Lompat ke isi

Bulan di Kalajengking

Dari wikishia

Bulan di Kalajengking (Qamar dar 'Aqrab) merujuk pada posisi bulan yang berada di buruj Kalajengking atau berhadapan dengan rasi bintang Kalajengking. Para ulama fikih memiliki perbedaan pendapat mengenai makna "Bulan di Kalajengking". Menurut ulama seperti Syahid Tsani dan Shahib Jawahir, yang dimaksud dengan "Bulan di Kalajengking" adalah posisi bulan di buruj Kalajengking, bukan pada rasi bintang atau manzilah yang terkait dengannya. Sementara itu, Shahib Urwah menganggap maknanya mencakup keduanya.

Allamah Thabathaba'i mengenai "Bulan di Kalajengking" dan pengaruh kondisi bintang terhadap peristiwa di bumi berpendapat bahwa secara akal, hal tersebut tidak dapat dibuktikan atau disangkal; meskipun prinsip hubungan antara peristiwa di bumi dengan kondisi bintang di langit dapat diterima. Menurutnya, riwayat dari Imam Shadiq as dapat ditafsirkan sebagai taqiyah atau bahwa kondisi bintang hanya sebagai faktor pendukung (bukan penyebab) bagi peristiwa tertentu di bumi. Abdullah Jawadi Amuli menganggap "Bulan di Kalajengking" memiliki pengaruh terhadap peristiwa dalam kehidupan manusia.

Para fukaha Syiah, berdasarkan riwayat dari Imam Shadiq as, menganggap pelaksanaan akad nikah dan bepergian saat "Bulan di Kalajengking" sebagai makruh; namun, hukum ini tidak mencakup acara perayaan pernikahan. Muhaqqiq Karaki, salah seorang fuqaha besar Syiah pada masa Safawiyah, bahkan menganggap perjalanan haji pada saat itu sebagai makruh.

Pemahaman Konsep

Berkas:Hari-hari Bulan di Kalajengking tahun 1399 HS.jpg
Hari-hari "Bulan di Kalajengking" tahun 1399 HS dan waktu masuk serta keluar dari buruj tersebut. Diambil dari situs Pusat Studi dan Penelitian Astronomi yang berafiliasi dengan Kantor Ayatullah Sistani.

"Bulan di Kalajengking" merujuk pada kondisi di mana bulan berada di buruj Kalajengking atau berhadapan dengan rasi bintang Kalajengking.[1] Kalajengking adalah salah satu dari dua belas buruj yang terletak di daerah buruj (zodiac). Daerah buruj adalah pita di mana matahari, bulan, dan planet-planet dari sudut pandang pengamat di bumi melintas, dan lingkaran tengahnya adalah jalur pergerakan tahunan matahari yang tampak.[catatan 1][2]

"Bulan di Kalajengking" adalah posisi bulan di rasi bintang Kalajengking.[3] Bulan mengelilingi bumi sekali dalam satu bulan qamariyah, dan orbit ini dibagi menjadi dua belas bagian, masing-masing dinamai buruj, yang pertama adalah buruj Hamal dan terakhir adalah buruj Hut. Ketika bulan dalam perjalanannya mengelilingi bumi mencapai buruj Kalajengking, dikatakan bahwa bulan memasuki Kalajengking, dan ketika bulan meninggalkan buruj tersebut, dikatakan bahwa bulan keluar dari Kalajengking.[4] Masuk dan keluarnya bulan dari buruj Kalajengking berlangsung selama dua setengah hari, dan keadaan ini terjadi sekali setiap bulan qamariyah.[5]

Bulan di Kalajengking dalam Fikih

Menurut fuqaha seperti Syahid Tsani dan Muhammad Hasan Najafi, yang dimaksud dengan "Bulan di Kalajengking" adalah buruj Kalajengking, bukan rasi bintang atau manzilah yang terkait dengannya.[6] Sebagaimana dilaporkan oleh Hasan Hasan Zadeh Amuli, seorang filsuf Syiah asal Iran, para fuqaha memiliki perbedaan pendapat mengenai makna "Bulan di Kalajengking" yang disebutkan dalam riwayat dari Imam Shadiq as; menurut Syahid Tsani dalam Syarh Lum'ah dan Fadhil Hindi dalam Kasyf al-Litsam, yang dimaksud adalah makna istilah dan teknis di kalangan ahli astronomi, yaitu bulan harus berada tepat di buruj Kalajengking. Namun, menurut Shahib Jawahir, yang dimaksud adalah makna umum, yaitu posisi bulan yang berhadapan dengan rasi bintang Kalajengking sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang.[7] Di sisi lain, Sayid Muhammad Kazhim Thabathabai Yazdi, dalam kitab Urwah al-Wutsqa, menganggap riwayat tersebut mencakup kedua makna, yaitu makna teknis, ilmiah, dan umum. Hasan Zadeh Amuli menganggap pendapat Sayid Muhammad Kazim Yazdi sebagai bentuk kehati-hatian[8] dan dalam kitab Seribu Satu Kata menyatakan bahwa yang dimaksud dengan "Bulan di Kalajengking" dalam kitab-kitab fikih adalah makna umum di kalangan ahli astronomi dan falak, dan hanya Shahib Urwah yang menafsirkannya secara mutlak (teknis dan umum).[9]

Pembuktian atau Penolakan Pengaruh Bulan di Kalajengking

Pengaruh "Bulan di Kalajengking" adalah salah satu kepercayaan yang cukup umum di kalangan masyarakat[10] dan terdapat riwayat[11] yang mendukungnya, namun terdapat juga riwayat[12] yang melarang kepercayaan semacam ini.

Dalam kamus Dehkhoda, "Bulan di Kalajengking" diartikan sebagai posisi bulan di buruj Kalajengking yang dianggap sebagai pertanda buruk, sehingga orang-orang menghindari melakukan aktivitas tertentu.[13] Selain itu, "Bulan di Kalajengking" juga dianggap sebagai kiasan untuk situasi yang kacau.[14]

Salah satu hadis yang mendukung kepercayaan ini adalah riwayat dari Imam Shadiq as yang menyatakan bahwa siapa pun yang melakukan perjalanan atau menikah saat "Bulan di Kalajengking", ia tidak akan melihat kebaikan atau kebahagiaan.[15]

Allamah Thabathaba'i berpendapat bahwa secara akal, tidak ada bukti yang dapat membuktikan atau menyangkal keberuntungan atau kesialan suatu hari atau waktu tertentu, dan riwayat-riwayat tentang hal ini meskipun banyak, sebagian besar lemah karena mursal atau marfu'.[16] Menurutnya, hari atau waktu itu sendiri tidak dapat memiliki sifat keberuntungan atau kesialan, dan riwayat yang menunjukkan hal tersebut dapat ditafsirkan sebagai taqiyah atau diabaikan.[17]

Allamah Thabathaba'i mengenai "Bulan di Kalajengking" dan pengaruh kondisi bintang terhadap peristiwa di bumi juga berpendapat bahwa hal tersebut secara akal tidak dapat dibuktikan atau disangkal; meskipun ia tidak menolak prinsip hubungan antara peristiwa di bumi dengan kondisi bintang di langit dan tidak menganggapnya bertentangan dengan prinsip-prinsip agama.[18] Menurutnya, riwayat dari Imam Shadiq as dan yang sejenisnya dapat ditafsirkan sebagai taqiyah atau bahwa kondisi bintang hanya sebagai faktor pendukung (bukan penyebab) bagi peristiwa tertentu di bumi.[19]

Menurut Abdullah Jawadi Amuli, seorang mufasir dan filsuf Syiah, kesialan yang melekat pada suatu hari atau waktu tertentu tidaklah benar, namun larangan dalam riwayat untuk melakukan akad nikah atau bepergian saat "Bulan di Kalajengking" adalah benar; karena peristiwa di alam semesta dapat memengaruhi kehidupan manusia.[20]

Hukum Syar'i

Untuk qamar dalam aqrab (bulan di buruj kalajengking), terdapat beberapa hukum syar'i dalam fikih Syiah yang telah dijelaskan; di antaranya:

  • Ulama Syiah berdasarkan riwayat dari Imam Shadiq as menganggap pernikahan saat qamar dalam aqrab sebagai makruh.[21] Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan "tazwij" dalam riwayat tersebut adalah akad nikah[22] dan tidak termasuk upacara perayaan pernikahan.[23]
  • Allamah Majlisi dalam kitab Hilyat al-Muttaqin menganggap hubungan suami-istri pada saat qamar dalam aqrab sebagai makruh.[24]
  • Bepergian saat qamar dalam aqrab dianggap makruh; alasan hukum ini juga didasarkan pada riwayat dari Imam Shadiq as.[25] Muhakkik Karaki, salah seorang ulama besar Syiah pada masa Dinasti Safawi, bahkan menganggap perjalanan haji saat qamar dalam aqrab sebagai makruh.[26]
  • Bekam pada hari Rabu jika bulan berada di buruj kalajengking dianggap makruh.[27]

Di situs Jam' al-Masa'il, yang berafiliasi dengan kantor Ayatullah Makarim Shirazi, salah seorang marja' taqlid Syiah, disebutkan bahwa untuk menghilangkan efek buruk qamar dalam aqrab, seseorang dapat memanfaatkan doa dan sedekah.[28] Untuk menentukan waktu qamar dalam aqrab, kalender astronomi yang terpercaya dijadikan sebagai rujukan.[29]

Catatan Kaki

  1. "Apa itu Bulan di Kalajengking dan apa hukumnya?", Kantor Berita Mahasiswa.
  2. "Hari-hari Bulan di Kalajengking tahun 1399 HS", Lembaga Penelitian dan Penerbitan Ahlulbait as; "Apa itu Bulan di Kalajengking dan apa hukumnya?", Kantor Berita Mahasiswa.
  3. "Hukum akad nikah saat Bulan di Kalajengking", Situs Jam' al-Masa'il.
  4. "Apa itu Bulan di Kalajengking dan apa hukumnya?", Kantor Berita Mahasiswa.
  5. "Fakta tentang Bulan di Kalajengking", Kantor Berita Hauzah.
  6. Syahid Tsani, Masalik al-Afham, 1413 H, jilid 7, hlm. 21; Najafi, Jawahir al-Kalam, 1404 H, jilid 29, hlm. 41.
  7. Hasan Zadeh Amuli, Durus Ma'rifah al-Waqt wa al-Qiblah, 1415 H, hlm. 161-163.
  8. Hasan Zadeh Amuli, Durus Ma'rifah al-Waqt wa al-Qiblah, 1415 H, hlm. 161-163.
  9. Hasan Zadeh Amuli, Seribu Satu Kata, 1381 H, jilid 6, hlm. 22.
  10. Akbari, Khawatir dan Realitas, 1391 H, hlm. 49.
  11. Lihat contoh: Kulaini, al-Kafi, 1407 H, jilid 8, hlm. 275, hadis 416; Shaduq, Man La Yahdhuruhu al-Faqih, 1413 H, jilid 2, hlm. 267, hadis 2401.
  12. Lihat contoh: Nahjul Balaghah, disunting oleh Shubhi Shalih, 1414 H, khutbah 79, hlm. 105; Ibnu Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, 1404 H, jilid 19, hlm. 376.
  13. Dehkhoda, Kamus, 1385 H, jilid 2, hlm. 2561.
  14. Dehkhoda, Kamus, 1385 H, jilid 2, hlm. 2189.
  15. Kulaini, al-Kafi, 1407 H, jilid 8, hlm. 275, hadis 416; Shaduq, Man La Yahdhuruhu al-Faqih, 1413 H, jilid 2, hlm. 267, hadis 2401.
  16. Allamah Thabathaba'i, al-Mizan, 1390 H, jilid 19, hlm. 71 dan 72.
  17. Allamah Thabathaba'i, al-Mizan, 1390 H, jilid 19, hlm. 75.
  18. Allamah Thabathaba'i, al-Mizan, 1390 H, jilid 19, hlm. 75.
  19. Allamah Thabathaba'i, al-Mizan, 1390 H, jilid 19, hlm. 76.
  20. Jawadi Amuli, Tafsir Tasnim, Penerbit Isra, jilid 15, hlm. 518 dan 519.
  21. Sebagai contoh, lihat Muhakkik Hilli, Sharai' al-Islam, 1408 H, jilid 2, hlm. 211; Muhakkik Karaki, Jami' al-Maqasid, 1414 H, jilid 4, hlm. 32 dan jilid 12, hlm. 16; Syahid Tsani, Masalik al-Afham, 1413 H, jilid 7, hlm. 21; Bahrani, Al-Hada'iq al-Nadhirah, 1405 H, jilid 23, hlm. 39; Najafi, Jawahir al-Kalam, 1404 H, jilid 29, hlm. 41.
  22. Muhakkik Karaki, Jami' al-Maqasid, 1414 H, jilid 12, hlm. 16; Syahid Tsani, Masalik al-Afham, 1413 H, jilid 7, hlm. 21.
  23. «Menyelenggarakan upacara pernikahan pada hari-hari qamar dalam aqrab», Situs Jam' al-Masa'il.
  24. Allamah Majlisi, Hilyat al-Muttaqin, 1369 HS, hlm. 124 dan 125.
  25. Bahrani, Al-Hada'iq al-Nadhirah, 1405 H, jilid 14, hlm. 41; Thabathaba'i, Al-Urwah al-Wuthqa (Al-Muhashsha), 1419 H, jilid 4, hlm. 326.
  26. Muhakkik Karaki, Jami' al-Maqasid, 1414 H, jilid 4, hlm. 32.
  27. Allamah Majlisi, Hilyat al-Muttaqin, 1369 HS, hlm. 270.
  28. «Hukum melaksanakan akad nikah pada saat qamar dalam aqrab», Situs Jam' al-Masa'il.
  29. «Keabsahan kalender astronomi untuk urusan pernikahan», Situs Jam' al-Masa'il.

Catatan

  1. Pada sekitar abad kelima SM, astronom Babilonia atau Yunani membagi daerah buruj menjadi dua belas bagian yang sama dan menamai masing-masing bagian tersebut sebagai buruj. Karena di setiap buruj terdapat sekumpulan bintang yang membentuk gambaran hewan tertentu, buruj tersebut dinamai sesuai dengan hewan tersebut; misalnya, buruj Hamal (Aries), buruj Tsaur (Taurus), buruj Saratan (Cancer). Buruj Kalajengking adalah buruj kedelapan. (Lihat: Hasan Zadeh Amuli, Seribu Satu Kata, 1381 H, jilid 6, hlm. 20 dan 21; "Hari-hari Bulan di Kalajengking tahun 1399 HS", Lembaga Penelitian dan Penerbitan Ahlulbait as.)


Daftar Pustaka

  • Ibnu Abi al-Hadid, Abdul Hamid bin Hibatullah, Sharh Nahj al-Balaghah, penelitian dan penyuntingan oleh Muhammad Abul Fadl Ibrahim, Qum, Perpustakaan Ayatullah Mar'ashi Najafi, cetakan pertama, 1404 H.
  • «Keabsahan kalender astronomi untuk urusan pernikahan», Situs Jam' al-Masa'il, Pusat Jawaban Hukum Syar'i dan Pertanyaan Fikih, tanggal kunjungan: 9 Azar 1399 HS.
  • Bahrani, Yusuf bin Ahmad, Al-Hada'iq al-Nadhirah fi Ahkam al-Itrah al-Thahirah, Qum, Kantor Penerbitan Islami, cetakan pertama, 1405 H.
  • «Menyelenggarakan upacara pernikahan pada hari-hari qamar dalam aqrab», Situs Jam' al-Masa'il, Pusat Jawaban Hukum Syar'i dan Pertanyaan Fikih, tanggal kunjungan: 9 Azar 1399 HS.
  • Jawadi Amuli, Abdullah, Tasnim: Tafsir Al-Qur'an al-Karim, Qum, Pusat Penerbitan Isra'.
  • Hasanzadeh Amuli, Hasan, Durus Ma'rifat al-Waqt wa al-Qiblah, Qum, Kantor Penerbitan Islami, 1415 H.
  • Hasanzadeh Amuli, Hasan, Hazar wa Yek Kalimah, Qum, Kantor Tablighat Islami, cetakan kedua, 1381 HS.
  • «Hukum melaksanakan akad nikah pada saat qamar dalam aqrab», Situs Jam' al-Masa'il, Pusat Jawaban Hukum Syar'i dan Pertanyaan Fikih, tanggal kunjungan: 9 Azar 1399 HS.
  • «Fakta-fakta tentang qamar dalam aqrab», Kantor Berita Hauzah, tanggal publikasi: 11 Tir 1396 HS, tanggal kunjungan: 10 Azar 1399 HS.
  • Dehkhuda, Ali Akbar, Lughatnameh, di bawah pengawasan Ja'far Syahidi, Tehran, Universitas Tehran, 1385 HS.
  • «Hari-hari qamar dalam aqrab pada tahun 1399 HS», Lembaga Penelitian dan Penerbitan Ahlul Bait as, tanggal publikasi: 25 Esfand 1398 HS, tanggal kunjungan: 9 Azar 1399 HS.
  • Syarif Radhi, Muhammad bin Husain, Nahj al-Balaghah, penyuntingan oleh Subhi Shalih, Qum, Hijrah, cetakan pertama, 1414 H.
  • Syahid Tsani, Zainuddin bin Ali, Masalik al-Afham ila Tanqih Sharai' al-Islam, Qum, Lembaga Ma'arif Islami, cetakan pertama, 1413 H.
  • Shaduq, Muhammad bin Ali bin Babuyah, Man La Yahdhuruhu al-Faqih, penelitian dan penyuntingan oleh Ali Akbar Ghaffari, Qum, Kantor Penerbitan Islami, cetakan kedua, 1413 H.
  • Thabathaba'i, Sayid Muhammad Kazim, Al-Urwah al-Wuthqa (Al-Muhashsha), Qum, Kantor Penerbitan Islami, cetakan pertama, 1419 H.
  • «Apa itu qamar dalam aqrab dan apa hukum-hukumnya?», Kantor Berita Pelajar, tanggal publikasi: 13 Aban 1392 HS, tanggal kunjungan: 9 Azar 1399 HS.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub, Al-Kafi, Tehran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, cetakan keempat, 1407 H.
  • Allamah Majlisi, Muhammad Baqir, Hilyat al-Muttaqin, Qum, Luqman, cetakan kedua, 1369 HS.
  • Muhaqqiq Hilli, Ja'far bin Hasan, Sharai' al-Islam fi Masail al-Halal wa al-Haram, Qum, Lembaga Ismailiyan, cetakan kedua, 1408 H.
  • Muhaqqiq Karaki, Ali bin Husain, Jami' al-Maqasid fi Sharh al-Qawa'id, Qum, Lembaga Ahlul Bait as, cetakan kedua, 1414 H.
  • Najafi, Muhammad Hasan, Jawahir al-Kalam fi Sharh Sharai' al-Islam, Beirut, Dar Ihya' al-Turath al-Arabi, cetakan ketujuh, 1404 H.