Lompat ke isi

Ahmad: Perbedaan antara revisi

33 bita ditambahkan ,  1 Desember 2018
imported>M.hazer
imported>M.hazer
Baris 36: Baris 36:


==Pemberian Nama dengan Nama Ahmad dalam Sejarah Islam==
==Pemberian Nama dengan Nama Ahmad dalam Sejarah Islam==
Contoh penamaan dengan Ahmad pada paruh pertama abad ke-[[1 H]] yang dilaporkan oleh Waqidi sangat diragukan. Berdasarkan riwayat ini, anak keempat dari [[Ja'far bin Abi Thalib]] dari [[Asma binti Umais]] bernama Ahmad. <ref>Ibnu Hajar, ''al-Ishabah'', jld.1, hlm.97</ref> sementara sebagian besar sumber hanya mengisyartakan kepada 3 anak dari anak mereka berdua dengan nama Abdullah, Aun dan Muhammad. <ref>Ibnu Saad,''Kitab Thabaqāt al-Kabir'', jld.4, hlm.22-23; Ibnu Atsir, Ali, ''Usd al-Ghabah'', jld.5, hlm.395; Ibnu Anbah, ''Umdah al-Thalib'', hlm.36</ref> Jumlah anak yang lahir dari pernikahan ini mencapai 8 orang tapi diantara mereka tidak ada yang bernama Ahmad.
Contoh penamaan dengan Ahmad pada paruh pertama abad ke-[[1 H]] yang dilaporkan oleh Waqidi sangat diragukan. Berdasarkan riwayat ini, anak keempat dari [[Ja'far bin Abi Thalib]] dari [[Asma binti Umais]] bernama Ahmad. <ref>Ibnu Hajar, ''al-Ishābah'', jld.1, hlm.97</ref> sementara sebagian besar sumber hanya mengisyartakan kepada 3 anak dari anak mereka berdua dengan nama Abdullah, 'Aun dan Muhammad. <ref>Ibnu Saad,''Kitab Thabaqāt al-Kabir'', jld.4, hlm.22-23; Ibnu Atsir, Ali, ''Usd al-Ghabah'', jld.5, hlm.395; Ibnu Anbah, ''Umdah al-Thalib'', hlm.36</ref> Jumlah anak yang lahir dari pernikahan ini mencapai 8 orang tapi diantara mereka tidak ada yang bernama Ahmad.


Dalam kelahiran-kelahiran [[Islam]], Ahmad bin Amr bin Tamim, ayah Khalil sastrawan tersohor mazhab Basrah (L 170 H/786), adalah orang pertama yang bernama Ahmad. Mengingat bahwa Khalil meninggal pada usia 74 tahun <ref>Ibnu Nadim, ''al-Fihrist'', hlm.48; Nawawi, ''Tahdzib al-Asma wa al-Lughat'', jld.1, hlm.178.</ref> dan kelahirannya atas dasar ini sekitar tahun 96 H/715, maka penamaan ayahnya dapat diprediksikan terjadi pada kuartal ketiga dari abad ke-1 H. Seorang bernama Ahmad ibnu Hamuwaih yang dianggap sebagai sahabat [[Imam Ali bin Husain as]]<ref>Thusi, ''Rijal'', hlm.84.</ref>, jika percaya pada laporan itu, juga harus dijadikan contoh lain selain Ahmad ayah Khalil. Dan tak lama setelahnya bisa diangkat pula seseorang bernama Ahmad bin Muhammad Hadrami yang dianggap sebagai salah satu [[sahabat]] [[Imam Baqir as]] (L. 114 H/732). <ref>Barqi, ''Rijal'', hlm.10; Montgomery Watt, hlm.111.</ref>
Dalam kelahiran-kelahiran [[Islam]], Ahmad bin Amr bin Tamim, ayah Khalil sastrawan tersohor mazhab Basrah (L 170 H/786), adalah orang pertama yang bernama Ahmad. Mengingat bahwa Khalil meninggal pada usia 74 tahun <ref>Ibnu Nadim, ''al-Fihrist'', hlm.48; Nawawi, ''Tahdzib al-Asmā wa al-Lughāt'', jld.1, hlm.178.</ref> dan kelahirannya atas dasar ini sekitar tahun 96 H/715, maka penamaan ayahnya dapat diprediksikan terjadi pada kuartal ketiga dari abad ke-1 H. Seorang bernama "Ahmad ibnu Hamwaih" yang dianggap sebagai sahabat [[Imam Ali bin Husain as]]<ref>Thusi, ''Rijal'', hlm.84.</ref>, jika percaya pada laporan itu, juga harus dijadikan contoh lain selain Ahmad ayah Khalil. Dan tak lama setelahnya bisa diangkat pula seseorang bernama "Ahmad bin Muhammad Hadrami" yang dianggap sebagai salah satu [[sahabat]] [[Imam Baqir as]] (L. 114 H/732). <ref>Barqi, ''Rijal'', hlm.10; Montgomery Watt, hlm.111.</ref>


Penekanan pada sosok ayah Khalil sebagai orang pertama pada era Islam yang diberi nama '''Ahmad''', terlihat dalam sumber-sumber klasik Islam, <ref>Ibnu Nadim, ''al-Fihrist'', hlm.48.</ref> dan dalam kasus ini terkadang terlihat pula klaim kesepakan pendapat. <ref>Ibnu Hajar, ''al-Ishabah'', jld.1, hlm.97.</ref> Catatan-catatan ini menegaskan satu poin historis bahwa pada zaman-zaman kuno sekalipun, para penulis Islam tidak menemukan bukti bahwa pada separuh pertama abad ke-1 H orang-orang yang terlahir muslim diberi nama Ahmad.
Penekanan pada sosok ayah Khalil sebagai orang pertama pada era Islam yang diberi nama "Ahmad", terlihat dalam sumber-sumber klasik Islam, <ref>Ibnu Nadim, ''al-Fihrist'', hlm.48.</ref> dan dalam kasus ini terkadang terlihat pula klaim kesepakan pendapat. <ref>Ibnu Hajar, ''al-Ishabah'', jld.1, hlm.97.</ref> Catatan-catatan ini menegaskan satu poin historis bahwa pada zaman-zaman kuno sekalipun, para penulis Islam tidak menemukan bukti bahwa pada paruh pertama abad ke-1 H orang-orang yang terlahir muslim diberi nama Ahmad.


Dengan mempertimbangkan keterlambatan menyebarnya penamaan dengan Ahmad di kalangan muslimin dan beberapa argumen lain, sejumlah peneliti kontemporer berasumsi bahwa kata "Ahmad" di dalam [[Alquran]] seharusnya tidak dianggap sebagai 'Alam tetapi harus dianggap sebagai sifat. Penyimpulan ke-'alaman dari kata ini bermula ketika Nabi saw  disamakan dengan Farqalith (Parakletos) yang dijanjikan dalam Injil. <ref>Montgomery Watt, hlm.113.</ref>
Dengan mempertimbangkan keterlambatan menyebarnya penamaan dengan Ahmad di kalangan [[muslimin]] dan beberapa argumen lain, sejumlah peneliti kontemporer berasumsi bahwa kata "Ahmad" di dalam [[Alquran]] seharusnya tidak dianggap sebagai 'Alam tetapi harus dianggap sebagai sifat. Penyimpulan ke-'alaman dari kata ini bermula ketika Nabi saw  disamakan dengan Farqalith (Parakletos) yang dijanjikan dalam Injil. <ref>Montgomery Watt, hlm.113.</ref>


Penggunaan kata Ahmad untuk Nabi saw di dalam Alquran sekalipun hanya sekedar sifat, demikian juga sejarah nama ini di kalangan orang Arab, bisa dijadikan motivasi yang memadai untuk penamaan dengan '''Ahmad''' di kalangan umat Islam. Oleh karena itu, jika sejarah sejenak menunjukkan penamaan dengan Ahmad di kalangan Arab -persis pada masa perpindahan ajaran kuno ke Islam-, maka sebabnya mesti dicari pada asumsi-asumsi awal Islam. Tanpa melihat laporan khusus, adalah mungkin untuk mengatakan bahwa kaum muslimin pada awal Islam sebagaimana telah menghindar dari menggunakan kunyah Abul Qasim, kunyah Nabi saw <ref>Bukhari, ''Shahih'', jld.2, hlm.14; Muslim bin Hajaj,''Shahih'', hlm.1684-1682</ref> atau sekurang-kurangnya dari menggabungkan nama Muhammad dan kunyah Abul Qasim, <ref>Abu Daud Sajistani, ''Sunan'', jld.4, hlm.292; Tirmidzi, ''Sunan'', jld.5, hlm.136-137; Kulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.21</ref> mereka juga menghindar dari menamai anak-anak mereka dengan '''Ahmad'''. Pemusnahan penghindaran ini dan penyebaran nama Ahmad bahkan dimunculkannya kesunahan nama ini <ref>Khulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.19; Zarqani, ''Syarh al-Mawāhib al-Ladunniah'', jld.5, hlm.301.</ref> tidak lebih aneh dari pada penghindaran dari penggabungan antara nama dan kunyah Muhammad dengan Abul Qasim pada masa [[sahabat]] yang kadang-kadang dihancurkan.<ref>Ibnu Hajar, ''al-Ishabah'', jld.3, hlm.509.</ref>
Penggunaan kata "Ahmad" untuk Nabi saw di dalam Alquran sekalipun hanya sekedar sifat, demikian juga sejarah nama ini di kalangan orang Arab, bisa dijadikan motivasi yang memadai untuk penamaan dengan '''Ahmad''' di kalangan umat Islam. Oleh karena itu, jika sejarah pada waktu tertentu telah menunjukkan penamaan dengan Ahmad di kalangan Arab -persis pada masa perpindahan ajaran kuno ke Islam-, maka sebabnya mesti dicari pada asumsi-asumsi awal Islam. Tanpa melihat laporan khusus, adalah mungkin untuk mengatakan bahwa kaum muslimin pada awal Islam sebagaimana telah menghindar dari menggunakan kunyah Abul Qasim, kunyah Nabi saw <ref>Bukhari, ''Shahih'', jld.2, hlm.14; Muslim bin Hajaj,''Shahih'', hlm.1684-1682</ref> atau sekurang-kurangnya dari menggabungkan nama Muhammad dan kunyah Abul Qasim, <ref>Abu Daud Sajistani, ''Sunan'', jld.4, hlm.292; Tirmidzi, ''Sunan'', jld.5, hlm.136-137; Kulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.21</ref> mereka juga menghindar dari menamai anak-anak mereka dengan '''Ahmad'''. Pemberantasan penghindaran ini dan penyebaran nama Ahmad bahkan dimunculkannya kesunahan nama ini <ref>Khulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.19; Zarqani, ''Syarh al-Mawāhib al-Ladunniah'', jld.5, hlm.301.</ref> tidak lebih aneh dari pada penghindaran dari penggabungan antara nama dan kunyah Muhammad dengan Abul Qasim pada masa [[sahabat]] yang kadang-kadang diberantas pula.<ref>Ibnu Hajar, ''al-Ishabah'', jld.3, hlm.509.</ref>


Berkenaan dengan ke-'alaman nama Ahmad untuk Nabi saw harus dipelajari dari beberapa riwayat yang berbicara soal penamaan Nabi saw oleh salah satu pembesar keluarga Nabi. Berdasarkan sebuah riwayat dari [[Imam Baqir as]] dijelaskan bahwa pada masa kehamilan, [[Aminah]] ibunda Nabi saw mendapat seruan agar supaya anaknya diberi nama Ahmad.<ref>Ibnu Sa'ad, ''Kitab Thabaqāt al-Kabir'', jld.1, hlm.61 dan 64; bandingkan dengan: Ibnu Hisyam, ''al-Sirah al-Nabawiyah'', jld.1, hlm.145, yang mengganti Ahmad dengan Muhammad. </ref> Begitu juga dalam riwayat [[Syiah]] dimuat bahwa nama Ahmad diberikan oleh [[Abu Thalib]], paman Nabi saw, kepada beliau di hari kesembilan dari kelahirannya. Abu Thalib memberi nama Ahmad kepada beliau karena penduduk langit dan bumi memujinya.<ref>Kulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.34.</ref>
Berkenaan dengan ke-'alaman nama Ahmad untuk Nabi saw harus dipelajari dari beberapa riwayat yang berbicara soal penamaan Nabi saw oleh salah satu pembesar keluarga Nabi. Berdasarkan sebuah riwayat dari [[Imam Baqir as]] dijelaskan bahwa pada masa kehamilan, [[Aminah]] ibunda Nabi saw mendapat seruan agar supaya anaknya diberi nama Ahmad.<ref>Ibnu Sa'ad, ''Kitab Thabaqāt al-Kabir'', jld.1, hlm.61 dan 64; bandingkan dengan: Ibnu Hisyam, ''al-Sirah al-Nabawiyah'', jld.1, hlm.145, yang mengganti Ahmad dengan Muhammad. </ref> Begitu juga dalam riwayat [[Syiah]] dimuat bahwa nama Ahmad diberikan oleh [[Abu Thalib]], paman Nabi saw, kepada beliau di hari kesembilan dari kelahirannya. Abu Thalib memberi nama Ahmad kepada beliau karena penduduk langit dan bumi memujinya.<ref>Kulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.34.</ref>


Alhasil, dari pembandingan antara dua nama Ahmad dan Muhammad dilihat dari sisi zaman, sebagian penulis sejarah meyakini bahwa penamaan Nabi saw dengan Ahmad lebih dahulu daripada penamaannya dengan Muhammad dan dengan mengaitkan nama Ahmad dengan masalah pemberian kabar gembira, mereka mengembalikan penamaan Nabi saw dengan Ahmad kepada masa Al-Masih as.<ref>Suhaili, ''al-Raudh al-Unf'', jld.1, hlm.153</ref> Namun kelompok lain meyakini bahwa penamaan beliau dengan Ahmad dilihat dari sisi zaman adalah terbatas diantara penamaannya dengan Muhammad di Taurat dan penamaannya dengan Muhammad pada masa kehidupannya.<ref>Ibnu Qayyim, ''Jala' al-Afhām'', hlm.98 dst</ref>
Alhasil, dari pembandingan antara dua nama Ahmad dan Muhammad dilihat dari sisi zaman, sebagian penulis sejarah meyakini bahwa penamaan Nabi saw dengan Ahmad lebih dahulu daripada penamaannya dengan Muhammad, dan dengan mengaitkan nama Ahmad dengan masalah pemberian kabar gembira, mereka mengembalikan penamaan Nabi saw dengan Ahmad kepada masa Al-Masih as.<ref>Suhaili, ''al-Raudh al-Unf'', jld.1, hlm.153</ref> Namun kelompok lain meyakini bahwa penamaan beliau dengan Ahmad dilihat dari sisi zaman adalah terbatas diantara penamaannya dengan Muhammad di Taurat dan penamaannya dengan Muhammad pada masa kehidupannya.<ref>Ibnu Qayyim, ''Jala' al-Afhām'', hlm.98 dst</ref>


Dengan mengabaikan pandangan historis dan kembali kepada masalah relatifitas ke-'alaman nama-nama Nabi saw di sisi muslimin serta tidak dilupakannya makna sifat dalam nama-nama ini, maka perlu diketahui bahwa terkadang riwayat-riwayat Islam ketika membandingkan dua nama Ahmad dan Muhammad, menekankan makna pengutamaan (tafdhil) dari kata Ahmad. Berdasarkan satu riwayat dari Nabi saw, beliau dinamai Muhammad karena di bumi dipuji dan dinamai Ahmad karena dilangit lebih dipuji.<ref>Qummi, ''Tafsir'', jld.2, hlm.365; Kulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.34; Ibnu Babawaih, '''Ilal al-Syarāyi'', jld.1, hlm.127-128 dan ''Ma'āni al-Akhbār'', hlm. 51-52; ''al-Ikhtishash'', dinisbatkan kepada Syaikh Mufid, hlm.34.</ref>
Dengan mengabaikan pandangan historis dan kembali kepada masalah relatifitas ke-'alaman nama-nama Nabi saw di sisi muslimin serta tidak dilupakannya makna sifat dalam nama-nama ini, maka perlu diketahui bahwa terkadang riwayat-riwayat Islam ketika membandingkan dua nama Ahmad dan Muhammad, menekankan makna pengutamaan (tafdhil) dari kata Ahmad. Berdasarkan satu riwayat dari Nabi saw, beliau dinamai Muhammad karena di bumi dipuji dan dinamai Ahmad karena dilangit lebih dipuji.<ref>Qummi, ''Tafsir'', jld.2, hlm.365; Kulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.34; Ibnu Babawaih, '''Ilal al-Syarāyi'', jld.1, hlm.127-128 dan ''Ma'āni al-Akhbār'', hlm. 51-52; ''al-Ikhtishash'', dinisbatkan kepada Syaikh Mufid, hlm.34.</ref>
Pengguna anonim