Ayat Fitrah

Prioritas: b, Kualitas: b
tanpa referensi
Dari wikishia
Informasi Ayat
NamaAyat Fitrah
SurahSurah Ar-Rum
Ayat30
Juz21
Informasi Konten
Tempat
Turun
Makkah
TentangAkidah
DeskripsiKecenderungan fitrah manusia kepada agama


Ayat fitrah (Bahasa Arab: آية الفطرة) menegaskan, kecenderungan manusia kepada agama adalah suatu hal yang bersifat fitri. Menurut keyakinan para ahli tafsir, agama Islam ditetapkan sejalan dengan fitrah manusia. Dalam kitab tafsir Majma’ al-Bayan, kosa kata حنيفا dalam ayat ini diartikan dengan “kokoh memegang agama”. Akan tetapi, Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’i mengartikan kata ini dengan “seimbang (al-i’tidal) dalam agama”.

Banyak hadis menilai, tauhid merupakan bentuk nyata dari fitrah. Menurut sebagian hadis, mengenal Allah, Islam, dan wilayah (cinta dan mengikuti). Dengan bersandaran kepada ayat fitrah ini, Allamah Thabathaba’i dan Ayatullah Jawadi Amuli berkeyakinan bahwa jalan hidayah untuk seluruh manusia adalah satu.

Teks dan Terjemah Ayat Fitrah

Fokus Penuh Terhadap Agama Allah

Menurut keyakinan Allamah Muhammad Husain Thabathaba’i, ayat fitrah ini ingin menjelaskan sebuah kesimpulan yang bisa dipahami dari ayat-ayat sebelumnya. Ia menulis, ayat-ayat sebelum itu telah membuktikan hari kiamat dan hisab amal yang akan dilakukan oleh Allah di hari ini. Untuk itu, bisa disimpulkan bahwa kita jangan berpaling dari Allah dan harus berpegang teguh kepada agama yang telah Dia tetapkan, karena hanya agama inilah yang sejalan dengan penciptaan ilahi.[1]

Arti Hanifan

Syekh Thabarsi dalam Majma' al-Bayan mengartikan kata hanifan dengan konstan dan kokoh. Untuk itu, maksud dari frasa ayat tersebut adalah kita harus kokoh dan teguh memegang agama. Yakni kita jangan berpaling darinya dan tidak memeluk agama lain.[2] Akan tetapi, menurut Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’i, ayat ini sedang menjelaskan cara bagaimana menegakkan agama. Dengan menilik arti literal kata tersebut, maksud ayat tersebut adalah kita harus seimbang dalam menegakkan agama.[3]

Penafsiran Kata Fitrah

Menurut pandangan Majma' al-Bayan, maksud dari kata fitrah adalah tauhid dan agama Islam. Seluruh manusia diciptakan berdasarkan fitrah ini dan dengan tujuan berpegang teguh kepadanya. Syekh Thabarsi menjadikan hadis Rasulullah saw sebagai sandaran untuk arti ini. Dalam hadis ini ditegaskan, setiap orang dilahirkan atas dasar fitrah. Orang tuanyalah yang menjadikannya memeluk agama Yahudi, Nasrani, dan Zoroaster.[4]

Dalam banyak hadis Syiah, maksud dari fitrah adalah tauhid.[5] Sekalipun demikian, terdapat juga hadis yang menyebutkan banyak bentuk nyata dari fitrah, seperti mengenal Allah, Islam, dan mengakui kepemimpinan Ahlulbait as (al-wilayah).[6]

Zurarah meriwayatkan, Imam Shadiq as berkata, “Maksud dari ayat فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْها adalah Allah menciptakan manusia dengan landasan pengenalan terhadap Zat-Nya. Jika tidak demikian, umat manusia tidak akan mengenal Tuhan dan siapa pemberi rezeki mereka.”[7] Dalam kitab al-Manaqib Ibnu Syahrasyub disebutkan riwayat dari Imam Ridha as, Imam Shadiq as berkata, “Maksud dari frasa ayat tersebut adalah tauhid, risalah Nabi Muhammad saw, dan kepemimpinan Imam Ali as.”[8]

Jalan Hidayah Hanyalah Satu

Dari ayat فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْها, Allamah Thabathaba'i dan Ayatullah Jawadi Amuli menarik kesimpulan, hanya ada satu jalan untuk kebahagiaan manusia.[9] Menurut keyakinan mereka, sesuai frasa ayat ini, manusia memiliki sebuah fitrah khusus; yakni bentuk khusus dari wujud, yang akan mengantarkannya kepada sebuah jalan tertentu sehingga ia bisa menggapai tujuan penciptaannya.[10] Dalam banyak ayat Alquran lain, maujud yang lain juga akan diarahkan kepada tujuan penciptaan mereka; رَبُّنَا الَّذِي أَعْطى‏ كُلَّ شَيْ‏ءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدى (QS. Thaha 20:50); Tuhan kami ialah [Tuhan] yang telah memberikan kepada makhluk-Nya segala sesuatu [yang mereka butuhkan], kemudian memberi petunjuk kepada mereka.[11]

Dari sisi lain, semua manusia adalah satu jenis dan memiliki kriteria-kriteria yang sama. Untuk itu, mereka hanya memiliki satu jalan untuk mencapai kebahagiaan.[12]

Catatan Kaki

  1. Allamah Thabathaba’i, Tafsir al-Mizan, 1417 H, jld. 16, hlm. 177.
  2. Al-Thabarsi, Majma’ al-Bayan, 1372 S, jld. 8, hlm. 474.
  3. Allamah Thabathaba’i, Tafsir al-Mizan, 1417 H, jld. 16, hlm. 178.
  4. Al-Thabarsi, Majma’ al-Bayan, 1372 S, jld. 8, hlm. 474.
  5. Al-Bahrani, al-Burhan fi Tafsir al-Qur’an, 1416 H, jld. 4, hlm. 341-345.
  6. Al-Bahrani, al-Burhan fi Tafsir al-Qur’an, 1416 H, jld. 4, hlm. 341-346.
  7. Syekh Shaduq, al-Tauhid, 1398 H, hlm. 330.
  8. Ibnu Syahrasyub, al-Manaqib, 1379 H, jld. 3, hlm. 101.
  9. Allamah Thabathaba’i, al-Mizan, 1417 H, jld. 16, hlm. 179; Jawadi Amuli, Fetrat, 1392 S, hlm. 151.
  10. Allamah Thabathaba’i, al-Mizan, 1417 H, jld. 16, hlm. 178; Jawadi Amuli, Fetrat, 1392 S, hlm. 151.
  11. Allamah Thabathaba’i, al-Mizan, 1417 H, jld. 16, hlm. 178.
  12. Allamah Thabathaba’i, al-Mizan, 1417 H, jld. 16, hlm. 179; Jawadi Amuli, Fetrat, 1392 S, hlm. 152.

Referensi

  • Alquran.
  • Ibnu Syahrasyub al-Mazandarani, Muhammad bin Ali. (1379 S). Manaqib Al Abi Thalib, Qom: Allameh.
  • Al-Bahrani, Sayyid Hasyim. (Cet. 1, 1416 H). Al-Burhan fi Tafsir al-Qur’an, Tehran: Bonyad-e Be’tsat.
  • Jawadi Amuli, Abdullah. (Cet. 7, 1392 S). Fetrat dar Quran, Qom: Esra’.
  • Syekh Shaduq, Muhammad bin Ali. (Cet. 1, 1398 H). Al-Tauhid, revisi Hasyim Husaini, Qom: Jami’ah al-Mudarrisin.
  • Al-Thabathaba’i, Muhammad Husain. (Cet. 5, 1417 H). Al-Mizan fi Tafsir al-Quran, Qom: Daftar-e Entesyarat-e Eslami.
  • Al-Thabarsi, Fadhl bin Hasan. (Cet. 3, 1372 S). Majmaʻ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, Tehran: Naserkhosro.