Judi

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia

Furu'uddin

Salat

Wajib: Salat JumatSalat IdSalat AyatSalat Mayit


Ibadah-ibadah lainnya
PuasaKhumusZakatHajiJihadAmar Makruf dan Nahi MungkarTawalliTabarri


Hukum-hukum bersuci
WudhuMandiTayammumNajasatMuthahhirat


Hukum-hukum Perdata
PengacaraWasiatGaransiJaminanWarisan


Hukum-hukum Keluarga
PerkawinanPerkawinan TemporerPoligamiTalakMaharMenyusuiJimakKenikmatanMahram


Hukum-hukum Yudisial
Putusan HakimBatasan-batasan hukumKisas


Hukum-hukum Ekonomi
Jual Beli (penjualan)SewaKreditRibaPinjaman


Hukum-hukum Lain
HijabSedekahNazarTaklidMakanan dan MinumanWakaf


Pranala Terkait
BalighFikihHukum-hukum SyariatBuku Panduan Fatwa-fatwaWajibHaramMustahabMubahMakruhDua Kalimat Syahadat

Judi atau Perjudian (bahasa Arab: القمار) adalah satu jenis permainan di mana di dalamnya disyaratkan bahwa yang kalah harus membayar sebagian uang atau hartanya kepada pemenangnya. Semua fukaha mengatakan bahwa perjudian adalah hal yang haram; sejatinya, bertaruh pada kompetisi berkuda, menembak, dan permainan anggar tidak dianggap sebagai perjudian. Menurut fatwa para fakih, bermain dengan perangkat judi, baik dengan atau tanpa taruhan, hukumnya haram.

Salah satu alasan para fakih mengharamkan perjudian adalah ayat 90 surah al-Maidah, di mana berjudi di dalamnya diperkenalkan sebagai yang perbutan keji dan praktek setan. Para fukaha mengharamkan memakan makanan yang diperoleh dari jalan perjudian dan meyakini bahwa kesaksian seorang penjudi tidak diterima. Menurut pandangan para fakih, uang yang diperoleh melalui perjudian harus dikembalikan kepada pemiliknya.

Pengertian

Dalam buku-buku fikih telah dijelaskan beragam definisi perjudian. Menurut penuturan Syaikh Anshari, berjudi adalah permainan dengan alat-alat khusus di mana di situ terdapat sesuatu yang dijadikan sebagai jaminan (untuk dibayarkan kepada pemenang).[1]

Sebagian dari para fakih lainnya menganggap bahwa setiap permainan apa pun yang menngunakan peralatan judi, baik itu dalam bentuk taruhan maupun tidak, maka itu termasuk perjudian.[2] Ali Misykini, dalam buku Musthalahat al-Fiqh, mendefinisikan perjudian sebagai satu permainan di mana yang kalah disyaratkan membayar sesuatu kepada pemenang.[3]

Sejatinya, para fakih tidak menganggap setiap taruhan adalah perjudian. Menurut fatwa mereka, bertaruh pada kompetisi berkuda, menembak, dan permainan anggar tidak dianggap sebagai perjudian. Seluruh permainan ini dalam fikih disebut dengan istilah kompetisi (Sabq) (kompetisi berkuda) dan pelontaran (Rimayah) (kompetisi menembak).[4]

Hukum Fikih Perjudian

Menurut penuturan Syaikh Murtadha Anshari dan Shahib al-Jawahir, para fakih sepakat secara ijmak atas keharaman perjudian dan Alquran serta riwayat-riwayat yang mutawatir menunjukkan keharamannya.[5]

Ayat yang dijadikan sandaran dalam hal ini adalah ayat 90 Surah Al-Ma'idah, di mana di situ kata "maysir" diperkenalkan sebagai perbuatan keji dan perbuatan setan: [catatan 1]sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. [6]

Menurut beberapa riwayat, yang dimaksud dengan kata itu adalah judi. Misalnya, dalam satu riwayat dari Imam al-Baqir as yang dimuat dalam kitab al-Kafi, ketika ayat ini diturunkan, Nabi saw ditanya: Apa maksud dengan maysir? Nabi saw menjawab: Segala sarana apa pun yang digunakan untuk berjudi.[7] Demikian juga dalam kitab yang sama, Kulaini juga mengutip dari Imam Ridha as bahwa maysir adalah perbuatan judi.[8]

Perangkat Judi

Perangkat judi atau perjudian adalah peralatan yang sering digunakan untuk bermain judi.[9] Dalam buku-buku fikih, barang peralatan seperti catur[10], backgammon[11], kartu AS dan biliar dibahas sebagai perangkat perjudian.[12]

Kebanyakan fukaha klasik, seperti Syaikh Shaduq, mengharamkan permainan catur; akan tetapi, sebagian fukaha kontemporer, seperti Imam Khomaini, berkeyakinan bahwa jika catur tidak diakui sebagai bagian dari perangkat judi, maka bermain dengannya tidak diharamkan.

Menurut fatwa sebagian besar para fakih, bermain dengan perangkat judi, baik dengan atau tanpa taruhan, dihukumi haram.[13] Begitu juga, fukaha melarang untuk membuat perangkat alat judi, melakukan jual beli, dan menyewakannya.[14]

Pengecualian

Para fakih tidak memasukkan taruhan di dalam kompetisi berkendara seperti perlombaan menunggang kuda dan menunggang unta, menembak dan bermain anggar pada hukum fikih perjudian.[15] Mereka dengan bersandar dan berdalilkan pada beberapa riwayat, tidak menganggap kasus-kasus ini sebagai perjudian, meskipun itu adalah taruhan.[16]

Hukum-Hukum dan Aturan Perjudian

Berdasarkan pada apa yang termaktub dalam kitab-kitab fikih, sebagian hukum dan aturan perjudian adalah sebagai berikut:

  • Haram hukumnya memakan makanan yang diperoleh melalui perjudian.[17]
  • Kesaksian seorang penjudi tidak diterima.[18]
  • Belajar berjudi diharamkan.[19]
  • Uang atau harta yang dihasilkan dari judi, tidak sah (tidak halal) dan harus dikembalikan kepada pemiliknya.[20]

Filosofi Keharaman Judi

Allah swt dalam Alquran, memperkenalkan perjudian sebagai alat yang ada di tangan setan untuk menciptakan permusuhan dan kebencian di antara orang-orang beriman dan membuat mereka melupakan Allah. Allah berfirman: إِنَّما يُريدُ الشَّيْطانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَداوَةَ وَ الْبَغْضاءَ فِي الْخَمْرِ وَ الْمَيْسِرِ وَ يَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَ عَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ; "Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan salat; maka apakah kamu tidak menghentikannya? (dari mengerjakan pekerjaan itu)."[21]

catatan

  1. الْخَمْرُ وَ الْمَيْسِرُ وَ الْأَنْصَابُ وَ الْأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ

Catatan Kaki

  1. Syaikh Anshari, Makasib, hlm. 371
  2. Syaikh Anshari, Makasib, hlm. 371
  3. Misykini, Musthalahat al-Fiqh, hlm. 430
  4. Untuk percontohan lihat: Thabathabai Hairi, Riyadh al-Masalil, jld.10, hlm.233
  5. Syaikh Anshari, Makasib, jld.1, hlm.371; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 22, hlm.209
  6. Untuk percontohan lihat: Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 22, hlm.209
  7. Kulaini, al-Kafi, jld.5, hlm.122 dan 123
  8. Kulaini, al-Kafi, jld.5, hlm.124
  9. Muassasah Dairatu al-Ma'arif Fiqh Islami, Farhangge Fiqh, jld.1, hlm.152
  10. Syaikh Anshari, Makasib, jld.1, hlm. 372
  11. Syaikh Anshari, Makasib, jld.1, hlm. 372
  12. Makarim Shirazi, Istifta'at Jadid, jld.2, hlm. 238
  13. Muassasah Dairatu al-Ma'arif Fiqh Islami, Farhangge Fiqh, jld.1, hlm.153
  14. Muassasah Dairatu al-Ma'arif Fiqh Islami, Farhangge Fiqh, jld.1, hlm.153
  15. Thabathabai Hairi, Riyadh al-Masalil, jld.10, hlm.233 sampai 235; Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 41, hlm.56
  16. Thabathabai Hairi, Riyadh al-Masalil, jld.10, hlm.233 sampai 235
  17. Najafi, Jawahir al-Kalam, jld. 22, hlm.109
  18. Syaikh Mufid, al-Muqni'ah, hlm. 726; Hilli, al-Jami' li al-Syarai', hlm.539; Syaikh Thusi, al-Nihayah, hlm.325
  19. Muhaqiq Hilli, Syarayi' al-Islam, jld.2, hlm.4
  20. Thabathabai Hairi, Riyadh al-Masalil, jld.8, hlm.170
  21. Q.S. al-Maidah, ayat 91

Daftar Pustaka

  • Hilli, Yahya bin Said. Al-Jami' li al-Syarai'. Qom. Muassasah Sayid al-Syuhada al-Ilmiah, cet. Pertama. 1405 H.
  • Khui, Sayid Abul Qasim. Mausu’ah al-Imam Khui, Muassasah Ihya Atsar al-Imam Khui. Cet. Pertama. 1418 H.
  • Muassasah Dairatu al-Ma'arif Fiqh Islami, Farhangge Fiqh Muthabiq ba Mazhabe Ahlebeit as. Muassasah Dairatu al-Ma'arif Fiqh Islami. 1385 HS.
  • Muhaqiq Hilli, Syarayi' al-Islam fi Masail al-Halal wa al-Haram. Riset dan editor: Abdul Husein Muhamad Ali Baqqal. Qom. Ismailiyan, cet. Kedua. 1408 H.
  • Najafi, Muhammad Hasan. Jawahir al-Kalam fi Syarhi Syarai’ al-Islam. Beirut. Dar Ihya al-Turats al-Arabi. Cet. Ketujuh. 1404 H.
  • Syaikh Anshari, Murtadha. Kitab al-Makasib al-Muharramah wa al-Bai’ wa al-Khiyarat. Qom. Kongres Internasional Peringatan Besar Syaikh Azam Anshari. Cet. Pertama. 1415 H.
  • Thabathabai Hairi, Sayid Ali. Riyadh al-Masalil fi Tahqiq al-Ahkam bi al-Dalail. Qom. Alu al-Bait. Cet. Pertama. 1413H.
  • Kulaini, Muhammad bin Yakub. Al-Kafi. Riset: Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi. Teheran. Dar al-Kutub al-Islamiyah. Cet. Keempat. 1407 H.
  • Makarim Shirazi, Nashir. Istifta'at Jadid. Qom. Penerbitan Madrasah Imam Ali bin Abi Thalib. Cet. Kedua. 1427 H.
  • Misykini, Ali. Musthalahat al-Fiqh. Qom. Al-Hadi. Cet. Ketiga. 1381 HS.
  • Syaikh Mufid, Muhammad bin Muhammad. Al-Muqni'ah. Qom. Kongres Internasional Syaikh Mufid Milenium. Cet. Pertama. 1413 H.