Teori Sharfah

Prioritas: c, Kualitas: b
tanpa foto
Dari wikishia

Teori Sharfah (bahasa Arab:نظرية الصرفة) adalah teori tentang Mukjizat Al-Qur'an yang menganggap Mukjizat Al-Qur'an ada campur tangan Allah dan mencegah para penentang untuk menantang Al-Qur'an. Teori ini menjelaskan bahwa untuk menghadirkan kitab seperti Al-Qur'an adalah bukan sebuah hal yang mustahil dimana telah dipercaya dari abad ke-2 sampai abad ke-5 hijriyah, tetapi sebagian besar Para ulama Muslimin menentang teori ini dan beberapa dari mereka berbeda pandang terkait Mukjizat Bayani Al-Qur'an dan banyak sekali kritikan yang mereka kemukakan. Ibrahim bin Sayar Mu'tazili adalah salah satu orang pertama yang mengemukakan teori sharfah. Sementara dari dari kalangan ulama Syiah seperti Sayid Murtadha, Abu al-Salah Halabi, Khafaji dan Bayazi mempercayai teori ini. Syekh Mufid dan Syekh Thusi juga membenarkan teori ini dalam beberapa karya mereka dan menolaknya dalam karya lainnya.

Menurut teori ini, Allah dapat menghancurkan motivasi manusia untuk menentang Al-Qur'an atau mengambil ilmu dari mereka dan dengan cara lain mencegah secara paksa menentang Al-Qur'an. Para pendukung teori ini percaya bahwa kefasihan adalah seni yang dapat diakses oleh orang yang berpengetahuan luas dalam kosa kata dan bahasa, dan ayat-ayat Al-Qur'an tidak memiliki kefasihan yang berada di luar kemampuan manusia. Selain itu, mereka juga menganggap ayat 31 Surah Al-Anfal dan ayat 146 Surah Al-A'raf sebagai bukti klaim mereka.

Di sisi lain, Allamah Thabathabai menjelaskan bahwa pengetahuan tentang satu bahasa tidak cukup untuk dikatakan fasih. Sebagaimana para ulama Al-Qur'an lainnya juga telah menjelaskan bahwa Al-Qur'an tidak terbatas pada semua ayatnya saja, dan ayat-ayat Surah Al-Anfal dan Surah Al-A'raf memiliki tafsiran tersendiri. Kitab terpenting yang membela teori Sharfah adalah kitab Al-Muwaddah an Jihah I'jaz al-Qur'an karya Sayid Murtadha. Ja'far Subhani dalam bukunya Ilahiyat (Teologi) telah memberikan 10 jawaban umum untuk menolak teori ini.

Posisi dan Kepentingan

Teori Sharfah dianggap sebagai teori tertua dan juga dianggap sebagai penggagas diskusi tentang Mukjizat Al-Qur'an.[1] Teori ini tentang Mukjizat sastra Al-Qur'an dan merupakan salah satu pembahasan Ulum al-Qur'an,[2] serta di dalam ilmu tafsir quran[3] dan juga ilmu kalam.[4] Sayid Murtadha, seorang teolog dan fakih abad ke-4, menulis sebuah buku khusus yang berjudul "Al-Muwadhah an Jihah I'jaz al-Qur'an" dengan tujuan untuk membuktikan teori Sharfah.[5] Teori ini banyak dikaitkan dengan penentangan terhadap Mukjizat Bayani Al-Qur'an sebagai aspek paling terkenal dari mukjizat Al-Qur'an, dan bahkan Nizzam sebagai pencipta teori ini dituduh mengingkari kenabian.[6] Meskipun teori ini telah ditolak oleh sebagian besar ahli ilmu Al-Qur'an, tetapi karena telah membuat kerugian di bidang penelitian Mukjizat Al-Qur'an, ia tetap menjaga kepentingan historisnya.[7] Muhammad Hadi Marifat, salah satu peneliti ilmu Al-Qur'an, menggambarkan penerimaan teori Sharfah dan penjabaran dari Mukjizat Al-Qur'an sebagai sesuatu hal yang berbahaya dan konsekuensinya adalah fitnah terhadap agama dan penyelewengan terhadap Al-Qur'an.[8]

Konsep

Teori Sharfah menjelaskan tentang keyakinan bahwa Allah dengan kekuasaan-Nya mencegah orang yang ingin membuat kitab atau surah serupa dengan Al-Qur'an. Dan pencegahan Allah ini adalah Mukjizat Al-Qur'an.[9] Menurut teori ini, bukan tidak mungkin akan muncul firman atau sabda yang mirip dengan Al-Qur'an, sebelum Nabi diutus terdapat beberapa penceramah Arab yang memiliki perkataan atau ceramah mirip dengan Al-Qur'an. Oleh karena itu, Allah telah mencegah manusia untuk menyetujui perkataan milik penceramah Arab tersebut dan menentangnya.[10] Larangan Allah dalam kata-kata para pendukung teori sharfah ditafsirkan dalam 3 jenis :

1. Mengambil dan menghancurkan motivasi orang yang mentang.[11]

2. Memperoleh ilmu-ilmu yang diperlukan untuk penentangan, yang dapat diwujudkan dengan dua cara:

  • Ilmu-ilmu ini ada di benak orang yang menentang dan Allah menghancurkannya.
  • Allah menghancurkan motivasi untuk mempelajari ilmu tersebut.[12]

3. Penahanan paksa meskipun ada motivasi dan kemampuan ilmiah untuk menentang.[13]

Asal Usul Teori

Teori Sharfah telah diajukan sejak pertengahan abad ke-3 dan hingga akhir abad ke-4 H telah menjadi teori penting dan terbaru di antara berbagai kelompok teologis.[14] Para filsuf Mu'tazilah seperti Nazam (W. 224 H) dan Isa bin Sabih Muzdar yang dijuluki (Rahib Mu'tazilah) adalah orang pertama yang diperkenalkan sebagai salah satu ahli teori Sarfahi.[15]

Muhammad Abu Zahrah, seorang peneliti Al-Qur'an dari Mesir, menganggap bahwa asal mula teori Sharfah ini adalah ketika masuknya pemikiran-pemikiran India ke dalam masyarakat Islam dari periode Mansur Abbasi (W 156 H) dan setelahnya.[16] Menurut Abu Zahra, ini adalah kepercayaan para Alim Brahma India yang percaya bahwa Brahma telah melarang masyarakat membawa pidato seperti puisi "Al-Fida". Dan kemudian para filosof Muslim mendapat buku itu.[17] Qadhi Zadeh meyakini dalam penelitiannya tentang teori Sharfah, pernyataan Abu Zahrah tidak memiliki saksi sejarah, dan para peneliti Al-Qur'an pun tidak menyebutkannya. Dan sebelum periode Mansur, Ja'd bin Durham tidak menerima Mukjizat Bayani Quran.[18]

Sudut pandang Pendukung dan Penentang

Abu Ishaq Nazam Mu'tazili (W. 231 H) dan Ibn Hazm Andalusi (W. 456 H) dari kalangan Ahlusunnah dan Sayid Murtadha (wafat 436 H) dari kalangan Syiah dan muridnya Abul Salah Halabi (W. 447 H), Ibnu Sanan Khafaji (W. 466 H) adalah beberapa orang yang dikenal sebagai pemikir dari teori Sharfah.[19] Syekh Mufid (W. 413 H) dalam buku "Awail al-Maqalat"[20] dan Syekh Thusi (W. 460 H) dalam buku "Syarh al-Jumal" juga menegaskan dan memperkuat teori Sharfah.[21] Tetapi Quthbuddin ar-Rawandi mengutip pernyataan Syekh Mufid yang bertentangan dengan teori ini.[22] Sebagaimana juga Syekh Thusi dalam bukunya yang berjudul "Al-Iqtisad" telah kembali ke teori ini.[23] Ali bin Muhammad Biyadhi (W. 877 H) adalah seorang ulama abad ke-9, juga menerima teori Sharfah.[24]

Dikatakan bahwa sebagian besar cendekiawan Muslim menganggap Mukjizat sastra Al-Qur'an terdapat di dalam teks Al-Qur'an itu sendiri dan mereka bertentangan dengan teori Sharfah.[25] Dan kurang lebih hanya 10 orang yang percaya dengan teori Sharfah.[26] Menurut Muhammad Hadi Ma'rifat, ulama Syiah seperti Syekh Thusi, Syekh Ja'far Kasyif al-Ghitha, dan Hibah al-Din Syahrishtani telah memeriksa dan mengkritik teori Sharfah.[27] Ja'far Subhani juga di dalam kitab "Al-Ilahiyat ala Huda al-Kitab wa al-Sunnah wa al-Aql” telah menjelaskan 10 jawaban umum dalam penolakan teori ini.[28] Sayid Musthafa Khomeini, seorang ahli tafsir dan fakih Syiah percaya bahwa teori Sharfah tidak sesuai dengan hukum umum sebab-akibat. Karena Allah tanpa adanya beberapa hal spesifik dalam Al-Qur'an tidak secara langsung mencegah perselisihan.[29]

Teori Sharfah dan Kefasihan Sastra

Kefasihan Seni yang Tersedia

Sayid Murtadha berpendapat bahwa kefasihan adalah seni yang dapat diakses oleh semua orang karena semua huruf alfabet Arab tersedia untuk umat manusia dan semua kalimat terdiri dari huruf-huruf ini. Al-Qur'an juga terdiri dari huruf-huruf dan kata-kata ini. Jadi apa yang menghalangi kita untuk membuat susunan kalimat seperti susunan Al-Qur'an. Ketidaktahuan akan kefasihan dan bagaimana menyusun huruf, yang bukan tidak mungkin dilakukan oleh manusia.[30] Dengan mengandalkan asumsi akal, bahkan kemungkinan menciptakan kata mukjizat ditiadakan karena kehendak Allah swt tidak termasuk dari ketidakmungkinan alami.[31]

Di sisi lain, Allamah Thabathaba'i menganggap kefasihan bergantung pada pengetahuan tentang abjad dan kosa kata. Tetapi kemampuan berpikir dan mengungkapkan pikiran, serta kelezatan rasa, tidak semua orang mempunyainya.[32] Sayid Abul Qasim Khui juga tidak menganggap kemampuan menggunakan bahan dan kata sebagai alasan kemampuan untuk menyusun kalimat. Karena siapapun bisa meletakkan batu bata di atas batu bata, tapi tidak semua orang bisa membangun istana yang mewah.[33]

Perbandingan Literatur Pra-Islam

Menurut Nazam, dalam puisi dan prosa Arab pra-Islam terdapat keteraturan, kefasihan, keterampilan berbahasa yang tinggi dan bermanfaat yang tidak dibedakan dengan kefasihan dari Al-Qur'an, dan mungkin mendatangakan perkataan seperti Al-Qur'an dinisbatkan dengan puisi dan prosa tersebut.[34] Orang-orang mengatakan bahwa orang Arab pada zaman Nabi Islam dan tidak ada satu peneliti pun yang mengutip Al-Qur'an pada tingkat yang sama dengan perkataan orang Arab Jahili dan Nazam tidak memberikan contoh untuk membuktikannya.[35] Dan juga jika bangsa Arab sebelum Islam memiliki buku dalam tingkatan seperti Al-Qur'an, orang-orang yang sezaman dengan periode itu seperti Walid bin Mughirah dan Utbah bin Rabi'ah tidak akan mengatakan bahwa perkataan seperti itu (Al-Qur'an) tidak pernah terdengar dari manusia atau jin.[36]

Struktur Normal Kalimat Al-Qur'an

Menurut Ibn Hazm, mengutip dari orang lain dan mengikuti nama beberapa orang (nabi) yang disebutkan di dalam Al-Qur'an tidak bisa disebut mukjizat; Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat membuat sesuatu seperti Al-Qur'an karena Allah sendiri yang telah mencegah mereka untuk melakukan hal tersebut.[37]

Qadhi Zadeh mengkritik argumen ini dan mengatakan bahwa Ibn Hazm berpikir bahwa Al-Qur'an pada setiap ayatnya bisa ditantang. Namun yang ditantang adalah mengutip, misalnya satu surah, sepuluh surah, dan seluruh Al-Qur'an.[38] Perlu juga diperhatikan bahwa Al-Qur'an telah mengutip kata-kata orang lain dalam konteksnya, bukan kutipan langsung, sebagaimana bahasa kebanyakan orang-orang itu, bukan orang Arab.[39]

Parameter pada Al-Qur'an untuk Teori Sharfah

Mereka yang mengatakan teori Sharfah juga bersandar dari beberapa ayat-ayat Al-Qur'an[40] Berdasarkan Surah Al-Anfal ayat 31 dimana orang-orang musyrik mengatakan: «لَوْ نَشَاءُ لَقُلْنَا مِثْلَ هَٰذَا ۙ إِنْ هَٰذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ» "jika kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini (Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah dongeng orang-orang terdahulu." Dan dari sini menjadi jelas bahwa ayat-ayat Al-Qur'an tidak memiliki mukjizat yang melekat pada mereka.[41] Dalam Surah Al-A'raf ayat 146, Allah juga berbicara tentang memalingkan orang musyrik dari tanda-tanda kekuasaan-Nya.[42] Jika maksud ayat tersebut adalah untuk memalingkan pembentukan dan tujuannya adalah untuk menahan diri dari membawa ayat-ayat serupa, maka ayat ini dapat dijadikan pembenaran.[43]

Para penentang teori Sharfah mengatakan bahwa pada Surah Al-Anfal ayat 31 justru menunjukkan kefasihan dari Al-Qur'an itu sendiri. Para penutur berpikir bahwa mereka dapat membandingkan, tetapi dalam prakteknya mereka tidak bisa, dan mungkin saja mereka telah membuat klaim seperti itu untuk dijadikan sebagai bahan ejekan.[44] Seperti dalam Surah Al-A'raf juga kemungkinan arti lain dari kata "memalingkan. Terlebih lagi, Al-Qur'an juga mengatakan bahwa memalingkan di masa depan, tetapi ayat-ayat Al-Qur'an telah diturunkan bertahun-tahun sebelum diturunkannya Surah Al-A'raf.[45]

Pranala Terkait

Catatan Kaki

  1. Qadhi Zadeh, Negaresyiye be Nazariye Sharfah, hlm. 53
  2. Ma'rifat, al-Tamhid, jld. 4, hlm. 138
  3. Thabathabai, al-Mizan, jld. 1, hlm. 69
  4. Allamah Hilli, Kaysf al-Murad, Taqrir Ja'far Subhani, hlm. 172
  5. Husaini & Abbasi, Nazariyeh Sarfeh dar Kitab-e al-Muwadhah, hlm. 39
  6. Husaini & Abbasi, Nazariyeh Sarfeh dar Kitab-e al-Muwadhah, hlm. 41
  7. Nashiri, Ma'refat-e Qurani, jld. 3, hlm. 564
  8. Ma'rifat, al-Tamhid, jld. 4, hlm. 138
  9. Ma'rifat, al-Tamhid, jld. 4, hlm. 138
  10. Subhani, al-Ilahiyat, jld. 3, hlm. 339
  11. Ma'rifat, al-Tamhid, jld. 4, hlm. 139
  12. Ma'rifat, al-Tamhid, jld. 4, hlm. 140
  13. Subhani, al-Ilahiyat, jld. 3, hlm. 339; Ma'rifat, al-Tamhid, jld. 4, hlm. 140
  14. Iyazi, I'jaz-e Quran, hlm. 73
  15. Behdar, I'jaz-e Quran, hlm. 329; Daftar tabligat-e Islami, Farhang Nameh Ulum-e Quran, hlm. 3232
  16. Abu Zahrah Buzurg, Pazuhesyie dar Ulum-e Qurani, Astan-e Quds Razawi,hlm. 99-100
  17. Abu Zahrah, Mu'jezeye Buzurg, Astane Quds Razawi, hlm. 99-100
  18. Qadhi Zadeh, Negaresyiye be Nazariyeh Sarfeh, hlm. 48
  19. Ma'rifat, al-Tamhid fi Ulum al-Quran, jld. 4, hlm. 142-154
  20. Syekh Mufid, Awail al-Maqalat", hlm. 63
  21. Syekh Thusi, Syarh al-Jamal, hlm. 179
  22. Rawandi, al-Kharaij wa al-Jaraih, jld. 3, hlm. 981
  23. Syekh Thusi, al-Iqtishad, hlm. 173
  24. Bayadhi, Ushrah al-Manjud, hlm. 233
  25. Subhani, al-Ilahiyat, jld. 3, hlm. 349
  26. Qadhi Zadeh, Negaresyiye be Nazariyeh Sarfeh, hlm. 54
  27. Ma'rifat, al-Tamhid, jld. 4, hlm. 182-191
  28. Subhani, al-Ilahiyat, jld. 3, hlm. 344-349
  29. Ghurawiyan, Qaul be Sarfeh az Didgah-e Ayatullah Mustafa Khomeini, Khomeini darbareye Tahaddiye Quran, hlm. 77
  30. sayid Murtadha, al-Muwadhah an Jihati I'jaz al-Quran, Astan-e Quds Razawi, hlm. 138; Qadhi Zadeh, Negaresyiye be Nazariyeh Sarfeh, hlm. 58
  31. Qadhi Zadeh, Negaresyiye be Nazariyeh Sarfeh, hlm. 58
  32. Qadhi Zadeh, Negaresyiye be Nazariyeh Sarfeh, hlm. 64
  33. Khu'i, al-Bayan, Dar al-Zahra, hlm. 83
  34. Daftar Tabligat-e Ulum-e Islami, Farhang Nameh Ulum-e Quran, hlm. 3232
  35. Subhani, al-Ilahiyat, jld. 3, hlm. 344-345
  36. Subhani, al-Ilahiyat, jld. 3, hlm. 345
  37. Ibnu Hazm Andalusi, al-Fishal, jld. 2, hlm. 50-51
  38. Qadhi Zadeh, Negaresyiye be Nazariyeh Sarfeh, hlm. 56
  39. Jawahiri, Bazkhani Nazariyeh Sarfeh, 162
  40. Qadhi Zadeh, Negaresyiye be Nazariyeh Sarfeh, hlm. 60-61
  41. Qadhi Zadeh, Negaresyiye be Nazariyeh Sarfeh, hlm. 60-61
  42. سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الْأَرْضِ
  43. Qadhi Zadeh, Negaresyiye be Nazariyeh Sarfeh, hlm. 60-61
  44. Jawahiri, Bazkhani Nazariyeh Sarfeh, hlm. 160
  45. Jawahiri, Bazkhani Nazariyeh Sarfeh, hlm. 160-161

Daftar Pustaka

  • Abu Zahrah, Muhammad. Mu'jezeye Buzurg;Pazuhesyiye dar Ulum-e Qurani. Penerjemah: Muhammad Dzabihi. Astaneh Quds Razawi, 1379 S
  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Kasyf al-Murad fi Syarah Tajrid al-I'tiqad fi Qism al-Ilahiyat. Catatan Ja'far Subhani. Qom: Yayasan Imam Shadiq, 1382 S
  • Bayadhi, Ali bin Muhammad. Ushrah al-Manjud fi Ilm Kalam. Riset: Husain Syahsavari. Qom: Yayasan Ima Shadiq as. 1428 H
  • Behdar, Muhammad Ridha. I'Jaz-e Quran. Ensiklopedi Kalam-e Islami. Jld. 1, Qom: Yayasan Imam Shadiq as. 1398 S
  • Ghurawiyan, Muhsin. Qaul be Sarfeh az Didgah-e Ayatullah Mustafa Khomeini; Darbareye tahaddiye Quran. jurnal bulanan Ma'rifat, no. 35, 1379 S
  • Husaini, Saidah Khadijah; Abbasi, Meher Dad. Nazariyeh Sarfeh dar Kitab-e al-Muwadhah Sayid Murtadha; Pazuhesyiye Darbareye Ahamiyat, Mabani, va Ravesy-e Isbat-e An. Jurnal Tahqiqat-e Ulum-e Quran va Hadis, no. 44, musim dingin 1397 S
  • Ibnu Hazm Andalusi, Ali bin Ahmad. al-Fishal fi al-Milal wa al-Ahwa wa al-Nahl. Beirut: 1416 H
  • Iyazi, I'jaz-e Quran. Nashir, tanpa penerbit, tanpa tempat
  • Jawahiri, Sayid Muhammad Hasan. Bazkhani Nazariyeh Sarfeh. Jurnal Qabasat, no 66, musim dingin, 1391 S
  • Kantor Tabligat-e Islmai. Farhang Nameh Ulum-e Quran, 1394 S
  • Khu'i, Sayid Abu al-Qasim. al-Bayan fi Tafsir al-Quran. Dar al-Zahra, Beirut; Tanpa tahun
  • Ma'rifat, Muhammad Hadi. al-Tamhid fi Ulum al-Quran. Qom: Yayasan farhanggiye Intisyarati al-Tamhdi, 1386 S
  • Nashiri, Ali. Ma'rifat-e Qurani(Yadnegar Ayatullah Muhammad Hadi Ma'rifat). Teheran: 1387 S
  • Qadhi Zadeh, Kadhim. Negaresyiye be Nazariyeh Sarfeh Jurnal Mufid, no. 3, 1374 S
  • Rawandi, Sa'id bin Hibatullah. al-Kharaij wa al-Jaraih. Qom: Yayasan al-Imam al-Mahdi, 1409 H
  • Sayid Murtadha, Ali bin Husain. al-Muwadhah an Jihati I'jaz al-Quran. Riset: Muhammad Ridha Anshari Qomi dan lai-lain. Masyhad: Astaneh Quds Razawi, 1399 S
  • Subhani, Ja'far. al-Ilahiyat ala Huda al-Kitab wa al-Sunnah wa al-'Aql. Qom: Makaz-e al-'Alami Li Dirasat al-Islamiyah, 1412 H
  • Syekh Mufid, Muhammad bin Muhammad. Awail al-Maqalat. Qom: al-Mu'tamar al-A'lami Li Alfiah al-Syekh al-Mufid, 1413 H
  • Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan. al-Iqtishad al-Hadi Ila Thariq al-Rasyad. Teheran: Perpustakaan dan Madrasah Chel Sutun, tanpa tahun
  • Thabathabai, Sayid Muhammad Husain. al-Mizan fi Tafsir al-Quran. Qom: Ismailiyan, 1373 S
  • Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan. Syarah Jamal wa al-Amal. Teheran: Usweh, 1419 H