Al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an (buku)

Prioritas: c, Kualitas: c
Dari wikishia
Al-Bayan fi Tafsir al-Qur'anhttp://en.wikishia.net
PenyusunAyatullah Abul Qasim Khui
BahasaArab
SubyekTafsir Al-Quran dan Ulumul Quran
Seri1 jilid


Al-Bayan fi Tafsir al-Quran (Bahasa Arab:البیان فی تفسیرالقرآن) adalah sebuah kitab penting dalam Tafsir dan Ulumul Quran. Kitab ini adalah karya seorang fakih Syiah, pada masa kini, Ayatullah Sayyid Abul Qasim Khui (w. 1371 HS). Kitab ini berisi mengenai pembahasan Ulumul Quran, di antaranya tentang: i’jaz, tahrif, nash dan juga tafsir surah Al-Fatihah. Meskipun tuntutan dan tujuan pengarang menjelaskan tafsir surah-surah lain Alquran, namun Tafsir Al-Bayan hanya mencakup tafsir surah Al-Fatihah saja. Kumpulan tafsir ini merupakan kumpulan pelajaran Sayyid Khui di Hauzah Ilmiah Najaf. [1]

Pengarang Kitab

Sayyid Abu al-Qasim Musawi Khui (Lahir pada 15 Rajab 1317 H di Khui dan meninggal pada 8 Shafar 1413 H di Najaf). Ia adalah Salah seorang fakih dan marja' Taklid Syiah pada abad ke-14. Ia berguru kepada ulama-ulama terkemuka di Hauzah Ilmiyah Najaf dan juga mendidik murid untuk menjadi pejuang. Sangat banyak dari marja taklid pada masa setelahnya merupakan murid darinya.

Ia memiliki karya sangat banyak dalam berbagai disiplin ilmu Islam. Di antara karya-karyanya, kitab Al-Bayan fi Tafsir al-Quran dan Mu’jam Rijal Hadis adalah karya yang paling terkenal. Ayatullah Khui selama bertahun-tahun menjadi marja kebanyakan Syiah di dunia.

Kandungan Kitab

Ilmu Tafsir
Tafsir-tafsir Penting

Syi'ah:


Sunni:


Genre-genre Tafsir


Metode-metode Tafsir


Klasifikasi Tafsir
Terma-terma Ilmu Tafsir

Pengarang, pada permulaan kitab, secara global menjelaskan metode penafsiran yang ia pakai, kemudian memberi judul pada bab pertama dengan "Keutamaan Alquran". Ayatullah Khui menjelaskan kedudukan Alquran dalam pandangan ayat dan pentingnya bertadabur atas ayat-ayat Alquran.

Mukjizat al-Quran

Pengarang pada bab 2, dalam pembahasan mukjizat Alquran menjelaskan makna leksikal dan teknikal mukjizat berikut perbedaannya dengan sihir. Ia menjelaskan bahwa sebaik-baik mukjizat adalah mukjizat yang memiliki kemampuan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi. Oleh itu, penjelasan kedudukan sastra pada masa jahiliyyah menunjukkan kebenaran Alquran dan keunggulan Alquran. Ayatullah Khui dalam menjelaskan berbagai sisi bahwa tidak ada sesuatu pun yang mirip dengan Alquran juga menjelaskan mengenai syariat dan kabar ghaib. [2]

Mendukung Fasahah dan Balaghah al-Quran

Semenjak dahulu, orang-orang telah menerima bahwa kadang-kadang Alquran dari sisi penjelasan, terdapat hal-hal yang tidak dapat disatukan dengan fasahah dan balaghah. [3] Pengarang, dalam bab yang terpisah [4] menjawab para pengkritik dalam tema ini dan dengan menyandarkan kepada sejarah, memberikan jawaban atas hal ini.

Ayatullah Khui dalam karyanya yang lain, Nafahāt al-I'jāz menjawab tudingan Nashiruddin Dhafir, seorang penulis berwarganegara Amerika, yang menulis sesuatu untuk menantang Alquran dalam kitabnya Husn al-I'jāz [5] [6]

Qiraat Tujuh

Pembahasan mengenai qiraah memiliki latar belakang yang sangat panjang dan sangat penting. Hal ini dibahas secara panjang lebar dalam kitab Al-Bayan. Pengarang, membahas kedudukan qiraah dalam pandangan cendekiawan peneliti Alquran dan dengan menandaskan tidak adanya tawatur qiraah tujuh macam, ia menjelaskan:

Tidak adanya tawatur qiraah-qiraah merupakan perkataan terkenal diantara ulama-ulama Syiah dan tidak menutup kemungkinan bahwa di antara kaum Sunni juga demikian. [7]

Pengarang, untuk membuktikan tidak adanya tawatur dalam qiraah Alquran, pada awalnya mengenalkan 10 qari dan kemudian melaporkan metode dan gaya bacaan mereka dan menulis: "Dengan memperhatikan kehidupan para qari dan analisa tentang penukilan qiraah dan bagaimana penyandaran qiraah-qiraah yang ada, cara berargumentasi para qari dan pengikut mereka kepada bacaan-bacaan mereka dan kritikan para qari yang lain serta pengingkaran sebagian peneliti dari qiraah-qiraah ini (dimana saya bawakan contoh-contohnya) menunjukkan bahwa qiraah-qiraah yang ada bukan merupakan qiraah yang mutawatir. [8]Ayatullah Khui kemudian mengkritik dalil tawatur qiraah-qiraah yang ada dan menunjukkan bahwa tidak satu pun dalil-dalil itu merupakan dalil-dalil yang kuat. [9]

Pengarang kadang-kadang menandaskan bahwa dalil-dalil ini akan menetapkan bagi ketawaturan Alquran, bukan qiraah-qiraah Alquran, dan diantara keduanya terdapat perbedaan yang sangat jelas. Pengarang, setelah mengkritik hujah qiraah-qiraah dengan menyandarkan kepada riwayat-riwayat yang ada di kitab al-Kafi menegaskan bahwa bacaan dalam salat yang benar adalah bacaan yang telah berkembang pada masa kehidupan para Imam as. [10]

Pembahasan Tujuh Huruf

Dari sisi bahwa penulis menolak tawatur qiraah-qiraah, dalam pembahasan selanjutnya ia membahas pembahasan mengenai qiraah tujuh yang berlainan dan menekankan bahwa hadis ini dengan makna yang ada, tidak ada kaitannya dengan tema qiraah tujuh. Ia dalam menegaskan pendapatnya sendiri, membawakan beberapa pendapat ulama Ahlusunah misalnya pengakhiran beberapa abad penentuan qiraah tujuh berdasarkan pendapat Ibnu Mujahid. [11]

Pembahasan riwayat "Ahruf Sab’ah" dalam Ulumul Quran adalah pembahasan yang panjang. [12] Pengarang menuliskan berbagai penukilan dan setelah mengkritiki pendapat itu, ia menjelaskan bahwa karena adanya fallasi (mughalatah) dan kontradiksi riwayat-riwayat dan tidak adanya kemungkinan untuk menyatukan tujuh riwayat tersebut, [13] maka ia menilai bahwa riwayat Ahruf Sab’ah sebagai riwayat yang tidak dapat diterima. [14]

Tidak adanya Distorsi Al-Quran

Pembahasan terpenting dalam kitab al-Bayan adalah pembahasan tidak terdistorsinya Alquran. Pengarang, mendefinisikan tahrif, jenis dan cakupan pembahasan-pembahasan yang menjadi perdebatan. Ia disamping menjelasan bahwa para peneliti tidak percaya bahwa Alquran tidak terdistorsi, juga mempercayai bahwa "naskh al-tilawah" (penghapusan bacaan) sebagai salah satu bentuk dari tahrif Alqran.

Ia dalam menetapkan bahwa alquran tidak terdistorsi, menyandarkan dalil-dalil itu terhadap ayat-ayat Alquran, sunah, riwayat-riwayat fadhilah surah-surah dan fadhilah membaca Alquran. [15] Ayatullah Khui menambahkan bahwa dari sisi sejarah dan dengan memperhatikan kenyataan kehidupan kaum Muslimin, maka tidak mungkin bahwa tahrif telah terjadi.

Pengarang, menuliskan pengkritikan sebagian ulama atas tema ini. Pembahasannya berasal dari Mushaf Imam Ali as dan pengkritikan sanad dan kandungan riwayat-riwayat yang menjadi perhatiannya.

Di antara dalil terpenting bagi orang yang meyakini adanya tahrif, adalah bagaimana dikumpulkannya Alquran. Mereka percaya bahwa Alquran yang tidak dikumpulkan pada zaman Nabi Muhammad saw, maka Alquran telah mengalami distorsi pada zaman khulafa ketika mereka mengumpulkan Alquran. Dengan demikian, sang pengarang membahas mengenai tema pengumpulan Alquran dan setelah meneliti dan menganalisa riwayat-riwayat mengenai bidang itu sampai pada kesimpulan bahwa Alquran yang ada pada masa sekarang merupakan alquran yang dikumpulkan oleh Rasulullah saw. [16]

Argumentasi Bentuk Lahir Al-Quran

Pengarang, setelah menetapkan akan kekuatan dan bahwa al-Quran adalah wahyu Allah, membahas tentang argumentasi bentuk lahir alquran (hujjiyah zhahir Alquran), dan untuk menetapkan hasilnya, ia menggunakan dalil-dalil rasional (aqli), qurani dan riwayat. Kemudian ia melaporkan dalil-dalil yang mendukung tidak adanya hujiyah zhahir Alquran, diantaranya:

  • Audiens Alquran hanyalah para Imam as
  • Pemanfaatan makna-makna lahir Alquran dan penyandaran terhadapnya merupakan salah satu bentuk tafsir birra'yi yang dilarang
  • Ma'arif Alquran adalah masalah-masalah yang sangat tinggi dan tidak mungkin didapatkan
  • Pendistorsian Alquran dan penghilangan indikasi-indikasi

Pengarang dalam bagian-bagian sebelumnya mengkritik dalil-dalil adanya pendefisian Alquran dan pada bagian ini mengkritik dalil-dalil yang dibawakan oleh mereka dan penandasannya terhadap hujjiyah zhahir Alquran.[17]

Nasakh

Pada bagian hujah zhahir Alquran disebutkan hakekat hujiyah secara sempurna atas ayat-ayat Alquran dan bagaimana nasakh ayat-ayat Alquran. Dari sini, pengarang membahas masalah nasakh dan dari satu sisi, ia menerima keasliannya dan dari sisi lain, dengan meneliti pentingnya contoh-contohnya yang kadang-kadang mencapai hingga 214 ayat [18] dan pengkritikan terhadap peneliti Alquran, pada akhirnya hanya menerima pemansukhan terhadap satu ayat Alquran yaitu ayat Najwa. [19]

Pengarang, dalam pembahasan tentang nasakh, juga membahas masalah bada' dan menjelaskan pandangan Syiah tentang hal ini. [20]

Prinsip-prinsip Penafsiran

Pembahasan tentang prinsip-prinsip penafsiran merupakan pembahasan-pembahasan kitab yang dibahas oleh pengarang, dimana penyandaran kepada pandangan para mufasir dalam tafsir dianggap sebagai hal yang tidak berdasar. Dan berdasar pada zhahir kitab, dengan memperhatikan arti kata-kata dalam bahasa Arab dan pemikirannya, merupakan hal yang ditekankan. Dan ia memandang riwayat-riwayat yang sahih memiliki kedudukan khusus dalam menjelaskan ayat-ayat. Ia juga menjawab keberatan-keberatan pendapat yang tidak menerima penerapan khabar wahid dalam penafsiran dan hujiyahnya. [21]

Huduts atau Qidam Al-Quran

Huduts atau qidam Alquran yang merupakan perdebatan lama antara kaum Mu'tazilah dan Asyariyah adalah pembahasan terakhir dalam bagian Ulumul Quran dalam kitab ini.

Pengarang menganggap bahwa hal itu merupakan pembahasan yang termasuk dalam budaya Islam dan termasuk dari pengaruh-pengaruh masuknya kajian-kajian filsafat Yunani dalam ranah budaya Islam. Ia dalam pembahasan ini, mengkritik pandangan Asy'ariyah dan meyakini pandangan Mu'tazilah dan Syiah dalam hal huduts kalam Ilahi. [22]

Tafsir Surah Al-Fatihah

Tafsir surah Al-Hamd adalah bagian akhir dari kitab ini, dimana pengarang dengan memperhatikan Alquran dan sunah dan perenungan tata bahasa dalam Bahasa Arab menafsirkan ayat-ayatnya. Kajian tata bahasa dari kata “ibadah” dan kajian fikih dari kata “bismillah” merupakan bagian penting kitab ini. Pandangan pengarang dari sisi fikih dan ketelitiannya dari sisi Ushul pada sebagian tempat-tempat tafsirnya sangatlah nampak.

Tipologi-tipologi Kitab

Dalam lampiran karya ini, dibahas pula mengenai hadis tsaqalain, terjemah Alquran, kabar wahid, syafa'at dan lainnya. [23]

Pengarang Al-Bayan dalam pembahasan mukadimah dan juga dalam pembahasan tafsir surah Al-Hamd, secara terang-terangan menerima pendapat kalami gurunya, Allamah Balaghi dalam kitab Ālā'u al-Rahman.

Pengaruh kitab ini dalam Ulumul Quran, khususnya dalam bagian pendistorsian Alquran sangat nampak hingga pada sebagian tempat dalam karyanya, terdapat ringkasan dari kitab Al-Bayan. Perhatian para ulama dan peneliti Alquran Ahlusunah juga menunjukkan keluasan karya ini. [24]

Terjemah dan Penerbitan Kitab

  • Kitab Al-Bayan pertama kali dicetak pada tahun 1375 H di Najaf [25]
  • Hasyim Hasyim Zadeh Harisi dan Muhammad Shadiq Najmi menerjemahkan karya ini ke dalam Bahasa Persia dengan judul "Bayan dar Ulumul Quran wa Masail Kuli Quran".
  • Terjemah lengkapnya juga ada dalam Bahasa Urdu yang diterjemahkan oleh Muhammad Syafa Najafi pada tahun 1410 H/1989 dan dicetak di Islam Abad
  • Demikian juga, dua bagian "Terbebasnya Alquran dari Distorsi" telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh Asghar Ali Ja’far pada tahun 1987.
  • Percetakan Universitas Oxsford juga menerjemahkan secara lengkap kitab Al-Bayan yang ditulis oleh Abdul Aziz Sasyadina pada tahun 1998.

Catatan Kaki

  1. Silahkan lihat: Khui: Mu’jam Rijāl al-Hadis, jld. 22, hlm.19.
  2. Khui, Al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, hlm.33-77.
  3. Ibnu Qutaibah, Takwil Musykil al-Al-Quran, hlm.22.
  4. Khui, al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, hlm.81-99.
  5. Buloq, 1912.
  6. Khui, Al-Bayān fi Tafsir Al-Qurān, hlm.93-94; Silahkan lihat Agha Buzurg Tehrani, jld. 24, hlm.246.
  7. Khui, Al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, hlm.123.
  8. Khui, Al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, hlm.126-157.
  9. Khui, Al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, hlm.157-160.
  10. Khui, Al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, hlm.167.
  11. Khui, Al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, hlm.163.
  12. Silahkan lihat: Hasan Dhiyauddin Attar, al-Ahruf al-Sab'ah wa Manzilatuha fi al-Qirāāt minha.
  13. Khui, Al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, hlm.171-193.
  14. Untuk mengkritik pendapat ini silahkan lihat: Syahin, hlm.29-32.
  15. Khui, Al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, hlm.207-295.
  16. Khui, Al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, hlm.207-239.
  17. Hlm.263-273.
  18. Nahhas, Musthafa Zaid, al-Nasikh wa al-Mansukh fi al-Quran al-Karim, jld. 1-2, bab 3.
  19. Qs. Al-Mujadalah: 12.
  20. Khui, Al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, hlm.277-294.
  21. Khui, Al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, hlm.397-402.
  22. Khui, Al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, hlm.402-405.
  23. Khui, Al-Bayān fi Tafsir al-Qurān, hlm.499-528.
  24. Silahkan lihat Syahin, Rumi, jld. 1, hlm.190 dst.
  25. Masyar, jld. 1, hlm.241.

Daftar Pustaka

  • Agha Buzurg Tehrani, Muhammad Muhsin. Adz-Dzari'ah ila Tasānif al-Syiah. Beirut: Cet. Ali Naqi Manzawi dan Ahmad Manzawi, 1403 H/1983.
  • Ibnu Qutaibah. Takwil Musykil al-Qurān. Kairo: cet. Ahmad Saqar, 1393 H/1973.
  • Khui, Abul Qasim. Al-Bayān fi Tafsir al-Qurān. Beirut: 1408 H/1987.
  • Khui, Abul Qasim. Mu’jam Rijal Hadis. Beirut: 1403 H/1983. Qom: cet. Offset, tanpa tahun.
  • Rumi, Fahd bin Abdurahman. Ihtijāj at-Tafsir fi al-Qarn al-Rabi' 'Asyar. Riyadh: 1407 H/1986.
  • Musthafa Zaid. Al-Naskhu fi al-Qurān al-Karim. Beirut: Dirasah Tasyri'iyah Tārikhiyyah Naqdiyah, 1391 H/1971.
  • Syahin, Abdul Shabur. Tārikh al-Qurān. Kairo: 1966.
  • Dhiyauddin Attar, Hasan. Al-Ahruf as-Sab'ah wa Manzilah al-Qirāat Minha. Beirut: 1409 H/1988.
  • Masyar, Khanibaba. Muallifin Kutub Cabi Fārsi wa Arabi. Terhan: 1340-1244 HS.
  • Nahas, Ahmad bin Muhammad. Al-Nāsikh wa al-Mansukh fi al-Qurān al-Karim. Kairo: cet. Sya'ban Muhammad Ismail, 1407 H/1986.