Sayyid al-Syuhada (gelar)
Sayid al-Syuhada (bahasa Arab: سیدالشُهَداء) artinya adalah penghulu atau pemimpin para syahid. Gelar tersebut diberikan Rasulullah saw kepada pamannya Hamzah bin Abdul Muththalib setelah mendapatkan kesyahidannya dalam perang Uhud. Pada perkembangan selanjutnya, gelar ini lebih melekat kepada Imam Husain as yang syahid di Karbala tahun 61 H/681.
Gelar untuk Hamzah
Kaum Musyrikin pada perang Uhud berhasil membunuh Hamzah dan memutilasi jasadnya. [1]Pada saat itu Nabi Muhammad saw memberikan gelar untuk pamannya itu, Sayid al-Syuhada.[2]
Dalam banyak literatur sejarah dan riwayat, disebutkan gelar Sayid al-Syuhada dinisbatkan kepada Hamzah bin Abdul Muthalib. [3] Pada sebagian riwayat lainnya, disebutkan gelar lainnya seperti Pemimpin Syuhada di Surga [4], pemimpin syuhada yang pertama dan terakhir selain dari Anbiya dan Aushiya [5], Khair al-Syuhada (sebaik-baik yang syahid) [6], Afdhal al-Syuhada (syahid yang paling utama) [7], Asadullah (singa Allah) dan Asad Rasulullah (singa Rasulullah). [8].
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as dalam syura yang beranggotakan enam orang, Imam Hasan as, Imam Husain as di Karbala, dan Muhammad bin Hanafiyah dalam orasi dan dialog-dialognya, mereka menyebutkan gelar Sayid al-Syuhada untuk Hamzah bin Abdul Muthalib tersebut sebagai salah satu kebanggaan dari bani Hasyim dan Ahlulbait as.[9]
Dalam doa ziarah Nabi Muhammad saw ada teks berikut: «السَّلامُ عَلی عَمِّک حَمزة سَیدِالشُّهَداء» dan pada bacaan ziarah Hamzah bin Abdul Muthalib terdapat teks yang menyebutkan, «السَّلامُ عَلَیک یا عَمَّ رَسولِ اللّهِ وَ خیرَ الشُهَداء». [10]
Gelar Imam Husain as
Pasca kesyahidan Imam Husain as, gelar Sayid al-Syuhada juga ditujukan untuk Imam Husain as. Hal itu berdasarkan hadis dari Nabi Muhammad saw yang bersabda mengenai Imam Husain as, bahwa Imam Husain as kelak akan menjadi Sayid al-Syuhada. [11]
Menurut pendapat lain, gelar Sayid al-Syuhada untuk Imam Husain as baru dikenal pada periode Imam Shadiq as. Seorang perempuan yang bernama Ummu Sa'id al-Ahmasiyah salah seoang warga Irak dan pengikut Imam Shadiq as. Ketika ia hendak menziarahi makam para Syuhada di Madinah, Imam Shadiq as berkata kepadanya, "Mengapa kamu tidak menziarahi makam Sayid al-Syuhada yang berada tidak jauh darimu?." Ummu Sa'id pun bertanya, karena menganggap yang dimaksud Imam Shadiq as adalah kubur Amirul Mukminin, "Siapa Sayid al-Syuhada tersebut?". Imam Shadiq as menjawab, "Sayid al Syuhada adalah Husain bin Ali as." [12]
Mullah Shalih al-Mazandarani [13] dalam penjelasannya mengenai laqab/gelar ini menyebutkan gelar ini secara khusus ditujukan untuk Hamzah dan Imam Husain as. Ia memerincikan dengan mengatakan, gelar Sayid al-Syuhada untuk Hamzah hanya berkalu pada masanya, sementara gelar Sayid al-Syuhada untuk Imam Husain as berlaku secara mutlak.
Sayidah Fatimah binti Muhammad sa setelah kesyahidan Hamzah, mengambil tanah dari makam Hamzah untuk dijadikannya tasbih dan berzikir dengannya. Umat Islam Syiah menjadikan tanah dari makam Imam Husain as sebagai tasbih dan turbah (alat sujud). [14] Mengenai keutamaan tanah makam Imam Husain as dibanding tanah makam Hamzah jika dijadikan tasbih, Imam Shadiq as berkata, "Barang siapa yang memegang tasbih dari tanah Imam Husain, maka ia mendapat pahala berzikir, meskipun tidak mengucapkan zikir." [15]
Gelar yang lain
Meskipun disebutkan gelar Sayid al-Syuhada dikhususkan untuk Hamzah dan Imam Husain as, namun masih ada sejumlah tokoh Islam lainnya yang juga mendapatkan gelar tersebut, seperti Nabi Jarjais[16], Bilal Habasyi [17], Ja'far bin Abi Thalib [18] dan Mihja' bin Abdullah, syuhada pertama dari perang Badar. [19]
Demikian pula disebutkan dalam salah satu riwayat bahwa Nabi Muhammad saw bersabda siapapun yang mati dalam menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar di hadapan penguasa zalim maka ia berhak mendapat gelar Sayid al-Syuhada. [20]
Catatan Kaki
- ↑ Waqidi, jld. 1, hlm. 290; Ya'qubi, jld. 2, hlm. 47.
- ↑ Lih. Thabari, Dzakhāir al-'Uqba, hlm. 176; Shafadi, jld. 13, hlm. 170.
- ↑ Lihat. Baladzuri, jld. 2, hlm. 394; Ibn Babawaih, al-Khishāl, jld. 2, hlm. 412, 555;al-Mufid, al-Irsyād, hlm. 37.
- ↑ Ibn Babawaih, al-Khishāl, jld. 1, hlm. 575.
- ↑ Kitāb Sulaim bin Qais, hlm. 133-134; Ibn Babawaih, Kamāluddin, hlm. 263-264.
- ↑ Kitāb Sulaim bin Qais, hlm. 133; Thusi, al-Ghaibah, hlm. 191; Thabari, Dzakhāir al-'Uqba, hlm. 176.
- ↑ Kufi, Tafsir Furat Kufi, hlm. 101; al-Kulaini, jld. 1, hlm. 450.
- ↑ Waqidi, jld. 1, hlm. 290; Kulaini, jld. 1, hlm. 224; Ibn Babwaih, al-Khishāl, jld. 1, hlm. 203-204.
- ↑ Lihat Nahjul Balaghah, surat 38; Thabari, jld. 5, hlm. 424; Ibn Babawaih, al-Khishāl, jld. 1, hlm. 320; Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 97; Thusi, al-Amāli, hlm. 546, 554, 563-564.
- ↑ Ibn Qulawaih al-Qumi, hlm. 62; Ibn Thawus, Iqbāl al-A'māl, jld. 3, hlm. 124.
- ↑ Lihat Ibn Qulawaih al-Qumi, hlm. 142, 148.
- ↑ Lihat Ibn Qulawaih al-Qumi, hlm. 217-220; Ibn Babawaih, Tsawāb al-A'māl, hlm. 97-98.
- ↑ Jld. 11, hlm. 368.
- ↑ Thabarsi, Makārim al-Akhlāq, hlm. 281; Najafi, Jawāhir al-Kalām, jld. 10. hlm. 404-405.
- ↑ Thabarsi, Makārim al-Akhlāq, hlm. 281.
- ↑ Shan'āni, jld. 3, hlm. 5, 150; Ibn 'Asakir, jld. 64, hlm. 192.
- ↑ Haitsami, jld. 9, hlm. 300.
- ↑ Muttaqi Hindi, jld. 11, hlm. 661, jld. 13, hlm. 332.
- ↑ Tsa'labi, jld. 7, hlm. 270; Ya'qubi, jld. 3, hlm. 460.
- ↑ Lih. Jashāsh, jld. 2. hlm. 43; Mahab al-Din Thabari, hlm. 176.
Daftar Pustaka
- 'Alauddin Muttaqi Hindi. Kanz al-'Ummāl. Beirut: Shafwa Saqa, 1409/1989.
- Abdul Razaq Shan'ani. Tafsir al-Qur'an. Riyadh: Mushthafa Salam, Muhammad, 1410/1989.
- Ahmad bin Abi Ya'qub Ya'qubi. Tārikh al-Ya'qubi. Beirut, Dar Shadir, tanpa tahun.
- Ahmad bin Ali Razi Jashash. Ahkām al-Qur'an. Beirut: Abdul Salam Muhammad Ali Syahin, 1415 H/1994.
- Ahmad bin Muhammad Tsa'labi. Al-Kasyf wa al-Bayān. Beirut: Ali 'Asyur, 1422 H/1984.
- Ahmad bin Yahya Baladzuri. Ansāb al-Asyrāf. Beirut: Muhammad Baqir Mahmudi, 1394 H/1974.
- Furat bin Ibrahim al-Kufi. Tafsir Furat al-Kufi. Tehran: Muhammad Kadzhim, 1410 H.
- Hasan bin Fadhl Thabarsi, Makārim al-Akhlāq, Qom, 1392 H/1972.
- Husain bin Mas'ud Baghawi, Tafsir al-Baghaqi al Musamma Ma'ālim al-Tanzil, cet. Abdurrahman 'Aka dan Marwan Sawar, Beirut, 1995.
- Ibn Asakir, Tārikh Madinah Dimasyq, cet. Ali Syiri, Beirut, 1415 H.
- Kitab Sulaim bin Qais, cet. Muhammad Baqir Anshari Zanjani, Qom, 1420 H.
- Muhamamd bin Muhammad Nu'man, Syaikh al-Mufid, al-Irsyād fi Ma'rifah Hujajillah 'ala al-'Ibād, Beirut, 1414 H/1993.
- Muhamamd Hasan Thusi al-Amali, al-Ghaibah, cet. Abdullah Tehrani dan Ali Ahmad Nashih, Qom, 1411 H.
- Muhammad bin Ali Ibn Babawaih, al-Khishāl, cet. Ali Akbar Ghaffari, Qom, 1403 H.
- Muhammad bin Ali Ibn Babawaih, Kamāluddin wa Tamām al-Ni'mah, Cet. Ali Akbar Ghaffari, Qom, 1405 H.
- Muhammad bin Ali Ibn Babawaih, Tsawāb al-A'mal, cet. Muhammad Mahdi Khurasan, Qom, 1405 H.
- Muhammad Hasan Najafi, Jawāhir al-Kalām fi Syarh Syarāi' al-Islam, cet. Abbas Quchani, Tehran.
- Muhammad Hasan Thusi, al-Amali, Qom, 1414 H.
- Muhammad Ibn Qulawaih al-Qummi, Kāmil al-Ziyārāt, cet. Jawad Qayyumi, tanpa tahun.
- Muhammad Shalih Mazandarani, Syarh Ushul al-Kāfi, cet. Abu al Hasan Sya'rani, Beirut, 1421 H/2000.
- Muhammad Umar Waqidi, al-Maghazi, cet. Marsdan Jhones, London, 1966.
- Muhammad Ya'qubi al-Kulaini, al-Kāfi, cet. Ali Akbar Ghaffari, Tehran, 1363 S.
- Muhibuddin Ahmad bin Abdullah Thabari, Dzakhāir al-'Uqba fi Manāqib Dzi al-Qurba, Kairo, 1365 H.
- Nahjul Balaghah, cet. Shubhi Shalih, Beirut, 1416 H.
- Nuruddin Haitsami, Majma' al-Zawāid wa Manba' al-Fawāid, Beirut, 1408 H/1988.
- Shalahuddin Shafadi, al-Wāfi bi al-Wafiyāt.
- Thabari, Tārikh, Beirut.