Lompat ke isi

Hakim Naisyaburi

Dari wikishia

Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah Dhabbi Tahmani (321-405 H), yang dikenal sebagai Hakim Naisyaburi, adalah seorang muhaddits dan qadhi bermazhab Syafi’i pada abad ke-4 Hijriah dan tinggal di Naisyabur. Beberapa sejarawan Ahlusunah menganggapnya sebagai Syiah karena meriwayatkan hadis-hadis mengenai keutamaan Ahlul Bait as. Dinasti Samaniyah mengutus Hakim Naisyaburi sebagai duta mereka ke Bani Buwaih. Al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain, yang berfungsi sebagai pelengkap dua kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, merupakan salah satu karyanya yang paling penting. Para ulama Ahlusunah menggolongkannya sebagai bagian dari Asy’ariyah dalam aspek teologi. Ia wafat di Naisabur pada tanggal 3 Shafar 405 H dalam usia 84 tahun.

Kedudukan

Hakim Naisyaburi mengumpulkan banyak riwayat yang berkaitan dengan Ahlul Bait as, yang memenuhi syarat Bukhari dan Muslim tetapi tidak dimasukkan dalam Shahihain, dalam kitabnya Al-Mustadrak;[1] di antaranya Hadis Ghadir, Hadis Manzilah, dan juga Hadis Thair, yang menunjukkan bahwa Imam Ali as adalah makhluk Allah yang paling dicintai.[2] Bagian tentang keutamaan Ahlul Bait as mencakup beberapa hadis yang semuanya dengan tegas menyatakan bahwa Imam Ali as, Fatimah sa, serta Hasan as dan Husain as adalah Ahlul Bait Rasulullah saw.[3] Kecenderungan Hakim terhadap Ahlul Bait as juga terlihat dalam karya-karyanya yang lain, termasuk kitab Fadhail Fatimah Zahra as.[4]

Beberapa ulama Ahlusunah menyebut Hakim Naisyaburi sebagai figur yang luar biasa pada masanya.[5] Menurut Dzahabi dalam Siyar A’lam al-Nubala’, Hakim Naisyaburi adalah seorang tsiqah (terpercaya) dan salah satu hafiz hadis di Naisabur, dengan penguasaan penuh terhadap ilmu hadis dan ilmu rijal.[6] Ibnu Jazari, seorang ulama Ahlusunah pada abad ke-9 Hijriah, berpendapat bahwa Hakim Naisyaburi memiliki keahlian dalam ilmu Al-Qur’an dan fiqih. Selain itu, ia juga terlibat dalam forum mutakallimin (teolog) dan sufi, meskipun tetap dikenal sebagai seorang muhaddits dan ahli ilmu hadis.[7]

Biografi

Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah Dhabbi Tahmani, yang dikenal sebagai Hakim Naisyaburi, lahir pada tahun 321 H di Naisyaburi.[8] Pada usia 9 tahun, di bawah bimbingan ayah dan pamannya, ia mulai mendengarkan hadis (sima’). Pada usia 20 tahun, ia pergi ke Irak untuk mendengar hadis, kemudian melaksanakan haji di Hijaz, lalu kembali ke Khurasan dan Mawarannahr, sebelum akhirnya menetap di Naisabur.[9]

Ia memiliki gelar Ibnu Bayi’, dan menurut Sam’ani, gelar tersebut kemungkinan terkait dengan latar belakang keluarganya dalam perdagangan.[10] Pada masa pemerintahan Samaniyah, ia diangkat sebagai qadhi di kota Nisa (salah satu kota kuno di Khurasan, Iran) serta menjadi duta mereka ke Bani Buwaih, terlibat dalam urusan politik, hukum, dan sosial.[11] Hakim wafat pada hari Selasa, 3 Shafar 405 H, dalam usia 84 tahun, di Naisabur.[12]

Mazhab

Menurut Sam‘ani, sejarawan dan ahli nasab dari Khurasan, beberapa penulis biografi dari kalangan Ahlusunah menulis bahwa Hakim Naisyaburi memiliki kecenderungan terhadap mazhab Syiah.[13] Mereka mendasarkan klaim ini pada fakta bahwa ia meriwayatkan Hadis Tayr dalam keutamaan Imam Ali as serta Hadis Ghadir dalam kitab Al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain. Ia juga mengutip riwayat-riwayat yang berkaitan dengan Syiah, seperti Ziarat Jami'ah Kabirah.[14]

Subki, penulis kitab Thabaqat al-Shafi'iyyah al-Kubra, menolak anggapan bahwa Hakim Naisyaburi adalah seorang Syiah dengan beberapa alasan. Menurutnya, periwayatan hadis tentang keutamaan Ahlulbait as oleh Hakim tidak berarti bahwa ia mengutamakan Ali as dibandingkan dengan dua Syekh (Abu Bakar dan Umar). Ia berpendapat bahwa penyebutan bab tentang keutamaan Abu Bakar, Umar, dan Utsman dalam kitab Al-Arba‘in karya Hakim adalah bukti bahwa ia seorang Sunni.[15]

Menurut Ja‘far Subhani, beberapa peneliti seperti Aqa Buzurg Tehrani, Syekh Hurr al-‘Amili, dan Sayid Ali Thabathabai menganggap Hakim Naisyaburi sebagai seorang Syiah.[16]

Fikih dan Teologi

Menurut Muhammad bin Ahmad al-Dzahabi, Hakim Naisyaburi dalam bidang fikih mengikuti mazhab Syafi'i, dan karena itu ia menulis kitab Manaqib al-Shafi‘i.[17]

Mazhab teologi Hakim Naisyaburi dipengaruhi oleh perselisihan teologis antara Asy‘ariyah dan Karramiyah pada abad ke-4 dan ke-5 H di Nishapur.[18] Subki percaya bahwa beberapa peristiwa sejarah menunjukkan kecenderungan Hakim kepada Asy‘ariyah. Menurutnya, Hakim adalah salah satu tokoh yang berperan dalam menyebarkan teologi Asy‘ari di Nishapur.[19] Ibnu Asakir juga memasukkan namanya dalam daftar ulama Asy‘ariyah dalam kitab Tabyin Kadhib al-Muftari.[20]

Karya-karya

  • Al-Mustadrak 'ala al-Shahihain
  • Ma‘rifat 'Ulum al-Hadits
  • Tasmiyat man Akhrajahuma al-Bukhari wa Muslim wa ma Infarada bihi Kullu Wahid minhuma
  • Su'alat al-Hakim lil-Daraqutni fi al-Jarh wa al-Ta'dil
  • Tarikh al-Naisyaburi
  • Muzakki al-Akhbar
  • Al-Iklil
  • Fadhail Fatimah al-Zahra
  • Fadhail al-Shafi‘i
  • Kitab al-Dhu‘afa
  • 'Ilal al-Hadits
  • Mafakhir al-Ridha.[21]

Al-Mustadrak 'ala al-Shahihain

Berkas:Fadhail Fatimah Zahra.jpg
Buku Fadhail Fatimah al-Zahra sa

Templat:Utama

Kitab Al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, sebagaimana diklaim oleh penulisnya, berisi hadis-hadis yang-berdasarkan metode Bukhari dan Muslim-dianggap sahih dan memenuhi syarat mereka berdua, tetapi tidak tercantum dalam kedua kitab tersebut. Namun, Hakim juga menambahkan hadis-hadis yang ia anggap sahih secara pribadi.[22]

Hakim Naisyaburi menyebutkan dalam teks Al-Mustadrak bahwa ia memiliki kitab lain bernama Al-Mustadrak 'ala al-Syaikhain.[23] Kitab ini berisi 8.803 hadis, terbagi dalam 51 kitab dan 3.647 judul, dengan sebagian besar hadisnya berkaitan dengan fikih.[24]

Beberapa ahli hadis mengkritik Hakim dan kitabnya karena meriwayatkan hadis-hadis seperti Hadis Tayr dan Hadis Ghadir.[25] Menurut Ahmad Pakatchi, salah satu penulis Ensiklopedia Besar Islam, Hakim dikaitkan dengan Syiah Rafidhah karena hadis-hadis semacam ini tercantum dalam Al-Mustadrak.[26]

Fadhail Fatimah al-Zahra

Templat:Kotak Kutipan

Kitab Fadhail Fatimah al-Zahra, yang berisi sebagian riwayat tentang keutamaan Sayidah Fatimah sa,[27] pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 2008 M.[28] Kitab ini mengandung 232 hadis tentang Sayidah Fatimah sa,[29] yang ditulis oleh Hakim dengan tujuan membela kedudukan dan keutamaan beliau dari para penolak dan pemalsu hadis.[30]

Beberapa hadis penting yang disebutkan dalam kitab ini antara lain:

  • "Fatimah sa adalah penghulu wanita surga."
  • "Sesungguhnya Fatimah adalah bagian dari diriku. Barang siapa menyakitinya atau memusuhinya, berarti telah menyakitiku dan memusuhiku."
  • "Allah murka terhadap orang yang membuat Fatimah marah, dan ridha terhadap orang yang membuatnya bahagia."
  • Ketika ayat "Wa aati dzal qurba haqqahu" turun, Rasulullah saw memberikan Fadak kepada Fatimah sa dan berkata: "Ini adalah bagian dari rezeki yang Allah tetapkan untukmu dan keturunanmu setelahmu. Celakalah orang-orang yang merampasnya darimu." [31]

Catatan Kaki

  1. Hakim Naisyaburi, al-Mustadrak, jilid 3, hal. 107.
  2. Hakim Naisyaburi, al-Mustadrak, jilid 3, hal. 130-132.
  3. Hakim Naisyaburi, Al-Mustadrak, Dar al-Ma’rifah, jilid 3, hal. 146-151.
  4. Subki, Thabaqat al-Syafi’iyyah al-Kubra, 1964 M, jilid 4, hal. 166.
  5. Subki, Thabaqat al-Syafi'iyyah al-Kubra, 1964 M, jilid 4, hal. 159; Ibnu Asakir, Tabyin Kadhib al-Muftari, 2010 M, hal. 229.
  6. Dzahabi, Siyar A'lam al-Nubala’ , 1414 H, jilid 17, hal. 163, no. 100.
  7. Ibnu Jazari, al-Mukhtar min al-Tarikh, 1408 H, jilid 2, hal. 185.
  8. Mas’udi, "Al-Mustadrak 'ala al-Sahihain", situs Hawzah.
  9. Mas’udi, "Al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain", situs Hawzah.
  10. Sam’ani, al-Ansab, 1382 H, jilid 1, hal. 433.
  11. Mas’udi, "Al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain", situs Hawzah.
  12. Khalili Qazwini, al-Irsyad fi Ma’rifat Ulama al-Hadits, 1409 H, jilid 3, hal. 852.
  13. Sam‘ani, al-Ansab, 1382 H, jil. 1, hlm. 433.
  14. Khathib Baghdadi, Tarikh Baghdad, 1407 H, jil. 3, hlm. 510.
  15. Subki, Thabaqat al-Syafi'iyyah al-Kubra, 1964 M, jil. 4, hlm. 167.
  16. Subhani, Ushul al-Hadits wa Ahkamuhu fi ‘Ilm al-Dirayah, 1426 H, hlm. 10-11.
  17. Dzahabi, Siyar A‘lam al-Nubala’, 1414 H, jil. 17, hlm. 170.
  18. Subki, Thabaqat al-Syafi'iyyah al-Kubra, 1964 M, jil. 4, hlm. 128.
  19. Subki, Thabaqat al-Syafi'iyyah al-Kubra, 1964 M, jil. 4, hlm. 128.
  20. Ibnu Asakir, Tabyin Kadzib al-Muftari, 2010 M, hlm. 228.
  21. Dzahabi, Tadzkirat al-Huffaz, tanpa tahun, jil. 3, hlm. 143; Muhammadi Rey-Syahri, Syenakht Name-ye Hadits, 1397 S, jil. 3, hlm. 196-198.
  22. Haji Khalifah, Kasyf al-Zunun, 1410 H, jil. 2, hlm. 1672.
  23. Hakim Naisyaburi, al-Mustadrak, tanpa tahun, jil. 4, hlm. 488; dikutip dari Pakatchi, Pazhuheshi Piramun Jami‘ Hadithi Ahl Sunnat, 1391 S, jil. 2, hlm. 83.
  24. Hakim Naisyaburi, al-Mustadrak, jil. 1, hlm. 3.
  25. Haji Khalifah, Kashf al-Zunun, 1410 H, jil. 2, hlm. 1672; Sam‘ani, Al-Ansab, 1373 S, jil. 2, hlm. 402.
  26. Pakatchi, Pazhuheshi Piramun Jami‘ Hadithi Ahl Sunnat, 1391 S, jil. 2, hlm. 89.
  27. Fadhail Fatimah al-Zahra, situs Kantor Pelestarian dan Publikasi Karya Ayatullah Hadi Najafi.
  28. Jafariyan, Mengapa Hakim Naisyaburi Menulis Kitab Fadhail Fatimah?
  29. Jafariyan, Mengapa Hakim Naisyaburi Menulis Kitab Fadhail Fatimah?
  30. Jafariyan, Mengapa Hakim Naisyaburi Menulis Kitab Fadhail Fatimah?
  31. Fadhail Fatimah al-Zahra, situs Kantor Pelestarian dan Publikasi Karya Ayatullah Hadi Najafi.

Daftar Pustaka

  • Ibnu al-Jazari, Muhammad bin Muhammad, Al-Mukhtar min al-Tarikh, Beirut, Dar al-Kitab al-Arabi, 1408 H.
  • Ibnu ‘Asakir, Ali bin Hasan, Tabyin Kadhib al-Muftari fi ma Nusb ila al-Imam Abi al-Hasan al-Asy‘ari, Kairo, Al-Maktabah al-Azhariyyah li al-Turats, 2010 M.
  • Pakatchi, Ahmad, Pazhuheshi Piramun Jami‘ Hadithi Ahl Sunnat, Teheran, Universitas Imam Shadiq (a), 1391 S.
  • Jafariyan, Rasul, "Mengapa Hakim Naisaburi Menulis Kitab Fadail Fatimah?", situs Khabar Online. Akses: 30 Farvardin 1402 S.
  • Haji Khalifah, Mustafa bin Abdullah, Kashf al-Zunun ‘an Asami al-Kutub wa al-Funun, Beirut, Dar Ihya’ al-Turath al-Arabi, 1410 H.
  • Hakim Naisaburi, Al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain, Beirut, Dar al-Ma‘rifah, tanpa tahun.
  • Hakim Naisaburi, Fadail Fatimah al-Zahra, diterjemahkan dan diteliti oleh: Mahmud Na‘mati, tanpa tempat, tanpa penerbit, tanpa tahun.
  • Khatib Baghdadi, Ahmad bin Ali, Tarikh Baghdad aw Madinat al-Salam, Beirut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1407 H.
  • Khalili Qazwini, Khalil bin Abdullah, Al-Irsyad fi Ma‘rifat ‘Ulama al-Hadits, Riyadh, Muhammad Said, 1409 H.
  • Dzahabi, Muhammad bin Ahmad, Tarikh al-Islam wa Wafayat al-Masyahir wa al-A‘lam, Beirut, Dar al-Kitab al-Arabi, 1409 H.
  • Dzahabi, Muhammad bin Ahmad, Tadhkirat al-Huffaz, Beirut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tanpa tahun.
  • Dzahabi, Muhammad bin Ahmad, Siyar A‘lam al-Nubala’, Beirut, Mu’assasat al-Risalah, 1414 H.
  • Subhani Tabrizi, Ja‘far, Usul al-Hadith wa Ahkamuhu fi ‘Ilm al-Dirayah, Qom, Jami‘at Mudarrisin Hawzah ‘Ilmiyyah Qom, 1426 H.
  • Sam‘ani, Abdul Karim bin Muhammad, Al-Ansab, India, Matba‘at Majlis-Da’irat al-Ma‘arif al-‘Uthmaniyyah, 1382 H.
  • Subki, Abdul Wahhab bin Ali, Thabaqat al-Shafi‘iyyah al-Kubra, Kairo, penerbit: Mahmud Muhammad Tanahi, 1964 M.
  • "Fadail Fatimah al-Zahra", situs Kantor Pelestarian dan Publikasi Karya Ayatullah Hadi Najafi. Akses: 26 Farvardin 1402 S.
  • Muhammadi Ray-Shahri, Muhammad, Shenakht Name-ye Hadith, Qom, Dar al-Hadith, 1397 S.
  • Mas‘udi, Jawad, "Al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain", situs Hawzah. Akses: 26 Farvardin 1402 S.