Lompat ke isi

Hubb al-Watan min al-Iman

Dari wikishia

Hubb al-Watan min al-Iman yang berarti "Cinta tanah air adalah sebagian dari iman," adalah kalimat terkenal yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad (saw). Abul Futuh Razi, seorang mufasir abad keenam dalam Tafsir Raudh al-Jinan berdasarkan sebuah hadis menisbahkan ungkapan ini kepada Nabi (saw) yang diucapkannya ketika meninggalkan Mekah dan Hijrah ke Madinah. Oleh karena itu, dikatakan bahwa yang dimaksud Nabi (saw) dengan tanah air adalah kota Mekah. Ungkapan ini menurut para peneliti seperti Makarim Syirazi, tidak terdapat dalam sumber-sumber hadis primer Syiah dan kemungkinan dibuat-buat; meskipun demikian, mereka percaya bahwa kandungannya ditegaskan oleh ungkapan serupa dalam riwayat lain, seperti riwayat dari Imam Ali (as) bahwa kota-kota dibangun dengan cinta tanah air. Juga dalam penegasan ungkapan ini dikatakan bahwa kecintaan pada tanah air adalah kecintaan alami yang berasal dari jiwa pengakuan budi dan pengakuan budi adalah salah satu tanda iman. Ketenaran kalimat ini di kalangan masyarakat telah menjadikannya sebagai peribahasa dan para penulis serta penyair telah menyinggungnya dalam karya-karya mereka. Sekelompok ahli, tidak menerima pengaruh timbal balik antara mencintai tanah air secara geografis dengan Iman dalam ungkapan "Hubb al-Watan min al-Iman" dan telah melakukan takwil terhadap kata tanah air. Beberapa orang menganggap yang dimaksud dengan cinta dalam hadis ini adalah cinta yang terkait dengan tujuan luhur Islam dan yang dimaksud dengan tanah air adalah tanah air Islam yang besar, bukan tempat kelahiran manusia. Sekelompok orang juga mengartikan tanah air dalam ungkapan ini sebagai Surga. Demikian pula, para arif Muslim dengan mengembangkan makna tanah air ke tempat di mana manusia dengan menetap di sana mencapai ketetapan dan kedamaian, menganggap tanah air yang sebenarnya adalah alam atas dan maqam qurb al-Haq.

Kedudukan

Ungkapan "Hubb al-Watan min al-Iman," yang berarti "Mencintai tanah air adalah sebagian dari iman," telah disebarluaskan sebagai hadis yang terkenal[1] dan dinisbahkan kepada Nabi Muhammad (saw).[2] Ketenaran kalimat ini di kalangan masyarakat telah menjadikannya sebagai peribahasa dan para penulis serta penyair telah menyinggungnya dalam karya-karya mereka.[3]

Kredibilitas Hadis "Hubb al-Watan min al-Iman"

Menurut Makarim Syirazi, seorang Marja' Taqlid, kalimat "Hubb al-Watan min al-Iman" tidak terdapat dalam sumber-sumber hadis primer Syiah.[4] Kalimat ini terdapat dalam terjemahan Arab Marzubannama karya Marzuban bin Rustam (wafat: 302 H).[5] Marzubannama dianggap sebagai sumber tertua yang menganggap ungkapan tersebut sebagai hadis Nabi (saw).[6] Ungkapan Hubb al-Watan min al-Iman dalam karya beberapa ulama Syiah mutakhir juga disebutkan dengan istilah hadis mursal.[7] Abul Futuh Razi, seorang mufasir Syiah abad keenam Hijriah, dalam Tafsir Raudh al-Jinan berdasarkan sebuah hadis menisbahkan kalimat ini kepada Nabi (saw) yang diucapkannya ketika meninggalkan Mekah dan Hijrah ke Madinah dan mengatakan bahwa yang dimaksud Nabi (saw) dengan tanah air adalah kota Mekah.[8] Syekh Abbas Qomi dalam Safinat al-Bihar meriwayatkan kalimat ini dari mukadimah Amal al-Amil karya Syekh Hurr Amili.[9] Ibnu Arabi dalam kitab tafsirnya,[10] Sayid Muhsin Amin dalam A'yan al-Syiah[11] dan Mirza Habibullah Khoei, pensyarah Nahj al-Balaghah,[12] menganggap kalimat terkenal ini sebagai hadis; tetapi dalam sumber-sumber ini, tidak ada sanad yang diriwayatkan untuknya. Menurut Ayatullah Makarim Syirazi, beberapa orang menganggap hadis ini dibuat-buat.[13] Sayid Ja'far Syahidi juga tidak menganggap kalimat ini sebagai hadis.[14] Penyair seperti Maulavi dan Saadi juga dalam puisi mereka dengan ungkapan hadis telah menyebutkan ungkapan ini.[15] Templat:شعر Dikatakan bahwa banyak ulama Ahlus Sunnah dengan menganggap hadis ini dibuat-buat telah memberikan kritik terhadap kandungannya.[16]

Penguat

Menurut Ayatullah Makarim Syirazi, meskipun hadis ini tidak diriwayatkan dalam sumber-sumber yang sahih, dua penguat dapat disebutkan untuknya: • Dalam riwayat lain, ungkapan serupa dengan kalimat ini dari Imam Ali (as) telah diriwayatkan yang menguatkan kandungannya; seperti hadis "ʻUmmirat al-buldan bi hubb al-awtan; Kota-kota dibangun dengan cinta tanah air"[17] dan "Min karam al-mar' buka'uhu 'ala ma mada min zamanih wa haninuhu ila awtanih; Di antara tanda-tanda kepribadian seseorang adalah menangisi umur yang telah berlalu dan kerinduannya pada tanah airnya"[18] • Kecintaan pada tanah air adalah kecintaan alami yang berasal dari jiwa pengakuan budi dan pengakuan budi adalah salah satu tanda iman.[19]

Kritik Terhadap Hubungan Iman dengan Cinta Tanah Air

Sekelompok orang tidak menerima hubungan antara cinta tanah air geografis dengan iman dalam kalimat Hubb al-Watan min al-Iman dan telah melakukan takwil terhadap kata tanah air. Mereka mengatakan tidak dapat menerima makna lahiriah kalimat Hubb al-Watan min al-Iman; karena orang kafir dan munafik juga mencintai tanah air mereka, padahal mereka tidak beriman dan cinta tanah air tidak bisa menjadi tanda keimanan mereka. Juga jika seorang mukmin lahir dan besar di negeri orang kafir dan mencintai tanah airnya, hubungan antara iman dan mencintai tanah air seperti itu tidak logis.[20] Syams Tabrizi juga tidak menganggap tanah air duniawi sebagai maksud Nabi (saw). Dalam pandangannya, Mekah adalah tanah air di dunia dan mencintainya tidak ada hubungannya dengan iman Nabi yang bukan dari urusan duniawi.[21] Menurut keyakinan Sayid Ja'far Murtadha[22] dan Sayid Murtadha Askari, dua peneliti hadis dan penulis sirah Syiah, cinta dalam hadis ini adalah cinta yang terkait dengan tujuan luhur Islam dan yang dimaksud dengan tanah air adalah tanah air Islam yang besar, bukan tempat kelahiran manusia.[23]

Takwil Irfan Terhadap "Tanah Air"

Sekelompok ahli ilmu menganggap yang dimaksud dengan tanah air adalah Surga. Berdasarkan pandangan ini, seorang Mukmin adalah orang asing di dunia dan dengan melakukan amal saleh ia memiliki kerinduan untuk kembali ke tanah air.[24] Para arif Muslim dengan mengembangkan makna tanah air ke tempat di mana manusia dengan menetap di sana mencapai ketetapan dan kedamaian,[25] menganggap tanah air yang sebenarnya adalah alam atas[26] dan maqam qurb al-Haq (kedekatan dengan Kebenaran)[27] dan orang-orang yang menafsirkan tanah air dalam ungkapan Hubb al-Watan sebagai tanah air duniawi, dianggap sebagai orang-orang buta hati yang cinta dunia telah menyebabkan kebutaan dan ketulian mereka.[28] Maulavi, seorang arif dan penyair abad ketujuh, adalah salah satu orang yang membawa makna ini ke dalam puisi dan berkata: Templat:Syair Syekh Bahai juga dalam kitab Nan va Halva, melalui syair-syairnya, menganggap maksud dari tanah air adalah tanah air malakuti: Templat:Syair

Catatan Kaki

  1. Makarim Syirazi, Nafahat al-Wilayah, 1426 H, j. 2, hlm. 145.
  2. Abul Futuh Razi, Raudh al-Jinan, 1408 H, j. 17, hlm. 299.
  3. Rahimi, «Barrasi-ye Hadis-e Hubb al-Watan min al-Iman», hlm. 219.
  4. Makarim Syirazi, Payam-e Imam Amir al-Mu'minin, 1386 HS, j. 15, hlm. 509; Rahimi, «Barrasi-ye Hadis-e Hubb al-Watan min al-Iman», hlm. 219.
  5. Marzuban bin Rustam, Marzubannama, 1997 M, hlm. 178.
  6. Rahimi, «Barrasi-ye Hadis-e Hubb al-Watan min al-Iman», hlm. 220.
  7. Makarim Syirazi, Payam-e Imam Amir al-Mu'minin, 1386 HS, j. 15, hlm. 509.
  8. Abul Futuh Razi, Raudh al-Jinan, 1408 H, j. 17, hlm. 299.
  9. Qomi, Safinat al-Bihar, 1414 H, j. 8, hlm. 524.
  10. Ibnu Arabi, Tafsir Ibnu Arabi, 1422 H, j. 2, hlm. 329.
  11. Amin, A'yan al-Syiah, Dar al-Ta'aruf, j. 1, hlm. 296.
  12. Hashemi Khoei, Minhaj al-Bara'a, 1400 H, j. 21, hlm. 394.
  13. Makarim Syirazi, Payam-e Imam Amir al-Mu'minin, 1386 HS, j. 15, hlm. 509
  14. Syahidi, Syarh Matsnawi, 1373 HS, j. 3, hlm. 512.
  15. Maulavi, Matsnawi Ma'nawi, 1373 HS, hlm. 576; Saadi, Kulliyat, 1320 HS, hlm. 204.
  16. Rahimi, «Barrasi-ye Hadis-e Hubb al-Watan min al-Iman», hlm. 221 va 231.
  17. Ibnu Syu'bah Harrani, Tuhaf al-'Uqul, 1404 H, hlm. 207.
  18. Karajaki, Kanz al-Fawa'id, 1410 H, j. 1, hlm. 94.
  19. Makarim Syirazi, Payam-e Imam Amir al-Mu'minin, 1386 HS, j. 15, hlm. 509 va 510.
  20. Rahimi, «Barrasi-ye Hadis-e Hubb al-Watan min al-Iman», hlm. 222.
  21. Maqalat Syams, j. 2, hlm. 139, dinukil dari: Syahidi, Syarh Matsnawi, 1373 HS, j. 5, hlm. 329.
  22. Amili, al-Shahih min Sirat al-Nabi (saw), 1426 H, j. 4, hlm. 153-154.
  23. Rahimi, «Barrasi-ye Hadis-e Hubb al-Watan min al-Iman», hlm. 223 va 230.
  24. Rahimi, «Barrasi-ye Hadis-e Hubb al-Watan min al-Iman», hlm. 224-225.
  25. Qusyairi, Arba' Rasa'il fi al-Tasawwuf, 1389 H, hlm. 59
  26. Syaikh Isyraq, Rasa'il Syekh Isyraq, 1375 HS, j. 3, hlm. 462.
  27. Baqli, Syarh Syathiyyat, 1374 HS, hlm. 622
  28. Khawarizmi, Yanbu' al-Asrar, 1384 HS, j. 2, hlm. 95

Daftar Pustaka

  • Ibn Shu'ba Harrani, Hasan ibn Ali, Tuhaf al-'Uqul 'an Al al-Rasul (S), Tahqiq va Tashih Ali-Akbar Ghaffari, Qom, Daftar-e Nashr-e Islami Vabaste be Jame'e-ye Modarresin-e Howzeh 'Ilmiyeh Qom, Cet.2, 1404 Q.
  • Ibn 'Arabi, Muhyi al-Din, Tafsir Ibn 'Arabi, Lobnan, Dar al-Kutub al-'Ilmiyya, Cet.1, 1422 Q/2001 M.
  • Abu al-Futuh Razi, Husayn ibn Ali, Rawd al-Jinan va Ruh al-Jinan fi Tafsir al-Qur'an, Tahqiq: Mohammad-Ja'far Yahaqqi va Mohammad-Mahdi Naseh, Mashhad, Bonyad-e Pazhuheshha-ye Islami-ye Astan-e Qods-e Razavi, 1408 Q.
  • Amin, Sayid Mohsen, A'yan al-Shi'a, Tahqiq: Hasan Amin, Beirut, Dar al-Ta'aruf, Bi Ta.
  • Baqli, Ruzbihan, Sharh-e Shat'hiyyat, be Tashih Henri Corbin, Zaban va Farhang-e Iran, Tehran, Bahar 1374 HS.
  • Khwarazmi, Kamal al-Din Husayn, Yanbu' al-Asrar, Tehran, Anjoman-e Asar va Mafakher-e Farhangi, 1384 HS.
  • Rahimi, Morteza, «Barrasi-ye Hadith-e Hobb al-Vatan men al-Iman», Do Faslnameh-ye Hadith-Pazhuhi, No. 12, Pa'iz va Zemestan 1393 HS.
  • Sa'di Shirazi, Mosleh al-Din, Kolliyat-e Sa'di, Tashih: Mohammad-Ali Foroughi, Tehran, Chapkhaneh-ye Borukhim, 1320 HS.
  • Syaikh Isyraq, Rasa'il-e Syaikh Isyraq, Tehran, Tashih: Henri Corbin, Sayid Hossein Nasr va Najafqoli Habibi, Mu'assese-ye Motale'at va Tahqiqat-e Farhangi, Cet.2, 1375 HS.
  • Syaikh Baha'i, Mohammad ibn Husayn, Kolliyat-e Ash'ar va Asar-e Farsi-ye Shaykh Baha'i, Tehran, Ketabforushi-ye Mahmoudi, 1352 HS.
  • Syahidi, Sayid Ja'far, Sharh-e Masnavi, Tehran, Syerkat-e Entesyarat-e 'Elmi va Farhangi, Cet.1, 1373 HS.
  • Amili, Sayid Ja'far Mortaza, al-Sahih min Sirat al-Nabi al-A'zam (S), Qom, Dar al-Hadith, 1426/1386 HS.
  • Qushayri, Abu al-Qasim Abdulkarim, Arba' Rasa'il fi al-Tasawwuf, Baghdad, Matba'at al-Majma' al-'Ilmi al-'Iraqi, 1389 HQ.
  • Qomi, Shaykh Abbas, Safinat al-Bihar va Madinat al-Hikam va al-Athar, Qom, Entesyarat-e Osveh, 1414 HQ.
  • Karajaki, Mohammad ibn Ali, Kanz al-Fawa'id, Qom, Dar al-Zakha'ir, Cet.1, 1410 HQ.
  • Makarim Syirazi, Naser, Payam-e Imam Amir al-Mu'minin (A), Tehran, Dar al-Kutub al-Islamiyya, Cet.1, 1386 HS.
  • Makarim Syirazi, Naser, Nafahat al-Wilaya, Qom, Madreseh-ye Imam Ali ibn Abi Talib (A), Cet.2, 1426 HQ.
  • Marzuban ibn Rustam, Marzuban Nameh, Tarjomeh: Ahmad ibn Mohammad ibn 'Arabshah, Beirut, Mu'asseseh al-Intisyar al-'Arabi, 1997.
  • Mowlavi, Jalal al-Din Mohammad, Masnavi Ma'navi, be Koshish: Towfiq Hashem-pour Sobhani, Tehran, Vezarat-e Farhang va Ersyad-e Islami, Cet.1, 1373 HS.
  • Nahj al-Balagha, Tashih Sobhi Saleh, Qom, Mu'asseseh-ye Dar al-Hijreh, 1414 HQ.
  • Hasyemi Khoei, Habib Allah, Minhaj al-Bara'a fi Sharh Nahj al-Balagha, Tahqiq: Ibrahim Miyanji, Tehran, Maktabat al-Islamiyya, Cet.4, 1400 HQ.