Lompat ke isi

Amar Makruf dan Nahi Munkar

Dari wikishia

Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar (أمر بالمعروف ونهي عن المنكر) berarti memerintahkan perbuatan baik dan mencegah perbuatan buruk serta dosa. Ini dianggap sebagai salah satu kewajiban agama terpenting yang ditekankan dalam Al-Qur'an dan hadis. Menurut pandangan ulama Syiah, amar ma'ruf dan nahi munkar merupakan kewajiban kolektif (واجب کفایی); artinya jika sebagian orang telah melaksanakannya, kewajiban ini gugur bagi yang lain.

Fuqaha telah menetapkan empat syarat yang harus dipenuhi agar amar ma'ruf dan nahi munkar menjadi wajib: 1. Pelaku harus memahami apa yang ma'ruf (baik) dan munkar (buruk) menurut syariat Islam 2. Ada kemungkinan perintah/larangan akan berpengaruh 3. Pelaku maksiat berniat mengulangi perbuatannya 4. Tidak menimbulkan bahaya fisik, materi, atau reputasi bagi diri sendiri atau orang lain

Fuqaha juga menetapkan tiga tahapan pelaksanaan: 1. Penolakan hati dan ekspresi ketidaksetujuan melalui perilaku nonverbal 2. Nasihat lisan jika tahap pertama tidak berpengaruh 3. Tindakan fisik jika tahap kedua tetap tidak efektif

Pentingnya

Amar ma'ruf dan nahi munkar dianggap sebagai salah satu kewajiban agama terbesar[1] yang ditekankan dalam hadis para Imam Maksum[2]. Dalam kitab fikih, terdapat bab khusus membahas hal ini[3], termasuk dalam kitab al-Lum'ah al-Dimasyqiyyah sebagai subbab dari pembahasan jihad[4]. Kitab hadis seperti al-Kafi juga memuat bab khusus tentang hal ini[5]. Syekh Hurr al-Amili dalam kitab Wasail al-Syiah mengumpulkan berbagai hadis tentang hukum dan syarat-syaratnya dalam 41 judul[6]. Dalam teologi Islam, amar ma'ruf dan nahi munkar termasuk contoh penerapan kaidah luthf[7], dan ada perdebatan apakah ini kewajiban rasional atau syar'i[8].

Beberapa ayat Al-Qur'an membahas amar ma'ruf dan nahi munkar[9], bahkan menyebutnya sebagai tugas khusus umat Nabi Muhammad saw yang disejajarkan dengan keimanan kepada Allah, hari akhir, shalat dan zakat[10]. Imam Ali as. menyatakan bahwa semua amal baik bahkan jihad di jalan Allah bagaikan setetes air di samudera luas dibandingkan dengan amar ma'ruf dan nahi munkar[11]. Imam Shadiq as menjelaskan bahwa melalui amar ma'ruf dan nahi munkar, kewajiban lain dapat ditegakkan, jalan-jalan menjadi aman, mata pencaharian menjadi halal, hak-hak terlindungi, bumi menjadi makmur, dan balas dendam terhadap musuh dapat dilakukan[12].

Pasal 8 Konstitusi Republik Islam Iran secara khusus membahas amar ma'ruf dan nahi munkar sebagai kewajiban universal[13]. Di Iran juga dibentuk Komite Amar Ma'ruf Nahi Munkar untuk mempromosikan ajaran ini[14].

Definisi Fikih

"Amar ma'ruf" berarti menyuruh orang melakukan perbuatan baik yang sah, sedangkan "nahi munkar" berarti melarang perbuatan buruk dan dosa[15]. Perintah dan larangan ini bisa berupa ucapan atau tindakan[16].

Sayid Ali Sistani, salah satu marja' taqlid, mendefinisikan "ma'ruf" sebagai perbuatan baik yang diakui akal sehat atau ditetapkan syariat, sedangkan "munkar" adalah perbuatan buruk yang ditolak akal atau syariat[17].

Muhaqqiq Hilli dan Allamah Hilli menambahkan kriteria bahwa "ma'ruf" harus diakui sebagai kebaikan oleh pelakunya, dan "munkar" harus disadari sebagai keburukan oleh pelakunya[18].

Hukum Fikih

Templat:Kotak kutipan

Menurut para fuqaha Syiah, amar makruf nahi mungkar adalah wajib. [19] Sebagian ulama menganggap kewajiban ini termasuk dari dharuriyyat ad-din (hal-hal yang pasti dalam agama) dan berpendapat bahwa jika seseorang mengingkari kewajiban ini dengan sengaja, maka ia menjadi kafir. [20] Selain itu, para fuqaha sepakat bahwa jika makruf termasuk perkara sunah dan mungkar termasuk perkara makruh, maka amar makruf nahi mungkar hukumnya sunah. [21]

Wajib Kifayah atau Aini?

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan fuqaha mengenai apakah amar makruf nahi mungkar termasuk wajib kifayah atau wajib aini. [22] Sebagian besar fuqaha menganggapnya sebagai wajib kifayah, sehingga jika sebagian orang telah melaksanakannya, kewajiban itu gugur bagi yang lain. [23] Menurut Syahid Tsani, tujuan syar’i dari amar makruf nahi mungkar adalah agar makruf dilaksanakan dan mungkar ditinggalkan. Oleh karena itu, kewajiban ini tidak dibebankan kepada individu tertentu, melainkan kepada semua mukallaf. Jika sekelompok orang telah melaksanakannya, kewajiban itu gugur bagi yang lain. [24]

Sebagian fuqaha Syiah seperti Syekh Thusi dalam kitab al-Nihayah, [25] Ibnu Hamzah dalam al-Wasilah, [26] dan Muhaqqiq Karaki [27] menganggapnya sebagai wajib aini.

Wajib Aqli atau Wajib Syar'i?

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama Syiah mengenai apakah amar makruf nahi mungkar merupakan wajib syar'i (berdasarkan syariat) atau wajib aqli (berdasarkan akal). [28]

Sebagian besar fuqaha dan teolog Syiah menganggapnya sebagai wajib syar'i dan mendasarkan pendapat mereka pada dalil-dalil syar'i seperti: Ayat Al-Qur'an, Hadis mutawatir dari para Imam Maksum as, Ijma' (konsensus ulama) [29]

Sementara itu, sebagian ulama berpendapat bahwa amar makruf nahi mungkar adalah wajib aqli dengan argumen sebagai berikut:

  • Berdasarkan Qaidah Luthf (Prinsip Kemurahan Tuhan): Amar makruf nahi mungkar mendekatkan hamba kepada ketaatan, sehingga termasuk bentuk luthf (kemurahan). Secara akal, luthf wajib bagi Allah. Oleh karena itu, penetapan hukum wajib amar makruf nahi mungkar juga wajib secara akal. [30]
  • Menghindari Mudarat Duniawi dan Ukhrawi: Meninggalkan amar makruf nahi mungkar berpotensi menimbulkan bahaya duniawi dan ukhrawi. Secara akal, menghindari mudarat yang mungkin terjadi (daf'u dharar muhtamal) adalah wajib. Dengan demikian, mencegah bahaya akibat meninggalkan amar makruf nahi mungkar juga wajib. [31]

Syarat-syarat Amar Makruf Nahi Mungkar

Menurut fatwa para fuqaha, amar makruf nahi mungkar memiliki beberapa syarat yang harus terpenuhi agar kewajiban ini berlaku: [32]

  • Pengetahuan: Pelaku harus mengetahui apa yang dianggap sebagai makruf dan mungkar dalam syariat Islam.
  • Kemungkinan Pengaruh: Harus ada kemungkinan bahwa amar atau nahinya akan berpengaruh pada pelaku kemungkaran.
  • Niat Pelaku Mungkar: Pelaku harus yakin bahwa orang yang melakukan kemungkaran berniat mengulanginya. Jika diketahui bahwa pelaku telah menyesal dan tidak akan mengulangi, amar makruf nahi mungkar tidak wajib.
  • Tidak Menimbulkan Bahaya: Amar makruf nahi mungkar tidak boleh mengakibatkan bahaya fisik, materi, atau reputasi bagi diri sendiri atau orang lain. Jika ada risiko bahaya, kewajiban ini gugur. [33]

Tingkatan Amar Makruf Nahi Mungkar

Para fuqaha menjelaskan bahwa amar makruf nahi mungkar harus dilakukan secara bertahap sesuai urutan berikut: [34]

Pengingkaran dengan Hati (Inkar bil-Qalb)

Ini adalah tingkatan paling dasar, yaitu menunjukkan ketidaksukaan terhadap kemungkaran melalui: Ekspresi wajah (misalnya, cemberut atau memalingkan muka), Menghindari interaksi dan tidak memberikan dukungan moral [35]

Amar dan Nahi secara Lisan (Inkar bil-Lisan)

Jika pengingkaran hati tidak berpengaruh, wajib untuk menegur secara lisan dengan nasihat yang lembut, perkataan yang baik dan teguran sesuai kadar kebutuhan (tanpa berlebihan) [36]

Tindakan Fisik dan Paksaan (Inkar bil-Yad)

Jika tahap lisan tidak efektif, diperbolehkan mengambil tindakan fisik secara bertahap, seperti: Memberikan hukuman ringan (misalnya, pukulan yang tidak melukai), membatasi kebebasan pelaku (misalnya, mengisolasi sementara) dan tindakan lain yang mencegah kemungkaran

Namun, tindakan fisik tidak boleh sampai menyebabkan luka berat, patah tulang dan kematian atau konsekuensi yang mengharuskan diyat (denda) atau qisas (balasan setimpal). [37]

Melukai dan Membunuh Tanpa Izin Imam atau Wakilnya Tidak Diperbolehkan

Menurut pendapat mayoritas fuqaha Syiah, dalam amar makruf nahi mungkar, melukai atau membunuh tidak diperbolehkan kecuali dengan izin Imam atau wakilnya. [38] Sebagian fuqaha berpendapat bahwa yang dimaksud dengan "wakil Imam" pada era okultasi (ghaibah) adalah faqih yang memenuhi syarat (marja' taqlid). [39]

Shahib Jawahir (Muhammad Hasan Najafi), seorang faqih abad ke-13 H, menyatakan bahwa jika melukai atau membunuh dalam konteks amar makruf nahi mungkar diizinkan bagi semua mukallaf tanpa izin Imam atau wakilnya, hal itu akan menimbulkan kerusakan besar, kekacauan, dan anarki—yang semuanya dilarang dalam Islam. [40]

Perbedaan Amar Makruf Nahi Mungkar dengan Bimbingan kepada Orang yang Tidak Tahu


Perbedaan antara amar makruf nahi mungkar dan irshad al-jahil (bimbingan kepada orang yang tidak tahu) dijelaskan sebagai berikut: Irsyad al-Jahil berlaku ketika seseorang tidak mengetahui hukum (syariat) atau fakta (objek) suatu perbuatan. Contohnya seseorang tidak tahu bahwa minum khamar haram, atau ia tahu khamar haram, tetapi tidak sadar bahwa minuman yang ia pegang adalah khamar. Dalam kasus ini, mengingatkannya termasuk bimbingan.

Nahi Mungkar berlaku ketika seseorang sudah tahu hukum dan fakta perbuatannya, tetapi tetap melakukannya. Contohnya seseorang tahu khamar haram dan sadar bahwa minuman di tangannya adalah khamar, tetapi tetap meminumnya. Mencegahnya dalam hal ini termasuk nahi mungkar. [41]

Pandangan Mazhab Islam Lain tentang Amar Makruf Nahi Mungkar

1. Mu'tazilah

Amar makruf nahi mungkar adalah salah satu dari lima prinsip dasar (Ushul al-khamsah) Mu'tazilah. [42] Mereka mewajibkannya terhadap kafir dan fasik. [43]

2. Zaidiyah

Mazhab Zaidiyah juga menjadikan amar makruf nahi mungkar sebagai prinsip kelima keyakinan mereka. [44] Zaid bin Ali, pemimpin pertama Zaidiyah, bahkan mendasarkan pemberontakannya terhadap penguasa zalim pada prinsip ini. [45]

3. Imamiyah (Syiah Itsna Asyariyah)

Berbeda dengan Mu'tazilah dan Zaidiyah, Imamiyah memasukkan amar makruf nahi mungkar sebagai furu’ ad-din (cabang agama), bukan ushul. [46]

Bibliografi

Beberapa karya penting tentang amar makruf nahi mungkar:

  • Amar be Ma’ruf wa Nahi az Munkar penulis Hossein Nouri Hamadani. Keterangan: Awalnya diajarkan di Hauzah Ilmiah Qom, lalu dibukukan dalam bahasa Arab dan diterjemahkan ke bahasa Persia oleh Muhammad Mohammadi Eshtehardi. [47]
  • Commanding Right and Forbidding Wrong in Islamic Thought, penulis: Michael Allen Cook (sejarawan Inggris). Keterangan: Menganalisis pandangan berbagai mazhab Islam. Diterjemahkan ke bahasa Persia oleh Ahmad Nama’i dalam 2 jilid. [48]

Topik Terkait

Catatan Kaki

  1. Nuri Hamadani, Amr bil Ma'ruf wa Nahi anil Munkar, 1377 HS, hal.21.
  2. Lihat misalnya Hurr al-Amili, Wasail al-Shia, 1416 H, jil.16, hal.119.
  3. Lihat misalnya Muhaqqiq Hilli, Sharai' al-Islam, 1408 H, jil.1, hal.310; Syahid Tsani, al-Rawdah al-Bahiyyah, 1410 H, jil.2, hal.409; Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jil.1, hal.439.
  4. Syahid Tsani, al-Rawdah al-Bahiyyah, 1410 H, jil.2, hal.409.
  5. Kulayni, al-Kafi, 1407 H, jil.5, hal.55-60.
  6. Hurr al-Amili, Wasail al-Syiah, 1416 H, jil.16, hal.115-281.
  7. Lihat misalnya Fadhil Miqdad, Irsyad al-Thalibin, 1405 H, hal.380.
  8. Lihat misalnya Allamah Hilli, Kashf al-Murad, 1437 H, hal.578.
  9. Lihat misalnya QS Ali Imran:104,110; QS al-Hajj:41.
  10. Lihat misalnya QS Ali Imran:104,110; QS al-Hajj:41.
  11. Nahj al-Balaghah, hikmah 374, hal.542.
  12. Hurr al-Amili, Wasail al-Shia, 1416 H, jil.16, hal.119.
  13. Konstitusi Republik Islam Iran, Pasal 8.
  14. "Tentang Kami", Situs Resmi Komite Amar Ma'ruf Nahi Munkar.
  15. Allamah Hilli, Kashf al-Murad, 1437 H, hal.578; Sajjadi, Kamus Pengetahuan Islam, jil.1, hal.297-298.
  16. Fadhil Miqdad, Irsyad al-Thalibin, hal.380.
  17. Husayni Sistani, "Makna Ma'ruf dan Munkar", Situs Resmi Kantor Sayid Ali Sistani.
  18. Lihat misalnya Muhaqqiq Hilli, Sharai' al-Islam, jil.1, hal.310; Allamah Hilli, Tadhkirah al-Fuqaha, 1414 H, jil.9, hal.437.
  19. Sebagai contoh, lihat Syahid Tsani, ar-Raudhah al-Bahiyyah fi Syarh al-Lum’ah ad-Dimasyqiyyah, 1410 H, jil. 2, hlm. 413; Najafi, Jawahir al-Kalam, 1404 H, jil. 21, hlm. 363; Imam Khomeini, Tahrir al-Wasilah, Muassasah Tanzhim wa Nasyr Atsar Imam Khomeini, jil. 1, hlm. 439.
  20. Imam Khomeini, Tahrir al-Wasilah, Muassasah Tanzhim wa Nasyr Atsar Imam Khomeini, jil. 1, hlm. 439.
  21. Najafi, Jawahir al-Kalam, 1404 H, jil. 21, hlm. 363–365; Imam Khomeini, Tahrir al-Wasilah, Muassasah Tanzhim wa Nasyr Atsar Imam Khomeini, jil. 1, hlm. 440.
  22. Allamah Hilli, Tadzkirah al-Fuqaha, 1414 H, jil. 9, hlm. 442.
  23. Sebagai contoh, lihat Muhaqqiq Hilli, Syara’i al-Islam, 1408 H, jil. 1, hlm. 310; Syahid Tsani, Masalik al-Afham, 1413 H, jil. 3, hlm. 101; Syahid Tsani, ar-Raudhah al-Bahiyyah fi Syarh al-Lum’ah ad-Dimasyqiyyah, 1410 H, jil. 2, hlm. 413; Imam Khomeini, Tahrir al-Wasilah, Muassasah Tanzhim wa Nasyr Atsar Imam Khomeini, jil. 1, hlm. 439.
  24. Syahid Tsani, Masalik al-Afham, 1413 H, jil. 3, hlm. 101.
  25. Syekh Thusi, an-Nihayah, 1400 H, hlm. 299.
  26. Ibnu Hamzah, al-Wasilah, hlm. 207.
  27. Muhaqqiq Karaki, Jami’ al-Maqashid, 1414 H, jil. 3, hlm. 485.
  28. Allamah Hilli, Kasyf al-Murad, 1437 H, hlm. 578; Allamah Hilli, Tadzkirah al-Fuqaha, 1414 H, jil. 9, hlm. 441.
  29. Syekh Thusi, al-Iqtisad, hlm. 146; Hilli, Kitab as-Sara’ir, 1410 H, jil. 2, hlm. 21–22.
  30. Fadhil Miqdad, Irsyad ath-Thalibin ila Nahj al-Mustarsyidin, 1405 H, hlm. 380.
  31. Syekh Thusi, al-Iqtisad, 1400 H, hlm. 147.
  32. Sebagai contoh, lihat Allamah Hilli, Tadzkirah al-Fuqaha, 1414 H, jil. 9, hlm. 442–443.
  33. Hilli, al-Sara’ir, jil. 2, hlm. 23; Tadzkirah al-Fuqaha, 1414 H, jil. 9, hlm. 443; Syahid Tsani, al-Raudhah al-Bahiyyah, 1410 H, jil. 2, hlm. 414–415; Muhaqqiq Karaki, Jami’ al-Maqashid, 1414 H, jil. 3, hlm. 486; Imam Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jil. 1, hlm. 442–448.
  34. Imam Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jil. 1, hlm. 453; Nuri Hamadani, Amar Makruf Nahi Mungkar, 1377 S, hlm. 281.
  35. Allamah Hilli, Tadzkirah al-Fuqaha, 1414 H, jil. 9, hlm. 443; Syahid Tsani, ar-Raudhah al-Bahiyyah, 1410 H, jil. 2, hlm. 416; Najafi, Jawahir al-Kalam, 1404 H, jil. 21, hlm. 374.
  36. Allamah Hilli, Tadzkirah al-Fuqaha, 1414 H, jil. 9, hlm. 444; Imam Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jil. 1, hlm. 454.
  37. Sayyid Ali Sistani, ["Maratib Amar Makruf Nahi Mungkar"](https://www.sistani.org/persian/book/26576/5963/), Situs Resmi Kantor Marja' Taqlid Sayyid Ali Sistani.
  38. Syahid Tsani, Masalik al-Afham, 1413 H, jil. 3, hlm. 105; Najafi, Jawahir al-Kalam, 1404 H, jil. 21, hlm. 383.
  39. Syahid Tsani, Masalik al-Afham, 1413 H, jil. 3, hlm. 105; Imam Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jil. 1, hlm. 458.
  40. Najafi, Jawahir al-Kalam, 1404 H, jil. 21, hlm. 383.
  41. Khu’i, Mausu’ah al-Imam al-Khu’i, jil. 4, hlm. 343.
  42. Masykur, Farhang-e Firaq-e Islami, hlm. 417–418.
  43. Masykur, Farhang-e Firaq-e Islami, hlm. 417–418.
  44. Aqajani Qannad, "Darāmadi bar Barresi Tatbiqi Amar be Ma’ruf wa Nahi az Munkar az Didgah-e Mu’tazilah wa Firaq-e Islami (1)", hlm. 38.
  45. Aqajani Qannad, "Darāmadi bar Barresi Tatbiqi...", hlm. 42.
  46. Muthahhari, Majmu’eh Atsar, jil. 26, hlm. 257.
  47. Nouri Hamadani, Amar be Ma’ruf wa Nahi az Munkar, 1377 S, hlm. 24.
  48. Cook, Amar be Ma’ruf wa Nahi az Munkar dar Andisheh Islami, 1384 S, jil. 1, hlm. 10–13.

Daftar Pustaka

  • Ibnu Hamzah Thusi, Muhammad bin Ali, Al-Wasilah Ila Nil Al-Fadilah, Penyusun dan Editor, Muhammad Hasan, Qom, Perpustakaan Ayatullah Mar'asyi Najafi, 1408 H.
  • Imam Khomeini, Sayid Ruhullah, Tahrir Al-Wasilah, Tehran, Lembaga Penyusunan dan Penerbitan Karya Imam Khomeini, Tanpa Tahun.
  • Hurr Amuli, Muhammad bin Hasan, Wasail Asy-Syi'ah, Suntingan Sayid Muhammad Rida Husaini Jalali, Qom, Lembaga Ahlul Bait as, 1416 H.
  • Husaini Sistani, Sayid Ali, "Tingkatan-tingkatan Amar Ma'ruf Nahi Munkar", Situs Resmi Kantor Marja' Agung Ayahanda Sayid Ali Husaini Sistani, Dikunjungi pada: 20 Farvardin 1404 Syamsiah.
  • Husaini Sistani, Sayid Ali, "Makna Amar Ma'ruf Nahi Munkar", Situs Resmi Kantor Marja' Agung Ayahanda Sayid Ali Husaini Sistani, Dikunjungi pada: 20 Farvardin 1404 Syamsiah.
  • Hilli, Ibnu Idris, As-Sara'ir Al-Hawi Li Tahrir Al-Fatawi, Qom, Lembaga Penerbitan Islam, Cetakan Kedua, 1410 H.
  • Khui, Sayid Abu Al-Qasim, Ensiklopedia Imam Khoei, Qom, Lembaga Imam Khoei, Tanpa Tahun.
  • "Tentang Kami", Situs Web Markas Amar Ma'ruf Nahi Munkar, Dikunjungi pada: 6 Ardibehesht 1404 Syamsiah.
  • Sajjadi, Sayid Ja'far, Ensiklopedia Pengetahuan Islam, Tehran, Penerbit Komesh, 1373 Syamsiah.
  • Syahid Tsani, Zainuddin bin Ali, Ar-Raudhah Al-Bahiyyah Fi Syarh Al-Lum'ah Ad-Damasyqiyyah, Catatan dan Suntingan Sayid Muhammad Kalantar, Qom, Penerbit Davari, 1410 H.
  • Syahid Tsani, Zainuddin bin Ali, Masalik Al-Afham, Qom, Yayasan Pengetahuan Islam, 1413 H.
  • Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan, Al-Iqtishad Al-Hadi Ila Thariq Ar-Rasyad, Tehran, Penerbit Nashr, 1400 H.
  • Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan, An-Nihayah, Beirut, Dar Al-Kitab Al-Arabi, 1400 H.
  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf, Tadzkirah Al-Fuqaha, Qom, Lembaga Ahlul Bait as, 1414 H.
  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf, Kasfh Al-Murad, Qom, Lembaga Penerbitan Islam, 1437 H.
  • Fadhil Muqaddad, Muqaddad bin Abdullah, Irshad At-Thalibin Ila Nahj Al-Mustarsyidin, Qom, Perpustakaan Umum Hadhrat Ayatullah Agung Mar'asyi Najafi, 1405 H.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub, Al-Kafi, Suntingan Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi, Tehran, Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 1407 H.
  • Cook, Michael Allen, Amar Ma'ruf Nahi Munkar dalam Pemikiran Islam, Terjemahan Ahmad Namayi, Mashhad, Astan Quds Razavi, 1384 Syamsiah.
  • Muhaqqiq Hilli, Ja'far bin Hasan, Syara'i' Al-Islam, Qom, Penerbit Ismailian, Cetakan Kedua, 1408 H.
  • Muhaqqiq Karkhi, Ali bin Husain, Jami' Al-Maqashid, Qom, Lembaga Ahlul Bait as, Cetakan Kedua, 1414 H.
  • Najafi, Muhammad Hasan, Jawahir Al-Kalam, Beirut, Dar Ihya' At-Turats Al-Arabi, 1404 H.
  • Nuri Hamedani, Husain, Amar Ma'ruf Nahi Munkar, Terjemahan Muhammad Mahdi Ashtiyari, Qom, Kantor Dakwah Islamiah Hawzah Ilmiyah Qom, 1377 Syamsiah.
  • Nahjul Balaghah, Suntingan Shubhi Shaleh, Qom, Pusat Penelitian Islam, 1374 Syamsiah.