Kecintaan pada Ahlulbait as

tanpa prioritas, kualitas: b
tanpa alih
tanpa referensi
Dari wikishia

Kecintaan pada Ahlulbait as (bahasa Arab:مودة أهل البيت (ع)) atau mawaddah Ahlulbait as, berarti mencintai Ahlulbait Nabi Muhammad saw yang didasarkan pada ayat 23 Surah Asy-Syu'ara, yang menyebutkan sebagai upah dari risalah Nabi Muhammad saw. Menurut sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Syiah dan Sunni dari Nabi Muhammad saw, mencintai Ahlulbait as adalah dasar Islam. Menurut Sayid Muhammad al-Tijani, umat Islam menyepakati kewajiban memberikan kecintaan kepada Ahlulbait. Oleh karena itu, kecintaan kepada Ahlulbait telah diperkenalkan sebagai faktor yang sesuai untuk persatuan umat Islam. Beberapa peneliti berpendapat bahwa falsafah diwajibkannya mawaddah Ahlulbait adalah dengan memberikan ketaatan kepada mereka.

Dalam hadis-hadis disebutkan mengenai pengaruh duniawi dan ukhrawi dari mahabbah Ahlulbait as, diantaranya: mendapatkan syafaat Ahlulbait, diterimanya amalan, mantapnya melangkah di jembatan sirat diantara manfaat ukhrawi. Taubat menjelang kematian, tidak tamak terhadap harta dan kekayaan orang lain serta mengalirnya hikmah di lidah, diantaranya disebut sebagai pengaruh duniawi mawaddah kepada Ahlulbait as. Menurut sebagian hadis, kecintaan kepada Ahlulbait as adalah tanda dari sucinya garis keturunan dan kecintaan terhadap musuhnya adalah tanda dari ketiadaaan cinta yang sejati kepada Ahlulbait as.

Muhammad Muhammadi Reysyahri menyebut menggelar majelis duka untuk Ahlulbait as adalah salah satu bentuk kecintaan kepada Ahlulbait as. Begitu pula menziarahi makam para Aimmah as, bergembira di acara-acara perayaan mereka dan memberikan nama anak-anak dengan nama Ahlulbait diyakini sebagai bentuk lain dari perwujudan kecintaan terhadap Ahlulbait as. Sebagian dari peneliti menyebutkan cara-cara untuk menumbuhkan kecintaan kepada Ahlulbait diantaranya dengan menyebutkan keutamaan dan tradisi Ahlulbait serta mengelar majelis-majelis keagamaan dalam rangka memperingati hari-hari penting Ahlulbait as.

Sebagian orang dengan merujuk pada beberapa riwayat, meyakini bahwa memiliki cinta kepada Ahlulbait as sudah cukup untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Mereka juga meyakini bahwa dengan memiliki kecintaan yang demikian, melakukan amalan dosa sekalipun, tidak akan merugikan mereka di akhirat. Namun ulama-ulama Syiah telah mengkritik pandangan menyimpang tersebut, dengan menjelaskan maksud sebenarnya dari hadis-hadis tersebut. Misalnya, para ulama mengatakan bahwa hadis-hadis terkait kecintaan terhadap Ahlulbait as dapat melebur dosa-dosa adalah hanya berhubungan dengan dosa yang dilakukan karena kelalaian dan tidak ada hubungannya dengan dosa yang dilakukan dengan sengaja.

Berbagai kitab telah ditulis tentang cinta kepada Ahlulbait as. Di antaranya kita bisa merujuk pada Hubbu Ahl al-Biat fi al-Kitab wa al-Sunnah, karya Muhammad Taqi al-Sayid Yusuf al-Hakim dan Qur’an wa Mahabbat-e Ahlul Bait as, ditulis oleh Alireza Azhimifur.

Keutamaan dan Kedudukan

Mawaddah Ahlulbait as adalah istilah yang diambil dari Al-Qur’an surah al-Syuara ayat 23 yang dikenal dengan nama Ayat Mawaddah, yang artinya kecintaan terhadap keluarga Nabi Muhammad saw.

Berdasarkan ayat ini, mawaddah Ahlulbait as berkedudukan sebagai upah atau balasan dari risalah Nabi Muhammad saw.[1] Beberapa ulama Syiah seperti diantaranya Muhammad Reza Muzaffar meyakini kewajiban mencintai Ahlulbaiit adalah salah satu dari asas penting agama Islam.[2] Dalam teks doa Ziarah Jamia’ Kabirah tertulis kecintaan terhadap Ahlulbait adalah juga kecintaan terhadap Allah[3] dan dalam hadis yang diriwayatkan Syiah dan Sunni yang dinukil dari Nabi Muhammad saw, bahwa cinta Ahlulbait as adalah prinsip dasar Islam.[4] Dalam riwayat dari Imam Baqir as disebutkan cinta kepada Ahlulbait as adalah juga keimanan dan permusuhan terhadap mereka terhitung sebagai kekafiran.[5]

Allamah Hilli, fakih dan teolog Syiah abad 8 H, dengan berdalil, “Penentangan terhadap Imam Ali as dengan kecintaan padanya adalah dua hal yang kontradiktif, sementara kecintaan kepada Imam Ali as adalah wajib dan kecintaan terhadap khalifah-khalifah lainnya tidak wajib,” menunjukkan akan kebenaran keimamahan Imam Ali dan kebenaran mazhab Syiah.[6]

Dari Imam Syafii, salah satu fakih dari empat imam mazhab Ahlusunah dinukilkan, bahwa ia pernah bersyair:

إنْ كانَ رَفْضاً حُبُّ آلِ مُحَمَّد فَلْيَشْهَد الثََقلان أنّى رافِضی[7]

Jika mencintai keluarga Muhammad adalah Rafidhah
Maka saksikanlah jin dan manusia bahwa aku adalah Rafidhah


Ia juga meyakini bahwa mawaddah adalah mahabbah[8] dan tawalli[9] atau memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari mahabbah[10] dan salah satu cabang dari kecintaan terhadap Allah swt.[11]

Ritual Berduka

Muhammad Muhammadi Reisyahri, seorang peneliti hadis Syiah, menilai berkabung untuk Ahlulbait as adalah salah satu bentuk pengungkapan cinta kepada mereka dan salah satu misdaq ritual berduka.[12] Demikian pula ziarah kubur para imam as,[13] bergembira di hari perayaan mereka,[14] menyampaikan keutamaan Ahlulbait,[15] dan menamai anak-anak dengan nama-nama Ahlulbait diakui sebagai bentuk-bentuk cara mengungkapkan kecintaan kepada mereka.[16]

Kewajiban Mencintai Ahlulbait as

Sebagian ulama menjelaskan bahwa mawaddah Ahlulbait as adalah diantara hak Ahlulbait as atas kaum muslimin,[17] salah satu persamaan akidah umat Islam,[18] dan menjadi faktor yang paling vital untuk persatuan umat Islam.[19] Ulama-ulama Syiah telah menganggap kewajiban mencintai Ahlulbait sebagai poros persatuan umat Islam, yang semua umat Islam (kecuali para Nasibi) mengakuinya.[20] Syams al-Din Zahabi, salah seorang ulama Sunni, menolak semua keraguan dan syubhat tentang wajibnya mencintai Ahlulbait as.[21] Fakhr Razi, salah seorang mufassir Sunni, berpendapat dengan dalil bahwa Nabi Muhammad saw mencintai Ali, Fatimah, Hasan dan Husain dan mengikuti Nabi Muhammad saw dengan mencintai apa saja yang dicintainya hukumnya wajib bagi setiap muslim. Dengan demikian berdasarkan argumentasi ni, mahabbah kepada Ahulbait as adalah wajib bagi semua umat Islam.[22]

Diriwayatkan dari Imam Syafi'i;

ا أهلَ بیتِ رسولِ الله حُبُّکُم فَرضٌ مِنَ الله فِی القرآنِ أنزَلَهُ

Wahai Ahlulbait Rasulullah, mencintaimu adalah kewajiban dari Allah dalam Al-Qur'an yang diwahyukan.[23]

Filosofi Wajibnya Mencintai Ahlulbait as

Allamah Thabathabai, penulis Tafsir al-Mizan, berkeyakinan bahwa filosofi wajibnya mencintai Ahlulbait as adalah dikarenakan otoritas keilmuan mereka, sehingga umat Islam dapat merujuk kepada mereka dalam persoalan keilmuan dengan dilandasi kecintaan terhadap mereka. Dengan alasan ini, Allamah Thabathabai memperkenalkan kecintaan terhadap Ahlulbait as sebagai penjamin kelangsungan hidup agama.[24]

Menurut Muhammad Reza Mozafar, seorang ulama Syiah dan penulis abad ke-14 H, tidak diragukan lagi kecintaan terhadap Ahlulbait as diwajibkan karena kedekatan mereka dengan Allah swt, begitupun dengan posisi dan kedudukan mereka di sisi Allah swt. Dengan kedudukan mulia dan tinggi tersebut, mereka terhindar dan bersih dari syirik dan dosa-dosa lainya yang menjadi penyebab jauhnya seorang hamba dari Allah swt.[25]

Ayatulllah Sayid Ali Khamanei, pemimpin tertinggi Republik Islam Iran, menilai mawaddah sebagai dasar dalam ketaatan terhadap Ahlulbait as. Menurutnya dengan mengungkapkan mawaddah, keimanan seseorang terhadap wilayah Ahlulbait as akan terjaga.[26]

Menurut Muhammad Taqi Misbah Yazdi, seorang ulama kontemporer Iran, mahabbat Ahlulbait bukan diperlukan karena kekerabatan mereka dengan Rasulullah saw, melainkan kecintaan terhadap mereka diwajibkan karena karena mereka berada di puncak pengabdian kepada Allah swt.[27] Demikian juga, Ali Rabbani Gulpaygani, salah seorang guru besar teologi di Hauzah Ilmiah Qom, berkeyakinan bahwa filosofi diwajibkannya mawaddah adalah ketaatan kepada Ahlulbait dan kecintaan sejati hanya dapat dicapai dengan menaati mereka.[28] Menurut Javad Muhaddatsi, salah seorang penulis Hauzah Ilmiah Qom, semakin besar ukuran kecintaan kepada Ahlulbait as, maka akan makin besar ketaatan dalam mengikuti mereka.[29]

Pengaruh

Para peneliti telah menganggap mawaddah Ahlulbait as sebagai faktor untuk bergerak menuju kesempurnaan mutlak,[30] faktor untuk menghubungkan hati para pecinta Ahlulbait as satu sama lain[31] dan sebagai esensi sistem dan integritas agama.[32] Berdasarkan hadis Imam Ali as bahwa Abu Naim Isfahani dan Ubaidillah al-Haskani (seorang ulama Sunni abad ke-5 H) meriwayatkan bahwa hanya orang-orang beriman yang memperhatikan kecintaannya terhadap Ahlulbait as.[33]

Pengaruh Ukhrawi

Menurut sebuah riwayat dari Nabi Muhammad saw, manfaat dari mencintai Nabi Muhammad saw dan keluarganya tampak dalam tujuh keadaan:

  1. Pada saat kematian.
  2. Di kuburan.
  3. Waktu kiamat.
  4. Saat menerima catatan amal.
  5. Waktu penghitungan amal.
  6. Di sisi mizan.
  7. Saat melintasi jembatan Shirat.[34]

Menurut riwayat lain yang diriwayatkan oleh seorang Sunni, seseorang yang meninggal dunia dengan kecintaan pada Ahlulbait as, maka kematiannya seperti mati syahid, dosa-dosanya diampuni dan meninggal dengan penuh keimanan, dan pada saat kematian, dia diberi kabar gembira berupa surga. Di kuburnya ada dua pintu surga terbuka dan Allah swt menempatkan para malaikat sebagai peziarah kuburnya.[35] Pengaruh lain yang disebutkan sebagai manfaat mencintai Ahlulbait as adalah sebagai berikut:

  • Mendapatkan syafaat; Disebutkan dalam hadits Nabi bahwa setiap orang yang memiliki kecintaan pada Ahlulbait as akan masuk surga dengan syafaat mereka.[36]
  • Digabungkan dengan Ahlulbait; Menurut sebuah riwayat dari Nabi Muhammad saw, bahwa para pecinta Ahlulbait as akan dikumpulkan bersama mereka di akhirat.[37]
  • Diterimanya amal; Dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Abu Hamzah al-Tsumali dari Imam Ali as, bahwa di akhirat, jika seseorang memiliki kecintaan pada Ahlulbait as, maka amalan mereka yang lain akan diterima, tetapi jika mereka tidak memiliki kecintaan tersebut, amalan mereka yang lain tidak akan diterima.[38]
  • Bentuk kesalehan; Dalam riwayat Imam Shadiq as disebutkan bahwa mawaddah Ahlulbait as diperkenalkan sebagai salah satu bentuk kesalehan dan menjadi amalan orang-orang saleh.[39]
  • Kemantapan langkah di jembatan Shirat; menurut sebuah riwayat dari kitab Ja’fariyat, setiap orang yang memiliki kecintaan terhadap Ahlulbait as, semakin besar cintanya maka akan semakin mantap langkahnya saat berjalan di atas jembatan shirat.[40]
  • Pengampunan dosa-dosa; berdasarkan sebuah riwayat dari Nabi Muhammad saw bahwa dengan kecintaan pada Ahlulbait as maka dosa-dosa dalat terampuni.[41] Ibnu Hajar al-Haitami salah seorang ulama Ahlusunnah abad 10 H, dengan menukil hadis bab Hiththah berkeyakinan bahwa jika Allah swt mengampuni dosa-dosa Bani Israel begitu mereka memasuki Bab Hiththah, maka untuk umat Islam, dengan mencintai Ahlulbait as akan menjadi penyebab pengampunan bagi mereka.[42]

Pengaruh Duniawi

Dalam sebuah riwayat dari Nabi Muhammad saw yang berisi penjelasan mengenai pengaruh duniawi dari kecintaan pada Ahlulbait as. Diantaranya disebutkan: zuhud, semangat dalam bekerja, takwa dalam agama, kesenangan dalam beribadah, tobat sebelum kematian, gemar menghidupkan malam dengan ibadah, tidak tamak pada kepemilikan harta, pemaaf, berhati-hati dalam menyikapi perintah dan larangan Allah serta tidak mencintai dunia.[43]

Dalam sebuah hadis dari Imam Baqir as, Allah swt mensucikan hati para pecinta Ahlulbait as.[44] Begitu juga dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Imam Shadiq as bahwa barang siapa yang memantapkan dalam hatinya kecintaan pada Ahlulbait as, maka hikmah akan mengalir dari lidahnya.[45]

Tanda-Tanda

Sesuai dengan sebuah riwayat dari Imam Baqir as, bahwa kecintaan pada Ahlulbait as dan kecintaan pada musuh-musuhnya adalah dua hal yang tidak dapat disatukan dan jika seseorang mencintai musuh Ahlulbait as maka itu menunjukkan ketiadaan cinta hakiki pada Ahlulbait dalam dirinya.[46] Demikian pula, menurut sebuah riwayat dari Imam Ali as, jika seseorang tidak mencintai pecinta Ahlulbait as, maka ia tidak termasuk dalam kelompok pecinta Ahlulbait as yang sejati.[47]

Menurut hadis yang lain, laki-laki yang tidak memiliki rasa cemburu, anak zina, laki-laki yang menyerupakan diri dengan perempuan, dan seseorang yang dikandung ibunya saat dalam keadaan haid, tidak memiliki kecintaan pada Ahlulbait as.[48] Begitupun sebuah riwayat yang menyebutkan, memiliki kecintaan pada Ahlulbait as adalah tanda kesucian nasabnya.[49] Selain itu, ketaatan pada Ahlulbait as dalam beramal adalah bentuk lain kecintaan pada Ahlulbait as yang sangat penting, dan tanda yang menunjukkan kejujuran seseorang dalam pengungkapan kecintaannya pada Ahlulbait as.[50]

Syubhat Kelompok Permisivisme

Sekelompok orang beragama percaya bahwa setiap dosa terhapus cukup dengan memiliki kecintaan pada Ahlulbait as, sehingga melakukan dosa bagi pecinta Ahlulbait as tidak membahayakan nasib mereka di akhirat.[51] Menurut Ali Nasiri, salah seorang peneliti Hauzah Ilmiah, sebagian besar dari kelompok ini yang memiliki paham permisivisme (serba membolehkan) tidak memiliki dukungan ilmiah yang mendalam dan mengandalkan hadis-hadis seperti “Kecintaan pada Ali adalah kebaikan yang tidak ada dosapun yang menciderainya dan memusuhi Ali adalah dosa yang tidak ada kebaikan apapun yang bisa menutupinya..[52] Melalui hadis semacam ini, mereka berkesimpulan dosa apapun yang dilakukan para pecinta Ahlulbait as tidak akan berpengaruh pada kebahagiaan mereka di akhirat.[53]

Muhaqiq Bahrani (1075-1121 H) menilai hadis ini derajatnya lemah, sehingga tidak bisa dijadikan sandaran.[54] Namun sebagian ulama Syiah menyebutkan arti lain hadis ini yang tidak sejalan dengan pemikiran kelompok yang menyepelekan dosa;[55] Misalnya, menurut Syaikh Mofid, salah seorang teolog Syiah, ia menyatakan ada kemungkinan bahwa orang berdosa yang memiliki makrifat tentang Ahlulbait as mereka hanya mendapat azab di alam Barzakh sehingga di hari kemudian, dengan dosa-dosa yang telah terhapus, mereka diselamatkan dari api neraka.[56] Menurut sebagian ulama lainnya, hanya dosa yang dilakukan karena kelalaian yang akan diampuni dengan modal kecintaan kepada Ahlulbait as, tidak untuk dosa-dosa yang dilakukan dengan sengaja.[57]

Menurut Ali Nasiri pandangan sesat semacam ini juga terdapat pada agama lain, dan juga pada agama Islam dengan sebelumnya terdapat firkah-firkah seperti Murjiah dan Karramiyya dari Ahlusunnah dan kelompok Ghulat dari Syiah yang memiliki akidah serupa.[58] Ali Nasiri berpandangan bahwa akidah yang serba membolehkan yang muncul di tengah-tengah umat Islam disebabkan ketidak pedulian mereka terhadap pandangan-pandangan dan fatwa para ulama.[59]

Jawad Muhadditsi mengatakan, pengakuan memiliki kecintaan pada Ahlulbait as tapi sembari melakukan amalan-amalan dosa, adalah dua hal yang kontradiktif dan saling menegasikan. Ia berkeyakinan, bahwa kecintaan yang benar akan memunculkan ketataan pada Ahlulbait as.[60] Pada Fiqh Ridha as, kitab yang dinisbatkan pada Imam Ridha as, disebutkan hubungan antara amalan saleh dengan kecintaan pada Ahlulbait as adalah hubungan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, sehingga jika satu sisi tidak ada maka sisi yang lain juga tidak ada.[61]

Menurut riwayat dari Imam Baqir as, barang siapa yang taat pada Allah swt maka akan menjadi pecinta Ahlulbait as, dan barangsiapa yang membangkang pada perintah Allah swt maka dia adalah musuh Ahlulbait as.[62]

Monograf

Kitab Mawaddah Ahl al-Bait wa Fadhailuhum fi al-Kitab wa al-Sunnah karya Muhammad Taqi Sayid Yusuf al-Hakim tentang kecintaan terhadap Ahlutbait as

Sejumlah kitab yang ditulis terkait tema kecintaan pada Ahlulbait as, diantaranya:

  • Mawaddah Ahl al Bait wa Fadhailuhum fi al-Kitab wa al-Sunnah, dan Hubb Ahl al-Bait fi al-Kitab wa al- Sunnah karya Muhammad Taqi al-Sayid Yusuf al-Hakim; pembahasan dua kitab ini terdiri dari lima bab utama. Kitab ini pertama kali dicetak pada tahun 1419 H dalam 140 halaman oleh Risalah Publishing House[63] dan kitab ini selanjutnya icetak pada tahun 1424 H dalam 278 halaman oleh Penerbit Al-Fikr al-Islami Publishing House.[64]
  • Qur’an wa Mahabbat-e Ahlulbait as, karya Alireza ‘Azimfur, penulis dalam kitab ini memaparkan pembahasan kecintaan pada Ahlulbait as dalam perspektif Al-Qur’an, dan pada bagian akhir dari kitab ini, memberikan jawaban atas syubhat-syubhat dari kelompok Sunni terkait ayat Mawaddah[65] Kitab ini diterbitkan oleh Universitas Ushuluddin pada tahun 1394 HS dalam 360 halaman.[66]
  • Mabani Nazhari wa Amali Hubbu Ahl Bait as, karya Asgar Thahirzadeh; kitab ini pada dasarnya adalah transkrip kumpulan ceramah dari penulis sendiri. Kitab ini diterbitkan oleh penerbit Lab al-Mizan pada tahun 2008 sebanyak 333 halaman.[67]
  • Mahabbat Nejatbakhs (Kecintaan yang menyelamatkan), karya Abd al-Ridha Jamali; penulis melalui bukunya ini menuliskan pengaruh kecintaan pada Ahlulbait as di dunia, di alam barzakh dan di akhirat.[68] Buku ini diterbitkan pada tahun 2013 atas usaha Zamzam Hedayat Publishing House.[69]

Catatan Kaki

  1. Busawi, Huquq Ahlebait (as) dar Tafasire-e Ahle Sunnat, hlm. 103
  2. Mudhafar, Aqaid al-Imamiah, hlm. 72; Musawi Zanjani, Aqaid al-Imamiah al-Itsna 'Asyariah, jld. 3, hlm. 181
  3. Syekh Shaduq, Man la Yahdhuruhu al-Faqih, jld. 2, hlm. 613
  4. Kulaini, al-Kafijld. 2, hlm. 46; Syekh shaduq, Man la Yahdhuruhu al-faqih, jld. 4, hlm. 364; Ibnu Asakir, Tarikh Damasyq, jld. 43. hlm. 241
  5. Kulaini, al-Kafi, jld. 1, hlm. 188
  6. Allamah Hilli, Manhaj al-Karamah, hlm. 122
  7. Syafi'i, Diwan al-Imam al-Syafi'i, hlm. 89
  8. Fakhla'i, Asyenai ba Pisyineh Mabani va Didgahhaye Mazhab-e Syieh, hlm. 118
  9. Fakhla'i, Asyenai ba Pisyineh Mabani va Didgahhaye Mazhab-e Syieh, hlm. 123
  10. Thabathabi, al-Mizan, jld. 16, hlm. 116;Jawadi Amuli, Tasnim, jld. 6, hlm. 50-51
  11. Amini, dan lain-lain, Hamsanji-e Arzesy-e Akhlaqi-e Ittihad va Ulfat ba Mavaddat-e Dzilqurba va Ta'sire an az Didgah-e Quran va Hadis, hlm. 11
  12. Muhammadi Rey Syahri, farhangnameh Martsyiyeh Saroi-e va Azadari-e Sayidu Suhada, hlm. 11-12
  13. Akbariyan, Mahabbat-e Ahlebait (as) dar Quran, hlm. 42
  14. Akbariyan, Mahabbat-e Ahlebait (as) dar Quran, hlm. 44
  15. Khadimi, Mahabbat be Peyambar va Ahlebait az Didgah-e Quran va Rivayat, hlm. 25
  16. Khadimi, Mahabbat be Peyambar va Ahlebait az Didgah-e Quran va Rivayat, hlm. 26
  17. Basyawi, Huquq-e Ahlebait (as) dar Tafasir-e Ahlesunnat, hlm. 103
  18. Fakhla'i, Asyenai-e ba Pisyineh, Mabani va Didgahhaye Mazhab-e Syieh, hlm. 119
  19. Taskhiri, Wahdat-e Islami ba Payeh Marjaiyat-e Ilmi Ahlebait (as) hlm. 92
  20. Mudhafar, Aqaid al-Imamiah, hlm 72; Musawi Zanjani, Aqaid al-Imamiah al-Itsna 'Asyariah, jld. 3, hlm. 181; Tijani, Fas'alu Ahla Dzikr, hlm. 237
  21. Dzahabi, al-Muntaqa min Minhaj al-I'tidl, hlm. 451, 452
  22. Fakhrurazi, al-Tafsir al-Kabir, jld. 27, hlm. 595
  23. Syafi'i, Diwan al-Imam al-Syafi'i, hlm. 121
  24. Thabathabai, al-Mizan, jld. 18, hlm. 46-47
  25. Mudhafar, Aqaid al-Imamiah, hlm. 73
  26. Khamenei,Bayanat dar Didar ba Jam'i az Tullab va Ruhaniyun Site daftar Hifdz va Nashr Asar Ayatullah al-Udhma Khamenei
  27. Misbah Yazdi, Pandhaye Emam-e Shadiq (as) be Rahjuyan-e Shadiq, hlm. 309
  28. Rabbani Ghulpeygani, Darse Imamat Site Madrese Feqahat
  29. Muhaddisi, Rahhaye Ijad-e Mahabbat-e Ahlebait dar Nujavanan va Javanan, hlmm. 11
  30. Hasyimi dan lain-lain, Karkardhaye Tarbiyati Mavaddat-e Ahlebait, hlm. 22
  31. Hasyimi dan lain-lain, Karkardhaye Tarbiyati Mavaddat-e Ahlebait, hlm. 23
  32. Amini dan lain-lain, Hamsanji-e Arzesy-e Akhlaqi-e Ittihad va Ulfat ba Mavaddat Dzulqurba va Ta'sir-e an dar Ruysd-e Ma'nawi-e Insan az Didgah-e Quran wa Hadis, hlm. 20
  33. Isbahani, Tarikh Isbahan, jld. 2, hlm. 134; Haskani, Syawahid al-Tanzil, jld. 2, hlm. 205
  34. Syekh Shaduq, Khishal, jld. 2, hlm. 360
  35. Tsa'labi, al-Kasyf wa al-Bayan, jld. 8, hlm. 314
  36. Barqi, al-mahasin, jld. 1, hlm. 61
  37. Khazar Razi, Kifayat al-Atsar, hlm. 300
  38. Shaffar, Bashair al-Darajat, hlm. 364
  39. Syekh Mufid, al-Ikhtishas, hlm. 86
  40. Ibnu 'Asy'ats, Asy'atiyat, hlm. 182
  41. Syekh Thusi, Amali, hlm. 164
  42. Haitami, al-Shawaiq al-Muhriqah, jld. 2, hlm. 447
  43. Syekh Shaduq, Khishal, jld. 2, hlm. 515
  44. Qumi, Tafsir Qumi, jld. 2, hlm. 372
  45. Barqi, Mahasin, jld. 1, hlm. 61
  46. qumi, Tafsir Qumi, jld. 2, hlm. 172
  47. Syekh Mufid, Amali, hlm. 334
  48. Quthbuddin ar-Rawandi, al-Kharaij wa al-Jaraih, jld. 1, hlm. 178
  49. Barqi, Mahasin, jld. 1, hlm. 138
  50. Khadami, Mahabbat be Peyambar va Ahlebait az Didgah-e Quran va Rivayat, hlm. 24
  51. Nashiri, Ibahegiri, Uftdindari, hlm. 12
  52. Syekh Mufid, Awail al-Maqalat, hlm. 335; Ibnu Syahr Asyub, al-Manaqib, jld. 3, hlm. 197
  53. Nashiri, Ibahegiri, Uftdindari, hlm. 12
  54. Muhaqiq Bahrani, al-Arba'un, hlm. 105
  55. Nashiri, Ibahegiri, Uftdindari, hlm. 12
  56. Syekh Mufid, Awail al-Maqalat, hlm. 75-76
  57. Tarkasvan, Mahabbat-e Ahlebait va Rastegari, hlm. 24
  58. Nashiri, Ibahegiri, Uftdindari, hlm. 108
  59. Nashiri, Ibahegiri, Uftdindari, hlm. 14
  60. Muhaddisi, Rahhaye Ijad-e Mahabbate Ahlebait dar Nujavanan va Javanan, hlm. 15
  61. Mansub be Emam Ridha (as), Fiqh al-Ridha, hlm. 339
  62. Kulaini, al-Kafi, jld. 2, hlm. 75
  63. al-Hakim,, Mawaddah ahlilbait wa Fadhailuhum fi al-Kitab wa al-Sunnah
  64. al-Hakim, Hubbu Ahlilbait fi al-Kitab wa al-Sunnah
  65. Adzimifar, Quran va Mahabbat-e Ahlebait (as)
  66. Adzimifar, Quran va Mahabbat-e Ahlebait (as)
  67. Thahir Zadeh, Mabani-e Nazari va Amali Hubbu Ahlebait
  68. Jamali, Mahabbat-e Nejatbakhsy
  69. Jamali, Mahabbat-e Nejatbakhsy

Daftar Pustaka

  • Adzimifar, Ali Ridha. Quran va Mahabbat-e Ahlebait. Qom: Fakultas Usuludin, 1394 S
  • Akbariyan, Sayid Muhammad. Mahabbate Ahlebait dar Quran dalam majalah Rah Tusyeh, volume: 115, musim semi dan musim panas, 1398 S
  • al-Hakim, Muhammad Taqi al-Sayid Yusuf. Hubbu Ahlilbait fi al-Kitab wa al-Sunnah. Belanda: Yayasan al-Fikr al-Islami, 1424 HS
  • al-Hakim, Muhammad Taqi al-Sayid Yusuf. Mawaddah Ahlilbait wa Fadhailuhum fi al-Kitab wa al-Sunnah. Qom: al-Risalh, 1419 HS
  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Manhaj al-Karamah. Masyhad: Tasu'a, 1379 S
  • Amini, Shiddiqah. Hamsanji Arzesy-e Akhlaqi Ittihad va Ulfat ba Mavaddat-e Dzilqurba va Ta'sir-e an dar Rusyd-e Ma'nawi-e Insan az Didgah-e Quran va Hadis dalam majalah Muthala'at-e Farhanggi-e va Ijtimai-e Hawzeh, volume: 11, musim semi dan musim panas 1401 S
  • Barqi, Ahmad bin Muhammad. al-Mahasin. Qom: Dar al-Kutub al-Islamiah, 1371 S
  • Basyawi, Muhammad Ya'qub. Huquq-e Ahlebait (as) dar Tafasir-e Ahlesunnat. Qom: Markaz Bainalmilali, Terjemah & penerbit al-Musthafa, 1434 HS
  • Dzahabi, Syamsuddin. al-Muntaqa min Minhaj al-I'tidal. Riyadh: al-Riasah al-'Ammah li Idarat al-Buhuts al-Ilmiah wa al-Ifta wa al-Da'wah wa al-Irsyad, 1413 HS
  • Fakhla'i, Muhammad Taqi. Asyenai ba Pisyineh, Mabani va Didgahhaye Mazhab-e Syieh. Teheran: Nashr Masy'ar, 1387 S
  • Fakhrurazi, Muhammad bin Umar. al-Tafsir al-Kabir. Beirut: Dar al-Ihya al-Turats al-Arabi, 1420 HS
  • Haitami, Ibnu Hajar. al-Shawaiq al-Muhriqah ala ahli ar-Rafdh al-Dhalal wa al-Zindiqah. Beirut: Yayasan al-Risalah, 1417 H
  • Haskani, Ubaidullah bin Ahmad. Syawahid al-Tanzil. Teheran: Organisasi Percetakan dan Penerbitan Kementrian Isryad-e Islami, 1411 HS
  • Hasyimi Fatimah dan lain-lain. Kardkarhaye Tarbiyati-e Mavaddat-e Ahlebait. Dalam majalah Tarbiyat-e Islami, vomume: 37, musim gugur 1400 S
  • Ibnu Asakir, Ali bin al-Hasan. Tarikh Dimasyq. Dar al-Fikr, tanpa tempat, 1415 HS
  • Ibnu 'Asy'ats, Muhammad bin Muhammad. Asy'atiyat. Teheran: Perpustakaan Nainawa, tanpa tahun
  • Ibnu Syahr Asyub, Muhammad bin Ali. al-Manaqib. Qom: Allameh, 1379 HS
  • Isbahani, Abu Naim. Tarikh Isbahan. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1410 HS
  • Jamali, Abdul Ridha. Mahabbat-e Nejatbakhsy. Qom: Zamzam Hidayat, 1393 S
  • Jawadi Amuli, Abdullah. Tasnim. Qom: Isra, 1389 HS
  • Khadami, 'Ainullah. Mahabbat be Peyambar va Ahlebait az Didgah-e Quran va Riwayat dalam majalah Rusyd-e Amuzesy-e Quran, volume: 5, 1383 S
  • Khamenei, Sayid Ali. [Bayanat da Didar-e ba Jam'i az Tullab va Ruhaniyun] Site Daftar Hifdz va Nashr Asar-e Ayatullah al-Udhma Khamenei, diunggah 22 Adzar 1388 S, diakses 6 Esfand 1401 S
  • Khazzar Razi, Ali bin Muhammad. Kifayah al-Atsar fi al-Nash ala al-Aimmah al-Itsna 'Asyar. Qom: Bidar, 1401 HS
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. al-Kafi. Dar al-Kutub al-Islamiah,1407 HS
  • Mansub be Emam Ridha, Ali bin Musa. Fiqh al-Ridha. Masyhad: Yayasan Alu al-Bait, 1406 HS
  • Misbah Yazdi, Muhammad Taqi. Pandhaye Emam-e Shadiq ba Rahjuyan-e Shadiq. Qom: Yayasan Amuzesyi-e va Pazuhesyi-e Emam Khomeini, 1391 S
  • Muhaddisi, Jawad. Rahhaye Ijad-e Mahabbat-e Ahlebait dar Nujavanan va Javanan Dalam Majalah Farhangg-e Kausar, volume: 29, Murdad 1378 S
  • Muhammadi Reysyahri, Muhammad. Farhang Nameh Marsiyeh Sarai-e va Azadari Sayidu Syuhada. Teheran: Mas'yar, 1387 S
  • Muhaqiq Bahrani, Sulaiman al-Mahwizi. al-Arba'una Haditsan fi Itsbat Imamah Amir al-Mukminin. QOm: al-Muhaqiq, 1417 HS
  • Nashiri. Ibahegiei, Uftdindari Dalam majalah Kitab-e Naqd, volume: 40, 1385 S
  • Qumi, Ali bin Ibrahim. Tafsir al-Qumi. Qom: Dar al-Kitab, 1404 HS
  • Quthub ad-Din Rawandi, Sa'id bin Hibatullah. al-Kharaij wa al-Jaraih. Qom: Yayasan Imam Mahdi, 1409 HS
  • Rabbani Ghulpeygani, Ali. Dars-e Imamat Site Madreseh Feqahat, diunggah 2 Urdibehest 1395 S, diakses 6 Esfand 1401 S
  • Shaffar, Muhammad bin Hasan. Bashair al-Darajat fi Fadhail Ali Muhammad (as). Qom: Perpustakaan Ayatullah Marasyi Najafi, 1404 HS
  • Syafi'i, Muhammad bin Idris. Diwan al-Imam al-Syafi'i. Kairo: Perpustakaan Ibnu Sina, tanpa tahun
  • Syekh Mufid, Muhammad bin Nu'man. al-Amali. Kongres Internasional Hezareh Syekh Mufid, 1413 HS
  • Syekh Mufid, Muhammad bin Nu'man. Awail al-Maqalat fi al-Madzahib wa al-Mukhtarat. Beirut: Dar al-Mufid, 1413 HS
  • Syekh Mufid, Muhammad bn Ali. al-Khishal Qom: Kantor Penerbit Islami, 1362 S
  • Syekh Shaduq, Muhammad bin Ali. Man la Yahdhuruhu al-Faqih. Qom: Kantor Penerbit Islami, 1413 HS
  • Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan. al-Amali. Qom: Dar al-Tsaqafah, 1414 HS
  • Tarkashvan, Hasan. Mahabbat-e Ahlebait va Rastegari Dalam majalah Farhangg-e Ziyarat, volume: 26, Farwandin 1396 S
  • Taskhiri, Muhammad Ali. Wahdat-e Islami bar Payeh Marjaiyat-e Ilmi Ahlebait. Terjemah Jalal Miragha'i. Teheran: Majma Jahani Taqrib-e Mazahib-e Islami, 1388 S
  • Thabathbai, Muhammad bin Husain. al-Mizan fi Tafsir al-Quran. Qom: Kantor Penerbit Islami, 1417 HS
  • Thahir Zadeh, Ali Asgar. Mabani-e Naziri va Amali Hubbe Ahlebait. Isfahan: Lab al-Mizan, 1390 S
  • Tijani, Muhammad. Fas'alu Ahla Dzikri. Qom: Yayasan Ahlebait, 1427 HS
  • Tsa'labi, Ahmad bin Ibrahim. al-Kasyf wa al-Bayan an Tafsir al-Quran. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi. 1422 HS