Ulumul Quran

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia
(Dialihkan dari Ilmu-ilmu Al-Qur'an)

Ulumul Qur'an (bahasa Arab:علوم القرآن) merupakan kumpulan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur'an, yang digunakan untuk memahami substansi, perkembangan sejarah, landasan penafsiran, dan kajian yang dilakukan tentang Al-Qur'an. Pembuktian Al-Qur'an sebagai wahyu, keaslian teksnya, serta pembelaan terhadap Al-Qur'an dari segala bentuk keraguan yang muncul, merupakan salah satu alasan pentingnya ilmu ini. Para ulama menganggap ilmu-ilmu Al-Qur'an berbeda dengan pemahaman Al-Qur'an (ilmu tafsir) dan juga ulumul Quran didahulukan dari ilmu tafsir.

Dasar dari pentingnya mempelajari Ulumul Quran adalah keterangan dari beberapa ayat Al-Qur'an serta hadis Nabi saw dan para Imam as. Mushaf Imam Ali as|Mushaf Tafsir Imam Ali as dianggap sebagai karya pertama yang membahas beberapa persoalan Ulumul Quran. Perkembangan Ulumul Quran diuraikan dalam beberapa tahap, antara lain penyusunan monografi pada abad pertama dan kedua, pembentukan ilmu secara formal pada abad ketiga dan keempat, serta konsolidasi dan perkembangan pada abad kedelapan dan kesepuluh Komariah.

Kebangkitan pemikiran Syi'ah dalam Ulumul Quran dimulai pada abad ke-5 H hingga ke-7 H dengan adanya pembahasan berkelanjutan dari para ulama seperti Sayid Murtadha, Syekh Shaduq, Syekh Mufid dan Fadhl bin Hasan Thabarsi. Pokok bahasan dan topik inti dari Ulumul Quran adalah: wahyu, nuzulul qur'an, asbab nuzul, qiraat yang tujuh, keutamaan dari berbagai macam surah Al-Qur'an, Tajwid, Muhkam dan Mutasyabih, Nasikh dan Mansukh, Mukjizat Al-Qur'an, Urutan turunnya surah Al-Qur'an, Sejarah Pengumpulan Al-Qur'an, Makkah dan Madaniah, sejarah Al-Qur'an, Ketiadaan Tahrif Al-Qur'an, dan huruf muqatha’ah.

Urgensitas

Muhammad Hadi Marifat, Ulama dan pemikir di bidang Ulumul Quran, menganggap ilmu ini sebagai sebuah kajian kandungan internal ayat-ayat Al-Qur'an, dan lebih utama dari ilmu tafsir[1] karena Ulumul Quran adalah seperangkat ilmu pengetahuan mukadimah, sehingga untuk memahami isi Al-Qur'an dan membuktikan bahwa Al-Qur'an adalah sebuah wahyu diperlukan  pada upaya mempelajari Ulumul Quran.[2] Menurut Mohammad Ali Kosha, seorang penerjemah dan sarjana Al-Qur'an kontemporer, pembahasan tentang permasalahan Al-Qur'an telah diutarakan di zaman awal mula Islam muncul, dan banyak pemikir dan ulama yang duduk untuk membicarakannya.[3]

Alasan-alasan pentingnya Ulumul Quran telah banyak dikemukakan, antara lain: untuk pembuktian Al-Qur'an sebagai wahyu, membuktikan keaslian teks Al-Qur'an dan tidak adanya distorsi/ tahrif di sepanjang zaman, peran mendasar dalam penafsiran dan pemahaman ayat-ayat Al-Qur'an, dan kemampuannya dalam membela Al-Qur'an dari segala syubhat dan keraguan.[4] Keterhubungan dan ketercampuran bagian-bagian dari pembahasan Ulmul Quran dengan ilmu-ilmu Islam lainnya seperti sejarah dan riwayat, hadis, sastra, teologi, tafsir, fikih dan ushul fikih, sebagai alasan lain pentingnya mempelajari Ulumul Quran.[5]

Definisi

Ulumul Quran adalah suatu istilah tentang persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pengetahuan Al-Qur'an dan berbagai aspeknya[6] dan mencakup topik-topik penting seperti pembahasan substansi wahyu dan nuzulul Quran, urutan surah dan ayat, asbabun nuzul, para penulis wahyu, penyatuan mushaf dan pengumpulannya, penulisan, asal usul munculnya qiraat dan asal mula perbedaannya, kesahihan Al-Qur'an dan ketiadaan tahrif, kemukjizatan, penafsiran, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, serta menghilangkan segala syubhan dan keraguan dari berbagai sisi Al-Qur'an.[7] Namun ada pula yang berpendapat bahwa Ulumul Quran tidak terbatas pada topik – topik tertentu dan pembahasannya dipengaruhi oleh berbagai faktor dan pertanyaan-pertanyaan baru yang muncul, sehingga pembahasan Ulumul Quran menjadi lebih luas.[8]

Bedanya dengan Ilmu-ilmu Lain yang Berkaitan dengan Al-Qur'an

Pengetahuan yang berkaitan dengan Al-Qur'an dibagi menjadi tiga kategori: 1. Ilmu-ilmu yang terkandung dalam Al-Qur'an, seperti akidah, akhlak, dan hukum[9] yang merupakan hasil tafsir tematik,[10] 2. Ilmu-ilmu pendahuluan, seperti tata saraf, nahwu, logika dan balagah, yang digunakan untuk memahami lafadz dan makna-makna Al-Qur'an,[11] dan 3. Ulumul quran.[12]

Awal Mula Permasalahan Ulumul Quran

Garis besar pembahasan umum tentang Al-Qur'an dianggap sama dengan pembahasan nuzulul Quran. Menurut Muhammad Ali Mahdavirad salah satu peneliti Al-Qur'an, ayat-ayat yang yang menunjukkan ketiadaan tahrif, ayat-ayat tentang nuzulul Quran, ayat-ayat yang berkaitan dengan pembahasan wahyu, muhkam dan mutasyabih, serta nasikh dan mansukh adalah di antara topik-topik yang dibahas di dalam Al-Qur'an itu sendiri.[13]

Dikatakan pula bahwa Ulumul Quran, sebagaimana ilmu-ilmu Islam lainnya, selain dari pembahasan berasal dari dalam Al-Qur'an juga dapat berasal dari hadits-hadits.[14] Seperti di dalam hadis-hadis Nabi saw dan Ahlulbait as terdapat pembahasan mengenai keutamaan Al-Qur'an, turunnya Al-Qur'an ke dalam tujuh huruf dan pembahasan para Qari.[15]

Ibnu Nadim menganggap kitab tafsir Imam Ali as sebagai tulisan pertama yang memuat beberapa topik ilmu-ilmu Al-Qur'an.[16] Mereka mengatakan bahwa isu-isu seperti nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, dan asbabun nuzul pun dibahas di dalamnya.[17]

Perubahan

Menurut Muhammad Hadi Marifat, Ulumul Quran telah melalui tahapan dan perkembangan yang berbeda-beda dalam abad perkembangannya:[18]

Kompilasi monografi

Abad pertama dan kedua Hijriah dianggap sebagai abad penyusunan monografi,[19] yang paling penting di antaranya adalah Kitabun Fi al-Qirâah, yang ditulis oleh Yahya bin Yamar, murid Abu al-Aswad al-Dua'li, ‘Adad Âi Al-Qur'an yang ditulis oleh Abul Hasan Basri, Gharîb Al-Qur'an karya Aban bin Taglib, murid Imam Sajjad as dan kitab Al-Âyât al-Mutasyâbihât yang ditulis oleh Muqatil bin Sulaiman.[20]

Formasi Formal

Pembentukan resmi Ulumul Quran terjadi pada abad ketiga dan keempat Hijriah yang berbarengan dengan tumbuhnya permasalahan ilmu sastra arab dan maraknya perdebatan teologis tentang Al-Qur'an.[21] Tokoh-tokoh seperti Yahya bin Ziad Farâ’, Ibnu Qutaiba Dinuri, Hasan bin Ali bin al-Faddhal termasuk di antara para sahabat Imam Ridha as, Umar bin Bahr yang dikenal sebagai Jâhidz, Ahmad bin Musa bin Mujâhid (Syekh al-Qurrâ’ dari Bagdad) termasuk di antara orang-orang terkenal di bidang Ulumul Quran di kedua abad tersebut.[22]

Menurut Subhi Sâleh, karya pertama tentang Ulmul Quran dengan makna istilah masa kini, adalah di abad ketiga Hijriah, dengan kitab Al-Hâwi Fi ‘Ulûm al-Qur'ân karya Muhammad bin Khalaf bin Al-Marzibân.[23] Juga kitab ‘Ajâib ‘Ulûm Al-Qur'ân yang ditulis oleh Abu Bakr Muhammad bin Qasim bin Bashar Anbari (Meninggal: 328 H), pada abad ke empat Hijriah.[24]

Menurut para peneliti, kitab ‘Ajâib ‘Ulûm Al-Qur'ân untuk pertama kalinya meliputi beberapa pokok bahasan Ulumul Quran dalam arti yang sebenarnya, seperti pembahasan keutamaan-keutamaan Al-Qur'an dan masalah turunnya wahyu dengan tujuh huruf,  penulisannya dan jumlah surahnya, ayat-ayatnya dan kalimat ayat yang ada.[25]

Selama periode ini, sudah marak diskusi tentang esensi dan syubhat teologis Al-Qur'an. Selain itu, periode ini juga masa, dimana terjadinya perluasan aliran pemikiran Mutazilah tentang Al-Qur'an dan ketenaran tujuh qiraah.[26]

Latar Belakang Terbentuknya Ulumul Quran

Menurut Ahmad Paktachi, seorang peneliti Ilmu Ulumul Quran, ilmu ini muncul secara bertahap setelah para ulama ilmu-ilmu Islam yang berbeda-beda menuliskan tafsir dengan pendekatan teologis, fikih, dan filosofis yang berbeda-beda, dan yang menjadi pembaca masing-masing tafsir tersebut tidak lain adalah para ulama dari ilmu yang sama, dan para ulama Ulumul Quran mencoba untuk menciptakan bahasa yang sama di antara penafsiran yang berbeda yang akan membuat semua penafsiran Al-Qur'an bersatu dan dapat dimengerti oleh semua pihak.[27]

Puncak Ilmu

Puncaknya ilmu sastra arab dan pemikiran Syiah dalam pembahasan Al-Qur'an terjadi pada abad kelima hingga ketujuh Hijriah. Adapun ulama Syiah terkenal pada saat itu adalah Sayid Murtadha, Syekh Shaduq, Syekh Mufid, Sayid Râdhi, Qutb Râwandi, Fadhl bin Hasan Thabarsi dan Sayid Bin Thâwûs.[28] Cerminan dari pembahasan Ulumul Quran dalam pendahuluan tafsir yang dimulai pada periode ini adalah; Majmâ’ al-Bayân, Al-Tibyân, Tafsir al-Shâfi, Âlâ-ul-Rahmân dan Al-Bayân.[29]

Pemantapan dan Pengembangan Ilmu

Abad ke-8 hingga ke-10 Hijriah dikenal sebagai masa pemantapan dan pengembangan ilmu Ulmul Quran dalam bentuk pengetahuan yang komprehensif,[30] dimana karya-karya penting seperti Al-Burhân fi ‘Ulûm Al-Qur'ân karya Muhammad bin Abdallah Zarkashi dan Kitab Al-I'tqân fi ‘Ulûm al-Qur'an yang di tulis oleh Jalal al-Din Suyâti.[31]

Resesi Ilmu

Abad ke-11 hingga ke-13 Hijriah disebut sebagai masa stagnasi ilmu Ulumul Quran akibat dominasi karya-karya Suyuti. Pada periode ini, karya katalogisasi dan pencarian kata Al-Qur'an menjadi lebih populer. Selain itu, dengan maraknya jurnalisme, beberapa karya penting tentang ilmu Ulumul Quran dikumpulkan dalam bentuk kumpulan hadis, di antaranya kita dapat menyebutkan daftar tematik paling rinci dari ayat-ayat Al-Qur'an di kitab Bihâr al-Anwâr oleh Allamah Majlisi.[32]

Pengembangan Kembali

Abad ke-14 dan ke-15 Hijriah disebut sebagai abad perluasan dan pengembangan kembali ilmu-Ulumul Quran. Dimulai dengan Kitâb Fashl Al-Khitâb Fi Tahrîf Kitâb Rabb Al-Arbâb karya Muhaddis Nuri tentang adanya tahrif Al-Qur'an dan keberatannya. Pada era ini terjadi transformasi kuantitatif dan kualitatif dalam ilmu Ulumul Quran, dan disusunlah karya-karya penting seperti Al-Tamhîd Fi ‘Ulûm Al-Qur'an karya Muhammad Hadi Marifat yang sebagian dari isinya berupa Jawaban atas syubhat mengenai Al-Qur'an, pada era ini pula terjadi masuknya para orientalis seperti Ignatius Goldziher, Theodore Noldeke, Arthur Jeffery, Toshihiko Izutsu, serta para pemikir modern dan intelektual agama seperti Muhammad Erkun, Nasr Hamed Abu Zaid, dll, ke dalam Pembahasan ilmu Ulumul Quran.[33]

Tema Pembahasan

Pokok bahasan asli yang membahas tentang Al-Qur'an dan masing-masing diberi nama “ilmu” secara terpisah diantaranya adalah: wahyu, Nuzulul Quran, Asbab Nuzul, Qiraaat yang tujuh, keutamaan-keutamaan Al-Qur'an, tajwid, Muhkam dan mutasyabih, Nasikh dan Mansukh, mukjizat Al-Qur'an, urutan turunnya surah, Pengumpulan Al-Qur'an, Mekah dan Madani, sejarah Al-Qur'an, ketiadaan tahrif Al-Qur'an, dan huruf muqattho’ah.

Wahyu

Wahyu adalah hubungan [[Para Nabi|para nabi] dengan dunia gaib untuk menerima pesan dari Tuhan.[34] Menurut para ahli tafsir, wahyu kepada para nabi terjadi melalui tiga cara: berbicara langsung dari Tuhan kepada nabi, berbicara melalui perantara non-manusia, seperti Jibril, dan berbicara dari "di balik tabir".[35]

Mukjizat Al-Qur'an

Mukjizat Al-Qur'an mengacu pada sifat-sifat di luar batas kemampuan manusia untuk membuat Al-Qur'an, seperti halnya dalam hal strukturnya, kata-kata, teks, dll, dan tidak ada seorang pun selain Allah yang mampu mewujudkannya seperti itu.[36] Untuk membuktikan kemukjizatan, Al-Qur'an telah menantang lawan-lawannya[37] dan menyeru mereka untuk membawa teks seperti Al-Qur'an[38] atau beberapa surah[39] atau satu surah saja[40] dan mereka tidak mampu mendatangkannya.

Asbabun Nuzul

Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya) wahyu atau Sya’nun Nuzul (kondisi dan keadaan turunnya) wahyu mengacu pada orang, peristiwa, dan situasi di mana suatu ayat atau ayat-ayat Al-Qur'an diturunkan.[41] Asbabun Nuzul memiliki peran sang sangat penting dalam penafsiran Al-Qur'an.[42] Ulama muslim memiliki buku secara independen tentang asbabun nuzul ini. Tidak semua ayat Al-Qur'an memiliki syanun nuzul wahyu, dan beberapa ulama Al-Qur'an menganggap jumlah total ayat yang memiliki sya’nun nuzul wahyu sekitar 460 jenis.[43] Para mufasir Syiah dan beberapa mufasir Sunni, dalam pembahasan asbabun nuzul wahyu, telah mencatat sebab-sebab turunnya ayat secara khusus mengenai keutamaan Imam Ali as dan keutamaan Ahlulbait as.[44]

Nuzulul Quran

Nuzulul Quran adalah peristiwa diturunkannya ayat-ayat Al-Qur'an melalui wahyu kepada Nabi Muhammad saw.[45] Pembahasan nuzulul Quran dalam dua bentuk, yakni secara langsung dan bertahap, atau hanya satu bentuk saja merupakan salah satu topik yang diperdebatkan dalam ilmu Ulumul Quran. Peneliti seperti Muhammad Hadi Marifat meyakini bahwa Al-Qur'an hanya turun  secara  bertahap saja;[46] namun di sisi lain, mufasir seperti Allamah Thabathabai meyakini dua bentuk turunnya Al-Qur'an, secara langsung dan bertahap.[47]

Keutamaan Al-Qur'an

Keutamaan Surah Al-Qur'an adalah kumpulan hadis yang menggambarkan status dan kedudukan surah-surah Al-Qur'an serta dampak duniawi dan akhirat dari bacaan surah tersebut.[48] Tujuan terpenting dari hadis mengenai keutamaan surah adalah untuk mendorong umat Islam membaca Al-Qur'an dan merenungkannya.[49] Dalam Kumpulan hadis Syiah dan Sunni, ada banyak hadis tentang keutamaan surah dan ayat-ayat Al-Qur'an.[50] Bahkan di dalam Al-Qur'an sendiri mengisyaratkan mengenai keutamaan Sebagian surah Al-Qur'an.[51]

Tujuh qiraat

Tujuh Qari atau Qurrâ’ Sab'ah adalah tujuh pembaca qiraat Al-Qur'an yang ada pada abad kedua Hijriah yang berbeda satu sama lain dalam cara mereka membacakan beberapa kata-kata Al-Qur'an. Para Qori ini telah belajar membaca dari beberapa orang tabi’in yang sampai  kepada para Sahabat.[52]

Sunni yang makruf menganggap tujuh bacaan ini dianggap sebagai qiraat yang mutawatir, dan di kalangan Syiah, beberapa fukaha, termasuk Allamah Hilli dan Syahid Tsâni, menganggap qiraat yang tujuh ini sebagai hal yang mutawatir dan dibolehkannya membaca masing-masing qiraat dalam salat.[53]

Muhkam dan Mutasyabih

Muhkam dan Mutasyabih mengacu pada dua kategori ayat Al-Qur'an: Muhkam mengacu pada ayat-ayat yang maknanya begitu jelas sehingga tidak ada makna lain yang dapat ditafsirkan dan tidak ada keraguan padanya serta tidak perlu dipertanyakan lagi. Di sisi lain, ayat-ayat yang serupa mempunyai kemungkinan makna semu yang berbeda-beda, dan makna sebenarnya dari ayat tersebut tidak dapat diperoleh dari hanya melihat zahirnya saja.[54]

Sekelompok ulama Sunni menganggap ilmu tentang takwil ayat mutasyabih hanya milik Tuhan;[55] namun menurut peneliti seperti Muhammad Hadi Marifat, dengan bersandarkan pada ayat ketujuh Surat Al-Imran, yang menunjukkan dimungkinkannya bagi peneliti dan ulama sejati untuk mencapai kebenaran yang tersembunyi dalam ayat serupa.[56]

Nasikh dan Mansukh

Nasikh dan Mansukh  adalah dua kategori dari ayat-ayat Al-Qur'an. Ayat nasikh menggantikan hukum ayat Mansukh. Dengan turunnya ayat nasikh, maka berakhirlah  masa untuk ayat Mansukh.[57] Menurut para peneliti Al-Qur'an dan fukaha pembatalan hukum terjadi juga di dalam Al-Qur'an dan hadis, sehingga penggantian hukum ayat oleh ayat lainnya, atau Al-Qur'an dengan Sunnah, atau Sunnah dengan Sunnah, atau bahkan Sunnah dengan Al-Qur'an diberbolehkan dan telah terjadi sebelumnya di zaman Nabi saw sekalipun.[58]

Catatan Kaki

  1. Ma'rifat, Āmuzesh-e Ulum-e Quran, hlm. 10.
  2. Ma'rifat, al-Tamhid, jld. 1, hlm. 21; Kosha, Ulum-e Qurani, hlm. 939.
  3. Kosha, Ulum-e Qurani, hlm. 939.
  4. Baqiri, Ulum-e Qurani; Cisti, Cerai va Cegunegi, hlm. 50-54.
  5. Nashiri, Falsafe-e Ulum-e Quran, hlm. 229-235.
  6. Ma'rifat, al-Tamhid, jld. 1, hlm. 6.
  7. Zarqani, Manahil al-Irfan, jld. 1, hlm. 20.
  8. Baqiri, Ulum-e Qurani; Cisti, Cerai va Cegunegi, hlm. 46-47.
  9. Mahdavidar dan Ma'rifat, Ulum-e Quran, hlm. 9-17.
  10. Ma'rifat, Ulum-e Qurani, hlm. 7.
  11. Mahdavidar dan Ma'rifat, Ulum-e Quran, hlm. 9-17.
  12. Musawidarabi, Nushsush fi Ulum al-Quran, hlm. 9-17.
  13. Mahdavidar dan Ma'rifat, Ulum-e Quran, hlm. 86-87.
  14. Nashiri, Falsafe-e Ulum-e Quran, hlm. 226.
  15. Mahdavidar dan Ma'rifat, Ulum-e Quran, hlm. 87.
  16. Ibnu Nadim, al-Fihrist, hlm. 45-46.
  17. Ma'rifat, al-Tamhid, jld. 1, hlm. 292-293; Ramyar, Tarikh-e Quran, hlm. 370-371; Ayazi, Mushaf Imam Ali, hlm. 167 & 177-178.
  18. Ma'rifat, al-Tamhid, jld. 1, hlm. 7-8.
  19. Nashiri, Falsafe-e Ulum-e Quran, hlm. 8-22.
  20. Ma'rifat, al-Tamhid, jld. 1, hlm. 8; Mahdavidar dan Ma'rifat, Ulum-e Quran, hlm. 88.
  21. Mahdavidar dan Ma'rifat, Ulum-e Quran, hlm. 88.
  22. Mahdavidar dan Ma'rifat, Ulum-e Quran, hlm. 89-93.
  23. Subhi Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran, hlm. 124.
  24. Subhi Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran, hlm. 122.
  25. Mahdavidar dan Ma'rifat, Ulum-e Quran, hlm. 88.
  26. Mahdavidar dan Ma'rifat, Ulum-e Quran, hlm. 90-93.
  27. Pokatci, Tarikh-e Tafsir-e Quran, hlm. 114-119.
  28. Mahdavidar dan Ma'rifat, Ulum-e Quran, hlm. 93-97.
  29. Nashiri, Falsafe-e Ulum-e Quran, hlm. 226-227.
  30. Nashiri, Falsafe-e Ulum-e Quran, hlm. 228.
  31. Ma'rifat, al-Tamhid, jld. 1, hlm. 15-16; Mahdavidar dan Ma'rifat, Ulum-e Quran, hlm. 97-100.
  32. Mahdavidar dan Ma'rifat, Ulum-e Quran, hlm. 100-102.
  33. Mahdavidar dan Ma'rifat, Ulum-e Quran, hlm. 102-109.
  34. Thabthabai, Wahy ya Syu'ur-e Marmuz, hlm. 104.
  35. Qummi, Tafsir al-Qummi, jld. 2, hlm. 279; Thabathabai, al-Mizan, jld. 18, hlm. 74; Muthahari, Nabuvat, hlm. 81-84.
  36. Ma'rifat, Āmuzesh-e Ulum-e Qurani, hlm. 159.
  37. Muaddib, I'jaz-e Quran, hlm. 197.
  38. QS. Al-Isra :88.
  39. QS. Hud: 13.
  40. QS. Al-Baqarah :23.
  41. Nashihayan, Ulum-e Qurani dar Maktab-e Ahlebait Alaihimusalam, hlm. 154-155.
  42. Zarqani, Manahil al-Irfan, jld. 1, hlm. 102.
  43. Haji Mirzai, Asbab-e Nuzul, hlm. 192.
  44. Ma'rifar dan Lisani Fasharaki, Asbab an-Nuzul, hlm. 127.
  45. Hakim, Ulum al-Quran, hlm. 25.
  46. Ma'rifat, al-Tamhid, jld. 1, hlm. 114.
  47. Thabathabai, al-Mizan, jld. 2, hlm. 15-18.
  48. Nashiri, Cegunegi Ta'amul ba Rivayat-e Fazail va Khavas-e Ayat va Suvar, hlm. 52-53.
  49. Iqbal, Farhangnameh Ulum-e Quran, hlm. 219.
  50. Kulaini, al-Kafi, jld. 2, hlm. 596; Shaduq, Tsawab al-A'mal, hlm. 103; Malik bin Anas, al-Muwatha, jld. 1, hlm. 202.
  51. QS.Al-Isra :82; QS. Thaha :124.
  52. Ma'rifat, Āmuzesh-e Ulum-e Quran, hlm. 94-92.
  53. Allamah Hilli, Tadzkirah al-Fuqaha, jld. 3, hlm. 141; Syahid Awal, Dzikra al-Syiah fi Ahkam al-Syariah, jld. 3, hlm. 305.
  54. Ma'rifat, Āmuzesh-e Ulum-e Quran, hlm. 112.
  55. Subhi Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran, hlm. 282.
  56. Ma'rifat, Āmuzesh-e Ulum-e Quran, hlm. 117.
  57. Thabathabai, Quran dar Eslam, hlm. 41.
  58. Haji Mirzai, Nasikh va Mansukh, hlm. 2199.

Daftar Pustaka

  • Ayazi, Sayid Muhammad Ali. Mushaf Imam Ali as. Dalam Ensiklopedia Imam Ali, jld. 12, dibawah naungan Akbar Rasyad. Teheran: Markaz Nashr Pazuhesygah Farhang va Andiseh Islami, 1380 HS.
  • Baqiri, Ali Ausath. Ulum-e Qurani: Cisti, Cerai, va Cegunegi. Dalam jurnal Quran Syenakht, vol. 1, 1387 HS.
  • Deylami, Hasan bin Muhammad. A'lam ad-Din fi Shifat al-Mu'min. Qom: tanpa penerbit, 1408 H,
  • Haji Mirzai, Farzad. Nasikh va Mansukh. Dalam Ensiklopedia Quran va Quran Pazuhi. Jld. 2. Teheran: Penerbit Dustan-Nahid, 1377 HS.
  • Hakim, Muhammad Baqir. Ulum al-Quran. Qom: Majma' al-Fikr al-Islami, 1417 H.
  • Ibnu Nadim, Muhammad bin Ishaq. al-Fihrist. Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1417 H.
  • Iqbal, Ibrahim. Farhangnameh Ulum-e Quran. Teheran: Amir Kabir, 1385 HS.
  • Kousha, Muhammad Ali. Ulum-e Qurani. Dalam Ensiklopedia Muasher Quran-e Karim. Qom: Penerbit Salman Āzadeh, 1396 HS.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. al-Kafi. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiah, cet. 4, 1407 H.
  • Mahdavidar, Muhammad Ali dan Hamid ma'rifat. Ulum-e Quran. Dalam ensiklopedia Ulum-e Quran, jld. 1, dibawah naungan Ali Akbar Rasyad. Teheran: Sazman-e Intisyarat Pazuhesygah Farhang va Andisyeh Islami, 1396 HS.
  • Malik bin Anas. Muwatha al-Imam Malik. Yayasan Zaid bin Sulthan Ali Nahyan li al-A'mal al-Khairiyah wa al-Insaniyah, 1425 H.
  • Ma'rifat, Muhammad Hadi, Muhammad Ali Lisani Fasharaki. Asbab an-Nuzul. Dairah al-Ma'arif Buzurg-e Eslami, dibawah naungan Kazhim Musawi Bajanurdi. Jld. 8. Teheran: Markaz Dairah al-Ma'arif Buzurg-e Eslami, 1377 HS.
  • Ma'rifat, Muhammad Hadi. Āmuzesh-e Ulum-e Qurani. Qom: Yayasan Farhanggi Intisyarati al-Tamhid, 1387 HS.
  • Muaddib, Sayid Ridha. I'jaz-e Quran. Dalam Ensiklopedia Ulum-e Quran. Dibawah naungan Ali Akbar Rasyad, jld. 2. Teheran: Penerbit Pazuhesygah Farhang va Andiyeh Eslami, 1396 HS.
  • Musawi Darabi, Sayid Ali. Nushush fi al-Quran. Masyhad: Astan Qudz Razavi, 1422 H.
  • Muthahari, Murtadha. Nabuvat. Teheran: Penerbit Shadra, 1373 HS.
  • Nashiri, Ali. Cegunegi Ta'amul ba Rivayat-e Fazail va Khavas-e Ayat va Suvar. Majalah Ulum-e Hadis, tahun ke 21, vol. 1, 1395 HS.
  • Nashiri, Ali. Falsafe-e Ulum-e Quran. Dalam jurnal Qabasat, vol. 39-40, 1385 HS.
  • Nasihayan, Ali Akbar. Ulum-e Quran dar Maktab-e Ahlebait Alaihimusalam. Masyhad: Universitas Ulum-e Razavi, 1389 HS.
  • Pokatci, Ahmad. Tarikh-e Tafsir-e Quran-e karim. Teheran: Universitas Imam Shadiq, 1392 HS.
  • Qummi, Ali bin Ibrahim. Tafsir al-Qummi. Qom: Dar al-Kitab, 1363 HS.
  • Qurtubi, Muhammad bin Ahmad. al-Jami li Ahkam al-Quran. Teheran: Nashir Khusru, 1364 HS.
  • Ramyar, Mahmud. Tarikh-e Quran. Teheran: Amir Kabir, 1369 HS.
  • Shaduq, Muhammad bin Ali. Tsawab al-A'mal wa Iqab al-A'mal. Qom: Dar al-Syarif al-Radhi, cet. 20, 1406 H.
  • Subhi Shalih. Mabahits fi Ulum al-Quran. Beirut: Dar al-Alam li al-Malayin, 2000 M.
  • Suyuthi, Abdul Rahman bin Abi Bakar. al-Itqan fi Ulum al-Quran. Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, 1421 H.
  • Syahid Awal, Muhammad bin Maki. Dzikra al-Syiah fi Ahkam al-Syariah. Qom: Yayasan Alulbait li Ihya al-Turats, 1419 H.
  • Thabathabai, Sayid Muhammad Husain. al-Mizan fi Tafsir al-Quran. Beirut: Yayasan al-A'lami li al-Mathbua'at, 1390 H.
  • Thabathabai, Sayid Muhammad Husain. Quran dar Eslam. Editor: Muhammad Baqir Bahbudi. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiah, 1376 HS.
  • Thabathabai, Sayid Muhammad Husain. Wahy ya Syu'ur-e Mazmur. Qom: Dar al-Fikr, 1377 HS.
  • Zarqani, Muhammad Abdul Azhim. Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran. Dar Ihya al-Turats al-Arabi, tanpa tahun.