Pengguna anonim
Ahmad: Perbedaan antara revisi
tidak ada ringkasan suntingan
imported>M.hazer Tidak ada ringkasan suntingan |
imported>Hindr Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 12: | Baris 12: | ||
| Artikel pilihan = | | Artikel pilihan = | ||
}}}}</onlyinclude> | }}}}</onlyinclude> | ||
'''Ahmad''' (bahasa Arab: {{ia|أحمد}}) adalah nama paling menonjol diantara nama-nama [[Nabi Islam saw]] yang disebutkan juga di dalam [[Alquran]]. Kata "Ahmad" digunakan sekali di dalam Alquran untuk | '''Ahmad''' (bahasa Arab: {{ia|أحمد}}) adalah nama paling menonjol diantara nama-nama [[Nabi Islam saw]] yang disebutkan juga di dalam [[Alquran]]. Kata "Ahmad" digunakan sekali di dalam Alquran untuk menamakan Nabi Islam saw, yaitu ketika Nabi Isa as memberi kabar gembira akan kedatangan seorang nabi pada periode-periode berikutnya. | ||
==Leksikologi== | ==Leksikologi== | ||
Dilihat dari tata bahasa Arab, dengan bersandar pada kesimpulan yang umum bahwa kata "Ahmad" merupakan bentuk Af'al Tafdhil derivasi dari akar kata "Hamd", maka konsep sifat Tafdhil (pengutamaan,pengunggulan) dari kata "Mahmud" yang berarti "lebih terpuji/paling terpuji" atau kata "Hamid" yang berarti "lebih pemuji/paling pemuji" adalah muncul darinya. Dilihat dari sisi kaidah pembuatan Af'al Tafdhil dalam ilmu Sharaf, terkhusus menurut pandangan mazhab Basrah, maka kemungkinan kedua lebih kuat daripada kemungkinan pertama. Akan tetapi bagi ulama yang menjauh dari kaidah sharaf, yang menyoroti masalah ini, maka kemungkinan pertama lebih bisa diterima. <ref>Ibnu Qayim,'' Zād al-Ma'ād'', jld.1, hlm.69 | Dilihat dari tata bahasa Arab, dengan bersandar pada kesimpulan yang umum bahwa kata "Ahmad" merupakan bentuk ''Af'al Tafdhil'' derivasi dari akar kata "Hamd", maka konsep sifat Tafdhil (pengutamaan, pengunggulan) dari kata "Mahmud" yang berarti "lebih terpuji/paling terpuji" atau kata "Hamid" yang berarti "lebih pemuji/paling pemuji" adalah muncul darinya. Dilihat dari sisi kaidah pembuatan ''Af'al Tafdhil'' dalam ilmu Sharaf, terkhusus menurut pandangan mazhab Basrah, maka kemungkinan kedua lebih kuat daripada kemungkinan pertama. Akan tetapi bagi ulama yang menjauh dari kaidah sharaf, yang menyoroti masalah ini, maka kemungkinan pertama lebih bisa diterima. <ref>Ibnu Qayim,'' Zād al-Ma'ād'', jld.1, hlm.69 dan seterusnya</ref>Sebagian ulama terdahulu yang tidak berdasar pada kaidah tata bahasa melainkan bersandar pada teks-teks riwayat seperti hadis nabi yang mengatakan, "Pada hari kiamat dibukakan/dilebarkan pujian-pujian untuk [[Nabi saw]], dimana pujian tersebut tidak pernah dibukakan kepada seseorang sebelumnya dan beliau dengan pujian-pujian itu memuji [[Tuhan]]nya" mengedapankan pahaman 'paling pemuji' atas 'paling terpuji'. <ref>Qadhi Ayadh, ''al-Syifa''', jld.1, hlm.312-313; Suhaili, ''al-Raudh al-Unf'', jld.2, hlm.153; Mulla Ali Qari, ''Jam'u al-Syamāil'', jld.2, hlm.181-182</ref> | ||
==Ahmad di dalam Alquran, Riwayat dan Sastra Arab== | ==Ahmad di dalam Alquran, Riwayat dan Sastra Arab== | ||
Kata "Ahmad" dimuat sekali di dalam [[Alquran]] untuk menamakan [[Nabi Islam saw]] <ref>QS. Al-Shaf:6</ref>, yaitu ketika | Kata "Ahmad" dimuat sekali di dalam [[Alquran]] untuk menamakan [[Nabi Islam saw]] <ref>QS. Al-Shaf:6</ref>, yaitu ketika Nabi Isa as memberikan kabar gembira akan kedatangan seorang nabi pada periode-periode setelahnya. | ||
Perlu dicatat bahwa tulisan-tulisan di atas batu-batu yang ditemukan di gunung '''Shafa''' yang terletak di bagian utara jazirah Arabia terlihat pula nama-nama yang mirip dengan Ahmad, yang menurut para peneliti merupakan bentuk singkatan dari nama-nama yang dikombinasi dengan nama Allah. | Perlu dicatat bahwa tulisan-tulisan di atas batu-batu yang ditemukan di gunung '''Shafa''' yang terletak di bagian utara jazirah Arabia terlihat pula nama-nama yang mirip dengan Ahmad, yang menurut para peneliti merupakan bentuk singkatan dari nama-nama yang dikombinasi dengan nama Allah. | ||
Ibnu Qayim al-Jauzi menyatakan bahwa semua nama-nama [[Nabi saw]] bukanlah 'alam-'alam | Ibnu Qayim al-Jauzi menyatakan bahwa semua nama-nama [[Nabi saw]] bukanlah '''alam-'alam'' atau sekedar nama murni yang diperuntukan hanya mengenal orang yang dinamai, akan tetapi merupakan bentuk-bentuk sifat dan nama-nama derivatif yang melazimkan pujian dan kesempurnaan kepada orang yang dinamai. <ref>Ibnu Qayyim, ''Zād al-Ma'ād'', jld.1, hlm.66</ref> Meskipun contoh gamblang dari pandangan semacam ini tidak ditemukan pada tulisan-tulisan klasik, namun secara praktis terdapat juga pandangan serupa di kalangan kaum [[muslimin]] pada masa-masa terdahulu. | ||
Terkait ke-'alaman nama Ahmad mesti dikatakan bahwa setiap kali penulis mencoba menulis nama lain selain nama Muhammad untuk Nabi Islam saw, nama Ahmad senantiasa disebutkan terlebih dahulu. Teks riwayat yang paling terkenal mengenai hal ini adalah hadis Jubair bin Muth'im yang dikutip dari Nabi saw yang berbicara tentang lima nama dari nama-nama Nabi saw, yang mana nama Muhammad dan Ahmad lebih banyak disebutkan. Penelitian terhadap sanad-sanad riwayat menunjukkan bahwa periwayatan hadis ini lebih dikenal melalui jalan Zuhri dari Muhammad bin Jubair dari Jubair bin Muth'im. <ref>Bukhari, ''Shahih'', jlf.3, hlm.201; Muslim bin Hajjaj, ''Shahih'', hlm.1828; Tirmidzi, ''Sunan'', jld.5, hlm.135</ref> Namun, ada kandungan mirip dengan kandungan di atas dengan perbedaan tipis, telah diriwayatkan melalui jalan Jakfar bin Abi Wahsyiah dan Atabah bin Muslim dari Nafi', putra lain dari Jubair bin Muth'im, dari ayahnya.<ref>Ibnu Sa'ad, ''al-Thabaqāt al-Kabir'', jld.1, hlm.65; Hakim | Terkait ke-'alaman nama Ahmad mesti dikatakan bahwa setiap kali penulis mencoba menulis nama lain selain nama Muhammad untuk Nabi Islam saw, nama Ahmad senantiasa disebutkan terlebih dahulu. Teks riwayat yang paling terkenal mengenai hal ini adalah hadis Jubair bin Muth'im yang dikutip dari Nabi saw yang berbicara tentang lima nama dari nama-nama Nabi saw, yang mana nama Muhammad dan Ahmad lebih banyak disebutkan. Penelitian terhadap sanad-sanad riwayat menunjukkan bahwa periwayatan hadis ini lebih dikenal melalui jalan Zuhri dari Muhammad bin Jubair dari Jubair bin Muth'im. <ref>Bukhari, ''Shahih'', jlf.3, hlm.201; Muslim bin Hajjaj, ''Shahih'', hlm.1828; Tirmidzi, ''Sunan'', jld.5, hlm.135</ref> Namun, ada kandungan mirip dengan kandungan di atas dengan perbedaan tipis, telah diriwayatkan melalui jalan Jakfar bin Abi Wahsyiah dan Atabah bin Muslim dari Nafi', putra lain dari Jubair bin Muth'im, dari ayahnya.<ref>Ibnu Sa'ad, ''al-Thabaqāt al-Kabir'', jld.1, hlm.65; Hakim Neisyaburi, ''Mustadrak al-Shahihain'', jld.2, hlm.604; Baihaqi, ''Dalāil al-Nubuwah'', jld.1, hlm.155</ref> | ||
Hadis di atas juga diriwayatkan dengan silsilah sanad A'masy dan Mas'udi dari Amr bin Murrah dari Abu Ubaidah dari Abu Musa Asy'ari dari Nabi saw <ref>Muslim,'' Shahih'', hlm.1828-1829; Ahmad bin Hanbal, ''Musnad'', jld.4, hlm.395, 404, 407; Baihaqi, ''Dalāil al-Nubuwah'', jld.1, hlm.156-157</ref> dan dengan silsilah sanad Hammad bin Salamah dari Ashim dari Zar bin Hubaisy dari Hudzaifah | Hadis di atas juga diriwayatkan dengan silsilah sanad A'masy dan Mas'udi dari Amr bin Murrah dari Abu Ubaidah dari Abu Musa Asy'ari dari Nabi saw <ref>Muslim,'' Shahih'', hlm.1828-1829; Ahmad bin Hanbal, ''Musnad'', jld.4, hlm.395, 404, 407; Baihaqi, ''Dalāil al-Nubuwah'', jld.1, hlm.156-157</ref> dan dengan silsilah sanad Hammad bin Salamah dari Ashim dari Zar bin Hubaisy dari Hudzaifah atau silsilah sanad Abu Bakar bin Ayasy dari Ashim dari Abu Wail dari Hudzaifah dari Nabi saw.<ref>Ahmad bin Hanbal, ''Musnad'', jld.5, hlm.405; ''Tirmidzi, al-Samāil'', hlm.211-212; Ibnu Saad, ''al-Thabaqāt al-Kubra'', jld.1, hlm.65</ref> Berdasarkan pada sanad-sanad di atas dapat disimpulkan bahwa konten hadis tersebut telah dibicarakan oleh beberapa sahabat sejak separuh pertama abad ke-1 H, namun pada generasi-generasi awal abad ke-2 H, penukilan hadis tersebut yang tadinya dari person ke person lain menjadi lebih luas dan melebar. | ||
Berdasar pada apa yang telah disebutkan di atas tampaknya harus diterima bahwa asumsi adanya nama untuk Nabi saw lebih dari satu nama terkhusus nama Ahmad, sudah ada sejak pertengahan abad ke-1 H. Hal ini tidak jauh dari harapan dan dapat dicerna secara utuh ketika melihat makna lahiriah kalimat Alquran: إسمه أحمد; namanya Ahmad. | Berdasar pada apa yang telah disebutkan di atas tampaknya harus diterima bahwa asumsi adanya nama untuk Nabi saw lebih dari satu nama terkhusus nama Ahmad, sudah ada sejak pertengahan abad ke-1 H. Hal ini tidak jauh dari harapan dan dapat dicerna secara utuh ketika melihat makna lahiriah kalimat Alquran: {{ia|إسمه أحمد}}; namanya Ahmad. | ||
==Beredarnya Nama Ahmad di Kalangan Arab Sebelum Islam== | ==Beredarnya Nama Ahmad di Kalangan Arab Sebelum Islam== | ||
Di antara sebagian ulama abad-abad pertengahan Islam ada keyakinan bahwa tak satu pun sebelum Nabi Islam saw diberi nama Ahmad. Hal ini menunjukkan adanya hikmah Allah supaya seseorang tidak keliru dengan Ahmad yang telah dikabarkan oleh Nabi Isa as sebagai berita gembira.<ref>Qadhi Ayadh, ''al-Syifa'', jld.1, hlm.313</ref> Namun, ada beberapa contoh penyebaran nama Ahmad ini di kalangan Arab sebelum Islam. Contoh-contoh ini -yang periwayatannya dilihat dari sisi keabsahan dan ketelitian | Di antara sebagian ulama abad-abad pertengahan [[Islam]] ada keyakinan bahwa tak satu pun sebelum [[Nabi Islam saw]] diberi nama Ahmad. Hal ini menunjukkan adanya hikmah [[Allah]] supaya seseorang tidak keliru dengan Ahmad yang telah dikabarkan oleh Nabi Isa as sebagai berita gembira.<ref>Qadhi Ayadh, ''al-Syifa'', jld.1, hlm.313</ref> Namun, ada beberapa contoh penyebaran nama Ahmad ini di kalangan Arab sebelum Islam. Contoh-contoh ini -yang periwayatannya dilihat dari sisi keabsahan dan ketelitian pencatatannya harus dikategorikan kepada beberapa tingkat- antara lain adalah: Abu Amr Ahmad bin Hafsh bin Mughirah Makhzumi, Ahmad bin Ghajyan, Ahmad bin Tsumamah Thai, Ahmad bin Dauman dan Ahmad bin Zaid <ref>Hanya pada riwayat Abu Hasyim Makhzumi, lihat: Ibnu Atsir, Ali, ''Usd al-Ghabah'', jld.1, hlm.22 dan 53; Ibnu Hajar, ''al-Ishabah'', jld.4, hlm.139, Zarqani, ''Syarh al-Mawāhib al-Ladunniah'', jld.3, hlm.158</ref>, demikian juga terdapat suku-suku dengan nama Banu Ahmad di kalangan kabilah-kabilah Hamedan, Thai' dan selainnya <ref>Zarqani, ''Syarh al-Mawāhib al-Ladunniah'', jld.3, hlm.158</ref> dan kunyah berkenaan dengan Abu Ahmad, Abd bin Jahsy. <ref>Ibnu Sa'ad, ''Kitab al-Thabaqāt al-Kabir'', jld.3, hlm.62; Ibnu Atsir, Ali, ''Usd al-Ghabah'', jld.5, hlm.133; Montgomery Watt, hlm. 111 dst</ref> | ||
Dengan adanya latar belakang ini dan penggunaan Ahmad sebagai nama Nabi saw, sampai akhir dekade abad ke-1 H, nama Ahmad tidak menyebar sebagaimana menyebarnya nama-nama serumpunnya, yaitu Muhammad, Mahmud dan Hamid. <ref>Untuk penyebaran nama ini dan perbandingannya, lihat Montgomery Watt, hlm.115-117</ref> | Dengan adanya latar belakang ini dan penggunaan Ahmad sebagai nama Nabi saw, sampai akhir dekade abad ke-1 H, nama Ahmad tidak menyebar sebagaimana menyebarnya nama-nama serumpunnya, yaitu Muhammad, Mahmud dan Hamid. <ref> Untuk penyebaran nama ini dan perbandingannya, lihat Montgomery Watt, hlm.115-117</ref> | ||
==Pemberian Nama dengan Nama Ahmad dalam Sejarah Islam== | ==Pemberian Nama dengan Nama Ahmad dalam Sejarah Islam== | ||
Contoh penamaan dengan Ahmad pada paruh pertama abad ke-1 H yang dilaporkan oleh Waqidi sangat diragukan. Berdasarkan riwayat ini, anak keempat dari | Contoh penamaan dengan Ahmad pada paruh pertama abad ke-1 H yang dilaporkan oleh Waqidi sangat diragukan. Berdasarkan riwayat ini, anak keempat dari [[Ja'far bin Abi Thalib]] dari [[Asma binti Umais]] bernama Ahmad. <ref>Ibnu Hajar, ''al-Ishabah'', jld.1, hlm.97</ref> sementara sebagian besar sumber hanya mengisyartakan kepada 3 anak dari anak mereka berdua dengan nama Abdullah, Aun dan Muhammad. <ref>Ibnu Saad,'' Kitab Thabaqāt al-Kabir'', jld.4, hlm.22-23; Ibnu Atsir, Ali, ''Usd al-Ghabah'', jld.5, hlm.395; Ibnu Anbah, ''Umdah al-Thalib'', hlm.36</ref> Jumlah anak yang lahir dari pernikahan ini mencapai 8 orang tapi diantara mereka tidak ada yang bernama Ahmad. | ||
Dalam kelahiran-kelahiran Islam, Ahmad bin Amr bin Tamim, ayah Khalil sastrawan tersohor mazhab Basrah (L 170 H/786 | Dalam kelahiran-kelahiran [[Islam]], Ahmad bin Amr bin Tamim, ayah Khalil sastrawan tersohor mazhab Basrah (L 170 H/786), adalah orang pertama yang bernama Ahmad. Mengingat bahwa Khalil meninggal pada usia 74 tahun <ref>Ibnu Nadim, ''al-Fihrist'', hlm.48; Nawawi, ''Tahdzib al-Asma wa al-Lughat'', jld.1, hlm.178.</ref> dan kelahirannya atas dasar ini sekitar tahun 96 H/715, maka penamaan ayahnya dapat diprediksikan terjadi pada kuartal ketiga dari abad ke-1 H. Seorang bernama Ahmad ibnu Hamuwaih yang dianggap sebagai sahabat [[Imam Ali bin Husain as]]<ref>Thusi, ''Rijal'', hlm.84.</ref>, jika percaya pada laporan itu, juga harus dijadikan contoh lain selain Ahmad ayah Khalil. Dan tak lama setelahnya bisa diangkat pula seseorang bernama Ahmad bin Muhammad Hadrami yang dianggap sebagai salah satu [[sahabat]] [[Imam Baqir as]] (L. 114 H/732). <ref>Barqi, ''Rijal'', hlm.10; Montgomery Watt, hlm.111.</ref> | ||
Penekanan pada sosok ayah Khalil sebagai orang pertama pada era Islam yang diberi nama '''Ahmad''', terlihat dalam sumber-sumber klasik Islam, <ref>Ibnu Nadim, ''al-Fihrist'', hlm.48</ref> dan dalam kasus ini terkadang terlihat pula klaim kesepakan pendapat. <ref>Ibnu Hajar, ''al-Ishabah'', jld.1, hlm.97</ref> Catatan-catatan ini menegaskan satu poin historis bahwa pada zaman-zaman kuno sekalipun, para penulis Islam tidak menemukan bukti bahwa pada | Penekanan pada sosok ayah Khalil sebagai orang pertama pada era Islam yang diberi nama '''Ahmad''', terlihat dalam sumber-sumber klasik Islam, <ref>Ibnu Nadim, ''al-Fihrist'', hlm.48.</ref> dan dalam kasus ini terkadang terlihat pula klaim kesepakan pendapat. <ref>Ibnu Hajar, ''al-Ishabah'', jld.1, hlm.97.</ref> Catatan-catatan ini menegaskan satu poin historis bahwa pada zaman-zaman kuno sekalipun, para penulis Islam tidak menemukan bukti bahwa pada separuh pertama abad ke-1 H orang-orang yang terlahir muslim diberi nama Ahmad. | ||
Dengan mempertimbangkan keterlambatan menyebarnya penamaan dengan Ahmad di kalangan muslimin dan beberapa argumen lain, sejumlah peneliti kontemporer berasumsi bahwa kata "Ahmad" di dalam Alquran seharusnya tidak dianggap sebagai 'Alam tetapi harus dianggap sebagai sifat. Penyimpulan ke-'alaman dari kata ini bermula ketika Nabi saw disamakan dengan Farqalith (Parakletos) yang dijanjikan dalam Injil. <ref>Montgomery Watt, hlm.113</ref> | Dengan mempertimbangkan keterlambatan menyebarnya penamaan dengan Ahmad di kalangan muslimin dan beberapa argumen lain, sejumlah peneliti kontemporer berasumsi bahwa kata "Ahmad" di dalam [[Alquran]] seharusnya tidak dianggap sebagai 'Alam tetapi harus dianggap sebagai sifat. Penyimpulan ke-'alaman dari kata ini bermula ketika Nabi saw disamakan dengan Farqalith (Parakletos) yang dijanjikan dalam Injil. <ref>Montgomery Watt, hlm.113.</ref> | ||
Penggunaan kata Ahmad untuk Nabi saw di dalam Alquran sekalipun hanya sekedar sifat, demikian juga sejarah nama ini di kalangan orang Arab, bisa dijadikan motivasi yang memadai untuk penamaan dengan '''Ahmad''' di kalangan umat Islam. Oleh karena itu, jika sejarah sejenak menunjukkan penamaan dengan Ahmad di kalangan Arab -persis pada masa perpindahan ajaran kuno ke Islam-, maka sebabnya mesti dicari pada asumsi-asumsi awal Islam. Tanpa melihat laporan khusus, adalah mungkin untuk mengatakan bahwa kaum muslimin pada awal Islam sebagaimana telah menghindar dari menggunakan kunyah Abul Qasim, kunyah Nabi saw <ref>Bukhari, ''Shahih'', jld.2, hlm.14; Muslim bin Hajaj,''Shahih'', hlm.1684-1682</ref> atau sekurang-kurangnya dari menggabungkan nama Muhammad dan kunyah Abul Qasim, <ref>Abu Daud Sajistani, ''Sunan'', jld.4, hlm.292; Tirmidzi, ''Sunan'', jld.5, hlm.136-137; Kulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.21</ref> mereka juga menghindar dari menamai anak-anak mereka dengan '''Ahmad'''. Pemusnahan penghindaran ini dan penyebaran nama Ahmad bahkan dimunculkannya | Penggunaan kata Ahmad untuk Nabi saw di dalam Alquran sekalipun hanya sekedar sifat, demikian juga sejarah nama ini di kalangan orang Arab, bisa dijadikan motivasi yang memadai untuk penamaan dengan '''Ahmad''' di kalangan umat Islam. Oleh karena itu, jika sejarah sejenak menunjukkan penamaan dengan Ahmad di kalangan Arab -persis pada masa perpindahan ajaran kuno ke Islam-, maka sebabnya mesti dicari pada asumsi-asumsi awal Islam. Tanpa melihat laporan khusus, adalah mungkin untuk mengatakan bahwa kaum muslimin pada awal Islam sebagaimana telah menghindar dari menggunakan kunyah Abul Qasim, kunyah Nabi saw <ref>Bukhari, ''Shahih'', jld.2, hlm.14; Muslim bin Hajaj,''Shahih'', hlm.1684-1682</ref> atau sekurang-kurangnya dari menggabungkan nama Muhammad dan kunyah Abul Qasim, <ref>Abu Daud Sajistani, ''Sunan'', jld.4, hlm.292; Tirmidzi, ''Sunan'', jld.5, hlm.136-137; Kulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.21</ref> mereka juga menghindar dari menamai anak-anak mereka dengan '''Ahmad'''. Pemusnahan penghindaran ini dan penyebaran nama Ahmad bahkan dimunculkannya kesunahan nama ini <ref>Khulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.19; Zarqani, ''Syarh al-Mawāhib al-Ladunniah'', jld.5, hlm.301.</ref> tidak lebih aneh dari pada penghindaran dari penggabungan antara nama dan kunyah Muhammad dengan Abul Qasim pada masa [[sahabat]] yang kadang-kadang dihancurkan.<ref>Ibnu Hajar, ''al-Ishabah'', jld.3, hlm.509.</ref> | ||
Berkenaan dengan ke-'alaman nama Ahmad untuk Nabi saw harus dipelajari dari beberapa riwayat yang berbicara soal penamaan Nabi saw oleh salah satu pembesar keluarga Nabi. Berdasarkan sebuah riwayat dari Imam Baqir as dijelaskan bahwa pada masa kehamilan, Aminah ibunda Nabi saw mendapat seruan agar supaya anaknya diberi nama Ahmad.<ref>Ibnu Sa'ad, ''Kitab Thabaqāt al-Kabir'', jld.1, hlm.61 dan 64; bandingkan dengan: Ibnu Hisyam, ''al-Sirah al-Nabawiyah'', jld.1, hlm.145, yang mengganti Ahmad dengan Muhammad </ref> Begitu juga dalam riwayat Syiah dimuat bahwa nama Ahmad diberikan oleh Abu Thalib, paman Nabi saw, kepada beliau | Berkenaan dengan ke-'alaman nama Ahmad untuk Nabi saw harus dipelajari dari beberapa riwayat yang berbicara soal penamaan Nabi saw oleh salah satu pembesar keluarga Nabi. Berdasarkan sebuah riwayat dari [[Imam Baqir as]] dijelaskan bahwa pada masa kehamilan, [[Aminah]] ibunda Nabi saw mendapat seruan agar supaya anaknya diberi nama Ahmad.<ref>Ibnu Sa'ad, ''Kitab Thabaqāt al-Kabir'', jld.1, hlm.61 dan 64; bandingkan dengan: Ibnu Hisyam, ''al-Sirah al-Nabawiyah'', jld.1, hlm.145, yang mengganti Ahmad dengan Muhammad. </ref> Begitu juga dalam riwayat [[Syiah]] dimuat bahwa nama Ahmad diberikan oleh [[Abu Thalib]], paman Nabi saw, kepada beliau di hari kesembilan dari kelahirannya. Abu Thalib memberi nama Ahmad kepada beliau karena penduduk langit dan bumi memujinya.<ref>Kulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.34.</ref> | ||
Alhasil, dari pembandingan antara dua nama Ahmad dan Muhammad dilihat dari sisi zaman, sebagian penulis sejarah meyakini bahwa penamaan Nabi saw dengan Ahmad lebih dahulu daripada penamaannya dengan Muhammad | Alhasil, dari pembandingan antara dua nama Ahmad dan Muhammad dilihat dari sisi zaman, sebagian penulis sejarah meyakini bahwa penamaan Nabi saw dengan Ahmad lebih dahulu daripada penamaannya dengan Muhammad dan dengan mengaitkan nama Ahmad dengan masalah pemberian kabar gembira, mereka mengembalikan penamaan Nabi saw dengan Ahmad kepada masa Al-Masih as.<ref>Suhaili, ''al-Raudh al-Unf'', jld.1, hlm.153</ref> Namun kelompok lain meyakini bahwa penamaan beliau dengan Ahmad dilihat dari sisi zaman adalah terbatas diantara penamaannya dengan Muhammad di Taurat dan penamaannya dengan Muhammad pada masa kehidupannya.<ref>Ibnu Qayyim, ''Jala' al-Afhām'', hlm.98 dst</ref> | ||
Dengan | Dengan mengabaikan pandangan historis dan kembali kepada masalah relatifitas ke-'alaman nama-nama Nabi saw di sisi muslimin serta tidak dilupakannya makna sifat dalam nama-nama ini, maka perlu diketahui bahwa terkadang riwayat-riwayat Islam ketika membandingkan dua nama Ahmad dan Muhammad, menekankan makna pengutamaan (tafdhil) dari kata Ahmad. Berdasarkan satu riwayat dari Nabi saw, beliau dinamai Muhammad karena di bumi dipuji dan dinamai Ahmad karena dilangit lebih dipuji.<ref>Qummi, ''Tafsir'', jld.2, hlm.365; Kulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.34; Ibnu Babawaih, '''Ilal al-Syarāyi'', jld.1, hlm.127-128 dan ''Ma'āni al-Akhbār'', hlm. 51-52; ''al-Ikhtishash'', dinisbatkan kepada Syaikh Mufid, hlm.34.</ref> | ||
Bentuk lain dari makna pengutamaan (tafdhil) yang terkandung dalam nama Ahmad disinggung dalam sebuah hadis dari Nabi saw yang diriwayatkan Ali as dan Ubai bin Ka'ab, dimana pada no.5 disebutkan tentang | Bentuk lain dari makna pengutamaan (tafdhil) yang terkandung dalam nama Ahmad disinggung dalam sebuah hadis dari Nabi saw yang diriwayatkan oleh [[Ali as]] dan [[Ubai bin Ka'ab]], dimana pada no.5 disebutkan tentang kelebihutamaan Nabi dibanding nabi-nabi sebelumnya karena bernama Ahmad.<ref>Ahmad bin Hanbal, ''Musnad'', jld.1, hlm.98 dan jld.1, hlm.158; Suyuthi, ''al-Durr al-Mantsur'', jld.6, jlm.214; Bukhari, ''Shahih'', jld.1, hlm.70.</ref> Ada riwayat-riwayat lain yang serupa telah dinukil melalui jalan [[Ibnu Abbas]], [[Jabir al-Anshari|Jabir]] dan [[Abu Hurairah]], yang di dalamnya telah diganti penamaan dengan Ahmad dengan kalimat lain.<ref>Muslim bin Hajjaj, ''Shahih'', hlm.370-372; Ibnu Babawaih, ''al-Khishal'', jld.1, hlm.292.</ref> Terkadang nama Ahmad dan Muhammad hanya dipandang sebagai nama-nama asli Nabi saw. Sebagai contoh klasik adalah riwayat Ali as yang menjelaskan bahwa diantara para nabi ada 5 orang yang dipanggil dengan dua nama dan yang terakhir dari mereka adalah Nabi Islam saw yang mempunyai dua nama Muhammad dan Ahmad.<ref>Ibnu Babawaih, ''Uyun Akhbār al-Ridha'', jld.1, hlm.192; Baihaqi, ''Dalāil al-Nubuwah'', jld.1, hlm.159, dinukil dari Khalil bin Ahmad.</ref> | ||
==Ahmad dalam Syair== | ==Ahmad dalam Syair== | ||
Selain riwayat, harus disinggung pula teks-teks syair peninggalan para penyair dekade-dekade awal abad ke-1 H seperti Hassan bin Tsabit,<ref>Hassan bin Tsabit, ''Diwān Hassan'', jld.1, hlm.270</ref> Ibnu Ziba'ri<ref>Ibnu Thaifur, ''Kitab Baghdad'', hlm.53</ref>, Imru'ul Qais al-Kindi<ref>Ibnu Habib, ''al-Muhabbar'', hlm.186</ref>dan Ka'ab bin Malik.<ref>Ibnu Habib, ''al-Muhabbar'', hlm.272</ref> Di dalam teks-teks tersebut Nabi saw diberi nama Ahmad.<ref>Konten ini juga dimuat dalam sebagian bait-bait syair yang dinisbatkan kepada Abdul Muththalib dan Abu Thalib, lihat: Suhaili, ''al-Raudh al-Unf'', jld.2, hlm.157; ''Diwān Abi Thalib'', riwayat Abu Haffan Mahzami, hlm. 12, 13, 19 </ref> | Selain riwayat, harus disinggung pula teks-teks syair peninggalan para penyair dekade-dekade awal abad ke-1 H seperti [[Hassan bin Tsabit]], <ref>Hassan bin Tsabit, ''Diwān Hassan'', jld.1, hlm.270.</ref> Ibnu Ziba'ri <ref>Ibnu Thaifur, ''Kitab Baghdad'', hlm.53.</ref>, Imru'ul Qais al-Kindi <ref>Ibnu Habib, ''al-Muhabbar'', hlm.186.</ref> dan Ka'ab bin Malik.<ref>Ibnu Habib, ''al-Muhabbar'', hlm.272</ref> Di dalam teks-teks tersebut Nabi saw diberi nama Ahmad.<ref> Konten ini juga dimuat dalam sebagian bait-bait syair yang dinisbatkan kepada Abdul Muththalib dan Abu Thalib, lihat: Suhaili, ''al-Raudh al-Unf'', jld.2, hlm.157; ''Diwān Abi Thalib'', riwayat Abu Haffan Mahzami, hlm. 12, 13, 19.</ref> | ||
==Pemberian Kabar Gembira dengan Ahmad di dalam Kitab-kitab Suci dan Riwayat== | ==Pemberian Kabar Gembira dengan Ahmad di dalam Kitab-kitab Suci dan Riwayat== | ||
Tema mengenai pemberian kabar gembira dengan | Tema mengenai pemberian kabar gembira dengan ''Ahmad'' selain dinaskan dalam [[Alquran]] melalui lisan Nabi Isa as, kitab-kitab suci dan ajaran-ajaran para nabi terdahulu juga menyinggungnya. Demikian pula, masalah ini disoroti dalam banyak riwayat. | ||
===Di dalam Alquran=== | ===Di dalam Alquran=== | ||
Satu-satunya contoh penggunaan Ahmad di dalam Alquran dikaitkan dengan masalah pemberian kabar gembira, yaitu ketika Nabi Isa Masih as memberikan kabar gembira akan datangannya seorang nabi: "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad ".<ref>QS. | Satu-satunya contoh penggunaan Ahmad di dalam Alquran dikaitkan dengan masalah pemberian kabar gembira, yaitu ketika Nabi Isa Al-Masih as memberikan kabar gembira akan datangannya seorang nabi: {{ia|َ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقاً لِما بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْراةِ وَ مُبَشِّراً بِرَسُولٍ يَأْتي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ }} "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad ".<ref>QS. As-Shaf: 61</ref> | ||
===Di dalam Riwayat=== | ===Di dalam Riwayat=== | ||
Kabar gembira | Kabar gembira yang jelas, yang dibawa Alquran melalui lisan Nabi Isa as ini, sejak awal [[Islam]], telah mendorong kaum muslimin untuk mencari sebuah indikasi dari Ahmad di dalam tulisan-tulisan Penjanjian Baru. Hal ini terkadang sampai pada batas dimana mereka berbicara singkat tentang penyebutan nama Ahmad untuk Nabi Islam di dalam Injil. | ||
Contoh terpenting adalah sejumlah hadis yang dinukil dari lisan Nabi saw melalui jalan sahabat seperti Ibnu Abbas dan Jabir. Berdasarkan riwayat-riwayat tersebut, nama Nabi saw di dalam Alquran adalah "Muhammad", di Injil "Ahmad" dan di Taurat "Ahbad".<ref>Ibnu Babawaih, ''Ma'āni al-Akhbār'', hlm.51; Suyuthi, ''al-Khashāish al-Kubra'', jld.1, hlm.133</ref> | Contoh terpenting adalah sejumlah hadis yang dinukil dari lisan Nabi saw melalui jalan [[sahabat]] seperti [[Ibnu Abbas]] dan Jabir. Berdasarkan riwayat-riwayat tersebut, nama Nabi saw di dalam Alquran adalah "Muhammad", di Injil "Ahmad" dan di Taurat "Ahbad".<ref>Ibnu Babawaih, ''Ma'āni al-Akhbār'', hlm.51; Suyuthi, ''al-Khashāish al-Kubra'', jld.1, hlm.133.</ref> | ||
Terkadang ada upaya pula untuk menunjukkan ibarat yang mengandung 'pemberian kabar gembira dengan Ahmad' dengan kalimat yang sama persis (tentu dengan bahasa Arab). Sebagai contoh, pada riwayat panjang terkait kisah mubahalah, ibarat dan ungkapan yang mengandung 'pemberian kabar gembira' dinukil oleh ulama kristen Najran dari Miftah (dalam sebagian versi, Misbah) Injil keempat (mungkin maksudnya adalah matan keempat Perjanjian Baru, Injil Yohanes).<ref>Al-Ikhtishash, dinisbatkan kepada Syaikh Mufid, hlm.112-113; Ibnu Thawus, Saad al-Sa'ud, hlm. 91 dst, riwayat Abdurrazzaq; Ibnu Thawus, Iqbal al-A'mal, hlm.509, riwayat Abu al-Mufadhdhal | Terkadang ada upaya pula untuk menunjukkan ibarat yang mengandung 'pemberian kabar gembira dengan Ahmad' dengan kalimat yang sama persis (tentu dengan bahasa Arab). Sebagai contoh, pada riwayat panjang terkait kisah mubahalah, ibarat dan ungkapan yang mengandung 'pemberian kabar gembira' dinukil oleh ulama kristen Najran dari Miftah (dalam sebagian versi, Misbah) Injil keempat (mungkin maksudnya adalah matan keempat Perjanjian Baru, Injil Yohanes).<ref>''Al-Ikhtishash'', dinisbatkan kepada Syaikh Mufid, hlm.112-113; Ibnu Thawus, Saad al-Sa'ud, hlm. 91 dst, riwayat Abdurrazzaq; Ibnu Thawus, ''Iqbal al-A'mal'', hlm.509, riwayat Abu al-Mufadhdhal dan Ibnu Asynas.</ref> Ada kemungkinan bahwa riwayat-riwayat ini memiliki ikatan dengan 'pemberian kabar gembira dengan Farqalith (Parakletos)' di dalam Injil Yohanes. Apapun adanya, nas-nas yang dinukil di atas tidak selaras dengan nas-nas pemberian kabar gembira dengan Farqalith. | ||
Demikian juga berdasarkan pada sebuah riwayat dari Muhammad bin Saad bin Mani' al-Hasyimi, pada abad | Demikian juga, berdasarkan pada sebuah riwayat dari Muhammad bin Saad bin Mani' al-Hasyimi, pada abad ke-1 H ada seseorang yang baru masuk Islam bernama Sahal Murisi, budak yang dibebaskan oleh Utsaimah, yang dia sendiri seorang pembaca Injil, ia mengatakan bahwa di sisi pamannya menemukan satu mushaf (kitab suci) yang di dalamnya berbicara tentang Nabi Islam dan menyifatinya demikian: "Dia adalah dari keturunan Ismail dan namanya Ahmad".<ref>Ibnu Saad, ''Kitab Thabaqāt al-Kabir'', jld.1, hlm.64 dan 89.</ref> | ||
Pemberian kabar gembira dalam riwayat ini bisa dikomparasikan dengan pemahaman Islami dari Kitab Kejadian (20:17) tentang ' | |||
Pemberian kabar gembira dalam riwayat ini bisa dikomparasikan dengan pemahaman Islami dari Kitab Kejadian (20:17) tentang 'pemberian kabar gembira dengan Maadmaad', yaitu dengan penjelasan bahwa di konteks pembicaraan mengenai [[Ismail as|Ismail]] adalah putra [[Ibrahim as|Ibrahim]] yang disebutkan di dasar Ibrani Alkitab 1(Kitab Kejadian: 20:17) digunakan kata susunan "Ma'damad". Kata ini di dalam terjemahan Penjanjian Lama yang beredar diterjemahkan dengan "sangat banyak" atau padanannya dalam bahasa-bahasa lain.<ref>Ibnu Qayyim, ''Jala' al-Afhām'', hlm.99 dst; Ibnu Katsir, ''al-Fushul fi Sirah al-Rasul'', hlm.113-114.</ref> | |||
Sebagian ulama muslim meyakini bahwa "Ma'damaad" mengisyaratkan kepada Muhammad. Pada beberapa kitab-kitab langit terdahulu, kata "Madmad" yang terkadang ditulis dengan Mudmud, Midmid (dalam semua tempat ditulis dengan huruf د (Dāl) dan ذ (Dzāl)) dianggap sebagai nama-nama Nabi saw.<ref>Ibnu Syahrasyub, ''Manāqib Al Abi Thalib'', jld.1, hlm.152; | Sebagian ulama muslim meyakini bahwa "Ma'damaad" mengisyaratkan kepada Muhammad. Pada beberapa kitab-kitab langit terdahulu, kata "Madmad" yang terkadang ditulis dengan Mudmud, Midmid (dalam semua tempat ditulis dengan huruf د (Dāl) dan ذ (Dzāl)) dianggap sebagai nama-nama Nabi saw.<ref>Ibnu Syahrasyub, ''Manāqib Al Abi Thalib'', jld.1, hlm.152; Thabrasi, ''I'lam al-Wara'', hlm.8; Ibnu Qayyim, ''Jala' al-Afhām'', hlm.99 dst; Kaziruni, ''Nihayah al-Mas'ul'', hlm.140; Ibnu Katsir, ''al-Fushul fi Sirah al-Rasul'', hlm.113-114; Suyuthi, ''al-Khashāish al-Kubra'', jld.1, hlm.133.</ref> Bisa jadi ibarat yang dimaksud oleh Sahal Murisi adalah ibarat Kitab Kejadian ini bukan Injil, yaitu dengan menerjemahkan "Ma'damad" dengan Ahmad. | ||
===Di dalam Taurat=== | ===Di dalam Taurat=== | ||
Pemberian kabar gembira yang terkenal di sisi muslimin abad ke-1 H tidak relevan dengan teks Perjanjian Lama yang dinukil di Taurat. Secara umum ibarat Arabnya dimulai dengan: «عبدی المختارلیس بفظ و لاغلیظ»; Hambaku yang terpilih tidaklah kasar dan keras. Hamba yang terpilih ini, yang menjadi kabar gembira, di sebagian riwayat dinamakan Ahmad.<ref>Rawandi, ''al-Kharāij wa al-Jarāih'', jld.1, hlm.79-80; Ibnu Syubbah, ''Tarikh al-Madinah'', jld.2, hlm.634-635. Untuk pemberian kabar gembira lain dengan Ahmad pada ucapan Musa as, silakan lihat: Suhaili, ''al-Raudh al-Unf'', jld.2, hlm.153; Arbili, ''Kasyf al-Ghummah'', jld.1, hlm.7; Suyuthi, ''al-Khashāish al-Kubra'', jld.1, hlm.133</ref> | Pemberian kabar gembira yang terkenal di sisi muslimin abad ke-1 H tidak relevan dengan teks Perjanjian Lama yang dinukil di Taurat. Secara umum ibarat Arabnya dimulai dengan: «عبدی المختارلیس بفظ و لاغلیظ»; Hambaku yang terpilih tidaklah kasar dan keras. Hamba yang terpilih ini, yang menjadi kabar gembira, di sebagian riwayat dinamakan Ahmad.<ref>Rawandi, ''al-Kharāij wa al-Jarāih'', jld.1, hlm.79-80; Ibnu Syubbah, ''Tarikh al-Madinah'', jld.2, hlm.634-635. Untuk pemberian kabar gembira lain dengan Ahmad pada ucapan Musa as, silakan lihat: Suhaili, ''al-Raudh al-Unf'', jld.2, hlm.153; Arbili, ''Kasyf al-Ghummah'', jld.1, hlm.7; Suyuthi, ''al-Khashāish al-Kubra'', jld.1, hlm.133.</ref> | ||
===Di dalam Zabur Daud dan Kitab Yesaya=== | ===Di dalam Zabur Daud dan Kitab Yesaya=== | ||
Dalam sebuah riwayat dari Wahab bin Muntabih dijelaskan bahwa pemberian kabar gembira dengan Nabi saw di dalam Zabur Nabi Daud<ref>Ibnu Asakir, ''Tarikh Madinah Dimasyq'', jld.1, jlm.503</ref> dan riwayat-riwayat lain dalam kitab Yesaya.<ref>Abu Hatim Razi,'' A'lam al-Nubuwah'', hlm.197</ref>menggunakan kata Ahmad. | Dalam sebuah riwayat dari Wahab bin Muntabih dijelaskan bahwa pemberian kabar gembira dengan Nabi saw di dalam Zabur [[Nabi Daud]] <ref>Ibnu Asakir, ''Tarikh Madinah Dimasyq'', jld.1, jlm.503.</ref> dan riwayat-riwayat lain dalam kitab Yesaya.<ref>Abu Hatim Razi,'' A'lam al-Nubuwah'', hlm.197.</ref> menggunakan kata Ahmad. | ||
===Di dalam Kitab Habakuk (Nabi Habakuk)=== | ===Di dalam Kitab Habakuk (Nabi Habakuk)=== | ||
Harus dikenang pula | Harus dikenang pula pemberian kabar gembira dengan Ahmad yang dinisbatkan kepada nabi Habakuk. Dalam sebuah matan yang diriwayatkan Naufali dari [[Imam Ridha as]] pada abad ke-3/9 H, sesuai penukilan Habakuk dimuat demikian: "Allah membawa keterangan(tibyan) dari gunung Faran dan langit-langit dipenuhi dengan pujian Ahmad dan umatnya..."<ref>Ibnu Babawaih, '''Uyun Akhbar al-Ridha'', jld.1, hlm.134; Rawandi, ''al-Kharāij wa al-Jarāih'', jld.1, hlm.75; bandingkan dengan: Ibnu Ribn, ''al-Din wa al-Daulah'', hlm.169; Abu Hatim Razi ''A'lam al-Nubuwah'', hlm.197; Karajaki , ''Kanz al-Fawāid'', hlm.91, dimana pada referensi-referensi terkahir yanh dinukil dari Danial terdapat nama Muhammad.</ref> | ||
Di dalam kitab Habakuk (3:3) dimuat: "Tuhan datang dari Taimun dan Kudus dari gunung Faran, keagungannya menyelimuti langit-langit, sementara bumi dipenuhi dengan pujiannya". Kata "keagungannya" dalam bahasa Ibraninya adalah "Huwu". Terkumpulnya riwayat-riwayat tentang pemberian kabar gembira dengan Ahmad pada tulisan-tulisan dan ajaran-ajaran Ahli kitab di dalam Thabaqat Ibnu Saad <ref>Ibnu Saad, ''Thabaqāt al-Kubra'', jld.1, hlm.103-107</ref> menunjukkan | |||
Di dalam kitab Habakuk (3:3) dimuat: "Tuhan datang dari Taimun dan Kudus dari gunung Faran, keagungannya menyelimuti langit-langit, sementara bumi dipenuhi dengan pujiannya". Kata "keagungannya" dalam bahasa Ibraninya adalah "Huwu". Terkumpulnya riwayat-riwayat tentang pemberian kabar gembira dengan Ahmad pada tulisan-tulisan dan ajaran-ajaran Ahli kitab di dalam ''Thabaqat Ibnu Saad'' <ref>Ibnu Saad, ''Thabaqāt al-Kubra'', jld.1, hlm.103-107.</ref> menunjukkan perhatian khusus dan menyeluruh ulama muslim abad ke-2 dan ada kemungkinan abad ke-1 H untuk mencari sebuah indikasi atas pemberian kabar gembira dengan Ahmad pada sumber-sumber agama orang-orang terdahulu. | |||
===Di dalam Injil Yohanes=== | ===Di dalam Injil Yohanes=== | ||
Kabar gembira yang ada di dalam Injil Yohanes yang menyinggung tentang diutusnya "Farqalith" (Parakletos) pada satu era setelah Isa Masih terkadang dihubungkan dengan masalah pemberian kabar gembira dengan '''Ahmad'''. Kata "Farqalith" atau "Barqalith" diarabkan dari kata Yunani Paracletus yang artinya pendukung, wakil, penyafaat dan penyelamat, yang dalam kamus | Kabar gembira yang ada di dalam Injil Yohanes yang menyinggung tentang diutusnya "Farqalith" (Parakletos) pada satu era setelah Isa Masih terkadang dihubungkan dengan masalah pemberian kabar gembira dengan '''Ahmad'''. Kata "Farqalith" atau "Barqalith" diarabkan dari kata Yunani Paracletus yang artinya pendukung, wakil, penyafaat dan penyelamat, yang dalam kamus gereja berarti penghibur.<ref> Untuk sejarah penafsiran ini pada terjemahan-terjemahan Arab, silakan lihat: Ibnu Qayyim Jauziyah, ''Hidayah al-Hayara'', hlm.84.</ref> | ||
Pada beberapa abad, ulama Islam terkadang mengisyaratkan poin ini bahwa Parakletos pada nyatanya adalah bacaan yang dipelesetkan dari kata Pariklutos di Yunani, meskipun kalimat-kalimat mereka dari pemahaman ini kurang memiliki | Pada beberapa abad, ulama Islam terkadang mengisyaratkan poin ini bahwa Parakletos pada nyatanya adalah bacaan yang dipelesetkan dari kata Pariklutos di Yunani, meskipun kalimat-kalimat mereka dari pemahaman ini kurang memiliki kefasihan bahasa.<ref>Montgomery Watt, hlm.113-114.</ref> Pariklutos dalam bahasa bermakna agung, terkenal dan mulia dan pada periode sebelum masehi sering kali digunakan. Dilihat dari sisi makna leksikalnya, kata tersebut dapat dijadikan satu ungkapan dari nama nabi Islam Muhammad atau Ahmad. | ||
Mawardi menegaskan bahwa Farqalith diambil dari satu akar kata yang bermakna Ahmad.<ref>Mawardi, '' | Mawardi menegaskan bahwa Farqalith diambil dari satu akar kata yang bermakna Ahmad.<ref>Mawardi, ''I'lam al-Nubuwah'', hlm.212.</ref> Terdapat beberapa pandangan klasik yang menafsirkan "Fariq Litha" atau "Barqalith" dengan orang yang memisahkan kebenaran dari kebatilan.<ref>Qadhi Ayadh, ''al-Syifa'', jld.1, hlm.321; Ibnu Atsir Mubarak, ''al-Nihayah'', jld.3, hlm.439; Ibnu Qayyim Jauziyah, ''Hidayah al-Hayara'', hlm.84.</ref> Ibnu Qayyim menegaskan bahwa sebagian orang menyakini kesingkronan Farqalith dengan '''Ahmad''' yang disebutkan di dalam [[Alquran]].<ref>Ibnu Qayyim, ''Hidayah al-Hayara'', hlm.89-90; Fakhruddin Razi, ''al-Tafsir al-Kabir'', jld.119, hlm.131-134.</ref> | ||
==Catatan Kaki== | ==Catatan Kaki== |