Lompat ke isi

Narkotika

tanpa Kategori
tanpa navbox
tanpa alih
Dari wikishia

Narkotika atau Zat Narkotika (bahasa Arab: المُخدِّرات) adalah bahan yang bersifat stimulan, halusinogen, dan pelemah tubuh yang memiliki dampak fisik dan mental, serta setelah beberapa kali digunakan, dapat menyebabkan kecanduan. Para ulama fikih sepakat tentang keharaman penggunaan berbagai jenis narkotika dan mendasarkan argumen mereka pada ayat-ayat Al-Qur'an, hadis, akal, dan kaidah laa dharar. Peneliti menyatakan bahwa titik kesamaan antara minuman memabukkan dan berbagai jenis narkotika terletak pada pengaruhnya dalam menghilangkan kesadaran. Sebagian besar ulama tidak menganggap narkotika sebagai sesuatu yang memabukkan menurut uruf dan tidak menerapkan hukum yang sama seperti pada minuman memabukkan. Oleh karena itu, penggunaan narkotika dianggap sebagai kejahatan dalam kategori takzir.

Para ulama juga memberikan berbagai argumen tentang haramnya produksi, penyelundupan, jual beli, dan distribusi narkotika. Sebagian berpendapat bahwa hal itu haram karena tidak memiliki manfaat yang halal dan rasional. Sebagian lainnya menyoroti dampak negatif narkotika terhadap individu dan masyarakat serta menetapkan hukuman mati bagi pengedar narkotika sebagai Mufsid fi al-ardh.

Definisi dan Kedudukan

Narkotika adalah zat yang menyebabkan rasa euforia atau kegembiraan yang tidak normal pada pengguna serta menciptakan ketergantungan dan kecanduan.[1] Selain itu, setiap zat yang menyebabkan kelemahan dan kelesuan yang signifikan pada tubuh dianggap sebagai narkotika.[2]

Dalam hadis-hadis Islam, beberapa jenis narkotika disebut dengan istilah seperti "banj", "mufattir", "mukhaddir", dan "Opium", serta dilarang untuk digunakan.[3]

Dalam kitab-kitab fikih, tidak ada bagian khusus yang membahas narkotika secara spesifik. Namun, hukum-hukum terkait dibahas dalam bagian seperti hudud, ta'zir,[4] thaharah dan najis,[5] salat,[6] talak,[7] muharabah,[8] diyah,[9] serta makanan dan minuman.[10]

Kesamaan Narkotika dengan Minuman Memabukkan

Sayid Muhammad Baqir Shadr dalam kitab Buhuts fi Syarh al-‘Urwah al-Wutsqa menyebutkan bahwa titik kesamaan antara narkotika dan minuman memabukkan (muskirat) terletak pada hilangnya kesadaran.[11] Disebutkan juga bahwa keduanya sama-sama merusak akal, melemahkan tubuh, menyebabkan kecanduan, dan memunculkan pemikiran buruk yang dapat mengarah pada kejahatan.[12] Selain itu, baik narkotika maupun minuman memabukkan membahayakan kesehatan tubuh.[13]

Dalil dan Dasar Keharaman Narkoba

Hadis Keharaman memakai narkotika dan zat yang menghilangkan akal

Nabi saw: Ketahuilah bahwa setiap yang memabukkan dan setiap zat narkotika itu haram, dan apa pun yang dalam jumlah besar dapat memabukkan, maka sedikit pun tetap haram, serta segala sesuatu yang membuat akal menjadi kacau dan hilang juga haram.[14]

Berbagai alasan yang dikemukakan oleh para ulama mengenai keharaman narkoba adalah sebagai berikut:

Al-Qur'an

Nashir Makarim Syirazi mendasarkan pandangannya pada bagian dari Ayat Tahlukah (وَ لَا تُلْقُوا بِأَیدِیکمْ إِلَی التَّهْلُکةِ), yang berarti "janganlah kalian menjatuhkan diri kalian ke dalam kebinasaan." Ia menyebutkan bahwa mengonsumsi narkoba termasuk ke dalam bentuk nyata dari perbuatan yang membawa kehancuran diri sendiri, sehingga dihukumi haram berdasarkan larangan ayat tersebut.[15] Peneliti fikih dan ushul Muhammad Jawad Mehri dalam buku Darsnameh Mawad Mukhaddir, dengan merujuk pada ayat-ayat seperti Ayat Tahlukah, Ayat Perdagangan, Surah Al-Isra' ayat 27, dan Surah Al-A'raf ayat 157, menyatakan bahwa mengonsumsi dan memperdagangkan narkoba termasuk ke dalam tindakan haram seperti memakan harta secara batil, menjatuhkan diri dalam kebinasaan, serta menyia-nyiakan harta. Menurut penjelasannya, narkoba adalah zat yang hina, berbahaya, keji, dan merusak akal; oleh karena itu, penggunaan dan jual beli narkoba adalah haram.[16]

Hadis-Hadis Islam

Sebagian ulama menggunakan hadis dengan isi seperti "setiap yang memabukkan adalah haram dan setiap yang memabukkan akal juga haram"[catatan 1] dan juga "Setiap sesuatu yang memiliki pengaruh seperti hal-hal yang memabukkan adalah haram [catatan 2] sebagai dasar keharaman narkoba.[17]

Namun, Sayid Abdul Karim Musawi Ardabili, dalam bukunya Fiqh al-Hudud wa al-Ta'zirat, menyatakan bahwa hadis-hadis yang disebutkan dalam literatur tentang keharaman narkoba memiliki sanad yang lemah sehingga penggunaannya sebagai dalil dianggap tidak valid.[18]

Dalil Akal

Menurut Sayid Muhammad Baqir Shadr, hukum syar’i tentang keharaman narkoba dapat diketahui melalui akal.[19] Ia menilai bahwa akal dapat membandingkan narkoba dengan minuman keras dalam hal merusak akal dan kemampuan berpikir, sehingga memutuskan keharamannya.[20]

Apakah Keharaman Narkoba Disebabkan Oleh Kerugian yang Ditimbulkannya?

Menurut Nashir Makarim Syirazi, meskipun kaidah La Dharar berkaitan dengan larangan merugikan orang lain, tetapi juga mencakup larangan merugikan diri sendiri. Berdasarkan hal ini, ia menyatakan bahwa narkoba yang jelas-jelas merugikan diri sendiri dan orang lain, dihukumi haram.[21]

Menurut Sayid Muhammad Baqir Shadr, alasan keharaman meminum khamr adalah efek memabukkannya, sedangkan alasan keharaman penggunaan narkotika adalah dampak buruknya. [22]

Beberapa ulama fikih menyamakan bahaya penggunaan narkotika dengan konsumsi racun atau bahan beracun. Mereka meyakini bahwa apa pun yang membahayakan tubuh, seperti memakan racun (sedikit atau banyak, padat atau cair),[23] hukumnya haram;[24] namun, jika penggunaannya dalam jumlah kecil tidak membahayakan, seperti opium (afyun), penggunaannya tidak haram selama tidak merugikan tubuh. Akan tetapi, jika penggunaannya mencapai tingkat yang membahayakan, maka bahkan penggunaan dalam jumlah kecil pun menjadi haram. [25]

Berdasarkan prinsip ini, beberapa ulama seperti Sayid Abu Al-Qasim Khu'i (W. 1371 H.S), meyakini bahwa penggunaan narkotika dihukumi haram karena menyerupai konsumsi racun dan merugikan tubuh, serta membahayakan kesehatan fisik dan mental, baik karena penggunaannya dalam jumlah besar maupun karena kebiasaan yang terus-menerus.[26]

Ada juga ulama seperti Imam Khomeini[27] dan Ayatullah Ali Khamenei[28] yang menekankan bahaya dan kerugian narkotika, serta menganggap keharamannya berdasarkan dampak buruk baik secara pribadi maupun sosial.

Tolok Ukur Bahaya Narkotika

Menurut ulama fikih, sesuatu yang penggunaannya satu atau dua kali tidak merugikan, tetapi menjadi berbahaya karena penggunaan terus-menerus dan menyebabkan kecanduan, maka penggunaan yang berulang dan kecanduan terhadapnya hukumnya haram.[29]

Berdasarkan prinsip ini, ulama seperti Mirza Jawad Tabrizi,[30] Muhammad Taqi Bahjat (W. 1388 H.S),[31] dan Muhammad Fadhil Lankarani (W. 1386 H.S) [32] berpendapat bahwa kriteria keharaman narkotika adalah kecanduannya, bukan hanya penggunaannya. Mereka meyakini bahwa bahaya narkotika terletak pada kecanduannya, sehingga penggunaan yang mengarah pada kecanduan tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, ulama berpendapat bahwa jika seseorang telah kecanduan narkotika dan tidak memiliki kemampuan untuk berhenti, maka penggunaannya dianggap tidak bermasalah secara syar'i berdasarkan prinsip darurat dan menjaga nyawa.[33]

Hukuman Konsumsi Narkotika

Terkait apakah narkotika termasuk dalam kategori zat memabukkan (muskir) dan apakah hukum pidana untuk zat memabukkan berlaku juga untuk narkotika, terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama fikih Imamiyah. Dalam kitab-kitab fikih disebutkan bahwa penyamaan narkotika dengan zat memabukkan tidaklah pasti dan menjadi subjek perbedaan pendapat. Mayoritas ulama fikih tidak menganggap narkotika sebagai zat memabukkan secara 'urf (adat/kebiasaan) dan tidak menerapkan berbagai hukum zat memabukkan pada narkotika;[34] oleh karena itu, penggunaan narkotika dianggap sebagai salah satu kejahatan yang dikenakan hukuman takzir.[35]

Sebaliknya, sebagian ulama lain berpendapat bahwa alasan keharaman penggunaan narkotika adalah efek memabukkan yang dimilikinya,[36] dan mereka menjadikan sifat memabukkan sebagai dasar penerapan hukuman hudud pada narkotika. Sebagai contoh, Allamah Hilli, seorang ulama fikih dan teolog Syiah pada abad ke-8 Hijriyah, dalam kitab Qawa‘id Al-Ahkam[37] dan Imam Khomeini dalam kitab Tahrir al-Wasilah[38] berpendapat bahwa setiap zat memabukkan, baik padat maupun cair, hukumnya sama dengan khamr, seperti hasyisy.

Syahid Awal, seorang ulama fikih Syiah pada abad ke-8 Hijriyah, dalam membahas keharaman penggunaan hasyisy, mengacu pada dua pandangan beserta konsekuensinya. Ia menyebutkan bahwa jika keharaman hasyisy disebabkan oleh efek memabukkan, maka akan dikenakan hukuman hudud. Namun, jika keharamannya disebabkan oleh kerusakan yang ditimbulkannya (seperti merusak akal), maka hukumannya berupa takzir.[39]

Hukum Produksi, Penyelundupan, dan Jual Beli Narkotika

Perbedaan pendapat di kalangan fukaha Imamiyah terkait zat memabukkan dalam bentuk padat seperti bhang dan hasyis, terbatas pada hukum kesuciannya (thaharah) dan kenajisannya. Namun, mereka sepakat bahwa konsumsi segala jenis narkotika adalah haram. Beberapa fuqaha berpendapat bahwa zat memabukkan dalam bentuk padat adalah suci dan meskipun sesuatu ditambahkan sehingga mengubahnya menjadi cair, tetap dianggap suci.[40] Sebaliknya, ada fuqaha lain yang berfatwa bahwa setiap zat memabukkan adalah najis.[41]

Allamah Hilli, seorang faqih dan teolog Syiah pada abad ke-8 Hijriah, menganggap kriteria keharaman jual beli narkotika disebabkan oleh penggabungan zat ini dengan zat memabukkan;[42] namun kebanyakan fuqaha menetapkan kriteria keharaman penyelundupan dan transaksi narkotika berdasarkan tidak adanya manfaat yang halal dan rasional serta niat untuk keuntungan yang haram. Mereka menyatakan bahwa jika kegiatan ini untuk tujuan yang halal, seperti pengobatan dan hal-hal rasional lainnya, maka dibolehkan; selain itu, hukumnya haram.[43] Sebagai contoh, Sayid Ali Khamenei (lahir 1939) mengharamkan penggunaan narkotika[44] serta jual beli, transportasi, dan penyimpanannya karena dampak kerugian pribadi dan sosial yang ditimbulkan, kecuali untuk pengobatan penyakit, yang hanya boleh dilakukan atas rekomendasi dokter yang kompeten dan terpercaya. Dalam hal ini, penggunaannya dalam jumlah yang diperlukan tidak menjadi masalah.[45]

Nashir Makarim Syirazi (lahir 1926) menganggap penggunaan opium dan narkotika lainnya serta jual beli dan keikutsertaan dalam pertemuan yang menggunakan narkotika sebagai dosa besar. Beliau juga menganggap segala bentuk bantuan dalam penanaman, penjualan, transportasi, dan penggunaan narkotika sebagai hal yang jelas haram.[46] Menurut beliau, siapa pun yang memberikan bantuan kepada penanaman, persiapan, transportasi, dan distribusi narkotika telah melakukan perbuatan haram dan akan mendapatkan hukuman Ilahi. Setiap pendapatan yang dihasilkan dari itu dianggap haram dan tidak sah.[47]

Beberapa fuqaha lain, seperti Mirza Jawad Tabrizi (w. 2006), menganggap kriteria keharaman terletak pada penyebaran dan peningkatan kerusakan serta kecanduan dalam masyarakat. Fuqaha lain seperti Imam Khomeini dan Sayid Kazhim Hairi (lahir 1938), menganggap kriteria keharaman sebagai pelanggaran terhadap peraturan dan hukum pemerintah Islam.[48]

Apakah Penyelundup Narkotika Termasuk "Mufsid fi al-Ardh"?

Beberapa Fukaha menganggap penyelundup narkotika dan mereka yang secara luas mendirikan pusat-pusat maksiat sebagai contoh nyata dari "Mufsid Fi al-Ardh" (perusak di bumi). Misalnya, Nashir Makarim Syirazi dalam mendefinisikan "Mufsid fi al-Ardh" menulis: "Mufsid Fi al-Ardh adalah orang yang menyebabkan kerusakan besar di suatu lingkungan, meskipun tanpa menggunakan senjata, seperti penyelundup narkotika dan mereka yang mendirikan pusat-pusat maksiat secara besar-besaran."[49]

Imam Khomeini juga berpendapat bahwa kerusakan dalam kasus narkotika terjadi jika barang yang disebarkan menyebabkan banyak orang terjangkit atau jika niatnya demikian atau jika orang tersebut mengetahui akibat dari perbuatannya;[50] oleh karena itu, dalam jawabannya terhadap surat Sayid Abdul Karim Musawi Ardabili (1905-1996), Presiden Mahkamah Agung pada saat itu, mengenai penetapan hukuman mati bagi Mufsid fi al-Ardh di pengadilan, beliau mengizinkan mereka untuk bertindak sesuai dengan pandangan Husain Ali Muntazeri 1901-2009).[51] Muntazeri menganggap sah hukuman mati untuk Mufsid fi Al-Ardh [52] dan hanya jika ada keraguan tentang keberlakuan istilah Mufsid, menurut kaidah ihtiyat fi al-dam (prinsip kehati-hatian dalam darah), maka hukuman mati tidak dianggap sah.[53]

Monografi

Buku Mawad Mukhaddir dar Manabi' Fiqhi wa Fatawa Maraji' Taqlid-e 'Izham karya Ali Akbar Basri adalah sebuah karya yang membahas hukum penggunaan narkotika dan hukuman terkait dalam sumber-sumber fiqh Islam. Buku ini diterbitkan oleh Khorsandi Press pada tahun 2009.[54]

Catatan Kaki

  1. Mahyar, Dairah al-Ma'arif I'tiyad wa Mawad Mukhaddir, hal. 21; Salmanpour, Mabani Fiqhi Hurmat-e Isti'mal wa Qoco-e Mawad Mukhaadir wa jaraim Marbut be On, hal. 122.
  2. Lihat, Husaini, Farhang-e Istilahat-e Feqh, hlm. 456; Muin, Farhangg-e Muin, di bawah entri "Mukhaddir".
  3. Misalnya, lihat Nuri, Mustadrak al-Wasa'il, jld.. 17, hlm. 86.
  4. Syekh Mufid, Al-Muqni'ah, 1413 H, hlm. 805.
  5. Syahid Tsani, Masalik al-Afham, 1413 H,jld.. 1, hlm. 122.
  6. Syekh Thusi, al-Mabsuth fi Fiqh al-Imamiyah, 1387 H,jld.. 1, hlm. 128.
  7. Syekh Thusi, Kitab al-Khilaf, Muassasah Nashr Islami,jld.. 4, hlm. 480.
  8. Syekh Mufid, Al-Muqni'ah, 1413 H, hlm. 805.
  9. Najafi, Jawahir al-Kalam, 1362 Hs,jld.. 42, hlm. 187.
  10. Najafi, Jawahir al-Kalam, 1362 Hs,jld.. 36, hlm. 370.
  11. Shadr, Buhuts fi Syarh al-‘Urwah al-Wutsqa, 1408 H,jld.. 3, hlm. 367.
  12. Thayar, Al-Mukhaddarat fi Fiqh al-Islami, 1418 H, hlm. 89.
  13. Fathi Bahansy, al-Mausu'ah al-Jinaiyah fi Fiqh al-Islami, 1412 H,jld.. 2, hlm. 394.
  14. Al-Kulaini, al-Kafi,jld.id 6, hal. 408.
  15. Makarim Syirazi, Istifta'at Jadid,jld.id 3, hal. 171.
  16. Mehri, Darsnameh Mawad Mukhaddir, 1401 H, hal. 207–215.
  17. Lihat misalnya Ansari, Kitab al-Thaharah,jld.. 1, hal. 210.
  18. Musawi Ardabili, Fiqh al-Hudud wa al-Ta'zirat, jld. 2, hal. 562.
  19. Shadr, Dars fi Ilm al-Ushul, jld. 1, hal. 279.
  20. Shadr, Dars Fi Ilm Al-Ushul, jld. 1, hal. 279.
  21. Makarim Syirazi, Istifta'at Jadid, jld.. 3, hal. 173-174.
  22. Shadr, Buhuts fi Syarh al-‘Urwah al-Wutsqa,jld.. 3, hlm. 367.
  23. Syahid Tsani, Masalik al-Afham, jld.. 12, hlm. 70.
  24. Syahid Tsani, al-Raudhah al-Bahiyyah fi Syarh al-Lum‘ah al-Dimasyqiyyah,jld.. 7, hlm. 329.
  25. Najafi, Jawahir al-Kalam,jld.. 36, hlm. 372.
  26. Khu'i, Minhaj al-Shalihin, jld. 2, hlm. 347.
  27. Imam Khomeini, Istifta'at, jld. 2, hlm. 35-37.
  28. Khamenei, Ajwibah al-Istifta'at, jld. 2, hlm. 53.
  29. Lihat misalnya, Imam Khomeini, Tahrir Al-Washilah, jld. 2, hlm. 164.
  30. Tabrizi, Istifta'at Jadid, jld. 2, hlm. 483.
  31. Bahjat, Istifta'at, jld. 4, hlm. 558.
  32. Fadhil Lankarani, Jami' al-Masa'il, jld. 2, hlm. 271.
  33. Lihat misalnya, Makarim Syirazi, Istifta'at Jadid, jld. 1, hlm. 161.
  34. Lihat misalnya Najafi, Jawahir al-Kalam,jld. 41, hlm. 449.
  35. Fadhil Muqaddad, al-Tanqih al-Ra’i li Mukhtashar al-Syara’i‘,jld. 4, hlm. 366; Syahid Awal, al-Qawa‘id wa al-Fawa‘id, Maktabah Mufid, jld. 2, hlm. 76.
  36. Lihat: Allamah Hilli, Qawa‘id Al-Ahkam, jld. 1, hlm. 120; Allamah Hilli, Ajwibah al-Masail al-Muhanna’iyyah, jld. 1, hlm. 32.
  37. Allamah Hilli, Qawa'id al-Ahkam, jld. 3, hlm. 332.
  38. Imam Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jld. 2, hlm. 166.
  39. Syahid Awal, al-Qawa'id wa al-Fawaid, Maktabah Mufid, jld. 2, hlm. 73.
  40. Imam Khomeini, Tadhkirat al-Masail, 1372 SH, hlm. 15; "Penggunaan Tembakau dan Narkotika", situs web Kantor Pemeliharaan dan Publikasi Karya Ayatollah Khamenei.
  41. Khu'i, al-Tanqih fi Syarh al-‘Urwah al-Wutsqa, jld. 2, hlm. 99.
  42. Allamah Hilli, Qawa’id al-Ahkam,jld. 1, hlm. 120.
  43. Basri, Ali Akbar, Narkotika dalam Sumber Fiqh dan Fatwa Para Ulama, hlm. 118-87. (Fatwa asli tersedia dalam buku ini.)
  44. "Penggunaan Tembakau dan Narkotika", situs web Kantor Pemeliharaan dan Publikasi Karya Ayatollah Khamenei.
  45. Khamenei, Ajwibah al-Istifta’at, jld. 2, hlm. 53.
  46. Makarim Syirazi, Istifta’at Jadid, jld. 3, hlm. 174-173.
  47. Makarim Syirazi, Istifta’at Jadid, jld. 2, hlm. 242.
  48. Bashiri, Ali Akbar, Mawad Mukhaddir dar Manabi' Fiqh wa Fatawa Maraji' Taqlid, hlm. 87-118.
  49. Makarim Syirazi, Istifta’at Jadid, jld. 2, hlm. 499.
  50. Imam Khomeini, Shahifeh Imam, jld. 18, hlm. 354
  51. Imam Khomeini, Shahifeh Imam, jld. 20, hlm. 397.
  52. Muntazeri, Risalah Istifta’at, jld. 1, hlm. 254.
  53. Muntazeri, Risalah Istifta’at, jld. 1, hlm. 254.
  54. "Mawad Mukhaddir dar Manabi' Fiqhi wa Fatawa Maraji' 'Izham", situs web Perpustakaan Iran.

Catatan

  1. ألا إنَّ كلَّ مُسكرٍ حَرامٌ، وكلَّ مُخدِّرٍ حَرامٌ، وما أسكرَ كثيرُهُ حَرامٌ قليلُهُ، وما خَمَّرَ العَقلَ فَهُوَ حَرامٌ ؛ Nabi Muhammad saw: Ketahuilah, setiap yang memabukkan haram, setiap yang memabukkan akal adalah haram, dan sesuatu yang memabukkan baik banyak ataupun sedikit adalah haram. (Al-Kulaini, al-Kafi, jld. 6, hal. 408.)
  2. إنَّ اللّه َ عز و جل لَم یحَرِّمِ الخَمرَ لاِسمِها، ولکنَّهُ حَرَّمَها لِعاقِبَتِها ؛ فَما کانَ عاقِبَتُهُ عاقِبَةَ الخَمرِ فَهُوَ خَمرٌ; Imam Kazhim as: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak mengharamkan khamar karena namanya, tetapi Dia mengharamkannya karena akibatnya; maka apa pun yang akibatnya seperti khamar, maka itu juga khamar. (Kulaini, al-Kafi, Jld. 6, hlm. 412.)

Daftar Pustaka

  • Allamah Hilli, Hassan ibn Yusuf, Ajwibah al-Masail al-Muhannaiyah, Pendahuluan oleh Mahi al-Din Mamaghani, Qom: Penerbit Khiyam, Edisi pertama, 1401 H.
  • Allamah Hilli, Hassan ibn Yusuf, Mukhtalaf al-Syi'a fi Ahkam al-Syari'ah, Qom: Biro Penerbitan Islam, 1419 H.
  • Allamah Hilli, Hassan ibn Yusuf, Qawa'id al-Ahkam fi Ma'rifah al-Halal wa al-Haram, Qom: Biro Penerbitan Islam, 1419 H.
  • Anshari, Murtadha, Kitab al-Taharah, Qom: Konferensi Internasional untuk Peringatan Seratus Tahun Kelahiran Syekh al-Anshari, Edisi pertama, 1415 H.
  • Bahjat, Muhammad Taqi, Istifta'at, Qom: Biro Penerbitan Ayatullah Bahjat, 1386 H.
  • Fadhil Lankarani, Muhammad Fadhil, Jami' al-Masail, Qom: Amir Qalam Publishing, Edisi kesebelas, 1383 H.
  • Fadhil Miqdad, Miqdad ibn Abdullah, Al-Tanqih al-Ra'i' li Mukhtasar al-Syara'i', Disunting oleh Abdul Latif Husaini Kuh Kamari, Qom: Ayatullah Mar'asyi Najafi Library, 1404 H.
  • Fathi Behnasi, Ahmad, Al-Mausu'ah al-Jina'iyyah fi al-Fiqh al-Islami, Beirut: Dar al-Nahdah al-Arabiyyah, 1412 H.
  • Hilali, Saad al-Din Mas'ad, Al-Ta'shil al-Syar'i lil Khamr wa Makhadarat: Dirasah Fiqhiyyah Muqaranah, Kuwait, Tanpa Penerbit, 1421 H.
  • Husaini, Muhammad, Farhangg-e Istilahat-e Fiqh, Teheran: Soroush Publishing, 1389 H.
  • Imam Khomeini, Sayid Ruhullah, Istifta'at, Qom: Biro Penerbitan Islam, Edisi pertama, 1372 H.
  • Imam Khomeini, Sayid Ruhullah, Shahifeh Imam, Teheran: Lembaga Penerbitan Karya Imam Khomeini, 1389 H.
  • Imam Khomeini, Sayid Ruhullah, Tahrir al-Wasilah, Teheran: Lembaga Penerbitan Karya Imam Khomeini, 1392 H.
  • Imam Khomeini, Sayid Ruhullah, Taudhih al-Masail, Teheran: Organisasi Penerbitan dan Percetakan Kementerian Kebudayaan dan Panduan Islam, Edisi ketujuh, 1372 H.
  • Khamenei, Sayid Ali, Ajwibah al-Istifta'at, Beirut: Dar al-Islami al-Nashr wa al-Tauzi’, 1420 H.

Khui, Sayid Abul-Qasim, Minhaj al-Salihin, Qom: Madina al-Ilm Publications, 1410 H.

  • Khui, Sayid Abul-Qasim, Al-Tanqih fi Sharh al-Urwat al-Wuthqa, Qom: Dar al-Hadi Publications, 1410 H.
  • Kulayni, Muhammad ibn Ya'qub, Al-Kafi, Disunting oleh Ali Akbar Ghafari, Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1407 H.
  • Mahyar, Azar dan Simah Nuhi, Da'irah al-Ma'arifah I'tiyad wa Mawad Mukhaddir, Teheran: Arjmand Publishing, Edisi pertama, 1387 H.
  • Makarim Syirazi, Nashir, Istifta'at Jadid, Disunting oleh Abul-Qasim Alyan Nezhadi, Qom: Penerbit Madrasah Imam Ali ibn Abi Thalib, 1427 H.
  • Mashraf Dukhaniyat wa Mawad Mukhadir, Website Biro Penyimpanan dan Penerbitan Karya Ayatullah Khamenei, Tanggal Akses: 3 Syahrivar 1403 H.
  • Mawad Mukhaddir dar Manabi' Fiqh wa Fatawa Maraji' Taqlid Izham , Basis Data Informasi Perpustakaan Iran, Tanggal Akses: 5 Syahrivar 1403 H.
  • Mehri, Muhammad Jawad, Darsnameh Mawad Makhadir: Rahbordha-ye Muqabeleh-i wa Khodkaramadi az Didgah-e Qur'an, Riwayat, wa Karsyenasan*, Qom: Bustan-e-Ketab, 1401 H.
  • Muntazeri, Husain Ali, Risalah Istifta'at, Teheran: Sayeh Publishing, 1384 H.
  • Muin, Muhammad, Farhangg-e Muin*, Teheran: Penerbit Sarayesy, 1382 H.
  • Musawi Ardabili, Sayid Abdul Karim, Fiqh al-Hudud wa al-Ta'zirat, Qom: Lembaga Penerbitan Universitas Mufid, Edisi kedua, 1427 H.
  • Najafi, Muhammad Hasan, Jawahir al-Kalam fi Syarh Syarai' al-Islam, Disunting oleh Abbas Gouchani dan Ali Akhundi, Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi, Edisi ketujuh, 1362 H.
  • Nuri, Husain, Mustadrak al-Wasa'il wa Mustanbit al-Masail, Beirut: Al-Bayt Institute as, 1408 H.
  • Salmanpour, Mohammad-Javad, "Mabani Fiqhi Haramat Estamal Va Qachaq Mavad Makhadar Va Jarayem Mote'aleq Be An," Majallah Fiqh Ahl al-Bayt, Qom: No. 35, Musim Gugur 1382 H.
  • Shadr, Sayid Muhammad Baqir, Buhuts fi Syarh al-Urwah al-Wutsqa, Qom: Institut Ilmiah Syahid Shadr, Edisi kedua, 1408 H.
  • Shadr, Sayid Muhammad Baqir, Durus fi Ilm al-Ushul, Beirut: Al-Maktabah al-Madrasah, 1406 H.
  • Syahid Awal, Muhammad ibn Maki, Al-Qawa'id wal-Fawa'id, Disunting oleh Sayid Abd al-Hadi Hakim, Qom: Mufid Bookstore, Tanpa Tanggal.
  • Syahid Tsani, Zayn al-Din ibn Ali, Al-Raudhah al-Bahiyyah fi Syarh al-Lum'ah al-Dimasyqiyyah, Disunting oleh Sayid Muhammad Kalantar, Qom: Dawari Bookstore, Edisi pertama, 1410 H.
  • Syahid Tsani, Zayn al-Din ibn Ali, Masalik al-Afham ila Tanqih Syarai' al-Islam, Qom: Institut Ilmu Pengetahuan Islam, 1413 H.
  • Syekh Mufid, Muhammad ibn Muhammad, Al-Muqni’ah, Qom: Konferensi Seribu Tahun Syekh Mufid, Edisi pertama, 1413 H.
  • Syekh Thusi, Muhammad ibn Hasan, Al-Mabsut fi al-Fiqh al-Imamiyah, Disunting oleh Muhammad Baqir Bahbudi, Teheran: Al-Maktabah al-Murtadawiyyah untuk Memulihkan Warisan Ja’afari, Edisi ketiga, 1387 H.
  • Syekh Thusi, Muhammad ibn Hasan, Kitab al-Khilaf, Disunting oleh Para Cendekiawan dari Seminar Qom, Qom: Institut Penerbitan Islam, 1407 H.
  • Tabrizi, Jawad, Istifta'at Jadid, Qom: Surur Publications, 1385 H.
  • Thayyar, Abdullah ibn Muhammad, Al-Mukhaddarat fi Fiqh al-Islami, Riyadh: Dar Ibn Jauzi, Edisi kedua, 1418 H.
  • Zibhi, Husain, Syarh Jami' Qanun Mubarezeh ba Mawad Mukhaddir, Teheran: Pusat Penerbitan dan Percetakan Kehakiman, 1397 H.