Lompat ke isi

Takwil Hadis

tanpa foto
tanpa Kategori
tanpa infobox
tanpa alih
Dari wikishia

Takwil Hadis adalah sebuah istilah dalam Ilmu Hadis. Istilah ini merujuk pada pengalihan makna dari makna zahir (literal) sebuah hadis ke makna non-zahir, serta penyelesaian konflik antara hadis-hadis yang secara lahiriah tampak bertentangan.

Fukaha, Ushuliyyun, dan muhaddisin (ahli hadis) terkadang menggunakan istilah Takwil al-hadits untuk menyelesaikan konflik antara hadis-hadis yang tampak bertentangan. Hal ini karena setiap hadis yang bertentangan dapat menjadi qarinah (indikasi) untuk meninggalkan makna zahir dari hadis lainnya dan menerima makna yang lebih lemah atau non-zahir.

Makna Takwil Hadis

Takwil al-Hadits adalah istilah dalam Ilmu Hadis. Istilah ini merujuk pada pengalihan makna dari makna zahir sebuah hadis ke makna non-zahir, serta penyelesaian konflik antara hadis-hadis yang secara lahiriah tampak bertentangan. Dalam Al-Qur'an, frasa "Takwil al-ahadits" digunakan tiga kali,[1] namun penggunaannya berbeda dengan istilah yang umum digunakan dalam Ilmu Hadis.

Makna Lain

Fukaha, Ushuliyun, dan Muhaddisin terkadang menggunakan istilah Takwil al-hadits untuk menyelesaikan konflik antara hadis-hadis yang tampak bertentangan. Hal ini karena setiap hadis yang bertentangan dapat menjadi qarinah untuk meninggalkan makna zahir dari hadis lainnya dan menerima makna yang lebih lemah atau non-zahir.[2] Beberapa ulama seperti Syafi'i dalam Ikhtilaf al-Hadits, Ibnu Qutaibah dalam Takwil Mukhtalif al-Hadits, Ibnu Furak dalam Musykil al-Hadits wa Bayanuhu, dan Thahawi dalam Syarh Musykil al-Atsar telah membahas Takwil hadis-hadis yang bertentangan.[3] Syekh Thusi[4] juga menggunakan Takwil dalam makna ini. Namun, Sayid Murtadha 'Alam al-Huda[5] memahami Takwil hadis sebagai upaya memahami tujuan utama hadis dan menjelaskan kata-kata asing dalam hadis. Dari perspektif ini, semua kitab Gharib al-Hadits membahas Takwil hadis.

Alasan Takwil Hadis

Beberapa hadis, seperti beberapa ayat Al-Qur'an, termasuk dalam kategori Mutasyabih[6], dan salah satu jenis hadis mutasyabih adalah hadis mu'awwal (berlawanan dengan mujmal dan zahir), yaitu hadis yang dipahami berbeda dari makna zahirnya karena adanyabukti rasional atau Nash.[7] Dengan kata lain, dalam beberapa hadis, makna zahir tidak dapat diterima karena adanya qarinah (indikasi) yang jelas bahwa maksud pembicara berbeda dari makna zahir hadis tersebut. Qarinah ini bisa berupa nash Al-Qur'an, hadis lainnya, bukti rasional yang pasti, atau kebiasaan para ulama. Terkadang, sebuah hadis disampaikan dengan kata-kata yang samar atau menggunakan metafora dan kiasan.

Menurut para ulama dan Fukaha, hadis-hadis ini tidak boleh ditolak kecuali jika ada keharusan dan bukti yang kuat. Takwil juga tidak boleh bertentangan dengan hikmah syariat, perkataan pembuat syariat, atau ijma' umat, dan tidak boleh membatalkan hadis-hadis sahih lainnya.[8] Takwil hadis — atau dengan kata lain, Takwil lafaz, baik dari Al-Qur'an maupun hadis — juga digunakan dalam kitab-kitab Ushul Fiqh, di mana para ulama ushul membahas berbagai aspek tentang kemungkinan dan aturan Takwil.[9]

Bibliografi

  • Takwil Mukhtalif al-Hadits, karya Abu Muhammad Abdullah bin Muslim atau Abu Muhammad Jabali, yang lebih dikenal sebagai Ibnu Qutaibah al-Dinawari (W. 213 H), seorang sejarawan dan cendekiawan besar pada masa Abbasiyah, adalah salah satu buku terkenal dalam topik ini. Karya ini merupakan tanggapan terhadap pendukung ra'yu (Mu'tazilah) dan Syiah dalam menjelaskan konflik yang terlihat dalam hadis-hadis Nabi saw.[10]
  • Kitab al-Majalis karya Ibrahim Hindi adalah salah satu kitab Ismailiyah yang membahas Takwil hadis-hadis Nabi. Kitab ini terdiri dari 30 bagian, dan setiap bagian memuat 40 hadis. Menurut laporan al-Dzari'ah, hingga saat ini hanya 8 bagian pertama yang tersisa.[11]

Catatan Kaki

  1. Yusuf: 6, 21, 101
  2. Nafidz Husain Hammad, hlm. 7; Abu Zahu, hlm. 471
  3. Lihat: Shalih, hlm. 112; 'Itr, hlm. 341
  4. 1413, jilid 1, hlm. 53–54; 1363 H, jilid 1, hlm. 4
  5. Jilid 1, hlm. 31–32, 340–341
  6. Ibnu Babawaih, jilid 1, hlm. 290; Arbili, jilid 3, hlm. 84
  7. Mamaqani, jilid 1, hlm. 284, 316–317; Mudir Syanachi, hlm. 74
  8. Barzanji, jilid 1, hlm. 228; Thahawi, jilid 1, Muqaddimah Arnuth, hlm. 3–4
  9. Untuk penjelasan lebih rinci, lihat: Syakir, hlm. 267–308
  10. Ibnu Qutaibah, Ta'wil Mukhtalif al-Hadits, Kairo:, Maktabah al-Kulliyat al-Azhariyyah, hlm. 15.
  11. Thahrani, al-Dzari'ah, 1408 H, jilid 19, hlm. 352 dan jilid 20, hlm. 352.

Daftar Pustaka

  • Al-Qur'an.
  • Ibnu Babawaih. 'Uyun Akhbar al-Ridha, Tehran: 1378.
  • Muhammad Muhammad Abu Zahu. Al-Hadits wa al-Muhadditsun, Kairo: 1378.
  • Ali bin Isa Arbili. Kasyf al-Ghummah fi Ma'rifah al-A'immah, Beirut: 1401/1981.
  • Abdul Latif Barzanji. Al-Ta'arudh wa al-Tarjih bayn al-Adillah al-Syar'iyyah, Beirut: 1417.
  • Muhammad Kazhim Syakir. Metode Takwil Al-Qur'an: Semantik dan Metodologi Takwil dalam Tiga Bidang (Riwayat, Batin, dan Ushul), Qom: 1376 H.
  • Shubhi Shalih. 'Ulum al-Hadits, Beirut: 1388/1969.
  • Tehrani, Agha Buzurg. Al-Dzari'ah ila Tashanif al-Syiah, Qom: dan Tehran: 1408 H.
  • Ahmad bin Muhammad Thahawi. Syarh Mushkil al-Atsar, Beirut: 1408/1987.
  • Muhammad bin Hasan Thusi. Al-Istibshar, Najaf: 1375–1376/1956–1957, cetak ulang Tehran: 1363 H.
  • Muhammad bin Hasan Thusi. Tahdzib al-Ahkam, Beirut: 1413/1992.
  • Nuruddin 'Itr. Manhaj al-Naqd fi 'Ulum al-Hadits, Damaskus: 1401/1981.
  • Ali bin Husain 'Alam al-Huda. Amali al-Murtadha: Ghurar al-Fawa'id wa Durar al-Qala'id. Kairo:: 1373/1954, cetak ulang Tehran: (tanpa tahun).
  • Abdullah Mamaqani. Miqbas al-Hidayah fi 'Ilm al-Dirayah Qom: 1411–1414.
  • Kazhim Mudir Syanachi. Dirayah al-Hadits, Masyhad: 1356 H.
  • Nafidz Husain Hammad. Mukhtalif al-Hadits bayn al-Fuqaha' wa al-Muhadditsin, Beirut: 1414.