Ayat Nur

Prioritas: b, Kualitas: b
tanpa referensi
Dari wikishia
Ayat Nur dengan khat ruk'ah tulisan Mirza Ahmad Nairizi, tersimpan di maktabah Astan Quds Razawi
Informasi Ayat
NamaAyat Nur
SurahSurah An-Nur
Ayat35
Juz18
TentangAkidah
DeskripsiMenyifati Allah swt sebagai cahaya Langit-langit dan bumi


Ayat Nur (bahasa Arab:آية النور) adalah ayat 35 dari Surah An-Nur. Dalam ayat ini Allah swt diperkenalkan sebagai cahaya langit-langit dan bumi. Dalam sebagian tafsir Syiah, ayat ini diselaraskan pada Ahlulbait as. Artinya bahwa personifikasi dari ayat ini adalah Ahlulbait as. Sebagai contoh, dalam Tafsir Syubbar tertulis: "Dikatakan bahwa misykāt yang dimaksud pada ayat ini adalah dada Nabi Muhammad saw, zujājah adalah hatinya, mishbāh adalah kenabian, dan syajarah mubarakah adalah silsilah kenabian bukanlah Barat dan Kristen yang berkiblat Timur dan bukanlah Timur dan Yahudi yang berkiblat Barat. Allamah Thabathabai dalam menjelaskan hal ini menulis: "Riwayat semacam ini menyinggung tentang sebagian personifikasi dan sebaik-baik personifikasi (dari ayat ini) adalah Nabi Muhammad saw dan Ahlulbait as. Apabila tidak demikian, ayat itu secara tersurat juga meliputi orang-orang selain mereka yaitu seluruh nabi, washi dan wali-Nya."

Teks Ayat

Ayat 35 Surah An-Nur dikenal dengan nama Ayat Nur.

﴾اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونِةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُّورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ﴿

"Allah adalah cahaya seluruh langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah tempat pelita yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu berada dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang penuh berkah, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api (lantaran minyak itu sangat bening berkilau). Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS Al-Nur [24]: 35)

Mihrab dari Keramik Berhiaskan Ayat Nur

Penjelasan Ayat

Allah swt adalah sebuah cahaya yang dengan perantara-Nya tampaklah langit dan bumi. Demikianlah arti redaksi ayat "اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ"karena cahaya-Nya teremanasi ke langit dan bumi, kemudian dipredikasikan pada nama-nama agung Tuhan dan firman Allah adalah cahaya seluruh langit dan bumi, maka sudah barang tentu maksudnya Allah swt pemberi cahaya seluruh langit dan bumi. Makna intinya adalah seseorang jangan mengira bahwa Tuhan itu adalah semata-mata cahaya yang bersinar di langit dan bumi. Atau dengan kata lain, sebuah entitas yang dipredikasikan padanya dan disebutkan bahwa langit itu ada, bumi itu ada, ucapan ini tentu saja tidak benar dan Allah swt lebih besar dari kesemua ini. Dari sini dapat dikatakan bahwa Allah swt dikenal oleh setiap entitas, lantaran kemunculan segala sesuatu untuk dirinya atau selainnya, bersumber dari pemunculan Allah swt. Sekiranya Allah tidak memunculkan sesuatu dan tidak menganugerahkan entitas padanya, maka ia tidak akan muncul. Karena itu, Allah swt itu adalah Entitas yang Muncul (Ada) secara esensial.

Ayat mulia ini mendeskripsikan cahaya Allah dan apabila kata "nur" (cahaya) dijadikan sebagai kata majemuk dengan sandaran pada kata ganti (pronomina) Allah dan berfirman "Nurihi" (cahaya-Nya) – dengan memperhatikan penyandaran (idhāfah) ini menjadi idhāfa lamiyah (kepemilikan) dan maknanya menjadi cahaya kepunyaan-Nya – hal ini dengan sendirinya menjadi dalil bahwa maksud dari penyifatan cahaya tersebut bukanlah Tuhan itu sendiri, melainkan maksudnya adalah penyifatan cahaya yang diemanasikan Tuhan, yaitu cahaya umum yang diemanasikan dan dengan perantara cahaya tersebut segala sesuatu mengada. Cahaya yang diemanasikan Tuhan adalah bukanlah entitas yang segala sesuatu yang dideskripsikan padanya, karena pada penghujung ayat disebutkan, "Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki; sekiranya apabila yang dimaksud itu adalah wujud dimana seluruh entitas sampai pada-Nya, maka tidak terkhusus pada entitas tertentu, melainkan maksud cahaya di sini adalah cahaya khusus yang dikhususkan Allah swt kepada orang-orang beriman dan cahaya itu, sebagaimana apa yang disimpulkan dari ayat ini, adalah hakikat iman.

Untuk diketahui bahwa yang dimaksud dengan cahaya di sini bukanlah Al-Quran, sebagaimana anggapan sebagian orang, karena ayat berada pada tataran menjelaskan kedudukan kebanyakan orang-orang beriman yang memiliki kondisi yang berbeda sebelum diturunkannya Al-Quran dan adanya perubahan dalam diri mereka setelah diturunkannya Al-Quran. Di samping itu, dalam beberapa ayat Al-Quran secara lugas menjelaskan sifat orang-orang beriman yang dicirikan dengan cahaya, seperti pada firman-Nya هُمْ أَجْرُ‌هُمْ وَنُورُ‌هُمْ"(QS Al-Hadid [57]: 19) dan tidak ada maknanya menyebutkan bahwa al-Quran itu adalah sifat orang-orang beriman. Pun sekiranya mereka meraup pengetahuan dengan perantara Al-Quran maka tetap akan bermakna sebagaimana yang telah kami sebutkan (yaitu cahaya bermakna hakikat iman). Makna redaksi penghujung ayat "Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki" adalah mereka yang memiliki kesempurnaan iman bukan mereka yang bercirikan kekufuran – yang akan dijelaskan pada kelanjutan ayat ini – dan hal ini berdasarkan kehendak-Nya. [1]

Penyelarasan Ayat atas Ahlulbait

Dalam beberapa tafsir, berdasarkan riwayat-riwayat yang ada, ayat ini diselaraskan (tathbiq) atas Ahlulbait. Artinya bahwa obyek ayat dan personifikasi ayat ini adalah Ahlulbait as. Sebagai contoh, dalam Tafsir Syubbar disebutkan, "Dikatakan bahwa misykāt yang dimaksud pada ayat ini adalah dada Nabi Muhammad, zujājah adalah hatinya, missbāh adalah kenabian, dan syajarah mubarakah adalah silsilah kenabian bukanlah Barat dan Kristen yang berkiblat Timur dan bukanlah Timur dan Yahudi yang berkiblat Barat. Diriwayatkan dari Imam Ridha as: "Kami adalah misykāt dimana terdapat lentera Muhammad di dalamnya dan Allah swt memberikan hidayah bagi yang dikehendaki-Nya dengan (perantara) wilayah kami." [2]

Di samping itu, dalam Tafsir al-Mizān disebutkan bahwa: Dalam kitab Tauhid (Syaikh Shaduq), diriwayatkan bahwa Imam Shadiq as ditanya ihwal ayat اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌapa dan siapakah gerangan (yang dimaksud) pada ayat ini?" Imam Shadiq as berkata, "Ayat ini merupakan perumpamaan yang dibuat Allah swt untuk kami Ahlulbait dimana Rasulullah saw dan para Imam adalah para pemberi petunjuk manusia (kepada Allah swt) dan ayat-ayat-Nya. Mereka adalah ayat-ayat yang dengan perantaranya manusia terbimbing ke jalan tauhid dan kemaslahatan agama dan syariat, sunah-sunah dan kewajiban-kewajibannya dan tiada daya dan upaya selain (dari) Allah swt Yang Mahatinggi." [3]

Allamah Thabathabai dalam menjelaskan hal ini menulis: "Riwayat semacam ini menyinggung tentang sebagian personifikasi dan sebaik-baik personfikasi (dari ayat ini) adalah Nabi Muhammad saw dan Ahlulbait as. Apabila tidak demikian, ayat itu secara tersurat juga meliputi orang-orang selain mereka yaitu seluruh nabi, washi dan wali-Nya." Kitab Misykāt al-Anwār Ghazali dan juga Tafsir Ayat Nur karya Mulla Shadra merupakan salah satu kitab-kitab yang mengkhususkan pembahasan tentang syarah dan tafsir ayat Nur ini. [4]

Catatan Kaki

  1. Terjemahan Persia Tafsir al-Mizan, hlm. 166-171.
  2. Tafsir Syubbar, hlm. 342.
  3. Terjemahan Persia Tafsir al-Mizan, jld. 15, hlm. 195.
  4. Ibid.

Daftar Pustaka