nyiakan agama-Nya dan memutuskan hubungan antara Dia dengan hamba-hambaNya? Tidak. Itu tidak akan pernah terjadi sampai terjadinya kiamat.” Dijelaskan pula sejumlah alasan mengapa Imam Mahdi as harus mengalami periode kegaiban. [13]
Riwayat lain menyebutkan, Ja'far salah seorang saudara Imam Hasan Askari as memberikan pengakuan, bahwa dialah pengganti Imam Hasan Askari as, namun terungkap bahwa ia tidak memiliki kelayakan akan itu. Pengetahuan agamanya yang minim, terutama pengenalannya terhadap masalah halal dan haram, antara hak dan batil, antara muhkam dan mutasyabih membuat masyarakat tidak menaruh kepercayaan kepadanya atas apa yang didakwahkannya. [14]
Keraguan Muhammad bin Ibrahim Mahziyar dalam masalah ini, setelah membaca surat dari Imam Mahdi as yang ayahnya sendiri merupakan salah seorang dari empat wakil khusus Imam, menjadi hilang, dan membantu ayahnya dalam mendakwahkan ajaran Ahlulbait di tengah-tengah masyarakat muslim. [15]
Diantara hal yang lebih meyakinkan lagi, akan keberadaan Imam Mahdi as pada masa itu bagi para peragu, adalah dijawabnya oleh Imam pertanyaan-pertanyaan fiqh dan hukum yang ditanyakan oleh umat Syiah kala itu, meskipun tanya jawab yang terjadi berlangsung melalui interaksi surat menyurat. [16]
Meskipun keempat wakil khusus Imam Mahdi as bertugas untuk menyakinkan umat Syiah akan keberadaan Imam Mahdi as, namun mereka juga bertugas untuk tetap menjaga kerahasiaan tempat Imam Mahdi berada, agar tidak mendapatkan gangguan dari pihak-pihak yang menghendaki dakwah dan ajaran Ahlulbait as terhenti.
Pengorganisasian para Wakil
Adanya penunjukan dan penetapan wakil Imam dalam berbagai bidang yang berbeda dan sebagai penghubung antara Imam dengan umat Syiah setidaknya sudah terjadi sejak masa keimamahan Imam Kazhim as. Dengan dimulainya masa kegaiban, interaksi langsung dengan Imam Mahdi as tidak lagi terjadi, dan sebagai penggantinya, ditunjuknya empat wakil khusus oleh Imam Mahdi as yang bertindak sebagai perantara dan penghubung Imam Mahdi as dengan para pengikutnya.
Terdapat riwayat yang menyebutkan komunitas Syiah saat itu menyerahkan harta benda mereka untuk Imam melalui empat wakil Imam namun ketika Abu Ja'far mengumumkan perwakilan khusus selanjutnya berada di tangan Husain bin Ruh, ia juga sekaligus memerintahkan agar Husain bin Ruh tidak lagi menerima apapun dari masyarakat. [17]
Mengenai perwakilan-perwakilan Imam dengan masing-masing tugasnya di Ahwaz, Samara, Mesir, Hijaz, Yaman dan juga di kawasan Iran seperti Khurasan, Rey, Qum dan lainnya secara detail ditulis Syekh ath-Thusi dalam kitab al-Ghaibah dan Syekh Shaduq dalam kitab Kamāluddin.
Menjaga Rahasia Lokasi Keberadaan Imam Mahdi as
Menurut catatan sejarah dan sejumlah riwayat menyebutkan Imam Mahdi as sempat tinggal dan menetap di Irak, Mekah dan Madinah dengan melakukan komunikasi tersembunyi dengan para wakil khususnya. Meskipun disebutkan pula dalam sejumlah riwayat, Imam Mahdi juga berinteraksi langsung dengan sebagian sahabatnya selain dari empat wakil khusus, diantaranya dengan Muhammad bin Ahmad al-Qatthan yang telah disebutkan sebelumnya. Sebagaimana pula diriwayatkan bahwa Abu Thahir Muhammad bin Ali bin Bilal dimasa perwakilan Abu Ja'far 'Amri, mengalami keraguan akan kegaiban Imam, sehingga Abu Ja'farpun membawanya menemui Imam dan mendapatkan kesaksian langsung dari lisan Imam sendiri bahwa Abu Ja'far adalah wakil khususnya. [18]
Dengan semua ini, maka menjaga kerahasiaan keberadaan Imam Mahdi as dalam rangka melindungi dan menjaga keselamatannya adalah salah satu kewajiban dan tugas dari keempat wakil khususnya. Ketika Husain bin Ruh al-Nubakhti menjadi wakil khusus Imam, salah seorang pembesar Syiah Imami yang bernama Abu Sahal Ismail bin Ali al-Nubakhti yang bermukim di Baghdad dan mendapatkan kedudukan terhormat di tengah-tengah masyarakat kala itu ditanya mengapa yang menjadi wakil Imam adalah Husain bin Ruh dan bukan dirinya. Abu Sahal menjawab, "Siapapun yang ditetapkan Imam untuk menduduki maqam tersebut adalah lebih luas ilmu dan pengetahuannya dari saya. Karena itu saya akan banyak berdiskusi dan mengambil ilmu dari mereka. Jika tempat kegaiban Imam saya ketahui sebagaimana Abu al-Qasim mengetahuinya, saya akan mengambil ilmu darinya, meskipun Abu al-Qasim menyembunyikan Imam dibalik jubahnya dan tidak akan menunjukkan pada siapapun sekalipun jubah itu dirobek-robek dengan gunting." [19]
Catatan Kaki
- ↑ Shadr, Tārikh al-Ghaibah, jld. 1, hlm. 612; Jabbari, Sazman Wekalat wa Naqsy An dar ‘Ashr Aimmah Alaihim al-Salām, jld. 1, hlm. 66.
- ↑ Ath-Thusi, al-Ghaibah, hlm. 214.
- ↑ Al-Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 51, hlm. 397.
- ↑ Ath-Thusi, al-Ghaibah, hlm. 219.
- ↑ Syekh Thusi, al-Ghaibah, hlm. 219.
- ↑ Syekh ath-Thusi, al-Ghaibah, hlm. 223.
- ↑ Ath-Thusi, al-Ghaibah, hlm. 224-226.
- ↑ Ath-Thusi, al-Ghaibah, hlm. 226-227.
- ↑ Jabbari, Sazman Wekalat wa Naqsy An dar ‘Ashr Aimmah Alaihim al-Salām, jld. 1, hlm. 66.
- ↑ Ath-Thusi, al-Ghaibah, hlm. 109.
- ↑ Ath-Thusi, al-Ghaibah, hlm. 244-245.
- ↑ Ath-Thusi, al-Ghaibah, hlm. 248.
- ↑ Ath-Thusi, al-Ghaibah, hlm. 173-174.
- ↑ Ath-Thusi, al-Ghaibah, hlm. 174-176.
- ↑ Al-Kulaini, jld. 1, hlm. 518.
- ↑ Al-Kulaini, jld. 1, hlm. 176.
- ↑ Syekh ath-Thusi, hlm. 225-226.
- ↑ Husain, Jasim, Tārikh Siyāsi Ghaibat Imam 12 as, hlm.166.
- ↑ Syekh ath-Thusi, hlm. 255.
Daftar Pustaka
- Al-Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Ushūl al-Kāfi, riset: Ali Akbar Ghaffari. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1430 H.
- Ash-Shadr, Sayyid Muhammad. Tārikh al-Ghaibah. Beirut: Dar al-Ta'aruf, jld. 1, 1412 H.
- Allamah Al-Majlisi. Bihār al-Anwār al-Jāmi'ah li Darar Akhbāe al-Aimmah al-Athhār. Teheran: Islamiyah, 1404 H.
- Husain, Jasim. Tārikh Siyāsi Ghaibat Imam Kedua Belas as, terj. Sayid Muhammad Taqi Ayatullahi. Teheran: Amir Kabir, 1427 H.
- Jabbari, Muhamamd Ridha. Sazman Wikalat wa Naqsh an dar 'Ashr Aimmah Alaihim al-Salam. Qom: Muasassah Amuzesh Pezuhasyi Imam Khumaini, 1424 H.
- Syekh ath-Thusi, Muhammad bin Hasan. al-Ghaibah. Qum: Dar al-Ma'arif al-Islamiyah, 1411 H.
- Syekh Shaduq. Kamāluddin wa Tamām an-Ni'mah, terj. Manshur Pahlawan. Qom: Dar al-Hadits, 1422 H.