Istiadzah
Istiadzah, Mengadu kepada Allah dari segala jenis kejahatan, bahaya, dan bisikan setan. Membacanya dengan kata-kata khusus dan susunan tertentu sebelum membaca Al-Qur'an serta sebelum Surah Al-Hamd dalam shalat, adalah mustahab (dianjurkan). Surah-surah An-Nas, Al-Falaq, dan Al-Ikhlas dikenal sebagai "Tiga Surah Mu'awwidhat". Istiadzah memiliki dua bentuk: yang salah dan yang benar. Istiadzah yang salah adalah mengadu kepada jin, setan, makhluk langit, atau meminta bantuan kepada mereka, sedangkan istiadzah yang benar adalah meminta pertolongan hanya kepada Allah. Banyak contoh ta'widh (perlindungan) dan pengaduan kepada Allah oleh para nabi dan wali disebutkan dalam teks-teks agama. Dalam hadis, istiadzah direkomendasikan untuk melindungi diri dari bisikan setan, permusuhan orang-orang jahat, bahaya hewan berbisa, kemiskinan, dan kesulitan hidup.
Pentingnya Istiadzah
Dalam budaya Islam, terutama dalam Al-Qur'an, istiadzah adalah doa yang digunakan manusia untuk menghadapi bahaya, ancaman, dan musuh internal maupun eksternal dengan memohon pertolongan kepada Allah.[1] Kata "istiadzah" berasal dari akar kata (ع و ذ). Dalam Al-Qur'an al-Karim, turunan kata "‘udz" muncul sebanyak 17 kali,[2] yang paling sering dalam bentuk ‘udztu, a‘ūdzu, ya‘ūdhūn, ma‘ādh, dan 4 kali dalam bentuk perintah "istaudi‘" serta 4 kali dalam bentuk "qul a‘ūdzu".[3] Dalam ayat-ayat ini, kecuali satu kasus yang menyebutkan keburukan berlindung kepada jin, dalam kasus lainnya, Allah disebut sebagai satu-satunya tempat perlindungan.
Dua surah An-Nas dan Al-Falaq sepenuhnya didedikasikan untuk istiadzah dan berlindung kepada Allah Yang Maha Tinggi, menunjukkan pentingnya topik ini dalam Al-Qur'an. Kedua surah ini dimulai dengan perintah kepada Nabi Muhammad saw untuk beristiadzah dan sejak awal Islam dikenal sebagai "Mu'awwidhatain", menggantikan praktik-praktik ta'widh yang tidak benar dari zaman jahiliyah. Rasulullah saw menganggap membaca Mu'awwidhatayn sebagai cara terbaik untuk mencari perlindungan,[4] dan dalam praktiknya, beliau sering menggunakan kedua surah ini untuk memberkahi Imam Hasan dan Imam Husain as.[5]
Kosa Kata Istiadzah
Berbagai bentuk seperti "a‘udzu" dan "isti‘adzu" juga digunakan dalam hadis-hadis Islam.[6] Kata "lawwadza" adalah bentuk lain dari kata "‘audza" yang muncul dalam hadis-hadis dengan arti berlindung kepada Allah dari kejahatan sesuatu, seperti dalam ungkapan "Bika astaghitsu wa lawwadz tu wa la ulwidzu bi siwaka" ("Hanya kepada-Mu aku meminta pertolongan, kepada-Mu aku berlindung, dan aku tidak akan berlindung kepada selain-Mu").[7] Kadang-kadang konsep istiadzah diungkapkan dengan kata-kata sinonim seperti "al-ijarah", "isti'arah", dan "istighatsah", bahkan kata-kata non-sinonim seperti "labbaik" juga diartikan sebagai tanda perhatian dan istiadzah kepada Allah.[8]
Istiadzah kepada Allah dan Penolakan Istiadzah kepada Selain-Nya
Al-Qur'an dengan diturunkannya surah-surah awal Mekkah seperti An-Nas dan Al-Falaq, menjelaskan bahwa istiadzah yang benar adalah hanya berlindung kepada Allah dari segala kejahatan, bahaya, dan bisikan setan. Dengan cara yang sama, Al-Qur'an secara tegas menolak tuduhan bahwa Nabi Muhammad saw berhubungan dengan setan.[9] Mungkin karena alasan inilah, Nabi saw diperintahkan untuk selalu berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk sebelum membaca Al-Qur'an,[10] sebagai jawaban kuat terhadap tuduhan-tuduhan kaum musyrik.[11]
Sebelum Islam, bangsa Arab menggunakan berbagai bentuk ta'widh seperti ruqyah, nusrah, nafrah, tamimah, dll., untuk melindungi diri dari bahaya dan kejahatan. Mereka juga meminta bantuan kepada dukun dan pendeta yang mengklaim memiliki hubungan dengan makhluk gaib seperti jin dan setan serta mengetahui rahasia-rahasia tersembunyi. Kadang-kadang, untuk melindungi diri dari bahaya, mereka berlindung kepada jin, seperti ketika melakukan perjalanan ke daerah asing, mereka menempatkan diri di bawah perlindungan jin yang dianggap sebagai pemimpin wilayah tersebut.[12] Al-Qur'an dalam Surah Al-Jinn[13] dengan merujuk pada keyakinan keliru ini, menyebutkan bahwa berlindung kepada jin hanya akan menambah kesesatan dan kerugian bagi manusia.[14]
Istiadzah Para Nabi
Nabi Nuh as berlindung kepada Allah agar tidak meminta sesuatu tanpa pengetahuan yang benar.[15] Nabi Musa as ketika menghadapi Firaun yang mengancam akan melemparinya dengan batu dan membunuhnya,[16] berlindung kepada Allah dari setiap orang sombong yang tidak percaya pada hari perhitungan. Dalam kisah sapi Bani Israil, ia juga beristiadzah agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang bodoh.[17] Istri Imran, setelah melahirkan Maryam, dalam doanya, ia memohon perlindungan kepada Allah untuk anaknya dan keturunannya dari setan yang terkutuk.[18]
Nabi Yusuf as, ketika mendapat ajakan dari Zulaikha, istri Aziz Mesir, menjawab dengan mengatakan "Ma‘adzal-Lah" ("Aku berlindung kepada Allah").[19] Kemudian, ketika ia memegang kekuasaan di Mesir, ia berlindung kepada Allah agar tidak menghukum orang yang tidak bersalah sebagai ganti pelaku kejahatan.[20]Templat:Fn Maryam as, seperti Yusuf as, berlindung kepada Allah agar tidak terjerumus ke dalam dosa.[21]
Perintah Istiadzah kepada Nabi
Perintah istiadzah kepada Nabi saw dalam surah-surah An-Nas dan Al-Falaq diungkapkan dengan frase "Qul a‘udzu bi rabbi..." (Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhanku..."). Dalam Ayat 56 Surah Al-Mu'min,[22] Nabi Muhammad saw diperintahkan untuk berlindung kepada Allah dari orang-orang yang berdebat tentang ayat-ayat-Nya, seperti Musa as yang berlindung dari kejahatan Firaun.[23] Dalam ayat-ayat seperti Ayat 36 Surah Fushshilat, Ayat 200 Surah Al-A'raf, serta ayat-ayat Ayat 97 dan 98 Surah Al-Mu'minun, Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk berlindung dari bisikan dan godaan setan.
Jenis-jenis Istiadzah
Dalam riwayat dan doa-doa, secara rinci disebutkan berbagai jenis bahaya yang harus dihindari melalui istiadzah.[24] Bahaya-bahaya ini dapat dikategorikan ke dalam beberapa kelompok umum:
- Kejahatan moral, dosa, dan bisikan setan seperti kekikiran, pengkhianatan, iri hati, munafik, buruk akhlak, dan tamak;
- Masalah fisik seperti penyakit, cedera dari hewan, dan kelemahan fisik seperti penuaan;
- Ketegangan dan gangguan mental serta emosional seperti kesedihan, kebosanan, dan kecemasan;
- Gangguan sosial dan ekonomi seperti kemiskinan, kelaparan, utang, kebangkrutan, dan dominasi musuh;
- Penyimpangan keyakinan dalam agama, seperti kekafiran;
- Kemarahan Allah dan hukuman dunia serta akhirat seperti hilangnya nikmat, hukuman kubur, neraka Jahannam.[25]
Hukum Syariat
Para fuqaha telah membahas istiadzah dalam shalat, pembacaan Al-Qur'an, kalimat istiadzah, serta cara mengucapkannya.
Istiadzah dalam Shalat
Mayoritas fuqaha menganggap istiadzah dalam shalat sebagai mustahab (dianjurkan), dilakukan setelah takbiratul ihram dan sebelum membaca Surah Al-Hamd.[26] Namun, Malik bin Anas, imam Mazhab Maliki, menganggapnya hanya sah dalam shalat sunnah. Pengikut Madzhab Zhahiri menganggap istiadzah dalam shalat sebagai wajib. Diantara fuqaha Imamiyah, hanya Abu Ali Thusi, putra Syekh Thusi, yang berpendapat bahwa istiadzah adalah wajib.[27] Istiadzah biasanya diucapkan dengan frase populer "A‘ūdzu bi-Allahi mina ash-shaytāni ar-rajīm" dalam rakaat pertama shalat sebelum membaca, dengan suara pelan (ikhfat).[28]
Istiadzah dalam Membaca Al-Qur'an
Berdasarkan Ayat Istiadzah[29] dan sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad saw, umat Islam selalu berlindung kepada Allah Yang Maha Tinggi dengan mengucapkan "A'udzu billlahi minas-syaithanir rajim" saat membaca Al-Qur'an. Sebagian besar ulama Islam, berdasarkan riwayat yang membolehkan meninggalkannya saat membaca Al-Qur'an baik dalam shalat maupun di luar shalat, menganggap pengucapannya sebagai mustahab (dianjurkan).[30] Beberapa qari dan ulama fikih menyatakan bahwa dengan merujuk pada lahiriah ayat istiadzah, penggunaan frase "A'udzu bi-Allahi..." setelah membaca Al-Qur'an juga diizinkan. Fakhruddin Ar-Razi[31] juga menganggap istiadzah di awal dan akhir pembacaan Al-Qur'an sebagai mustahab.[32] Mayoritas qari dari Tujuh Qari Terkenal, kecuali Nafi' dan Hamzah, berpendapat bahwa istiadzah harus diucapkan dengan suara keras (jahr).[33]
Istiadzah di awal pembacaan Al-Qur'an bertujuan agar pembaca terhindar dari kesalahan. Seperti yang disebutkan dalam Ayat 99 Surah An-Nahl dan Ayat 100 Surah An-Nahl, iman dan tawakal kepada Allah dianggap sebagai dua benteng pertahanan terhadap pengaruh dan dominasi setan atas manusia.[34] Dalam beberapa sumber, pandangan spiritual dan etika tentang hakikat dan tingkatan istiadzah juga dapat ditemukan.[35]
Kalimat Istiadzah
Istiadzah dilakukan dengan berbagai ungkapan;[36] Allamah Majlisi (wafat 1110 HQ) menganggap dua ungkapan paling terkenal adalah "A'udzu billahi minas syaithanir rajim" dan "A'udzu billahis Sami'il 'Alim Minas Syaithanir Rajim."[37] Ungkapan ini sesuai dengan Ayat 98 Surah An-Nahl dan dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa ia lebih utama dibandingkan bentuk lainnya. Nabi Muhammad saw dalam sebuah riwayat menekankan bahwa bentuk istiadzah ini bersifat ilahi dan mengajarkannya kepada Ibnu Mas'ud.[38] Para ahli ilmu qira'at dan qari juga menekankan penggunaan ungkapan ini.[39] Frase ini diambil dari Al-Qur'an, tetapi bukan bagian dari ayat Al-Qur'an.[40]
Dalam beberapa riwayat, ungkapan lain untuk istiadzah juga disebutkan, seperti: "Astai'zdu billahi minas syaithanir rajim,"[41] "A'udzu billahis Sami'il 'Alim minasy syaithanir rajim, wa a'udzu billahi an yahdhurun,"[42] dan "A'udzu billahi minasy syaithanir rajim, innallaha huwal Fattahul 'Alim."[43]
Dalam kitab-kitab doa untuk melawan penyakit, gangguan fisik dan mental, serta bahaya-bahaya lainnya, doa-doa dan teks simbolis dengan judul hirz, ruqyah, dan 'awdah disebutkan. Berdasarkan beberapa riwayat, Rasulullah saw menggunakan Surah Al-Fatihah sebagai ruqyah. Selain itu, dalam beberapa riwayat lainnya, Surah Al-Ikhlas bersama dengan Mu'awwidhatayn dikenal sebagai "Al-Mu'awwidhat Ats-Thalath" dan dianggap sebagai ruqyah dan istiadzah terbaik.
Karya-karya tentang Istiadzah
Beberapa buku telah ditulis tentang istiadzah, antara lain:
Istiadzah, oleh Sayyid Abdul Husain Dastghib, Qom, Kantor Penerbitan Islam, 1397 HS. Istiadzah: Terbitnya Karya Abudiyyah, oleh Ahmadreza Akhut, Teheran, Penerbit Al-Qur'an wa Ahlul Bait, 1394 HS. Analisis Pertentangan Setan dengan Shalat, oleh Muhammad Ali Jabiri, Qom, Penerbit Jamkaran, 1395 HS.
Topik Terkait
- Setan
- Bisikan
- Khannas
- Ayat Istiadzah
Catatan Kaki
- ↑ Rei Syahri, Nahj Adz-Dzikr, 1387 HS, Jilid 3, hal. 192.
- ↑ Rei Syahri, Nahj Adz-Dzikr, 1387 HS, Jilid 3, hal. 192.
- ↑ Ri Syahrī, Nahj Adz-Dzikr, 1387 HS, Jilid 3, hal. 192.
- ↑ Ibn Sa'd, Jilid 2, hal. 212; Nasa'i, Jilid 8, hal. 251, 252.
- ↑ Thabarsi, Majma' Al-Bayan, Jilid 10, hal. 866.
- ↑ Azhari, Tahdzib Al-Lughah, Jilid 3, hal. 147; Jawhari, As-Sahah, Jilid 2, hal. 566.
- ↑ Lihat: Thusi, Mishbah, hal. 597.
- ↑ Majlisi, Jilid 81, hal. 380.
- ↑ Surah Asy-Syu'ara', Surah 26, Ayat 210; Surah At-Takwir, Surah 81, Ayat 25.
- ↑ Surah An-Nahl, Surah 16, Ayat 98.
- ↑ Lihat: Daruzah, At-Tafsir Al-Hadith, Jilid 6, Ayat 103.
- ↑ Lihat: Jawad Ali, Al-Mufashshal, Jilid 6, hal. 745-754.
- ↑ Ayat 72.
- ↑ Lihat juga: Thabari, Tafsir, Jilid 26, hal. 67-69; Thabarsi, Majma' Al-Bayan, Jilid 10, hal. 555-556; Suyuthi, Ad-Durr Al-Manthur, Jilid 8, hal. 299-301; Bahrani, Al-Burhan, Jilid 4, hal. 391-392.
- ↑ Surah Hud, Ayat 47.
- ↑ Surah Ad-Dukhan, Ayat 20; Surah Al-Mu'min, Ayat 27.
- ↑ Surah Al-Baqarah, Ayat 67.
- ↑ Surah Ali Imran, Ayat 36.
- ↑ Surah Yusuf, Ayat 23.
- ↑ Lihat: Surah Yusuf, Ayat 79.
- ↑ Lihat: Surah Maryam, Ayat 18.
- ↑ Ayat 56.
- ↑ Lihat: Thabathabai, Tafsir Al-Mizan, Jilid 17, hal. 342.
- ↑ Bandingkan: Burusawi, Tafsir Ruh Al-Bayan, Jilid 1, hal. 3-4.
- ↑ Lihat: Sahifah Al-Sajjadiyah, Doa 8; Bukhari, Shahih, Jilid 7, hal. 158-160; Nasa'i, Sunan, Jilid 8, hal. 255-285; Kulaini, Al-Kafi, Jilid 2, hal. 525-527; Ghazali, Ihya' Ulum Al-Din, Jilid 1, hal. 381-382.
- ↑ Yazdi, Muhammad Kazhim, Al-Urwah Al-Wuthqa, Jilid 2, hal. 530.
- ↑ Syahid Pertama, di bawah bab "Sunan Al-Qira'ah" dari bab "Mustahabb Al-Isti'adzah".
- ↑ Untuk mengetahui perbedaan pandangan dalam madzhab fikih Sunni dan Imamiyah, lihat: Ibnu Hazm, Al-Muhalla, Jilid 3, hal. 247-250; Ibnu Hammam, Fath Al-Qadīr, Jilid 1, hal. 252-254; Syarbini, Mughni Al-Muhtaj, Jilid 1, hal. 156; 'Allamah Helli, Tadhkirah Al-Fuqaha', Jilid 3, hal. 125-128; Ibn Muflih, Al-Mubdi', Jilid 1, hal. 433-434; Bahrani, Yusuf, Al-Hadaiq An-Nadzirah, Jilid 8, hal. 161-165; 'Amili, Miftah Al-Karamah, Jilid 2, hal. 399 dst.; Jaziri, Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah, Jilid 1, hal. 256; Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah, Jilid 4, hal. 11-14.
- ↑ Surah An-Nahl, Ayat 98
- ↑ Contohnya, lihat: Muslim, Jilid 1, hal. 357; Kulaini, Jilid 3, hal. 313; Ibn Jazari, Jilid 1, hal. 257-268; Majlisi, Jilid 85, hal. 5; Suyuthi, Al-Itqan, Jilid 1, hal. 364.
- ↑ Fakhruddin Ar-Razi, Tafsir Kabir, Jilid 1, hal. 60.
- ↑ Lihat juga: Jassas, Ahkam Al-Qur'an, Jilid 5, hal. 12-13; Sakhawi, Jamal Al-Qurra', Jilid 2, hal. 271-272; Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat: Ibnu Jazari, At-Taisir, Jilid 1, hal. 254-256.
- ↑ Abu Amr, At-Taisi, hal. 17; Syathibi, Asy-Syatibiyah, hal. 27; Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat: Ibnu Jazari, At-Taisir, Jilid 1, hal. 252-253.
- ↑ Lihat: Thabathabai, Tafsir Al-Mizan, Jilid 12, hal. 367.
- ↑ Lihat: Nishaburi, Gharā'ib Al-Qur'an, Jilid 1, hal. 13-16; Burusawi, Tafsir Ruh Al-Bayan, Jilid 1, hal. 3-5; Naraghi, Jami' As-Sa'adat, Jilid 3, hal. 349; 'Assar, Tafsir Al-Qur'an, hal. 164-170; Khomeini, Adab As-Shalat, hal. 243-257.
- ↑ Majlisi, Bihar Al-Anwar, 1410 HQ, Jilid 82, hal. 5.
- ↑ Majlisi, Bihar Al-Anwar, 1410 HQ, Jilid 82, hal. 5.
- ↑ Lihat: Zamakhsyari, Al-Kasysyaf, Jilid 2, hal. 633-634; Ibnu Jazari, An-Nashr, Jilid 1, hal. 244-246.
- ↑ Abu Amr, At-Taisir, hal. 16; Ibn Jazari, An-Nashr, Jilid 1, hal. 243.
- ↑ Qurthubi, Jilid 1, hal. 86.
- ↑ Kulaini, Al-Kafi, Jilid 8, hal. 175.
- ↑ Humairi, Qurb Al-Isnad, 1413 HQ, hal. 124.
- ↑ Faidh Kasyani, Al-Wafi, 1406 HQ, Jilid 8, hal. 1156.
Daftar Pustaka
- Al-Qur'an al-Karim.
- Abu Amr Dani, Utsman. Al-Mukhtafi fi Al-Waqf wa Al-Ibtida'. Disunting oleh Yusuf Abdul Rahman Mar'ashi. Beirut. 1407 HQ/1987 M.
- Abu Amr Dani, Utsman. At-Taisir. Disunting oleh Portsel. Istanbul. 1930 M.
- Ali, Jawad. Al-Mufashshal fi Tarikh Al-Arab Qabl Al-Islam. Beirut/Baghdad. 1970 M.
- Allamah Hilli, Hasan. Tadhkirah Al-Fuqaha'. Qom. 1414 HQ.
- Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah. Kuwait. 1405 HQ/1985 M.
- Amili, Muhammad Jawad. Miftah Al-Karamah. Qom: Lembaga Ahlul Bait.
- Ash-Shahifah As-Sajjadiyah Al-Kamilah.
- Assar, Muhammad Kazhim. Tafsir Al-Qur'an. Disunting oleh Jalal Asytiani. Masyhad. 1350 HS.
- Azhari, Muhammad. Tahdzib Al-Lughah. Disunting oleh Abdul Halim Najjar dan lainnya. Kairo. 1966 M.
- Bahrani, Hasyim. Al-Burhan fi Tafsir Al-Qur'an. Beirut. 1403 HQ/1983 M.
- Bahrani, Yusuf. Al-Hadaiq An-Nadhrah. Disunting oleh Muhammad Taqi Irawani. Qom: Lembaga Penerbitan Islam.
- Bukhari, Muhammad.Shahih. Istanbul. 1315 HQ.
- Burusawi, Ismail Haqqi. Tafsir Ruh Al-Bayan. Beirut. 1405 HQ/1987 M.
- Daruzah, Muhammad Aziz. *At-Tafsir Al-Hadith*. Kairo. 1382 HQ/1962 M.
- Fakhruddin Ar-Razi, Muhammad. Tafsir Kabir. Kairo. Matba'ah Al-Bahiyyah.
- Ghazali. Muhammad Ihya' Ulum Ad-Din. Beirut. 1406 HQ.
- Hajji Khalifah. Kasyf.
- Ibnu Hammam, Muhammad. Fath Al-Qadheer. Kairo. 1319 HQ.
- Ibnu Hanbal, Ahmad. Musnad. Kairo. 1313 HQ.
- Ibnu Hazm, Ali. Al-Muhalla. Beirut: Dar Al-Afaq Al-Jadidah.
- Ibnu Hazm, Ali. Jumhurah Ansab Al-Arab. Beirut. 1403 HQ/1983 M.
- Ibnu Jazari, Muhammad. An-Nashr fi Al-Qira'at Al-'Asyr. Disunting oleh Ali Muhammad Dhaba'. Kairo: Maktabah Mustafa Muhammad.
- Ibnu Muflih, Ibrahim. Al-Mubdi' fi Sharh Al-Muqni'*. Beirut/Damaskus. 1980 M.
- Ibnu Sa'd, Muhammad. At-Tabaqat Al-Kubra. Beirut: Dar Sadir.
- Jassas, Ahmad. Ahkam Al-Qur'an. Disunting oleh Muhammad Shadiq Qamhawi. Beirut. 1405 HQ.
- Jauhari, Ismail. As-Sahah. Disunting oleh Ahmad Abdul Ghafur Attar. Beirut. 1376 HQ/1956 M.
- Jazari, Abdul Rahman. Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah. Beirut. 1406 HQ/1986 M.
- Khomeini, Ruhullah. Adab As-Shalat. Disunting oleh Ahmad Fahri. Mashhad. 1366 S.
- Kitab Nama Al-Qur'an Al-Karim. Disunting oleh Hasan Bakai. Teheran. 1374 HS.
- Kulaini, Muhammad. Al-Kafi. Disunting oleh Ali Akbar Ghaffari. Teheran. 1391 HQ.
- Majlisi, Muhammad Baqir. Bihar Al-Anwar. Beirut, 1403 HQ/1983 M.
- Muslim bin Hajjaj. Shahih Muslim. Disunting oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi. Kairo. 1955 M.
- Naraghi, Muhammad Mahdi. Jami' As-Sa'adat. Disunting oleh Muhammad Kalantar. Najaf. 1368 HQ.
- Nasai, Ahmad. Sunan. Kairo. 1348 HQ.
- Nishaburi, Hasan. Gharā'ib Al-Qur'an wa Ragha'ib Al-Furqan. Dalam catatan pinggir Tafsir Thabari.
- Qurthubi, Muhammad. Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an. Disunting oleh Ahmad Abdul Alim Burduni. Beirut. 1372 HQ/1952 M.
- Qutb, Sayyid. Fi Zhilal Al-Qur'an. Beirut. 1386 HQ/1967 M.
- Sakhowi, Ali. Jamal Al-Qurra'. Disunting oleh Abdul Karim Zabidi. Beirut. 1413 HQ/1993 M.
- Shan'a. Naskah tulisan tangan.
- Suyuthi. Ad-Durr Al-Manthur. Beirut. 1403 HQ/1983 M.
- Suyuthi. Al-Itqan. Disunting oleh Muhammad Abu Al-Fadhl Ibrahim. Kairo. 1387 HQ/1967 M.
- Syahid Pertama, Muhammad. Az-Zikra. Teheran. 1271 HQ.
- Syarbini, Muhammad. Mughni Al-Muhtaj. Kairo. 1352 HQ.
- Syathibi, Qasim. Asy-Syatibiyah. Disunting oleh Ali Muhammad Dhaba'. Kairo. 1381 HQ/1961 M.
- Thabari. Tafsir.
- Thabarsi, Fadhl. Majma' Al-Bayan. Beirut. 1408 HQ/1988 M.
- Thabathabai, Muhammad Husain. Al-Mizan. Beirut. 1393 HQ/1972 M.
- Thusi, Muhammad. Mishbah Al-Mutahajjid. Beirut. 1411 HQ/1991 M.
- Thusi, Muhammad. Tahdzib Al-Ahkam. Disunting oleh Hasan Musawi Khursan. Najaf. 1379 HQ.
- Zamakhsyari, Mahmud. Al-Kashshaf. Kairo. 1366 HQ/1847 M.
Pranala Luar
Sumber utama artikel: Ensiklopedia Besar Islam Templat:Pembacaan Al-Qur'an Templat:Shalat