Kasidah Mimiyah Farazdaq

Dari wikishia

Kasidah Mimiyah adalah sebuah syair yang memuji Imam Sajjad as, di mana sayair ini ditulis oleh Farazdaq di Mekkah di depan Hisyam bin Abdul Malik saat tawaf di Ka'bah. Dalam kasidah ini, dijelaskan tentang kedudukan dan keturunan Imam Sajjad as serta kemuliaan dan keutamaan akhlaknya, seperti ketakwaan, menepati jaji, kemurahan hati dan kesabaran. Dalam beberapa sumber sejarah, dijelaskan bahwa kasidah ini juga ditulis untuk Imam Husain as atau orang lain.

Karena sebagian besar bait kasidah Farazdaq diakhiri dengan huruf mīm, maka terkenal sebagai "kasidah Mimiyah". Jumlah bait puisi Mimiyah disebutkan berkisar antara 2 hingga 41 bait. Syair ini tercatat dalam sumber-sumber rujukan kuno Syiah dan Sunni, seperti, "Al-Ikhtishah" dan "Al-Irshad" karya Syekh Mufid, "Al-Aghani" karya Abu al-Faraj al-Ishfahani, "Hilyat al-Awliya" karya Al-Asbahani dan "Syarah Diwan Hamasah" karya Marzuki.

Orang-orang seperti Jami, Wafa dan Syaha Abadi telah menerjemahkan kasidah Farazdaq dalam bentuk bersajak, sementara Marzuki, Istarabadi dan Tanekaboni juga mensyarahi kasidah ini.

Pengenalan dan Kedudukan Kasidah

Kasidah Mimiyah adalah syair-syair pujian kepada Imam Sajjad as yang ditulis oleh Farazdaq, seorang penyair abad pertama dan kedua Hijriah ketika melakukan tawaf di Ka'bah di hadapan Hisyam bin Abdul Malik, Khalifah Umayyah kesepuluh, saat berada di Mekkah.[1] Farazdaq dalam kasidah ini merujuk pada asal-usul keluarga dan keagungan silsilah Imam Sajjad as serta menyampaikan keutamaan akhlak beliau seperti kemaksuman, ketakwaan, menepati janji, kemurahan hati dan kesabaran.[2] Sebagian besar bait puisi ini diakhiri dengan huruf mim. Oleh karena itu, kasidah ini dikenal sebagai "Kasidah Mimiyah".[perlu sumber]

Kasidah Farazdaq mendapatkan perhatian dari beberapa penyair dan sebagian di antaranya telah menggubah ulangnya; seperti "Takhmis Kasidah al-Farazdaq", yang ditulis oleh Muhammad bin Ismail Hilli (1247 H). Takhmis berarti menciptakan syair dengan meminjam bait atau bagian dari syair lainnya dengan ukuran dan rima yang sama.[3]

Jumlah bait kasidah Mimiyah dalam teks-teks rujukan kuno, dari abad ketiga hingga kedelapan, bervariasi antara 2 hingga 41 bait. sebagai contohnya, dalam kitab Mahasîn dan Masâwi Beihagi tercatat 14 bait,[4] Aghani Ishfahani (abad ketiga dan keempat Hijriah) 21 bait,[5] Wafayât al-A'yân Ibnu Khalakan (abad ketujuh Hijriah) 27 bait,[6] Rijal Kasyī (abad kelima Hijriah)[7] dan Tahdzīb al-Kamal Hafiz Muzi (abad kedelapan Hijriah) 28 bait,[8] Al-Ikhtishah karya Syekh Mufid (abad keempat Hijriah)[9] dan Raudhah al-Wa'izhin Naisyaburi (abad kelima Hijriah) 29 bait,[10]] dan dalam Manâqib Ibnu Syahrasyub (abad keenam Hijriah) tercatat 41 bait.[11] Dalam Diwan Farazdaq yang dicetak pada tahun 1984 M, jumlah bait adalah 27 bait.[12]

Motivasi penulisan

Terkait motivasi penulisan kasidah Farazdaq, dikisahkan bahwa Hisyam bin Abdul Malik bersama sekelompok orang Syam ingin menyentuh Hajar al-Aswad; Tetapi, karena kerumunan orang yang ramai, ia tidak berhasil dan orang-orang Syam berkumpul di sekitarnya. Pada saat itu, Imam Sajjad as datang dan orang-orang memberi jalan untuknya sehingga Imam dapat menyentuh Hajar al-Aswad. Seorang pria dari Syam bertanya kepada Hisyam siapa dia yang dihormati orang-orang. Hisyam, untuk mencegah orang-orang Syam mendekat kepada Imam Sajjad as, menjawab bahwa ia tidak mengenalnya. Farazdaq yang hadir, kemudian memperkenalkan Imam dengan menciptakan sebuah syair dan membuat rencana-rencana Hisyam tidak berdaya.[13]

Pengasingan dan penahanan Farazdaq

Setelah Farazdaq menyanyikan kasidah pujian untuk Imam Sajjad as di hadapan Hisyam bin Abdul Malik, Hisyam marah dan menegurnya. Dikatakan bahwa Hisyam setiap tahun memberikan seribu dinar kepada Farazdaq, tetapi pada tahun itu, ia menghentikannya[14] dan memenjarakannya di daerah Asfan (antara Mekkah dan Madinah).[15]

Dukungan Imam Sajjad as untuk Farazdaq

Menurut laporan Syekh Mufid dan Sayyid Murtadha, para ulama Syiah pada abad keempat dan kelima Hijriah, ketika kabar tentang pengasingan dan penahanan Farazdaq sampai kepada Imam Sajjad as, beliau mengirimkan dua belas ribu dinar kepada Farazdaq dan meminta maaf serta berkata bahwa jika ia memiliki lebih banyak uang, ia akan mengirimkannya.[16]

Menurut Qutub Rawandi, ketika masa penahanan Farazdaq semakin lama dan Hisyam mengancam akan membunuhnya, Farazdaq meminta Imam Sajjad as untuk mendoakannya agar ia bisa bebas. Setelah dibebaskan, ia pergi menemui Imam Sajjad as dan mengatakan bahwa Hisyam telah menghapus namanya dari daftar pembayaran uang dan Imam as memberinya uang sebanyak biaya hidup selama empat puluh tahun.[17]

Sumber Rujukan Kasidah

Menurut nukilan masyhur dan juga sumber-sumber kuno Syiah seperti Al-khtishash,[18] Al-Irshad Syekh Mufid,[19] Amali Sayid Murtadha[20] dan Rijal Najasyi,[21] syair Farazdaq ditulis untuk Imam Sajjad as. Tetapi, dalam beberapa sumber rujukan kuno seperti Al-Futuh Ibnu A'tsam (abad kedua dan ketiga Hijriah), Mu'jam al-Kabir al-Tabrani (abad keempat Hijriah) dan Kasyf al-Ghummah al-Arbali (abad ketujuh Hijriah), disebutkan bahwa Farazdaq menulis bait-bait ini untuk Imam Husain as.[22] Dalam sumber lain seperti Akhbar Makkah karya Fakihi (abad ketiga Hijriah), disebutkan bahwa puisi ini ditulis untuk Ali bin Abdullah bin Ja'far bin Abi Talib.[23]

Kasidah Mimiyah Farazdaq juga disebutkan dalam berbagai sumber sujukan Ahlusunah seperti, Al-Aghani Abu al-Faraj al-Isfahani (abad keempat Hijriah),[24] Hilyah al-Awliya' al-Ishfahani,[25] Syarh Diwan Hamasah Marzuki (abad kelima Hijriah),[26] Tarikh Dimashq Ibnu Asakir,[27] Al-Muntazham al-Juzi (abad keenam Hijriah),[28] Wafayat al-A'yān Ibnu Khalakan,[29] Manāqib Ibnu al-Maghazili (abad ketujuh Hijriah)[30] serta Al-Bidayah wa al-Nihayah Ibnu Katsir (abad kedelapan Hijriah).[31]

Kandungan Kasidah

Dalam puisi tersebut, Farazdaq menggambarkan Imam Sajjad as dengan berbagai gelar, yang beberapa di antaranya adalah:

  • Silsilah Imam Sajjad as, keutamaan mereka dan menggambarkan kedudukan Imam as.[32]
  • Penekanan pada kemaksuman dan kesucian Imam as.[33]
  • Komprehensivitas Imam as dan pembelaan terhadap Islam.[34]
  • Memperkenalkan keutamaan akhlak Imam as seperti, ketakwaan, kemurahan hati, kebijaksanaan, kesabaran, menepati janji, membantu yang membutuhkan dan akhlak yang baik.[35]
  • Menyatakan bahwa penentangan terhadap Imam as merupakan tanda kekafiran dan mencintainya adalah tanda keimanan.[36]
  • Penghargaan terhadap keberanian kakeknya, Imam Ali as dalam Perang Hunain, Perang Uhud, Perang Khandaq, Fathu Mekkah dan Perang Khaibar.[37]

Teks dan Terjemahan Kasidah

Wahai yang penasaran dan bertanya kepada saya tentang kemurahan dan kedermawanan yang berada di pintu mana, di sisi saya terdapat penjelasan tentang rahasia ini, jika para pencarinya mau mendekat dan berkumpul di sekitar saya.

Pria ini yang tidak engkau kenali, adalah sosok yang jejak langkahnya dikenali oleh tanah Bathha (daerah lembah dan pasir di sekitar Mekkah hingga tanah Mina), dan Ka'bah suci mengenalnya. Dan seluruh daerah hill dan haram (semua tempat di luar dan dalam Masjidil Haram) mengenalnya.

Inilah putra makhluk terbaik dan seluruh hamba Allah! Inilah sosok yang bertakwa kepada Allah, yang terpelihara dalam perlindungan-Nya, dan sosok yang terjauh dari segala noda, cacat dan keburukan, serta pria yang suci, bersih, dan teramat tinggi dalam derajat keutamaan dan kehormatan!

Inilah dia yang Ahmad al-Mukhtar, yang terpilih di antara semua makhluk, adalah ayahnya; yang senantiasa Allah, Tuhanku, mengucapkan salawat dan salam kepadanya selama pena penciptaan terus bergerak di atas papan takdir.

Jika ruknu Ka'bah (di mana Hajar Aswad berada) tahu siapa yang datang untuk menciumnya, pasti ia akan merendahkan diri dan jatuh ke tanah untuk mencium jejak kakinya yang menginjak bumi.

Inilah Ali, yang Rasulullah adalah ayahnya, dan kepadanyalah seluruh umat di dunia mendapatkan cahaya petunjuk.

Dia adalah dia yang pamannya adalah Ja'far al-Tayyar dan Hamzah (Sayidu al-Syuhada. Hamzah, singa keberanian, hubungan kasih dan cinta kepadanya bagaikan susu dan gula bagi jiwa-jiwa para mukmin, dan menjadi perjanjian yang tak terputus dengan jiwa dan ruh mereka.

Inilah putra wanita terbaik di dunia, Fatimah, dan putra pewaris Rasulullah, di mana kilau kemarahan dan balas dendam Allah bersinar dari ketajaman pedangnya.

Ketika kaum Quraisy memandangnya, kata-kata yang terucap dari bibirnya tanpa disengaja adalah bahwa kemuliaan, kehormatan, kedermawanan, kebaikan berakhir pada sosok agung ini, semua orang harus menurunkan karavan kebutuhan mereka di pintu yang penuh rahmat dan berat ini dan menikmati kemurahan darinya.

Karena untuk mengenali tangan yang dermawan dan penuh kebaikannya, hampir saja rukun Hajar Aswad, ketika dia datang untuk bersandar dan mencium, akan menahannya agar tetap dekat untuk memenuhi kebutuhan dan mengambil manfaat darinya.

Dan pernyataanmu yang bertanya: "Siapakah dia?" dan berlagak tidak tahu, tidak akan memberi dampak apa pun baginya; sebab seluruh orang Arab dan non-Arab mengenali pria yang engkau tidak kenali ini.

Dia terkait dengan titik tertinggi kehormatan dan keunggulan yang dijangkau oleh seluruh dunia Islam, baik dari kalangan Arab maupun non-Arab.

Karena rasa malu dan rendah hatinya, ia menundukkan pandangannya, dan karena rasa hormat dan kewibawaannya, mata-mata menjadi tertunduk di hadapannya, sehingga tidak ada yang berbicara dengannya, kecuali ketika senyum manis terlihat di wajahnya.

Begitu berkilau dan bercahaya cahaya dahi-nya, sehingga tirai-tirai kegelapan dan kehitaman terbelah, sama seperti ketika matahari yang bersinar cerah terbit dan memisahkan kabut serta kegelapan.

Di tangannya terdapat sebuah tongkat yang harum, baunya melimpahi seluruh hati dengan keharuman, dari tangan seorang pahlawan yang gagah berani dan memiliki keanggunan luar biasa, dengan hidungnya sedikit menonjol dan sempurna dalam keindahan serta keseimbangan.

Ia tidak pernah mengucapkan kata "tidak" dalam menanggapi permintaan umat, kecuali dalam kesaksian syahadatnya yaitu "La ilaha illallah" (Tiada Tuhan selain Allah). Pun jika tidak ada syahadat tersebut, setiap penolakannya adalah jawaban "ya".

Cabang keberadaannya terhubung dengan asal yang kokoh dari Rasulullah. Oleh karena itu, unsur naluri, akhlak, sifat-sifat, dan karakteristiknya semuanya adalah terpuji, bersih dan baik.

Dia adalah penanggung beban umat yang telah tersungkur karena beratnya beban yang dipikul. Dalam berhadapan dengan yang membutuhkan, ia menunjukkan gambaran yang baik dan wajah yang ceria dan menjawab "ya" kepada mereka yang meminta dengan senang hati.

Jika ia berbicara, ucapannya adalah hal yang disukai oleh semua orang, dan jika suatu hari ia mengucapkan kata, kata tersebut menjadi perhiasan dan pujian bagi dirinya.

Dia adalah putra Fatimah, jika engkau tidak mengetahui nasabnya! Dalam garis keturunan, dia adalah orang yang di mana surat-surat para nabi Allah ditutup, disegel dan diakhiri dengan kakeknya yang terhormat.

Sejak zaman dahulu, Tuhan telah memberinya keutamaan dan kehormatan, dan sejak awal, pena takdir telah dituliskan tentang dirinya di papan takdir.

Dialah sosok yang semua nabi berada di bawah keutamaan dan kehormatan kakeknya, dan semua umat dianggap rendah dan hina di hadapan keutamaan dan kehormatan ibunya.

Cahaya matahari dari keberadaannya yang bersinar dan penuh kebaikan telah meliputi semua orang, dan untuk alasan ini, kesesatan, kebingungan, kemiskinan, dan ketidakadilan diangkat dari orang-orang yang malang (atau kegelapan).

Kedua tangannya seperti hujan yang melimpah, yang manfaat dan hasilnya menjangkau semua orang. Kedua tangan ini selalu meneteskan air jernih dari rahmat Ilahi dan tidak pernah mengalami penurunan atau kekurangan.

Akhlaknya lembut dan ramah, sehingga tidak ada satu pun orang yang takut akan kemarahan dan kemarahan yang mendalam darinya, dan dua sifat kesabaran dan kemurahan hati menghiasi sifat-sifat mulia dan akhlak terpujinya.

Ia tidak pernah ingkar janji, dan batin serta sifatnya terjalin dengan kebaikan, keberkahan, rahmat, dan kemurahan. Pintu rumahnya selalu terbuka untuk menyambut para tamu dan pengunjung. Dia adalah sosok yang bijak, dan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan yang datang kepadanya, ia menemukan solusi dengan kebijaksanaan dan kecerdasan.

Dia termasuk dalam kelompok yang mencintai mereka adalah agama, dan permusuhan kepada mereka adalah kekufuran. Dekat dengan mereka adalah keselamatan dari kebinasaan dan tempat berlindung dari bahaya, kesulitan, dan bencana.

Kesulitan, fitnah, dan bahaya dihadapi dengan cinta mereka, dan cinta inilah yang menambah kebaikan dan berkah.

Nama mereka, setelah nama Allah, wajib disebut dalam setiap salat wajib, dan di akhir ucapan, khutbah, buku dan puisi, menyebut nama mereka adalah penutup dan akhir dari pembicaraan.

Jika saat menyebut orang-orang yang bertakwa, mereka adalah imam dan pemimpin mereka, dan jika dibicarakan tentang orang-orang terbaik di bumi, maka merekalah juga imam dan yang disebut-sebut.

Tidak ada kuda yang cepat dan tangkas di medan keutamaan dan kemuliaan yang mampu mencapai tahap terakhir perjalanan mereka, dan tidak ada bangsa yang dapat mendekati mereka, atau setidaknya menjadi tetangga dan seirama dengan mereka, meskipun bangsa tersebut adalah bangsa yang mulia dan memiliki kehormatan.

Jika terjadi kekeringan dan kesulitan menimpa umat manusia, maka keluarganyalah yang membawa hujan rahmat bagi makhluk, dan jika ada ancaman dan peperangan, merekalah singa-singa sejati yang mempertahankan kehormatan umat dan melindungi agama Islam serta kaum Muslim.

Sifat murah hati dari satu sisi dan tangan mereka yang dermawan dari sisi lain tidak membiarkan cela dan cacat menimpakan diri mereka.

Kesulitan dan kemiskinan tidak dapat menghalangi tangan-tangan dermawan mereka, sehingga kedermawanan mereka selalu mengalir, baik mereka kaya maupun miskin.

Suku manakah yang tidak memiliki kebaikan atau jasa dari nenek moyang mereka, atau dari diri mereka sendiri?

Siapa pun yang mengenal Allah pasti mengenal nenek moyangnya, karena dari rumah orang ini, agama Allah telah sampai kepada umat-umat di seluruh dunia.

Dalam segala kesulitan dan masalah, hanya rumah mereka di kalangan Quraisy yang menjadi tempat berteduh bagi orang-orang dan dengan cahaya rumah itu, mereka menyelesaikan perseteruan dan menegakkan hukum dengan keadilan.

Ini disebabkan oleh fakta bahwa nenek moyangnya berasal dari Quraisy dan setelahnya adalah Ali bin Abi Talib yang menonjol.

Saksi dan bukti dari hal ini adalah tanah Badr, lembah gunung Uhud, dan perang Ahzab yang menjadi saksi keberanian dan keagungannya yang jelas terlihat oleh kawan dan lawan.

Dua peperangan, yaitu Khaibar dan Hunain, adalah saksi yang tulus baginya, dan juga dalam peristiwa Bani Qurayzah, di samping benteng-benteng tebal dan tinggi milik Yahudi, pada hari yang menakutkan dan sulit ketika ia adalah satu-satunya penakluk dan pembuka mereka.

Tempat-tempat ini adalah arena-arena yang penuh dengan ketegangan dan ketakutan, di mana para sahabat terjebak dalam usaha untuk menaklukkan dan menemukan solusi ini adalah kenyataan yang tidak akan saya sembunyikan, seperti halnya mereka yang menyembunyikannya.

Terjemahan dan Syarah

Terdapat berbagai terjemahan dan syarah dari kasidah Mimiyah; di antaranya adalah Abdul Rahman bin Ahmad Jami (sastrawan terkenal abad kesembilan Hijriah),[40] Sayid Zafarkhan Jauhari Astarwasani,[41] Abul Qasim Wafa (W. 1261 H),[42] Abdul Karim Mehrabi Irwani (1310-1382 S)[43] dan Nurullah Syahabadi[44] yang telah menerjemahkannya ke dalam bahasa Persia dalam bentuk bersajak. Selain itu, ada juga sejumlah orang seperti Jami,[45] Astarabadi (abad kesebelas dan dua belas Hijriah),[46] Muhammad bin Sulaiman Tonekaboni (1234-1302 H),[47] Muhammad bin Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Sabitibi al-Amili (abad ketiga belas),[48] Abdul Husain Fadhil Garusi (1295-1324 H),[49] Musthafa bin Muhammad Khui (abad ketiga belas),[50] Abul Hasan Tonekaboni (abad keempat belas),[51] Shaber Syusytari,[52] dan Ghudini[53] yang memberikan syarah terpisah mengenai kasidah tersebut. Beberapa pensyarah juga menguraikan sebagian bait-bait Farazdaq dalam konteks buku lain; misalnya, Marzuqi (W. 421 H) di dalam Syarh Diwan al-Hamasah Thai, juga menjelaskan beberapa bait dari Kasidah Mimiyah.[54]

Status Penerbitan dan Publikasi

Kasidah Mimiyah telah dicetak dalam berbagai waktu, baik tanpa terjemahan maupun disertai terjemahan dan Syarah (penjelasan). Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Al-Qasidah al-Mimiyah fi Madh Ali bin al-Husain as, disunting oleh Abul Hasan Tabrizi Zenuzi dan Ali Asghar bin Abdul Jabbar Ishfahani Simirimi, tanpa penerbit, Teheran, 1272 H.[55]
  • Isfahani Simirimi, Ali Asghar bin Abdul Jabbar, Al-Qasidah al-Mimiyah fi Madh Ali bin al-Husain as, diterbitkan oleh penerbitan Allah Quli Khan, Teheran, 1273 H.[56]
  • Al-Qasidah al-Mimiyah fi Madh Ali bin al-Husain as, tanpa penerbit, Iran, 1274 H.[57]
  • Al-Qasidah al-Mimiyah fi Madh Ali bin al-Husain as, tanpa penerbit, Teheran, 1282 H.[58]
  • Al-Qasidah al-Mimiyah fi Madh Ali bin al-Husain as, tanpa penerbit, Teheran, 1315 H.[59]
  • Mahallati Hairi, Ali, Al-Qasidah al-Mimiyah fi Madh Ali bin al-Husain as, tanpa penerbit, Bombay, 1318 H.[60]
  • Al-Qasidah al-Mimiyah fi Madh Ali bin al-Husain as, diterbitkan oleh Kirimi, Lahore, 1339-1340 H.[61]