Penulisan Ushul Arbaumaah
Penulisan Ushul (jamak dari ashl) merupakan salah satu cara pengumpulan hadis, Ashl adalah kitab hadis yang hadisnya telah didengar dan dituliskan secara langsung dari para Imam maksum as atau melalui satu perantara saja. Kitab Ashl memiliki kelebihan dibandingkan kitab-kitab hadis lainnya, dan menurut para ulama Syiah, keberadaan suatu hadis di dalam Ashl dianggap sebagai salah satu kriteria kesahihan sebuah hadis, karena hadis yang tertulis di dalam kitab ashl dinukil tanpa perantara atau paling tidak satu perantara kepada para Imam Maksum as, maka kemungkinan adanya kesalahan dan distorsi di dalamnya lebih kecil dibandingkan kitab-kitab hadis lainnya.
Menurut para ulama Syiah, sebagian besar ushul hadis Syiah, kecuali sedikit darinya, ditulis pada masa Imam Shadiq as atau dimasa yang tidak jauh setelah dan sebelum itu. Menurut masyhur, jumlah ushul yang ditulis oleh para sahabat para imam as adalah empat ratus hadis. Oleh karena itu, ushul tersebut dinamakan Ushul Arba’mâah; Namun, ada pula yang berpendapat bahwa hadis yang ada di dalamnya kurang dari jumlah tersebut.
Ushul tersebut telah hilang seiring berjalannya waktu, dan saat ini, meskipun namanya disebutkan dalam berbagai kitab, hanya enam belas kitab ushul yang masih ada, yang dicetak dalam sebuah buku berjudul al-Ushul al-Sittah ‘Asyar (Enam Belas Ashl). Tentu saja, sebagian besar hadis ushul berada di tangan para penulis kutub Arba'ah, sebagai ensiklopedia hadis Syiah yang paling penting, dan kitab ushul ini telah dimasukkan dalam Kutub Arba’ah tersebut.
Definisi Ashl
Berbagai definisi ashl telah dikemukakan oleh para ulama.[1] Definisi Agha Buzurg Tehrani dianggap lebih akurat dan komprehensif.[2] Menurutnya, ashl adalah kitab hadis yang penulisnya telah mendengar dan menulis hadis tersebut secara langsung atau melalui satu perantara.[3] Ashl adalah kitab yang hadis-hadisnya tidak disalin dari kitab–kitab lainnya; Melainkan berisi hadis-hadis yang penulis sendiri mendengar dan menuliskannya dari Imam Maksum as atau dari seseorang yang mengutip langsung dari Imam Maksum as.[4]
Menurut penulis buku Dirâsatun Hula al-Ushûli al-Arba'ami'ah, istilah ashl pertama kali disebutkan dalam literatur ulama Syiah sejak abad kelima Hijriah dan seterusnya;[5] khususnya dalam karya-karya seperti dari Syeikh Mufid, Najjâsyi dan Syeikh Thusi.[6]
Perbedaan antara Ashl dengan Kitab, Musnad dan Mushannaf
Dalam tulisan-tulisan ulama Syiah, terkadang kata ashl berbeda makna sama sekali dengan makna kitab. Misalnya dikatakan bahwa seorang perawi tertentu mempunyai kitab dan ashl.[7] Sedangkan dalam beberapa kumpulan hadis Sunni sering dinamakan musnad atau mushannaf.[8] Perbedaan antara istilah–istilah ini dijelaskan sebagai berikut:
Kitab biasanya mencakup setiap penulisan hadis, baik hadis-hadis tersebut disalin dari kitab lainnya atau tidak diambil dari kitab lain seperti halnya ashl.[9] Musnad diperuntukkan untuk kitab-kitab yang hadis-hadisnya dikumpulkan dalam bab-bab tersendiri menurut urutan para [[Sahabat].; Artinya, setiap bagian dikhususkan untuk salah satu dari sahabat yang mengandung berbagai topik yang ada dalam hadis-hadisnya; Seperti Musnad Ahmad bin Hanbal.[10] Mushannaf adalah kitab-kitab hadis yang hadisnya dikelompokkan menurut topiknya;[11] seperti Mushannaf Abdurrazzâq bin Hammâm San’âni.[12]
Validitas Ashl
Menurut bibliografi Syiah, Agha Buzrg Tehrani, kesalahan dan kekeliruan dalam ashl jauh lebih sedikit dibandingkan kitab hadis lainnya. Alasannya, hadis-hadis ashl diperoleh secara langsung atau hanya melalui satu perantara kepada Imam Maksum as Oleh karena itu, hadis–hadis ashl lebih dapat diandalkan dibandingkan kitab-kitab hadis lainnya; Apalagi jika penyusunnya adalah salah satu perawi yang terpercaya dan mempunyai syarat-syarat periwayatan, yang mana hadis-hadisnya niscaya dianggap sahih.[13]
Oleh karena itu, ketika ulama ilmu Rijal mengatakan dalam ulasan seorang perawi bahwa dialah penyusun ashl, maka hal ini merupakan salah satu kekhususan positif bagi perawi tersebut; Karena hal itu menunjukkan perhatian perawi pada pencatatan hadis yang benar, dan penerimaan hadis langsung dari para Imam as serta jauhnya kemungkinan faktor lupa dan kesalahan yang ada pada perawi tersebut.[14]
Faidz Kâshâni, seorang ulama Syiah, menuliskan bahwa ashl adalah salah satu kriteria penilaian hadis, dan para fukaha terdahulu menganggap hadis yang muncul dalam beberapa ashl, atau disebutkan dalam satu atau dua sumber ashl, memiliki rangkaian sanad yang banyak dan sah. atau penyusun aslinya adalah salah satu pemilik Ijma’ adalah hadis sahih dan diterima.[15]
Para ulama Syiah sepakat bahwa ushul tersebut menjadi pokok bagi kompilasi hadis-hadis Syiah yang paling penting dan sebagian besar hadis kutub Arba’ah diambil dari ashl.[16]
Sejarah Penulisan Ashl
Para ulama Syiah percaya bahwa semua naskah ashl ditulis pada masa para Imam as, yaitu dari masa Imam Ali as hingga masa Imam Hasan Askari as.[17] Sayyid Muhsin Amin, dengan mengikuti pendapat Syekh Mufid, percaya bahwa ashl telah disusun sejak zaman Imam Ali as dan berlanjut hingga zaman Imam Hasan Askari as. Akan tetapi ulama seperti Syahid Awal, Muhaqiq Hilli dan Mirdamad mengatakan bahwa naskah ashl ditulis pada masa Imam Sadiq as atau sesaat sebelum dan sesudahnya.[18]
Penulis buku Dirâsatun Haula al-Usûl al-Arba'amiah lebih cenderung mendukung pendapat kedua.[19] Agha Buzurg Tehrani menulis dalam al-Dzari'ah bahwa tanggal pasti penulisan Ushul belum diketahui secara pasti; Namun yang kita ketahui bahwa, semua hadis ashl kecuali sedikit darinya ditulis oleh para sahabat Imam Sadiq as; Baik para sahabat terdekatnya maupun para sahabatnya yang juga murid Imam Baqir as atau Imam Kazim as.[20]
Di sisi lain, Majid Ma'ârif dalam bukunya Târikh Umumi Hadis (Sejarah Umum Hadis) mengajukan sudut pandang ketiga yang diyakininya; Ushul itu ditulis pada masa Imam Baqir as, Imam Sadiq as dan Imam Kazhim as.[21] Dalilnya adalah sebagian besar hadis-hadis dalam Ushul berasal dari ketiga Imam tersebut.[22]
Alasan Kemasyhuran Penyusunan Ashl pada Masa Imam Shadiq as
Menurut Agha Bozur Tehrani, masa Imamah Imam Baqir as, Imam Shadiq as, dan masa Imam Kazhim as bertepatan dengan melemahnya pemerintahan Bani Umayyah sampai pada titik kepunahan mereka dan berganti kekuasaan menjadi Bani Abbasiyah. Pada periode ini, para penguasa sibuk dengan perselisihan politik dan tidak mempunyai kesempatan untuk bersikap tegas terhadap para imam as. Oleh karena itu, sedikit hambatan bagi para Imam untuk menyebarkan ajaran agama Islam, dan para perawi Syiah dapat dengan mudah menghadiri ceramah umum dan privat serta menulis hadis-hadis yang mereka pelajari dari para Imam as.[23]
Membandingkan Ashl dalam Syiah dengan Musnad dalam Sunni
Syiah dan Sunni mengambil jalan yang berbeda dalam menyusun buku-buku hadis. Di kalangan Sunni, penulisan musnad menjadi sangat populer; Namun Syiah menaruh banyak perhatian pada penulisan ashl.[24]
Ashl dan Musnad mempunyai kemiripan satu sama lain; Termasuk fakta bahwa pada keduanya, kriteria kesatuan hadis adalah perawi, bukan subjek hadis; Artinya, pada keduanya, seorang perawi telah mengumpulkan hadis-hadis tanpa kategorisasi dalam tema hadis yang berbeda beda. Selain itu, penulisan keduanya didasarkan pada hadis yang didengarkan langsung dan tidak diambil dari kitab hadis lainnya. Kesamaan lainnya adalah bahwa ashl dalam Syiah menjadi dasar penulisan kitab-kitab hadis yang paling penting seperti Kutub Arba’ah. Para penulis kumpulan hadis Sunni juga menulis hadis–hadis berdasarkan Musnad yang dimilikinya.[25]
Tentu saja, di mata ulama Syiah, ashl tersebut lebih unggul dibandingkan musnad; karena didengarkan secara langsung atau hanya melalui satu perantara saja kepada Imam as. Oleh karena itu, kemungkinan terjadinya kesalahan dan distorsi di dalamnya lebih kecil: namun musnad kadang-kadang sampai kepada Nabi saw melalui empat, lima atau enam perantara, dan kitab-kitab tersebut bukanlah kitab-kitab yang berkualitas tinggi.[26]
Jumlah Ushul
Pandangan yang populer di kalangan ulama adalah bahwa ada empat ratus kitab ashl.[27] Atau menurut Agha Bozur Tehrani, tidak kurang dari empat ratus ashl.[28] Di antara ulama yang menjelaskan masalah ini secara jelas diantanya, Syekh Mufid dalam kitab Ma'âlim al-Ulamâ, meskipun demikian ashl tidak ditemukan dalam karya-karya Syekh Mufid sendiri, dan diantara ulama-ulama lainnya yang secara jelas menerangkan jumlah ashl ini seperti Fadhl bin Hasan Tabarsi, Syekh Baha'i, Hurr Âmili dan Mirdamad.[29]
Misalnya dalam kitab Ma'âlim al-‘Ulama yang disebutkan oleh Syekh Mufid bahwa Imamiyah telah menulis empat ratus kitab ashl sejak zaman Imam Ali as hingga zaman Imam Hasan Askari as, yang disebut Ushul.[30] Begitu juga menurut Sayid Muhsin Amin yang menuliskan mengenai hal ini di dalam kitab Â’yânu al-Syi’ah, bahwa sejak masa Imam Ali as hingga Imam Hasan Askari as, mereka menulis enam ribu kitab hadis, empat ratus kitab di antaranya lebih unggul dari kitab-kitab hadis lainnya dan terkenal di kalangan syiah sebagai Ushul Arba’umâah.[31]
Pandangan yang Berlawanan dengan Opini Populer
Meskipun pendapat ulama Syiah yang terkenal adalah demikian (jumlahnya adalah empat ratus ashl), tetapi menurut Muhammad Husain Jalali Husaini, dalam kitab Dirâsatun Haula al-Usûl al-Arba'amiah, jumlah ashl tersebut tidak lebih dari seratus ashl.[32] Salah satu dalil yang dibawakannya adalah bahwa dalam penelitian yang dilakukannya di bidang ini, ia belum menemukan lebih dari tujuh puluh ashl dalam karya-karya Syekh Thusi dan Najâsyi; Sedangkan kedua–duanya adalah ulama yang makruf membuat daftar kitab-kitab Syiah, khususnya Syekh Thusi yang telah berjanji untuk mengumpulkan semuanya.[33]
Menurutnya, banyaknya ulama yang berbicara tentang keberadaan empat ratus ashl tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan definisi ashl di antara mereka. Ada yang menyebut bahwa kitab mana pun yang dapat diandalkan bisa dikatakan sebagai kitab ashl, dan ada pula yang menganggap kitab ashl adalah kitab yang tidak diambil dari buku lain. Oleh karena itu, ketika mereka mengatakan bahwa kaum Syiah telah menulis enam ribu kitab hadis, empat ratus di antaranya ashl, berarti jumlah terakhirlah yang lebih cenderung dapat dipercaya.[34]
Pendapat yang Setuju
Majid Ma’ârif, penulis Târikh Umumi Hadits (sejarah umum hadis), setuju dengan pandangan populer tersebut dan menulis bahwa banyak bukti yang membenarkan perkataannya. Diantaranya adalah bahwa dalam dua kitab Najâsyi dan Syekh Thusi disebutkan lebih dari lima ratus orang dari sahabat Imam Baqir as hingga Imam Kazhim as, yang merupakan perawi sebuah kitab langsung dari para Imam as.[35] Dalam kitab Fehrest Syekh Thusi disebutkan bahwa daftar dari ashl dan penulis Syiah telah dikumpulkan, namun tidak ada jaminan bahwa Syekh Thusi telah mengidentifikasi semuanya.[36]
Kondisi Ashl Saat Ini
Syiahsangat memperhatikan penjagaan dan pemeliharaan ashl tersebut.[37] Namun, saat ini hanya sedikit dari ashl yang tersisa dan sebagian besarnya telah hilang. Sebagian besar dari ashl tersebut ada dalam Kutub al-Arba'ah dan hadis-hadisnya disalin dalam kitab-kitab ini, yang merupakan kumpulan hadis Syiah yang paling penting.[38][39] Kadzim, direktur Shanachi, seorang peneliti hadis, menyebutkan alasan hilangnya ushul tersebut adalah karena setelah terbentuknya kumpulan kitab–kitab hadis, orang-orang Syiah tidak merasa perlu untuk menjaga ashl lagi.[40]
Di antara ashl yang masih tersisa berjumlah enam belas dokumen asli, yang selain terdapat manuskripnya, juga telah diterbitkan dalam sebuah buku berjudul al-Ushul al-Sittah 'Asyar, atas upaya Hasan Mustafawi.[41] Ushul tersebut adalah:
- Ashl Zaid Zarrâd Kûfi
- Ashl Abu Sa’id ‘Abbâd ‘Usfuri
- Ashl ‘Ashim bin Humaid Hannâd Kûfi
- Ashl Zaid Narsi Kûfi
- Ashl Ja’far bin Muhammad bin Syuraih Hadhrami
- Ashl Muhammad bin Mutsanna Hadhrami
- Ashl Abdul Malik bin Hakîm Khats’ami
- Ashl Mutsana bin Walid Hannât
- Ashl Khallâd Sindi
- Ashl Husein bin Utsman Âmiri
- Ashl Abdullah bin Yahya KâhIli
- AsHl Sallâm bin Abi Umrah
- Ashl atau Nawâdir Ali bin Asbât Kûfi
- Pilihan Ashl oleh ‘Alâa bin Razîn al-Qalâ’
- Ashl Durust bin Abi Mansûr Muhammad Wâsiti.
- Kitab Abdullah bin Jabr yang dikenal dengan kitab Diyât Dzarîf bin Nâshih Kûfi.[42]
Catatan Kaki
- ↑ Husain Jalali, Dirāsah Haul al-Ushūl al-Arba'ami'ah, hlm. 7.
- ↑ Ma'arif, Tarikh-e Umumi-e Hadis, hlm. 256.
- ↑ Agha Buzurg Therani, adz-Dzarī'ah, jld. 2, hlm. 126; Fadhli, Ushūl al-Hadīts, hlm. 47.
- ↑ Agha Buzurg Therani, adz-Dzarī'ah, jld. 2, hlm. 126.
- ↑ Husain Jalali, Dirāsah Haul al-Ushūl al-Arba'ami'ah, hlm. 8-9.
- ↑ Husain Jalali, Dirāsah Haul al-Ushūl al-Arba'ami'ah, hlm. 9.
- ↑ Agha Buzurg Therani, adz-Dzarī'ah, jld. 2, hlm. 125.
- ↑ Thabathabai, Musnad Newisi Dar Tarikh-e Hadis, hlm. 42.
- ↑ Agha Buzurg Therani, adz-Dzarī'ah, jld. 2, hlm. 125-126.
- ↑ Thabathabai, Musnad Newisi Dar Tarikh-e Hadis, hlm. 42.
- ↑ Thabathabai, Musnad Newisi Dar Tarikh-e Hadis, hlm. 42.
- ↑ Thabathabai, Musnad Newisi Dar Tarikh-e Hadis, hlm. 47.
- ↑ Agha Buzurg Therani, adz-Dzarī'ah, jld. 2, hlm. 126.
- ↑ Agha Buzurg Therani, adz-Dzarī'ah, jld. 2, hlm. 127.
- ↑ Feidh Kasyani, al-Wāfī, hlm. 22.
- ↑ Thabathabai, Musnad Newisi Dar Tarikh-e Hadis, hlm. 211-212.
- ↑ Thabathabai, Musnad Newisi Dar Tarikh-e Hadis, hlm. 205.
- ↑ Thabathabai, Musnad Newisi Dar Tarikh-e Hadis, hlm. 205-206.
- ↑ Husain Jalali, Dirāsah Haul al-Ushūl al-Arba'ami'ah, hlm. 23-24.
- ↑ Agha Buzurg Therani, adz-Dzarī'ah, jld. 2, hlm. 130-131.
- ↑ Ma'arif, Tarikh- e Umumi-e Hadis, hlm. 261.
- ↑ Ma'arif, Tarikh- e Umumi-e Hadis, hlm. 264-265.
- ↑ Agha Buzurg Therani, adz-Dzarī'ah, jld. 2, hlm. 131-132.
- ↑ Thabathabai, Musnad Newisi Dar Tarikh-e Hadis, hlm. 197-198.
- ↑ Thabathabai, Musnad Newisi Dar Tarikh-e Hadis, hlm. 211-212.
- ↑ Thabathabai, Musnad Newisi Dar Tarikh-e Hadis, hlm. 215-216.
- ↑ Husain Jalali, Dirāsah Haul al-Ushūl al-Arba'ami'ah, hlm. 26.
- ↑ Agha Buzurg Therani, adz-Dzarī'ah, jld. 2, hlm. 129.
- ↑ Ma'arif, Tarikh- e Umumi-e Hadis, hlm. 258.
- ↑ Ibn Syahr Asyub, Ma'ālim al-'Ulamā', hlm. 3.
- ↑ Amin, A'yān as-Syī'ah, jld. 1, hlm. 140.
- ↑ Husain Jalali, Dirāsah Haul al-Ushūl al-Arba'ami'ah, hlm. 26-27.
- ↑ Husain Jalali, Dirāsah Haul al-Ushūl al-Arba'ami'ah, hlm. 26.
- ↑ Husain Jalali, Dirāsah Haul al-Ushūl al-Arba'ami'ah, hlm. 27-28.
- ↑ Ma'arif, Tarikh- e Umumi-e Hadis, hlm. 259.
- ↑ Ma'arif, Tarikh- e Umumi-e Hadis, hlm. 257.
- ↑ Mudir Syaneci, Tarikh-e Hadis, hlm. 94.
- ↑ Mu'addab, Tarikh-e Hadis, hlm. 86.
- ↑ Mudir Syaneci, Tarikh-e Hadis, hlm. 94; Ma'arif, Tarikh- e Umumi-e Hadis, hlm. 262.
- ↑ Mudir Syaneci, Tarikh-e Hadis, hlm. 94.
- ↑ Ma'arif, Tarikh- e Umumi-e Hadis, hlm. 263.
- ↑ Ma'arif, Tarikh- e Umumi-e Hadis, hlm. 263-264; Thabathabai, Musnad Newisi Dar Tarikh-e Hadis, hlm. 213-215.
Daftar Pustaka
- Agha Buzurh Tehrani, Muhammad Muhsin. Adz-Dzarī'ah Ilā Tashānīf as-Syī'ah. Beirut: Dar al-Adhwa'. Cet. 2, 1403 H.
- Amin, Sayyid Muhsin. A'yān as-Syī'ah. Beirut: Dar at-Ta'aruf Li al-Mathbu'at, 1403 H.
- Fadhli, Abdul Hadi. Ushūl al-Hadīts. Beirut: Yayasan Ummul Qura. Cet. 2, 1420 H.
- Faidh Kasyani, Muhammad Muhsin. Al-Wāfī. Isfahan: Perpustakaan Imam Amirul Mukminin Ali 'Alih as-Salam. Cet. 1, 1406 H.
- Husain Jalali, Muhammad Husain. Dirāsah Haul al-Ushūl al-Arba'ami'ah. Tehran: Yayasan al-A'lami.
- Ibn Syahr Asyub, Muhammad bin Ali. Ma'ālim al-'Ulamā' Fī Fehrest Kutub as-Syī'ah Wa Asmā' al-Mushannifīn Min Hum Qadīman Wa Hadītsan. Najaf: Percetakaan al-Haidariyyah. Cet. 1, 1380 H.
- Ma'arif, Majid. Tarikh-e Umumi-e Hadis Ba Ruikard-e Tahlili. Tehran: Kavir. Cet. 1, 1377 H.
- Mu'addab, Reza. Tarikh-e Hadis. Qom: Markaz Beinul Melal Tarjume Wa Nasyr-e al-Mushtafa. Cet. 2, 1388 HS/2010.
- Mudir Syaneci, Kazim. Tarikh-e Hadis. Tehran: Semat, 1382 HS/2004.
- Thabathabai, Sayyid Kadzhim. Musnad Newisi Dar Tarikh-e Hadis. Qom: Markaz-e Entesyarat-e Daftar-e Tablighat-e Eslami. Cet. 1, 1377 HS/1999.