Saddam Hussein

Prioritas: c, Kualitas: b
tanpa navbox
tanpa alih
tanpa referensi
Dari wikishia


Saddam Hussein (bahasa Arab:صدام حسين ) (1937-2006) adalah presiden Irak dari tahun 1979 hingga 2003. Saddam adalah tokoh terkemuka dari partai Baath Irak. Pada tahun 1968, setelah kudeta Partai Baath, ia menjadi wakil presiden dan pada tahun 1979, ia menjadi presiden Irak.

Saddam sangat mementingkan nasionalisme Arab atau pan-Arabisme dan percaya bahwa untuk melakukan sebuah revolusi, seseorang harus melihat lebih jauh kelaur dari batasan agama. Dia membatasi peringatan-peringatan dukacita kaum Syiah dan melarang prosesi Longmarch Arbain. Saddam juga berusaha keras melemahkan lembaga keagamaan dan hauzah. Sayid Muhsin Hakim menyebut para pemimpin partai Baath, termasuk Saddam, adalah orang-orang musyrik.

Saddam mengeksekusi ribuan lawannya. Pemberontakan yang terjadi pada masa pemerintahannya dapat dipadamkan dengan kejam. Dia menggunakan bom kimia di Irak dan Iran untuk membunuh atau melukai puluhan ribu warga sipil. Majalah New York Times menganggap Saddam sebagai salah satu tokoh paling kejam di abad ini.

Saddam memulai perang melawan Iran pada tahun 1980. Perang ini berlangsung sekitar delapan tahun, dengan sekitar 400.000 orang terbunuh dari kedua pihak, dan kerugian ratusan miliar dolar ditanggung kedua negara. Saddam kemudian menyerang Kuwait pada bulan Agustus 1990 dan setelah beberapa bulan, ia terpaksa mundur akibat serangan pasukan sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

Amerika Serikat menginvasi Irak pada tanggal 20 Februari 2003. Saddam ditangkap oleh pasukan Amerika pada tahun 2004, dan dieksekusi pada tahun 2005 dengan vonis telah melakukan pembunuhan massal di Dujail.

Biografi

Saddam Hussein lahir pada tanggal 28 April 1937[1] atau 8 Ordibehesht 1316 HS[2] di Al-Awja, sebuah distrik di Tikrit.[3] Di masa kecilnya, Saddam menghabiskan waktunya dengan menggembala ternak bersama ayah tirinya.[4] Dia tumbuh dibawah pengasuhan ibu dan ayah tirinya. Kemudian dia pergi ke Bagdad menemui pamannya Khairullah Talfah. [5] Dia mengikuti ujian masuk perguruan tinggi perwira, tetapi karena nilainya yang buruk, dia gagal untuk diterima.[5]

Keluarga

Pada tahun 1963, Saddam menikahi Sajidah, putri dari pamannya. Hasil dari pernikahan ini adalah 2 orang putra bernama 'Adi dan Qadhi serta 3 orang putri.[6] Husain Kamel dan saudara laki-lakinya Saddam Kamel merupakan menantu Saddam yang melarikan diri ke Yordania pada tahun 1996 setelah berselisih dengan keluarga Saddam dan terbunuh saat mereka kembali ke Irak. Setelah pendudukan Irak, Adi dan Qadhi dibunuh oleh pasukan Amerika dan ketiga putrinya menjadi pengungsi di Yordania bersama ibu mereka.[7] Saddam juga menikah dengan Samirah Syah Bandar dan hasil dari pernikahan ini adalah seorang putra bernama Ali. [9]

Saddam dan Partai Baath

Saddam bergabung dengan Partai Baath Irak di masa mudanya.[8] Partai Baath didirikan di Suriah pada tanggal 7 April 1947 oleh Michel Aflaq dari Suriah [catatan 1] dan Salahuddin Bithar, dengan slogan nasionalisme Arab, dan menarik perhatian kaum muda negara-negara Arab, termasuk Irak.[9]

Partai Baath memutuskan untuk membunuh Perdana Menteri Abdul Karim Qasim (pada tanggal 7 Oktober 1959) dan Saddam adalah salah satu orang yang dipilih untuk melakukan misi ini. Upaya pembunuhan ini tidak berhasil dan Saddam terluka dalam upaya tersebut dan melarikan diri ke Suriah dan kemudian ke Mesir. Ia dijatuhi hukuman mati secara in-absensia. [12] Akhirnya pada tahun 1963, ia kembali ke Bagdad.[10] Saddam dipenjarakan pada tahun 1964 setelah kudeta yang gagal partai Baath terhadap Abd al-Salam Arif, dan berhasil melarikan diri dari penjara pada tahun 1966 dan memulai kehidupan rahasianya.[11]

Akhirnya, Partai Baath yang dipimpin oleh Ahmad Hassan al-Bakr melancarkan kudeta pada tahun 1968 dan merebut kekuasaan.[12] Saddam terpilih sebagai wakil al-Bakr pada tahun 1968.[13] Pada tahun 1979, al-Bakr mengundurkan diri atas paksaan Saddam, sehingga Saddam Hussein menduduki jabatan sebagai presiden Irak, panglima tertinggi angkatan bersenjata dan sekretaris jenderal partai Baath.[14] Nasionalisasi industri minyak Irak terjadi pada masa Ahmed Hassan al-Bakr dan wakil presiden Saddam. [18]

Pengaruh Etnis dan Agama

Saddam dengan pakaian Arab

Partai Baath di bawah kendali Saddam Hussein memiliki tiga slogan utama: persatuan, kebebasan dan sosialisme. [19] Etnis dan nasionalisme juga memainkan peran yang sangat penting di kalangan Baath. Karena alasan ini, para peneliti percaya bahwa para penguasa Irak tidak memiliki kepedulian yang nyata terhadap agama dan mazhab, dan dalam struktur aturan, hukum dan pemerintahan Irak, agama dan ulama tidak mendapat banyak tempat. [20]

Sebelum berkuasa, Partai Sosialis Baath memuji dan menghormati agama, namun setelah berkuasa, partai ini menentang agama. [21]

Partai ini menganggap Islam sebagai agama dan gerakan Arab yang tujuannya adalah pembaruan dan penyempurnaan Arabisme. [22] Saddam adalah penganut mazhab Sunni [23] dan meskipun ia berusaha menunjukkan dirinya religius, [24] ia percaya bahwa ia harus melihat melampaui agama untuk mengambil jalan kemajuan revolusioner. [25] Saddam percaya bahwa pemerintah tidak boleh menonjolkan karakter apapun dari salah satu mazhab demi persatuan nasional. [26]

Saddam meyakini filosofi partai Baath adalah filosofi duniawi dan bukan filosofi agamis. Namun, di permukaan, ia menyatakan bahwa partai tidak boleh menolak keyakinan agama masyarakat. [27]

Sepeninggal Sayid Muhsin Hakim, pemimpin Hauzah Ilmiah Najaf, Saddam melakukan banyak upaya untuk melemahkan dan menghancurkan hauzah ini. [28] Imam Khomeini percaya bahwa Saddam Hussein adalah seorang yang hipokrit, orang yang mencoba menghancurkan Islam dan Hauzah Ilmiah Najaf. [29]

Sayid Muhsin Hakim, seorang ulama marja besar Syiah pada masanya, menganggap para pemimpin partai Baath, termasuk Saddam, sebagai orang musyrik. [30] Imam Khomeini juga menyebutkan fatwa yang sama. [31]

Larangan Acara-acara keagamaan

Sayid Muhammad Sadr:

“Penguasa (Saddam) ini, yang memerintah rakyat dengan kekerasan dan melarang mereka mendapatkan hak dan kebebasan asasi mereka, yaitu melarang melakukan upacara keagamaan, tidak mungkin untuk dibiarkan berlanjut. Tidak boleh memerintah rakyat dengan kekerasan dan pemaksaan." [32]

Beberapa waktu berlalu setelah partai Baath berkuasa di Irak, penyelenggaraan majelis-majelis keagamaan pengikut mazhab Syiah kerap dihadapkan dengan masalah dan pelarangan. [33] Pemerintah Irak mengeluarkan perintah pada tahun 1977 pada masa kepresidenan Hassan al-Bakr dan wakil presiden pertama Saddam Hussein dan perintah ini terus berlanjut selama pemerintahan Partai Baath tetap berkuasa. Perintah ini membatasi dan terkadang melarang aktivitas memperingati syiar-syiar Imam Husain as termasuk melarang segala jenis prosesi serta ritual berjalan kaki ke Karbala pada momen peringatan Arbain. Demikian pula penyelenggaraan acara berkabung Imam Husain as pada Hari Asyura juga sangat terbatas dan hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu. [34]

Penentangan pemerintah terhadap tuntutan komunitas Syiah dalam menyelenggarakan ritual ini menyebabkan konflik dan pemberontakan, termasuk diantarannya aksi perlawanan yang paling penting adalah Intifadah Safar pada tahun 1977. [35]

Deportasi Warga Iran

Pemerintahan Baath yang dipimpin oleh Hassan al-Bakr dan wakil presiden Saddam Hussein, mengikuti politik nasionalisme Arab, mereka mengeluarkan undang-undang yang membatasi dan mempersulit aktivitas warga Iran di Irak. [36] Pada musim dingin tahun 1971, mereka mendeportasi sejumlah besar orang orang Iran yang tinggal di Irak yang kebanyakan dari mereka adalah pelajar agama dan ulama Iran. Pada tahun 1975, sebagian besar warga Iran lainnya turut dideportasi. [37]

Sekitar tahun 1980 proses deportasi warga Irak berkebangsaan Iran terus berlanjut. [38] Sebagian besar dari kelompok ini adalah orang kaya dan pengusaha dan setelah mendeportasi mereka, pemerintah Irak melanjutkan penyitaan harta benda mereka dan dengan cara ini rezim memperoleh lebih dari tiga miliar dolar. [39]

Beberapa peneliti kontemporer menganggap perilaku penguasa Irak seperti ini sebagai salah satu perilaku paling kejam terhadap kelompok minoritas yang telah tinggal di Irak selama bertahun-tahun bahkan terkadang sejak dari beberapa generasi dan memainkan peran penting dalam pembangunan di Irak. [40]

Saddam dan Palestina

Karena penekanannya pada ras Arab, Saddam banyak mengangkat isu pembebasan Palestina.[15] Ia percaya bahwa Palestina adalah tanah Arab, kiblat pertama umat Islam dan tempat suci ketiga bagi umat Islam[16] Saddam mengklaim bahwa selama Al-Quds masih berada di tangan kelompok Zionis, maka siapakah orang yang berani dan mampu mengklaim bahwa dia seorang mukmin dan yakin salatnya diterima oleh Allah swt.[17]

Di tengah perang Kuwait berlangsung, ketika koalisi AS memaksa Irak meninggalkan Kuwait, Saddam menembakkan puluhan rudal ke arah Israel. Serangan tersebut membuatnya dipuji oleh sejumlah warga di dunia Arab. [44] Sejumlah ahli meyakini bahwa tujuan Saddam melakukan hal tersebut adalah untuk memanfaatkan kebencian negara-negara Arab terhadap Israel dan dengan demikian untuk melegitimasi dirinya sendiri dan membawa pemimpin-pemimpin Arab bersamanya dalam perang dalam menghadapi koalisi AS. [45]

Saddam juga berjanji akan membakar separuh Israel. Tentu saja, ada yang mengecam Saddam dan mengatakan bahwa Saddam telah berjanji akan membakar separuh Israel; Namun faktanya dia justru membakar Irbil. Berjanji menghancurkan Israel; namun yang terjadi dia malah menyerang Kuwait.[18] Lebih dari itu, Saddam juga menyerang orang-orang Iran di Hamadan yang melakukan aksi unjukrasa mengecam Israel pada Hari Al-Quds Internasional pada tahun 1982. Diberitakan, 80 warga Iran tewas dalam serangan tersebut. [47]

Pemberontakan dan pembunuhan

Selama masa kekuasaan Saddam, Irak menyaksikan pembunuhan pembantaian besar-besaran. Majalah New York Times menganggap Saddam sebagai salah satu tokoh paling kejam di abad ini. [48] Saddam menangkap dan mengeksekusi Sayid Muhammad Baqir Shadr dan saudara perempuannya Bintul Huda. [49] Saddam juga melakukan banyak upaya untuk membunuh tokoh-tokoh Hizb al-Da’wah.[19]

Membunuh dengan Bom Kimia

Serangan kimia di Halabjah

Pemerintah Irak menggunakan bom kimia terhadap sasaran militer dan sipil Iran dan Irak. Tentara Irak menggunakan gas saraf terhadap sasaran sipil, termasuk kota Halabjah di Irak dan desa Zardeh di Iran. Demikian juga militer Irak menggunakan gas mustard di Marivan, Sardasht dan beberapa desa lainnya. [51]

Rezim Baath juga menggunakan bom kimia dalam konflik militer dan menargetkan wilayah operasional Badr, Khaibar, Wal-Fajr8 dan Faw dengan bom kimia. [52]

Irak memulai serangan kimianya secara serius pada tahun 1983 selama perang Iran-Irak [53] dan serangan ini berlanjut hingga akhir perang pada tahun 1988. [54] Akibat serangan kimia tentara Irak, hampir seratus ribu personel militer dan warga sipil terbunuh dan terluka. [55]

Selain memerintahkan serangan kimia terhadap kota-kota dan desa-desa di dekat perbatasan, penguasa Irak juga mengancam kota-kota besar dan ibu kota provinsi dengan pemboman dan hujan rudal kimia dengan melancarkan operasi psikologis untuk meningkatkan tekanan terhadap pemerintah Iran. Sebuah ancaman yang menurut para peneliti tidak jauh dari yang diharapkan dan efektif dalam penerimaan Resolusi 598 oleh Iran. [56]

Intifadhah Shafar

Partai Baath membatasi penyelenggaraan upacara keagamaan dan juga melarang segala bentuk prosesi pelayanan dan Longmarch Arbain. [57] Meskipun telah ditetapkan pelarangan, sejumlah warga Najaf tetap bertekad mengadakan jalan kaki Arbain pada tanggal 15 Shafar 1398 H bertepatan dengan tahun 1977. [58] Saat itu, sebanyak 30.000 pejalan kaki mulai bergerak ke Karbala. Sejak awal, gerakan ini telah dihalangi aparat penguasa dan sejumlah dari pejalan kaki telah terbunuh. Sampai akhirnya, dalam perjalanan dari Najaf ke Karbala, untuk menghentikan prosesi perjalanan Arbain ini pasukan tentara menyerang dan menangkap ribuan orang.[20] Penyerangan tersebut menimbulkan korban jiwa dan luka-luka, beberapa diantaranya dieksekusi mati dan yang lainnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. [60] Sayid Muhammad Baqir Sadr dan Sayid Muhammad Baqir Hakim memainkan peran dalam gerakan intifadhah ini. [61] Imam Khomeini juga disebutkan menyetujui perlawanan rakyat ini. [62]

Pembantaian Massal di Dujail

Dujail adalah salah satu kota di Irak yang mayoritas penduduknya bermazhab Syiah [63] Pada bulan Ramadan 1402 H, Saddam melakukan kunjungan perjalan ke kota Dujail. Setelah kedatangan Saddam, beberapa anggota Hizb al-Da’wah mencoba melakukan pembunuhan terhadap Saddam. Namun percobaan pembunuhan tersebut tidak berhasil. Sebagai tanggapan dari aksi teror tersebut, pasukan Baath menyerang kota Dujail dengan dukungan Angkatan Udara Irak. Ratusan pria, wanita dan anak-anak ditangkap. Banyak orang terbunuh di bawah penyiksaan dan banyak yang dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi. [64] Dalam pembantaian ini, 148 orang dilaporkan terbunuh, [65] beberapa di antaranya adalah wanita dan anak-anak. [66] Lebih dari seratus ribu hektar lahan pertanian dihancurkan oleh rezim. [67]

Pada tahun 2006, Saddam Hussein dijatuhi hukuman mati diantaranya dengan tuduhan bertanggungjawab atas insiden pembantaian massal di Dujail yang telah menelan banyak korban jiwa.[21]

Intifadhah Sya'ban

Setelah kekalahan dalam perang Kuwait, rakyat Irak bangkit melawan rezim Baath dan Saddam Hussein. Pemberontakan ini terjadi bulan Sya'ban tahun 1411 H atau bertepatan dengan tahun 1991.[22]

Delapan tahun perang dengan Iran, kekalahan mutlak dalam perang Kuwait, situasi ekonomi yang buruk dan hancurnya banyak infrastruktur ekonomi dan kesejahteraan menyebabkan masyarakat di seluruh Irak bangkit melawan Saddam. Pemberontakan ini dimulai dari Basrah dan segera menyebar ke seluruh provinsi. [70] 14 dari 18 provinsi di Irak jatuh ke tangan para demonstran.[23] Intifadhah ini berlangsung selama 15 hari. [72] Aparat militer Irak menghentikan gerakan aksi-aksi massa dengan senjata yang menyebabkan puluhan ribu orang meninggal dunia dan akibat serangan aparat militer ini sekitar dua juta orang mengungsi. [73] Haram Imam Ali as dan Haram Imam Husain as dirusak dan selama enam bulan kedua situs suci ini ditutup. [74] Pasukan Baath di Karbala dan Najaf menghancurkan puluhan masjid, sekolah-sekolah agama dan Husainiyah. [75]

Perang-perang

Perang Iran-Irak

Tentara Irak memulai serangan habis-habisan terhadap Iran pada tanggal 22 September 1980 atas perintah Saddam Hussein. [76] Saddam mengejar beberapa tujuan dari perang ini:

  • Irak ingin membatalkan perjanjian Aljazair dan mencaplok Arvandroud ke Irak. Di sisi lain, beberapa orang percaya bahwa kinerja tentara Irak setelah merebut Khorramshahr dan sebagian Khuzestan menunjukkan bahwa mereka berusaha untuk mencaplok Khuzestan ke Irak. [77]
  • Beberapa analis menyatakan bahwa dengan mengkaji tindakan dan pidato para pejabat Irak, dapat dikatakan bahwa Saddam ingin menggulingkan pemerintahan Republik Islam yang baru lahir dan memecah belah Iran. [78]
  • Saddam mengumumkan bahwa Iran harus menyerahkan tiga pulau Big Tanb, Little Tanb dan Abu Mosi. [79]

Perang ini berlangsung selama 2888 hari dan terhitung sebagai salah satu perang terbesar abad ini. [80]

Kerusakan perang ini sangat besar bagi kedua negara; Kehidupan menjadi sangat sulit bagi jutaan orang kedua negara, sebab perang ini telah menyebabkan kehancuran dan kerusakan infrastruktur dan fasilitas produksi, kehancuran dan evakuasi daerah pemukiman di kota-kota dan desa-desa di perbatasan, termasuk kehancuran dan kerusakan sumber daya alam dan warisan budaya, dll. [81]

Kedua negara Iran dan Irak menghabiskan 200 miliar dolar untuk perang ini dan telah menyebabkan kerugian sekitar 1500 miliar dolar bagi kedua pihak. Di pihak Iran dilaporkan sekitar 188.000 tewas, 519.000 luka-luka, dan 42.000 orang menjadi tahanan. [82] Sementara di pihak Irak, sekitar 200.000 orang terbunuh, tiga kali lebih banyak yang terluka, dan sekitar 60.000 orang ditangkap [83]

Perang Irak dan Kuwait

Pada tanggal 23 Juli 1990, tentara Irak melintasi perbatasannya dengan Kuwait dan mendudukinya dalam waktu tiga jam.[24] Setelah beberapa waktu, Irak menyatakan Kuwait sebagai provinsi ke-19.[25] Ada banyak alasan untuk pendudukan ini diantaranya: perselisihan antara Irak dan Kuwait terkait masalah perbatasan, kegagalan politik, militer dan strategis Irak dalam perang delapan tahun dengan Iran dan hutang besar yang disebabkan oleh perang dengan Iran. [86]

Pasukan sekutu yang dipimpin Amerika Serikat menyerang tentara Irak pada tanggal 22 Desember 1990 untuk menyingkirkan Irak dari Kuwait. Serangan ini dilakukan dengan pemboman udara dan rudal yang ekstensif.[26] Setelah 38 hari serangan udara dan rudal serta penghancuran banyak situs militer dan ekonomi Irak, pasukan sekutu akhirnya melancarkan serangan darat dan berhasil mengalahkan tentara Irak dalam 4 hari, dan akhirnya pasukan Irak pun terpaksa keluar dari tanah Kuwait. [88]

Selama perang ini, tentara Irak menyerang Israel sebanyak 17 kali dengan meluncurkan 39 roket.[27]

Invasi Amerika Serikat ke Irak

Setelah serangan 11 September di New York City, Amerika Serikat mempersiapkan opini publik untuk serangan ke Irak dengan menyebutkan peran Saddam dalam serangan tersebut, adanya hubungan dekat Al-Qaedah dengan rezim Baath Irak dan kepemilikan Irak atas senjata pembunuh massal. [90] Akhirnya, Amerika Serikat bersama sekutunya menyerang Irak pada tahun 2003 dan mendudukinya. [92]

Penangkapan dan Eksekusi

Eksekusi Saddam

Pada bulan Desember 2003, pasukan Amerika Serikat mengumumkan bahwa mereka telah menangkap Saddam Hussein di sebuah peternakan dekat Tikrit. [93]

Pengadilan Saddam diadakan pada tahun 2005 dan setelah beberapa kali sidang, Saddam dijatuhi hukuman mati atas pembunuhan 148 orang di daerah Dajeel.[28] Saddam pada pagi hari Idul Adha bertepatan dengan 30 Desember 2006[29] dieksekusi mati di sebuah kamp di kota Kazhimain, tempat Sayid Muhammad Baqir Sadr juga dieksekusi sebelumnya. [97]

Catatan

  1. Michel Aflaq (bahasa Arab: میشیل عفلق) (lahir 9 Januari 1910 di Damaskus - meninggal 23 Juni 1989 di Paris) adalah seorang filsuf, sosiolog, ahli teori, dan aktivis politik nasionalis Arab Suriah. Dia adalah pendiri ideologi gerakan Baath (bentuk nasionalisme Arab sekuler).

Catatan Kaki

  1. Al-Marsumi, Dirāsāt Fī Fikr al-Qā'id Shaddām Husain, hlm. 14.
  2. Bibliothèque, Ṣaddām Ḥusayn‌, Nationale de France; Tabdil-e Tarikh Az Qamari Be Syamsi, site Bahesab.
  3. Wili, Nehzat-e Eslami-e Syi'ayan-e Eraq, hlm. 69.
  4. Khidhr, I'dām Ra'īs Bidāyah Wa Nihāyah Shaddām Husain, hlm. 70.
  5. Tabra'iyan, Intifādhah Sya'bāniyah, hlm. 76.
  6. Wili, Nehzat-e Eslami-e Syi'ayan-e Eraq, hlm. 69.
  7. Shaddam Az Tawallud Ta Cubedar, site Mag Iran.
  8. Wili, Nehzat-e Eslami-e Syi'ayan-e Eraq, hlm. 70.
  9. Shaddam Az Tawallud Ta Cubedar, site Mag Iran.
  10. Shaddam Az Tawallud Ta Cubedar, site Mag Iran.
  11. Shaddam Az Tawallud Ta Cubedar, site Mag Iran.
  12. Wili, Nehzat-e Eslami-e Syi'ayan-e Eraq, hlm. 70.
  13. Shaddam Az Tawallud Ta Cubedar, site Mag Iran.
  14. Tabra'iyan, Intifādhah Sya'bāniyah, hlm. 76.
  15. Al-Marsumi, Dirāsāt Fī Fikr al-Qā'id Shaddām Husain, hlm. 190.
  16. Al-Marsumi, Dirāsāt Fī Fikr al-Qā'id Shaddām Husain, hlm. 192.
  17. Al-Marsumi, Dirāsāt Fī Fikr al-Qā'id Shaddām Husain, hlm. 192.
  18. Khidhr, I'dām Ra'īs Bidāyah Wa Nihāyah Shaddām Husain, hlm. 60.
  19. Wili, Nehzat-e Eslami-e Syi'ayan-e Eraq, hlm. 88.
  20. Wili, Nehzat-e Eslami-e Syi'ayan-e Eraq, hlm. 81.
  21. Khidhr, I'dām Ra'īs Bidāyah Wa Nihāyah Shaddām Husain, hlm. 317.
  22. Tabra'iyan, Intifādhah Sya'bāniyah, hlm. 223.
  23. Tabra'iyan, Intifādhah Sya'bāniyah, hlm. 230.
  24. Tabra'iyan, Intifādhah Sya'bāniyah, hlm. 157.
  25. Tabra'iyan, Intifādhah Sya'bāniyah, hlm. 160-161.
  26. Tabra'iyan, Intifādhah Sya'bāniyah, hlm. 183.
  27. Tabra'iyan, Intifādhah Sya'bāniyah, hlm. 187.
  28. Khidhr, I'dām Ra'īs Bidāyah Wa Nihāyah Shaddām Husain, hlm. 317.
  29. Khidhr, I'dām Ra'īs Bidāyah Wa Nihāyah Shaddām Husain, hlm. 318; Tabdil-e Tarikh Az Miladi Be Syamsi, site Bahesab.

Daftar Pustaka