Harta yang Bercampur Dengan Harta Haram

Harta yang Bercampur Harta Haram atau Harta Halal Bercampur dengan Haram (bahasa Arab:المال المخلوط بالحرام) adalah harta yang sebagiannya diperoleh melalui cara yang sah menurut syar’i dan sebagian lagi diperoleh dengan cara tidak sah atau non-syar’i. Perbedaannya dengan harta syubhat adalah adanya keragu-raguan ketercampuran harta halal dengan yang haram.

Dalam fikih Islam tidak boleh menguasai harta benda halal yang bercampur dengan yang haram. Menurut para fukaha Syiah, jika diketahui jumlah dan pemilik harta haram, maka wajib mengembalikan harta haram tersebut kepada pemiliknya. Tetapi jika harta haram itu diketahui jumlahnya, tetapi pemiliknya tidak diketahui, menurut fatwa sebagian fukaha jumlah tersebut harus disedekahkan atas nama pemiliknya, dan menurut ihtiyath wajib, izin untuk bersedekah dengan harta haram tadi harus diperoleh dari hakim syar'i. Dan sebaliknya, jika pemilik harta itu diketahui tetapi jumlahnya tidak diketahui, menurut sebagian fukaha, dia harus meminta keridaan dengan harta yang dikembalikannya, dan jika pemilik harta tidak rida, maka jumlah yang meyakinkan untuknya harus diberikan.

Namun jika tidak diketahui jumlah dan pemilik harta haram tersebut, maka para fukaha Syiah menganggap hal tersebut sebagai salah satu dari tujuh perkara yang wajib keluarkan khumus. Fatwa ini adalah pendapat masyhur para mujtahid Syiah akan tetapi menurut Ahlusunah memberikan khumus harta yang tercampur dengan yang haram campuran tidak diwajibkan.

Jika setelah khumus, ditemukan pemilik harta yang tercampur tadi, menurut pendapat beberapa marja' taklid seperti Imam Khomeini, Sayid Ali Sistani, dan Makarim Syirazi, dengan berdasarkan ihtiyath wajib, maka harus diberikan kepadanya sebesar jumlah harta miliknya, dan menurut pendapat sebagian marja taqlid lainnya seperti Sayid Abul Qasim Khui, Gulpaigani, Araki, serta Mirza Jawad Tabrizi tidak perlu diberikan apapun kepadanya.