Kun Fayakun

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia

Kun Fayakun (bahasa Arab: كُنْ فَيَكُونُ) adalah sebuah ungkapan dan kalimat yang disebutkan di beberapa ayat Alquran. Di antaranya pada ayat 117 Surah Al-Baqarah dimuat: إِذا قَضى‏ أَمْراً فَإِنَّما يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ "Dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah", maka jadilah ia".

Sejumlah besar mufasir Ahlusunah berpendapat bahwa, Allah swt dalam menciptakan setiap entitas benar-benar menggunakan kata "kun" (jadilah), sementara mufasir Syiah sesuai dengan riwayat-riwayat yang dinukil dari para Imam as terkait tafsiran kalimat tersebut, mengatakan bahwa "kun fayakun" adalah sebuah penjelasan berupa permisalan (tamtsil) tentang hakikat ini bahwa, iradah dan kehendak Allah untuk mewujudkan sesuatu sama dengan mewujudkan sesuatu itu sendiri. Oleh karenanya, Allah dalam mewujudkan entitas-entitas pada hakikatnya tidak menggunakan lafal "kun".

Beberapa orang arif mengatakan bahwa ahli surga dan orang-orang arif memiliki kedudukan "kun fayakun" atas izin Allah.

"Kun Fayakun" dalam Ayat-Ayat Alquran

Kalimat "Kun fayakun" artinya 'jadilah! lalu jadilah ia'. Dalam delapan ayat Alquran kalimat tersebut digunakan dalam tema-tema seperti kelahiran Nabi Isa as yang tidak umum, penciptaan dan terjadinya Kiamat.[1] Sebagai contoh, pada ayat 117 Surah Al-Baqarah, ayat 35 Surah Maryam dan ayat 47 Surah Ali Imran dimuat berkenaan dengan kelahiran Nabi Isa as: إِذا قَضى‏ أَمْراً فَإِنَّما يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ "Dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:"Jadilah", maka jadilah ia." Pada ayat 68 Surah Ghafir kalimat "kun fayakun" dimuat pula dan menjelaskan: "Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya berkata kepadanya:" Jadilah", maka jadilah ia". Pada ayat 40 Surah An-Nahl dan ayat 82 Surah Yasin, kalimat tersebut dimuat pula, dimana ketika Allah menghendaki sesuatu, maka dengan sekedar mengatakan: "Jadilah!" sesuatu itu akan menjadi dan wujud.

Interpretasi Beragam Mengenai "Kun Fayakun"

Di dalam Majma al-Bayan fi Tafsir al-Quran dinukil tiga pandangan mufasir terkait tafsiran kalimat tersebut:

  1. Pandangan pertama mengatakan bahwa ungkapan dan kalimat tersebut adalah sebuah permisalan (tamtsil) dengan alasan bahwa sesuatu yang kini belum ada, tidak bisa dijadikan audiensi (mukhathab) dan diperintahkan.
  2. Pandangan kedua mengatakan bahwa perintah Allah swt untuk mewujudkan sesuatu adalah bersifat nyata (waqi'i) dan Allah berbuat demikian supaya para malaikat tahu ada makhluk baru yang diciptakan.
  3. Menurut pandangan ketiga pun perintah tersebut bersifat nyata. Atas dasar ini, mengingat bahwa setiap entitas sebelum ada telah diketahui (maklum) oleh Allah, maka dari sisi inilah Allah swt bisa memerintahkan untuk eksis.[2]

Thabrisi salah seorang mufasir Syiah abad ke-6 H menerima interpretasi pertama dan menyandarkan dua tafsiran yang lain kepada sebagian ulama Ahlusunah.[3] Alusi salah seorang mufasir Ahlusunah abad ke-13 H mengatakan, mayoritas ulama Ahlusunah berkeyakinan bahwa Allah benar-benar mengatakan: "kun" (jadilah), sebab makna leksikal ayat pun mengatakan demikian.[4] sementara para mufasir Syiah menyakini bahwa maksud dari keterangan semacam ini adalah bahwa Allah dengan hanya menghendaki sesuatu eksis, maka sesuatu itu akan eksis.[5]

Sayid Muhammad Husain Thabathabai dalam al-Mizan dengan menegaskan kepermisalan kalimat "kun fayakun" menyebutkan bahwa Allah dalam mewujudkan entitas-entitas benar-benar tidak menggunakan lafal "kun", karena selain menimbulkan tasalsul (infinite circle) juga tidak memberikan fungsi. Menimbulkan tasalsul karena untuk mewujudkan "kun" itu sendiri memerlukan "kun" yang lain, dan begitulah seterusnya hingga tak terhingga. Sisi ketidakberfungsiannya adalah karena:pertama, belum ada ektensi yang akan menjadi audiensi (mukhathab) "kun", dan kedua, anggaplah sudah ada entitas, maka tetap tidak perlu lafal "kun", sebab ia sudah eksis sebelumnya. [6]

Tafsiran dan makna ini dimuat pula dalam beberapa riwayat Syiah. Contohnya di dalam Bihar al-Anwar diriwayatkan dari Imam Ali as bahwa setiap kali Allah menghendaki sesuatu, Ia mengatakan: wujudlah!, maka seketika itu pula ia wujud; tidak dalam artian bahwa ada suara sampai ke telinga-telinga atau terdengar sebuah teriakan, akan tetapi ucapan Allah adalah sesuatu yang mewujudkan dan memberi bentuk, sementara sebelum itu tidak ada sesuatu.[7]

Keberadaan Sesuatu Adalah Pembicaraan Allah itu Sendiri

Sebagian orang arif meyakini bahwa "kun fayakun" merupakan perkara yang wujud dan nampaknya sesuatu itu sendiri. Menurut pandangan mereka, keberadaan sesuatu adalah perkataan Allah itu sendiri melalui perantara sesuatu tersebut. Dengan kata lain, segala sesuatu adalah "kalam wujudinya Allah". [8]

Ahli Surga Mencapai Maqam "Kun Fayakun"

Menurut kayakinan sebagian ulama seperti Shadrul Mutaallihin dan Faidh Kasyani, ahli surga dan orang-orang arif mencapai maqam "kun fayakun". Artinya, segala sesuatu yang mereka kehendaki dengan seizin Allah, secara langsung akan terwujud.[9] Dalam hal ini mereka bersandar kepada beberapa riwayat, diantaranya mereka menukil hadis Nabi Muhammad saw yang menerangkan bahwa di surga Allah berkata kepada penduduk surga: "Tatkala Aku mengatakan 'jadilah' kepada segala sesuatu, niscaya ia akan terwujud. Dari itu, kini Aku jadikan kedudukan ini untuk kalian supaya apabila kalian mengatakan 'jadilah!' kepada segala sesuatu, maka sesuatu itu akan terwujud.[10]

Catatan Kaki

  1. Lihat: surah Al-Baqarah: 117; surah Ali Imran: 47 dan 59; surah Al-An'am: 73; surah An-Nahl: 40; surah Ghafir: 68
  2. Thabrisi, Majma' al-Bayān, jld.1, hlm.368
  3. Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld.1, hlm.368
  4. Alusi, Ruh al-Ma'āni, jld.12, hlm.55
  5. Thabathabai, al-Mizan, jld.12, hlm.249; Thabrisi, Majma al-Bayān, jld.6, hlm.556; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld.11, hlm.233
  6. Thabathabai, al-Mizan, jld.17, hlm.115
  7. Majlisi, Bihar al-Anwār, jld.4, hlm.254 dan 255
  8. Shamadi Amuli, Syarh Daftare Del Allamah Hasan Zadeh Amuli, hlm.52
  9. Shamadi Amuli, Syarh Daftare Dele Allamah Hasanzadeh Amuli, hlm.52-55; Shadrul Mutaallihin, al-Hikmah al-Muta'āliyah, jld.6, hlm.9-10
  10. Shadrul Mutaallihin, al-Hikmah al-Muta'āliyah, jld.6, hlm.9-10; Faidh Kasyani, Ilm al-Yaqin, jld.2, hlm.1292; Shadrul Mutaallihin, Tafsir al-Quran al-Karim, jld.5, hlm.197; Asytiani, Syarh bar Zād al-Musafir, jld.1, hlm.21

Daftar Pustaka

  • Al-Quran al-Karim.
  • Alusi, Sayid Mahmud. Ruh al-Ma'āni fi Tafsir al-Quran al-Azim. Beirut: Dar al-Kutub al-Imiah, 1415 H.
  • Asytiani, Jalaluddin. Syarh bar Zād al-Musāfir. Qom: Bustan Kitab, 1381 H.
  • Sa'di. Mawa'izh, Ghazal 25
  • Shadul Mutaallihin. Al-Hikmah al-Muta'āliyah fi Asfā al-Aqliyah al-Arba'ah. Beirut: Dar Ihya al-Turats, 1981.
  • Shadrul Mutaallihin. Tafsir al-Quran al-Karim. Qom: Penerbit Bidar, 1366 HS.
  • Shamadi Amuli, Daud. Syarh Daftare Dele Allamah Hasanzadeh Amuli. Penerbit manual Nubugh, tanpa tahun. Penerbit Digital: Pusat Penelitian Komputerisasi Qaemiyah Isfahan, tanpa tahun.
  • Thabathabai, Sayid Muhammad Husain. Al-Mizan. Qom: kantor penerbit Islami, cet. V, 1417 H.
  • Thabrisi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayān fi Tafsir al-Quran. Teheran: Nasir Khosru, cet. III, 1372 HS.
  • https://ganjoor.net/attar/divana/ghasidea/sh5 Athar Naisyaburi. Diwan Asy'ār, Qashedah 5]
  • Faidh Kasyani, Muhammad bin Sya Murtadha. Ilm al-Yaqin. Qom: Penerbit Bidar, 1418 H.
  • Majlisi, Muhammad Baqir. Bihar al-Anwar. Beirut: Penerbit Yayasan Al-Wafa', 1404 H.
  • Makarim Syirazi, Nasir. Tafsir Nemuneh. Teheran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1373 H.
  • Maulawi. Diwan Syams, Ghazal 1344
  • Nizhami. Khomsah. Laila wa Majnun, bagian 1