Hasad

tanpa prioritas, kualitas: c
Dari wikishia

Akhlak


Ayat-ayat Akhlak
Ayat-Ayat IfkAyat UkhuwahAyat Istirja'Ayat Ith'amAyat Naba'Ayat Najwa


Hadis-hadis Akhlak
Hadis ''Qurb Nawafil''Hadis Makarim AkhlakHadis MikrajHadis ''junud aql'' dan ''jahl''


Keutamaan-keutamaan Akhlak
Rendah HatiKepuasanDermawanMenahan AmarahIkhlasLembutZuhud


Keburukan-keburukan Moral
CongkakTamakHasudDustaGibahGunjingkikirMendurhakai orang tuaHadis ''Nafs''Besar DiriMengupingMemutus hubungan silaturahmiPenyebaran Kekejian


Istilah-istilah Akhlak
Jihad NafsNafsu LawamahNafsu AmarahJiwa yang tenangPerhitunganMuraqabahMusyaratahDosaPelajaran AkhlakRiadat


Ulama Akhlak
Mulla Mahdi NaraqiMulla Ahmad NaraqiSayid Ali QadhiSayid Ridha BahauddiniDastgheibMuhammad Taqi Bahjat


Sumber Referensi Akhlak

Al-Qur'anNahjul BalaghahMishbah al-Syari'ahMakarim al-AkhlaqAl-Mahajjah al-Baidha' Majmu'atu WaramJami' al-Sa'adatMi'raj al-Sa'adahAl-Muraqabat

Hasad atau hasud (bahasa Arab: الحسد او الحسود) berarti keinginan untuk menghilangkan nikmat-nikmat dan hal-hal yang dimiliki orang lain. Kata hasad digunakan sebanyak empat kali dalam Alquran. Dalam buku-buku hadis dan dalam beberapa hadis dimuat penjelasan tentang ketercelaannya hasad, dorongan-dorongannya dan tanda-tanda serta faktor dan pengaruhnya. Hasad sudah dikaji dan dianalisa oleh para pakar ahli dan ulama dan berbagai alasan dan dalil untuk hal ini telah disebutkan diantaranya ketidakrelaan pada ketentuan Tuhan, keburukan batin dan adanya kesombongan. Untuk penyembuhan penyakit hasad, ulama akhlak telah memberikan beberapa solusi untuk hal ini diantaranya mengkaji dan menganalisa tentang kecederaan hasad, penguatan akal dan penguatan Iman serta memperhatikan akan hikmah-hikmah Ilahi. Dalam fikih hasad dianggap sebagai salah satu dosa besar. Namun, selama itu tidak diperaktikkan pada perbuatan dan tingkah laku maka sesuai dengan perintah hadis hal itu tidak perlu diungkap dan dianggap.

Pengertian Hasad

hasad adalah mendambakan hilangnya nikmat-nikmat dan kepemilikian dari orang lain dan hanya menghendaki nikmat-nikmat tersebut bagi dirinya sendiri. [1] Adanya karakter semacam ini dalam kepribadian seseorang terkadang berbarengan dengan upaya untuk menghancurkan kepemilikan orang lain. [2] Hasud atau kedengkian pada tingkat tertingginya dapat menyebabkan seseorang menderita karena kebahagiaan orang lain.[3] Sebagian ahli bahasa menyebut kata ini berakar dari حسدل (hasdal) bermakna kutu, sebagaimana kutu dapat melukai kulit badan seseorang serta mengisap darahnya, hasad pun melakukan hal serupa pada ruh dan jiwa orang yang hasud.[4]

Kata hasad dan kosa katanya digunakan dalam empat ayat dari Alquran, [catatan 1] Sebagian ayat-ayat juga dengan tanpa menggunakan kata hasad dan kosa katanya, telah menyampaikan pengertian dan pemahaman tentang hasad, [catatan 2] Dikatakan bahwa kata Baghy (بغی) dalam sebagian penerapannya dalam Alqran, memiliki bentuk makna hasad [5] dan menurut Suyuti [6] Baghy (بغی) dalam dialek Tamimi bermakna hasad. Fakhrur Razi [7] menyebutkan sebagian dari penerapan-penerapan Alquran yang di dalamnya telah dibicarakan tentang hasad.

kata Hasad banyak dimuat dalam banyak hadis-hadis Syiah dan Ahlusunah yang dinukil dalam mencela hasad serta penjelasan tentang motivasi dan tanda-tandanya. Dalam sebuah hadis terkenal, efek sikap tidak terpuji ini dalam merusak kebaikan-kebaikan seseorang diserupakan dengan efek api terhadap kayu bakar. [8] menurut hadis Nabi hasad merupakan di antara perilaku-perilaku tidak terpuji di mana tak ada seorang pun yang aman darinya. [9] dan dalam suatu hadis dari Imam Shadiq as [10] di katakan hasad adalah salah satu dari tiga perkara di mana tak ada seorang pun Nabi serta orang-orang yang lebih rendah dari itu yang aman darinya, tetapi mukmin tidak akan pernah berbuat (berperilaku) akibat hasad dan kedengkian (hasad) tidak terlibat dalam amal perbuatannya. Dalam suatu hadis lain, hasad merupakan dosa pertama yang dilakukan oleh Iblis di langit dan oleh Qabil di bumi. [11]

Perbedaan Ghibthah (Cemburu) dengan Hasad (Dengki)

Konsep ghibthah (Munafasah) berhubungan dengan hasad.[12] Perbedaan mereka ada pada hal ini bahwa seseorang dalam ghibtah tidak mendambakan hilangnya nikmat orang lain, melainkan hanya ingin mendapatkan pula nikmat tersebut. [13] Ghibtah, berkebalikan hasad, merupakan suatu sifat terpuji, [14] khususnya dalam suatu riwayat disebutkan secara jelas bahwa ghibtah adalah di antara sifat-sifat mukmin dan hasad adalah ciri-ciri orang munafik. [15]

Kaitan Mata Jahat dan Hasad

Prihal mata jahat dengan hasad memiliki keterkaitan yang cukup erat. Dalam sebagian riwayat, hubungan ini telah diisyaratkan [16] dan para Mufassir menyebut ayat 5 surah Al-Falaq yang berbicara tentang kedengkian orang-orang hasud, adalah berhubungan dengan hal ini.[17]

Hasad dalam Pandangan Para Ahli

Para cendekiawan muslim telah banyak menyinggung tentang hasad dan telah memberikan poin-poin penting tentangnya, akar-akarnya dan keistimewaan-keistimewaanya yang sebagai kelanjutannya adalah sebagai berikut:

Ibnu Arabi: Ia meyakini bahwa hasad sebagai karakter watak alami dan esensial yang tidak mungkin dihilangkan. [18]
Imam Gazali: Ia menganggap bahwa hasad pada dasarnya berakar dalam qalbu dan meyakini bahwa jika hasad dimunculkan dalam lisan dan perbuatan, maka saat itulah seseorang telah melakukan dosa ( مظلمه )dan dia harus meminta kehalalan ( یجب الاستحلال منها ), namun jika hasad masih berada dan menetap dalam qalbu, dalam kondisi ini manusia hanya melakukan suatu dosa antara dia dengan Tuhannya. [19]
Faidh Kasyani: Dengan memisahkan dua konsep hasad dan ghibthah (munafasah) pengertian hasad ketidaksenangan atas nikmat yang ada pada orang lain dan akan merasa senang jika kenikmatan itu hilang dan meyakini bahwa jika seseorang tanpa ada ketidaksenangan atas kenikmatan yang ada pada orang lain, sebagaimana itu diinginkan untuk dirinya sendiri maka itu dinamakan ghibthah dan munafasah. [20]
Mulla Ahmad Naraqi: Dia menganggap bahwa kedengkian sebagai subjek intra tematik dan meyakini bahwa setiap tema hasad akan diarahkan pada temanya sendiri dan tidak pada tema lainnya, karena tujuan dari pemilik satu tema adalah satu hal dan setiap masing-masing darinya merusak satu tema yang sama. Jadi seorang alim dia akan dengki dan cemburu dengan alim lainnya bukan pada pesalik atau penyembah dan pengusaha akan dengki dan cemburu dengan pengusaha juga, bukan kepada alim, kecuali ada sebab lain yang menyebabkan adanya hubungan dengannya. Naraqi meyakini bahwa kedengkian adalah semacam pesimisme dan prasangka buruk terhadap alam semesta dan alam penciptaan. Orang yang dengki, dia tidak tahu bahwa ada banyak berkah dan kenikmatan di bumi bagi semua orang. Dalam pandangannya, seseorang yang melakukan protes seperti ini tidak tahu bahwa dia sedang memprotes sistem penguasa alam semesta.[21]
Imam Khomaini: meyakini bahwa hasad atau iri hati adalah sebuah keadaan pikiran dan hewan, yang mana pemiliknya berharap kesempurnaan dan kenikmatan itu tercabut dari orang lain, baik kenikmatan itu dimilikinya sendiri atau tidak, baik kenikmatan itu untuk dirinya sendiri atau tidak. [22]

Dalil-dalil Hasad

Imam Khomaini dalam buku 40 hadis menyebutkan beberapa dalil di bawah ini sebagai penyebab munculnya rasa hasad:

  • Tidak rela dengan ketentuan Tuhan.
  • Keburukan dan kerusakan batin.
  • Merasa kosong dan terhina.
  • Adanya rasa congkak, bangga diri dan sombong.
  • Menampakkan ketakjuban akan kepemilikan orang lain.
  • Takut kehilangan apa yang dimiliki.
  • Cinta kedudukan dan kepemimpinan.
  • Adanya semangat perselisihan.[23]

Tanda-tanda Hasad

Untuk mengetahui Hasad dalam diri manusia, berikut ini tanda-tanda penjelasannya:

  • Tidak suka akan sampainya kenikmatan pada orang lain, tanpa menunjukkan interaksi.
  • Ghibah dan mencari kesalahan di balik orang yang dihasudi.
  • Permusuhan dan penggagalan.
  • Tidak baik atau memutus hubungan dengan orang-orang dan menyembunyikan sifat-sifat yang menonjol dari orang lain.
  • Mengelu-elu dan memberi sanjungan di hadapan orang yang dihasudi.[24]

Pengaruh dan Efek Hasad

Sesuai dengan ayat-ayat dan riwayat-riwayat, sebagian dari Konsekuensi hasad adalah sebagai berikut:

  • Jiwanya tidak tenang.[25]
  • Penyakit raga.[26]
  • Senantiasa berhasrat.[27]
  • Kehilangan teman.[28]
  • Menyakiti diri sendiri.[29]
  • Menghilangkan keimanan.[30]
  • Memperbanyak dosa.[31]
  • Kesengsaraan abadi. [32]
  • Merusak amal perbuatan.[33]

Cara Pengobatan Hasad

Ulama akhlak, menyebutkan dua cara praktis dan teoritis guna mengobati penyakit hasad. [34] yang mana sebagaian dari cara-cara itu adalah sebagai berikut:

  • Memikirkan tentang pencederaan-pencederaan yang dilakukan hasad terhadap ruh dan jiwa.
  • Memikirkan tentang mara bahaya hasad secara moril dan agama.
  • Memperkuat iman dan memperhatikan pada hikmah Allah.
  • Mengenang kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan kepadanya.
  • Mengenang orang-orang yang memiliki banyak kesulitan secara lahir.
  • Memperkuat kekuatan akal.
  • Memperkuat tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hasad.[35]
  • Mengadakan kontak spiritual dengan Tuhan dan memperhatikan dengan cara tawasul dan tawakal.[36]

Bahayanya Hasad bagi Orang-orang Alim

Dalam riwayat-riwayat Syiah, bahaya kedengkian dan hasad bagi ulama Islam agama telah disebutkan lebih dari yang lain: dimuat dalam sebuah hadis yang dinukil dari Nabi, terdapat enam kelompok dikarenakan enam sifat sebelum dihisab mereka masuk ke dalam api neraka. Mereka berkata, "Ya Nabi Allah!" Siapa mereka? Nabi berkata: Mereka adalah para penguasa kelaliman mereka, orang-orang Arab demi kefanatikan mereka (yang tidak pas), para pemimpin desa karena kesombongan mereka, para pedagang karena pengkhianatan (kepada para penduduk) dan orang-orang desa karena kejahilan serta bagi para ilmuwan karena kedengkian mereka. [37]

Hukum Fikih Hasad

Sesuai dengan apa yang dimuat dalam buku Jawahir, kedengkian, jika terjadi dalam ucapan atau perbuatan maka terhitung sebagai perbuatan dosa besar dan hukumnya haram dan jika hanya sekedar terlintas dalam hati, tanpa berefek atasnya maka hal itu tidak haram.[38] Mulla Muhsin Faidh Kasyani, menganggap hasad sebagai penghalang untuk diterimanya salat dan meyakini bahwa menampakkan kedengkian menyebabkan hilangnya keadilan dan percaya bahwa kesaksian orang yang dengki tidak diterima. [39]

Tercabutnya Hukum Hasad dari Kaum Mukminin

Berdasarkan hadis raf' salah satu di antara anugrah-anugrah dan karunia Tuhan kepada kaum mukminin adalah mengabaikan (seakan tidak melihat) dosa hasud mereka. Perlu rujukan Dalam penjelasan hadis ini, khususnya dengan memperhatikan celaan keras terhadap hasad dalam budaya Islam, dikatakan bahwa yang dimaksud hasad di sini adalah hasad dalam tingkatan qalbu yang tidak tampak di luar dan tidak punya hukuman.

Monografi

Mengenai kedengkian telah ditulis buku-buku dalam bahasa Persia dan Arab. Beberapa di antaranya adalah:

  • Hasad, Sayid Baqir Khusrusyahi, sayid Ridha Sadr, Qom, penerbitan Bustane Kitab, 1393 SH.
  • Al-Hasad Afatul Amalis Shalih, (bahasa Arab), Shahib Mahdi Hasani hilli, Beirut, Darul Mahajjatil Baidha', 1378 H.

Catatan Kaki

  1. Arastu (Aris Toteles), Akhlaq NikumaKhusi, jld.1, hlm.71.
  2. Yahya bin Ady, Tahdzibul Akhlaq, jld.1, hlm.19.
  3. Najafi, Jawahirul Kalam, jld.41, hlm.52.
  4. Lihat Zubaidi, Tajul Arus, di bawah kata hasad.
  5. Lihat Damgani, al-Wujuh wa an-Nazhair fil Qur'an, jld.1, hlm. 166.
  6. Suyuti, jld. 2, hlm. 121
  7. Fakhr Razi, pada Al-Baqarah: 109
  8. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah jld. 2, hlm. 1408; Abu Dawud, jld. 4, hlm. 276.
  9. Hurrul Amili, Wasailus Syiah, jld.15, hlm.339.
  10. Kulaini, Ushulul Kafi, jld. 8, hlm. 108
  11. Mawardi, Adabud Dunya waddin, jld.1, hlm. 261
  12. Ghazali, Ihya Ulumuddin, jld. 3, hlm. 202-203
  13. Naraqi, Jamius Sa'adat, jld. 2, hlm. 202-203.
  14. Lihat Mawardi, Adabud Dunya waddin, jld.1, hlm. 262.
  15. Majlisi, Biharul Anwar, jld.70, hlm.250.
  16. Majlisi, Biharul Anwar, jld.70, hlm.253.
  17. Fakhrur Razi, Tafsir Kabir, di bawah surah al-Falaq, ayat 5.
  18. Silahkan rujuk: Gauharin, Syarh Ishtilahat Tashawwuf, jld. 4, hlm. 213.
  19. Ghazali, 1417, jld. 3, hlm. 204-206.
  20. Faidh Kasyani, al-Haqaiq, jld.1, hlm.171.
  21. Naraqi, Mi'raju Sa'adah, hlm. 447.
  22. Imam Khomaini, Syrah Cihl Hadis, hlm.105.
  23. Imam Khomaini, Cihl Hadis, hlm.107.
  24. Shaduq, al-Khishal, hlm.121.
  25. Imam Ali as:سْوَءُ النَّاسِ عَیْشا اَلْحَسُودُ Sejelek-jeleknya orang dari sisi kehidupannya adalah orang yang hasud.
  26. Imam Ali as:الْحَسَدُ لَا یَجْلِبُ إِلَّا مَضَرَّةً وَ غَیْظاً یُوهِنُ قَلْبَکَ وَ یُمْرِضُ جِسْمَکَ Hasad tidak menciptakan kecuali kerugian dan kemurkaan dalam diri manusia, yang mana ini saja akan menyebabkan kelemahan hati dan matamu.
  27. Imam Ali as:الْحَسُودُ کَثِیرُ الْحَسَرَاتِ مُتَضَاعِفُ السَّیِّئَاتِ Orang yang hasud banyak berhasrat dan bersedih dan dosa-dosanya bertambah berkali lipat.
  28. Imam Ali as:الْحَسُودُ لَا خُلَّةَ لَه Orang yang hasud tidak memiliki teman dan kawan.
  29. Imam Shadiq as: الْحَاسِدُ مُضِرٌّ بِنَفْسِهِ قَبْلَ أَنْ یُضِرَّ بِالْمَحْسُودِ کَإِبْلِیسَ أَوْرَثَ بِحَسَدِهِ بِنَفْسِهِ اللَّعْنَةَ وَ لآِدَمَ الِاجْتِبَاءَ وَ الْهُدَی Orang yang hasud sebelum melakukan tindakan yang merugikan kepada orang yang dihasudi, dia telah melakukan kerugian pada dirinya sendiri, seperti Iblis yang dengan hasadnya telah menciptakan pelaknatan untuk dirinya sendiri dan kelanjutan bagi Adam adalah keterpilihan dan petunjuk.
  30. Imam Baqir as: إِنَّ الرَّجُلَ لَیَأْتِی بِأَیِّ بَادِرَةٍ فَیُکَفَّرُ وَ إِنَّ الْحَسَدَ لَیَأْکُلُ الْإِیمَانَ کَمَا تَأْکُلُ النَّارُ الْحَطَبَ Sesungguhnya seorang laki-laki akan dihadirkan pada hari kiamat dengan segala goncangan amal perbuatan dan lisan yang keluar darinya; maka semua dosanya akan terampuni kecuali hasad, sesungguhnya hasad melumat iman, sebagaimana Api melumat kayu bakar.
  31. Imam Ali as: الْحَسُودُ کَثِیرُ الحَسَرَاتِ، وَ مُتَضَاعَفُ السَیِّئَاتِ Orang yang hasud sangat berhasrat dan bersedih dan dosa-dosanya akan semakin bertambah.
  32. Imam Ali as: ثَمَرَةُ الْحَسَدِ شَقَاءُ الدُّنْیَا وَ الآْخِرَةِ Akhir dari Hasad adalah kesengsaraan dunia dan akhirat.
  33. Nabi besar Islam: لْحَسَدُ یَأْکُلُ الْحَسَنَاتِ کَمَا تَأْکُلُ النَّارُ الْحَطَبَ Hasad melumat kebaikan-kebaikan, sebagaimana Api melumat kayu bakar.
  34. Lihat: Faidh Kasyani, jld. 5, hlm. 342-348; Naraqi, jld. 2, hlm. 212-215
  35. Kulaini, al-Kafi, jld. 2, hlm. 307; Wasailus Syiah, jld.15, hlm.366; Mustadrakul wasail, jld.12, hlm.20; dan Kimiyae Sa'adat dan mMi'raj Sa'adat, pembahasan hasad.
  36. Shahifah Sajjadiyah, hlm.56,کان من دعائه (ع) فی الاستعاذة من المکاره و سیئی الاخلاق و مذام الافعال:اللهم انی اعوذ بک من هیجان الحرص و سورة الغضب و غلبة الحسد.
  37. Faidh Kasyani, al-Mahajjatul Baidha', jld.5, hlm.327.
  38. Shahib Jawahir, Jawahirul Kalam, jld. 41, hlm. 52-53.
  39. Faidh Kasyani, Mafatihus Syarai', jld. 2, hlm. 25.

Daftar Pustaka

  • Al-Qur'an
  • Abdurrahman Bin Abi Bakr Suyuti, al Itqan Fi Ulum al Quran, Cetakan Muhammad Abu al Fadl Ibrahim, Kairo 1967, Cetakan Afits Qom 1363 S.
  • Abu al Futuh Razi, Raudha al-Jinan wa Ruh al-Jinan fi Tafsir al-Qur'an, Cetakan Muhammad Ja'far Yahqi dan Muhammad Mahdi Nashih, Mashad 1986-1995.
  • Ahmad Bin Muhammad Maidani, Majma al Amtsal, Mashad 1987.
  • Ahmad Bin Muhammad Tsa'labi, al Kasyf Wa al Bayan, al Ma'ruf Tafsir al Tsa'labi, Cetakan Ali Asyur, Beirut 1422 H.
  • Ali Akbar Dekhuda, Amtsal Wa Hukm, Tehran 1363 S.
  • Ali Bin Muhammad Jurjani, Kitab al Ta'rifat, Percetakan Gustov Flogel, Lafzing 1845, Cetakan Afist Beirut 1978.
  • Ali Bin Muhammad Mawardi, Adab al Dunya Wa al Din, Cetakan Mostafa Saqa, Kairo 1407/1986. Cetakan Afist Beirut, Tanpa tanggal.
  • Aresto, Akhlak Nikomakhos, Terjemahan Muhammad Hasan Lutfi, Tehran 1999.
  • Hubaisy Bin Ibrahim Taflisi, Wujuh Quran, Cetakan Mahdi Muhaqqiq, Tehran 1980.
  • Husain Bin Muhammad Damghani, al Wujuh Wa al Nadzair fi al Quran, Cetakan Akbar Behruz, Tabriz 1987.
  • Husain Bin Muhammad Raghib Isfahani, al Mufradat fi Gharib al Quran, Cetakan Muhammad Sayyid Kailani, Beirut, Tanpa tanggal.
  • Ibid, Kimia Saadat, Cetakan Husain Khudiyujam, Tehran 1364 S.
  • Ibnu Arabi, al-Futuhat al-Makkiyah, Percetakan Usman Yahya, Kairo, Sefr 2, 1405/1985, Sefr 4, 1395/1975.
  • Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Percetakan Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kairo 1373/1954, Cetakan Afist, Beirut, Tanpa tanggal.
  • Ibnu Manzur, Lisan al Arab, Cetakan Ali Syiri, Beirut 1412 H.
  • Imam Khomeini, Syarh Chehel Hadits (Arbain Hadits), Tehran, 1994.
  • Kulaini, Muhammad Ya'qub, al Kafi, Cetakan Ali Akbar Gafari, Beirut 1401.
  • Majlisi, Muhammad Baqir Bin Muhammad Taqi, Bihar al Anwar, Beirut 1403 H.
  • Muhammad Bin Ahmad Azhari, Tahzib al Lughah, jld. 4, Cetakan Abdul Karim Uzbavi, Kairo, Tanpa tanggal.
  • Muhammad Bin Muhammad Gazali, Ihya Ulum al Din, Beirut 1417/1996.
  • Muhammad Bin Muhammad Zubaidi, Taj al Aruz Min Jawahir al Qamus, Cetakan Ali Syiri, Beirut 1414 H.
  • Muhammad Bin Syah Murtadha Feidh Kasyani, al Mahajjah al Baidha Fi Tahzib al Ihya, Cetakan Ali Akbar Gafari, Beirut 1403 H.
  • Muhammad Bin Umar Fahr Razi, al Tafsir al Kabir, Beirut 1421 H.
  • Muhammad Mahdi Bin Abi Dzar Naraqi, Jami al Saadat, Cetakan Muhammad Kalontar, Najaf 1387/1967, Cetakan Afist Beirut, Tanpa tanggal.
  • Shadiq Gauharin, Syarh Ishtilahat Tashawuf, Tehran 1367-1378 S.
  • Sulaiman Bin Asy'ats Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Cetakan Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Kairo, Tanpa tanggal. Cetakan Afist, Beirut, Tanpa tanggal.
  • Thabari , Muhammad Bin Jarir, Jami al Bayan An Ta'wil Ayy al Quran, Mesir 1373/1954.
  • Thusi, Muhammad Bin Hasan, al Tibyan Fi Tafsir al Quran, Cetakan Ahmad Habib Qushair Amili, Beirut [Tanpa tanggal].
  • Wahbah Mostafa Zuhaili. Al Tafsir al Munir Fi al Aqidah Wa al Syariah Wa al Manhaj, Beirut 1418/1998.
  • Yahya Bin Adi, Tahzib al Akhlak, dengan pengantar, edit, terjemah, catatan kaki Muhammad Damadi, Tehran 1986.


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "catatan", tapi tidak ditemukan tag <references group="catatan"/> yang berkaitan