Ayat Muharabah
Ayat Muharabah (bahasa Arab: آية المحاربة) (Ma'idah: 33) adalah ayat yang menceritakan mengenai hukuman bagi orang-orang yang berperang dengan Allah swt dan Rasulullah saw. Kebanyakan para mufasir berpendapat bahwa ayat ini diturunkan tentang sekelompok orang yang baru masuk Islam lalu membunuh beberapa muslim lainnya dan mencuri unta mereka, dan Nabi saw menghukum mereka sesuai dengan kandungan ayat ini.
Ayat ini telah dijadikan dasar dalam ilmu fikih pada pengambilan hukum untuk menghukumi para muharabah. Para fukaha menganggap orang yang mencuri harta masyarakat secara terang-terangan atau membawa mereka sebagai tawanan dengan penggunaan senjata dimasukkan dalam kategori muharib.
Dengan menyandarkan pada ayat ini, mereka meyakini bahwa hukuman bagi seorang muharib adalah hukuman mati, penyaliban (mengikat badan yang mirip dengan salib), memotong tangan dan kaki secara menyilang, atau mengusirnya dari negeri muslim (pengasingan). Tentu saja, sekelompok dari para fukaha berpendapat bahwa hakim Islam dapat menerapkan salah satu dari hukuman ini kepada Muharib, tetapi sebagian fukaha lainnya mengatakan bahwa hukuman yang akan ditimpakan bergantung pada jenis kejahatan yang dilakukan Muharib, maka dengan dasar itulah salah satu dari empat hukuman tersebut akan diterapkan.
Ayat Muharabah dan Terjemahannya
اِنَّمَا جَزٰۤؤُا الَّذِيْنَ يُحَارِبُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَسْعَوْنَ فِى الْاَرْضِ فَسَادًا اَنْ يُّقَتَّلُوْٓا اَوْ يُصَلَّبُوْٓا اَوْ تُقَطَّعَ اَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ مِّنْ خِلَافٍ اَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْاَرْضِۗ ذٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِى الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ |
---|
"Balasan bagi orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya serta membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu merupakan kehinaan bagi mereka di dunia dan di akhirat (kelak) mereka mendapat azab yang sangat berat" |
Sya'nun Nuzul
Sebagian besar ahli tafsir meyakini bahwa ayat Muharabah diturunkan tentang kaum 'Urainah;[1] Mereka adalah kaum musyrikin yang pergi ke Madinah dan menjadi Muslim,[2] tetapi karena iklim Madinah tidak cocok dengan mereka, mereka jatuh sakit dan atas perintah Nabi saw, mereka diberikan susu unta sebagai obat dan pada akhirnya mereka pulih, tetapi setelah sembuh, mereka murtad dan membunuh beberapa Muslim, lalu mencuri unta dan melarikan diri dari Madinah.[3] Menurut Allamah Thabathaba'i, Imam Ali as menangkap mereka atas perintah Nabi saw dan membawa mereka kepada Nabi saw.[4] Pada saat itulah ayat Muharabah turun, lalu Nabi saw menghukum mereka sesuai dengan perintah dalam ayat ini.[5] Beberapa orang percaya bahwa 'Urainah hanya mencuri, dan untuk alasan ini Nabi saw hanya memotong tangan dan kaki mereka secara menyilang sesuai yang disebutkan dalam ayat Muharibah.[6] Kisah 'Urainah juga dinukil dalam riwayat pada Kitab al-Kafi dari Imam Shadiq as.[7]
Di dalam kitab-kitab tafsir, para mufasir menyebutkan versi lain dari sebab turunnya ayat Muharabah ini;[8] Menurut Fakhrurrazi, ayat ini diturunkan tentang kaum Bani Israil, karena mereka terlalu berlebihan dalam membunuh para mufsidin (perusak di muka bumi).[9] Ahli tafsir lainnya juga menyebutkan versi lain dari sebab turunnya ayat ini, yakni hukuman dari ayat ini turun untuk: para bandit yang menghalangi jalan dan menyebabkan ketakutan, perampok kafilah haji dan peziarah, kaum Musyrikin dan para pelanggar perjanjian dengan Nabi saw.[10] Menurut Allamah Thabathaba'i, riwayat mengenai sebab turunnya ayat ini juga disebutkan dalam enam kitab Sunni yang muktabar dengan adanya sedikit perbedaan.[11]
Tafsir Ayat Muharabah
Ayat ke-33 dari Surah Al-Maidah yang dikenal sebagai ayat Muharabah[12] ditafsirkan oleh para mufasir sebagai ayat yang mengandung hukuman kepada muharib yakni siapa pun yang menciptakan ketidakamanan dan penjarahan kepada masyarakat Islam,[13] karena Muharib sebenarnya telah menyatakan perang terhadap Allah swt dan Rasul-Nya.[14] Muharib dihukum dengan salah satu dari empat bentuk hukuman yang disebutkan dalam ayat ini,[15] yakni:
1. Hukuman mati: adalah hukuman bagi seorang muharib yang juga membunuh seorang manusia.[16] Fâdhil Miqdâd, Salah satu dari fakih, ulama Syiah dan mufasir abad ke-9 Hijriah berpendapat bahwa dengan adanya pemberian maaf dari wali darah korban, hukuman mati tidak akan dibatalkan dan siapa pun yang menjadi Muharib pasti akan terkena hukuman mati.[17]
2. Salib: (mengikat tangan dan kaki muharib dengan sesuatu yang berbentuk salib) adalah hukuman bagi seseorang yang telah melakukan perampokan selain dari pembunuhan.[18] Fadhl bin Hasan Thabrisi, seorang fakih, ulama dan mufasir Syiah abad ke– 6 berpendapat bahwa Muharib dikenai hukuman mati lalu disalib selama tiga hari.[19] Menurut kitab Kasyf al-Asrâr, Muharib disalib selama tiga hari sebelum atau sesudah dilaksanakannya hukuman mati, dan semuanya diserahkan kepada Imam as untuk memutuskan hal tersebut.[20]
3. Potong tangan dan kaki: (secara menyilang) adalah hukuman bagi seorang muharib yang hanya melakukan perampokan.[21] Imam Shadiq as menyatakan bahwa yang dimaksud pemotongan disini adalah tangan kanan dan kaki kiri.[22] Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud di sini adalah hukuman seperti kepada para pencuri yakni memotong empat jari tangan atau kaki,[23] dengan syarat telah masuk pada had nishab harta yang dicuri.[24]
4. Pengasingan atau penjara: adalah bagi seseorang yang menimbulkan ketakutan dan ketidakamanan di tengah-tengan masyarakat.[25] Sekelompok ahli tafsir menafsirkan makna أَو ینفَوا مِنَ الأَرضِ "atau diasingkan dari tempat kediamannya" sebagai pengasingan Muharib ke wilayah lainnya dan sebagian dari mereka dikenai hukuman penjara.[26] Juga dikatakan bahwa Muharib harus dicegah pergi ke kota-kota tempat tinggal kaum musyrikin.[27] Dalam buku Kanz al-Irfan, yang ditulis oleh Fâdhil Miqdâd, dengan mengutip dari pendapat Syafi'i, pendiri salah satu dari empat mazhab Sunni, disebutkan: anda tidak boleh memiliki hubungan apa pun dengan seorang Muharib yang telah diasingkan, termasuk jual beli, membantu dan bersosialisasi.[28]
Menurut para mufasir Islam, hukuman tersebut ditentukan secara proporsional sebanding dengan beratnya kejahatan Muharib;[29] sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Imam Baqir as dan Imam Sadiq as.[30] Penentuan hukuman bagi Muharib diserahkan kepada hakim Islam[31] atau Imam as.[32] Menurut ayat Muharib, hukuman ini berkaitan dengan pembalasan di dunia ini dan tentunya tidak menghalangi keberadaan hukuman berat bagi Muharib di akhirat.[33]
Tobat Muharib
Menurut para ahli tafsir, jika seorang muharib bertobat sebelum ditangkap, tobatnya akan diterima dan ia tidak akan terkena hukuman Muharib.[34] Menurut Suyuthi, seorang muhaddits (ahli hadits) abad ke-10 H meriwayatkan mengenai kisah Harits bin Badr yang menghunus pedang pada masyarakat di Mesir dan mengganggu keamanan, tetapi kemudian ia bertobat dan beberapa orang dari kaum muslim membawanya ke hadapan Imam Ali as dan setelah yakin akan adanya penyesalan dan tobat darinya, Imam Ali as menerima tobatnya dan memberinya keamanan.[35] Tentu saja, penerimaan pertobatan Muharib terjadi hanya pada kejahatan yang mengganggu keamanan masyarakat Islam saja, tetapi jika dia melakukan perampokan atau pembunuhan, maka ia harus dihukum dengan hukuman muharib yang sesuai dengan perbuatannya.[36] Bahkan, jika dia bertobat setelah ditangkap, hukuman terhadapnya tidak akan dibatalkan.[37]
Aplikasi di Dalam Ilmu Fiqih
Dalam kitab-kitab fikih, hukum syariat bagi para Muharib didasari dengan kandungan ayat Muharib. Menurut Ayatullah Misykini dan fatwa-fatwa para fukaha, siapa saja yang secara terang-terangan dan secara paksa merampas harta orang lain atau menawan orang dinyatakan sebagai muharib.[38] Berbagai syarat telah ditetapkan untuk mengindikasikan seseorang sebagai muharib, seperti perbuatan menakuti masyarakat dengan menghunus senjata, menimbulkan rasa takut pada mereka, dan melakukan kerusakan di muka bumi.[39]
Sekelompok para fukaha telah memberikan contoh untuk para muharib, termasuk diantaranya kafir dzimmi, murtad, perampok, dan siapa saja yang menakut-nakuti umat Islam.[40] Selain itu, beberapa fukaha lainnya telah menganggap arti muharib menjadi perang dengan umat Islam.[41]
Pilihan atau pengaturan hukum
Menurut ayat Muharib, ada empat hukuman yang dikenai kepada para Muharib;[42] tetapi para fukaha berbeda tentang jenis hukuman bagi para Muharib ini;[43] Syekh Shaduq,[44] Syekh Mufid,[45] Allamah Hilli,[46] dan Imam Khomeini[47] berpendapat bahwa hukuman yang akan diterapkan itu opsional dan mereka meyakini bahwa hakim Islam memiliki kekuasaan untuk memilih salah satu dari empat hukuman tersebut.
Di sisi lain, Syekh Thusi, Muhammad Hasan Najafi, Sahib Riyâdh dan Sayid Abul Qâsim Khui berpendapat bahwa hukuman bagi seorang Muharib adalah sebanding dengan kejahatan yang dilakukannya.[48]
Catatan
- ↑ Untuk contoh silakan lihat ke: Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 291; Fakhr Razi, al-Tafsir al-Kabir. jld. 11, hlm. 345
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 291; Khajah Abdullah Anshari, Kasyf al-Asrar, jld. 3, hlm. 103.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 291; Khajah Abdullah Anshari, Kasyf al-Asrar, jld. 3, hlm. 103.
- ↑ Thabathabai, Tafsir al-Mizan, jld. 5, hlm. 331.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 291; Khajah Abdullah Anshari, Kasyf al-Asrar, jld. 3, hlm. 103; Fakhr Razi, al-Tafsir al-Kabir, jld. 11, hlm. 345; Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 4, hlm. 359.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 291; Thabathabai, Tafsir al-Mizan, jld. 5, hlm. 326.
- ↑ Kulaini, al-Kafi, jld. 7, hlm. 245.
- ↑ Untuk contoh silakan lihat ke: Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 291; Fakhr Razi, al-Tafsir al-Kabir. jld. 11, hlm. 345; Khajah Abdullah Anshari, Kasyf al-Asrar, jld. 3, hlm. 103.
- ↑ Fakhr Razi, al-Tafsir al-Kabir. jld. 11, hlm. 345.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 291; Khajah Abdullah Anshari, Kasyf al-Asrar, jld. 3, hlm. 103; Fakhr Razi, al-Tafsir al-Kabir. jld. 11, hlm. 345
- ↑ Thabathabai, Tafsir al-Mizan, jld. 5, hlm. 333.
- ↑ Shalihi Najaf Abadi, Tafsir Ayeh Muharebeh va Ahkam-e Fiqhi-e Ān, hlm. 65.
- ↑ Thabathabai, Tafsir al-Mizan, jld. 5, hlm. 326; Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 292.
- ↑ Thabathabai, Tafsir al-Mizan, jld. 5, hlm. 326.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 292; Khajah Abdullah Anshari, Kasyf al-Asrar, jld. 3, hlm. 103.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 292; Khajah Abdullah Anshari, Kasyf al-Asrar, jld. 3, hlm. 103.
- ↑ Fadhil Miqdad, Kanz al-Irfan, jld. 2, hlm. 352.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 292.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 292.
- ↑ Khajah Abdullah Anshari, Kasyf al-Asrar, jld. 3, hlm. 102.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 292.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 292.
- ↑ Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 4, hlm. 360.
- ↑ Syahid Tsani, Syarh Lum'ah, jld. 9, hlm. 256.
- ↑ Abu al-Futuh Razi, Raudh al-Jinan, jld. 6, hlm. 357.
- ↑ Sayid Quthb, Fi Dzilal al-Quran, jld. 2, hlm. 880.
- ↑ Abu al-Futuh Razi, Raudh al-Jinan, jld. 6, hlm. 357; Fakhr Razi, al-Tafsir al-Kabir, jld. 11, hlm. 347.
- ↑ Fadhil Miqdad, Kanz al-Irfan, jld. 2, hlm. 352.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 292; Khajah Abdullah Anshari, Kasyf al-Asrar, jld. 3, hlm. 103.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 292.
- ↑ Fakhr Razi, al-Tafsir al-Kabir, jld. 11, hlm. 346.
- ↑ Thabathabai, Tafsir al-Mizan, jld. 5, hlm. 331.
- ↑ QS. Al-Baqarah [2]: 33.
- ↑ Thabrisi, Majma' al-Bayan, jld. 3, hlm. 292; Thabathabai, Tafsir al-Mizan, jld. 5, hlm. 292; Thabathabai, Tafsir al-Mizan, jld. 5, hlm. 328.
- ↑ Suyuthi, al-Dur al-Mantsur, jld. 2, hlm. 297.
- ↑ Muhaqiq Hilli, Syara'i a;-Islam, jld. 4, hlm. 168; Shalihi Najaf Abadi, Tafsir Ayeh Muharebeh va Ahkam-e Fiqhi-e Ān, hlm. 79.
- ↑ Muhaqiq Hilli, Syara'i a;-Islam, jld. 4, hlm. 168.
- ↑ Misykini, Musthalahat al-Fiqh wa Isthilahat al-Ushul, hlm. 475.
- ↑ Musawi Ardabili, Fiqh al-Hudud wa al-Ta'zirat, jld. 3, hlm. 511-524.
- ↑ Syekh Thusi, al-Mabsuth, jld. 8, hlm. 47.
- ↑ Shalihi Najaf Abadi, Tafsir Ayeh Muharebeh va Ahkam-e Fiqhi-e Ān, hlm. 61.
- ↑ QS. Al-Maidah [5]: 33.
- ↑ Musawi Ardabili, Fiqh al-Hudud wa al-Ta'zirat, jld. 3, hlm. 558.
- ↑ Syekh Shaduq, al-Muqni' , hlm. 450.
- ↑ Syekh Mufid, al-Muqni'ah, hlm. 804.
- ↑ Allamah Hilli, Mukhtalaf al-Syiah, jld. 9, hlm. 258.
- ↑ Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jld. 2, hlm. 493.
- ↑ Musawi Ardabili, Fiqh al-Hudud wa al-Ta'zirat, jld. 3, hlm. 562.
Daftar Pustaka
- Abu al-Futuh Razi, Husain bin Ali. Raudh al-Jinan wa Ruh al-Jinan fi Tasir al-Quran. Masyhad: Astan-e Quds-e Razavi, 1408 HS.
- Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Mukhtalaf al-Syiah fi Ahkam al-Syari'ah. Qom: Jamiah Mudarrisin, cet. 2, 1413 HS.
- Fadhil Miqdad, Miqdad bin Abdullah. Kanz al-Irfan fi Fiqh al-Quran. Teheran: Murtadhawi, 1373 S.
- Fakhr Razi, Muhammad bin Umar. al-Tafsir al-Kabir (Mafatih al-Ghaib). Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1420 HS.
- Khajah Abdullah Anshari, Abdullah bin Muhammad. Kasyf al-Asrar wa 'Uddah al-Abrar. Teheran: Amir Kabir, 1371 S.
- Khomeini, Ruhullah. Tahrir al-Wasilah. Qom: Yayasan percetakan Dar al-Ilm, cet. 1, tanpa tahun.
- Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. al-Kafi. Editor: Ghafari dan Akhundi. Teheran: Perpustakaan Islamiah, 1407 HS.
- Makarim Syirazi, Nashir. Tafsir Nemuneh. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiah, 1371 S.
- Misykini. Musthalahat al-Fiqh wa Ishtilahat al-Ushul. Beirut: Penerbit al-Ridha, cet. 1, 1431 HS.
- Muhaqiq Hilli, Ja'far bin Hasan. Syara'i al-Islam fi Masail al-Halal wa al-Haram. Riset dan editor: Abdul Husain Muhammad Ai Baqal. Qom: Ismailiyan, cet. 2, 1408 HS.
- Musawi Ardabili, Sayid Abdul Karim. Fiqh wa al-Hudud wa al-Ta'zirat. Qom: Yayasan al-Nashr li Jamiah al-Mufid Rahmatulah, cet. 2, 1427 HS
- Shalihi Najaf Abadi, Ni'matullah. Tafsir Ayeh Muharebeh va Ahkam-e Fiqhi-e Ān. Dalam majalah Mufid, vol. 9, 1376 S.
- Suyuthi. al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir al-Ma'tsur. Qom: Perpustakaan Ayatullah Mar'asyi Najafi, 1404 HS.
- Syahid Tsani, Zainuddin bin Nuruddin Ali. Syarh Lum'ah al-Raudhah al-Bahiyah fi Syarh al-Lum'ah al-Dimasyqiyah. Riset: Klantar. Qom: Davari, 1410 HS.
- Syekh Mufid, Muhammad bin Muhammad. al-Muqni'ah. Qom: Kongres internasional Syekh Mufid, cet. 1, 1413 HS.
- Syekh Shaduq, Muhammad bin Ali. al-Muqni' . Qom: Yayasan Imam Hadi as, cet. 1, 1415 HS.
- Syekh Thusi, Muhammad bin Hasan. al-Mabsuth fi al-Fiqh al-Imamiah. Riset dan editor: Sayid Muhammad Taqi Kasyfi. Qom: Perpustakaan al-Radhawiyah li Ihya al-Atsar al-Ja'fariyah, cet. 3, 1387 HS.
- Thabathabai, Muhammad Husain. al-Mizan fi Tafsir al-Quran. Beirut: Yayasan al-A'lami li al-Mathbu'at, 1390 HS.
- Thabrisi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayan fi Tafsir al-Quran. Teheran: Nashir Khusru, 1372 S.