Mutawakkil Abbasi

Prioritas: c, Kualitas: c
Dari wikishia
Para Imam as dan khalifah
Imam Ali as


ـــــــــــــــــ
(L. 3 tahun sebelum Bi'tsah/600 - W. 40 H/661)
ـــــــــــــــــ


Masa Keimamahan: 11/632 - 40/661
Abu Bakar


Umar bin Khattab
Utsman bin Affan


Imam Hasan al-Mujtaba as


ـــــــــــــــــ
(L. 3 H/625 - W. 50/670)
ـــــــــــــــــ


Masa Keimamahan: 40/661 - 50/670
Abu Bakar


Umar bin Khattab
Utsman bin Affan
Imam Ali as


Muawiyah
Imam Husain as


ـــــــــــــــــ
(L. 4 H/626 - W.61/680)
ـــــــــــــــــ


Masa Keimamahan: 50/670 - 61/680
Abu Bakar


'Umar bin Khattab
Utsman bin Affan
Imam Ali as
Imam Hasan as
Muawiyah


Yazid bin Muawiyah
Imam Ali Zainal Abidin as


ـــــــــــــــــ
(L. 38 H/658 – W. 94 H/713)
ـــــــــــــــــ


Masa Keimamahan: L. 61/680 – 94/713
Imam Ali


Imam Hasan as
Muawiyah
Yazid
Muawiyah bin Yazid
Marwan bin Hakam
'Abd al-Malik bin Marwan
Walid bin 'Abd al-Malik


Imam al-Baqir as


ـــــــــــــــــ
(L. 57 H/677 – W. 114/733)
ـــــــــــــــــ


Masa Keimamahan: 94 H/713 - 114 H/733
Muawiyah bin Yazid


Marwan bin Hakam
Abd al-Malik bin Marwan
Walid bin 'Abd al-Malik

Sulaiman bin 'Abd al-Malik
Umar bin 'Abd al-'Aziz
Yazid bin 'Abd al-Malik


Hisyam bin 'Abd al-Malik
Imam al-Shadiq as


ـــــــــــــــــ
(L. 83 H/704 – W. 148 H/765)
ـــــــــــــــــ


Masa Keimamahan: 114 H/733 - 148 H/765
'Abd al-Malik bin Marwan


Walid bin 'Abd al-Malik

Sulaiman bin 'Abd al-Malik
'Umar bin 'Abd al-'Aziz
Yazid bin 'Abd al-Malik
Hisyam bin 'Abd al-Malik
Walid bin Yazid
Walid bin 'Abd al-Malik
Ibrahim bin Walid
Marwan bin Muhammad
Abu 'Abbas al-Shaffah
Manshur al-Dawaniqi


Imam al-Kazhim as


ـــــــــــــــــ
(L. 128 H/745 - W.183 H/799)
ـــــــــــــــــ


Masa Keimamahan: 148 H/765 - 183H/799
Marwan bin Muhammad


Abu l-'Abbas al-Saffah
Manshur al-Dawaniqi
Mahdi al-'Abbasi
Hadi al-'Abbasi
Harun al-Rashid


Imam al-Ridha as


ـــــــــــــــــ
(L. 148 H/766 – W.203 H/818)
ـــــــــــــــــ


Masa Keimamahan: 183 H/799 - 203 H/818
Manshur al-Dawaniqi


Mahdi al-'Abbasi
Hadi al-'Abbasi
Harun al-Rashid
Amin al-'Abbasi
Ma'mun al-'Abbasi


Imam al-Jawad as


ـــــــــــــــــ
(L. 195 H/811 - W.220 H/835)
ـــــــــــــــــ


Masa Keimamahan: 203 H/818 - 220 H/835
Amin al-'Abbasi


Ma'mun al-'Abbasi
al-Mu'tasam al-'Abbasi


Imam al-Hadi as


ـــــــــــــــــ
(L. 212 H/828 - W.254 H/868)
ـــــــــــــــــ


Masa Keimamahan: 220 H/835 - 254 H/868
Ma'mun al-'Abbasi


Mu'tasham al-'Abbasi
al-Watsiq bi Allah
al-Mutawakkil al-'Abbasi
al-Muntashir al-'Abbasi
Musta'in al-'Abbasi
al-Mu'tazz al-'Abbasi


Imam al-Askari as


ـــــــــــــــــ
(L. 232 H/846 - W.260 H/874)
ـــــــــــــــــ


Masa Keimamahan: 254 H/835 - 260 H/874
Mutawakkil al-'Abbasi


Muntasir al-'Abbasi
al-Musta'in al-'Abbasi
Mu'tazz al-'Abbasi
al-Muhtadi al-'Abbasi
Mu'tamad al-'Abbasi


Imam al-Mahdi as


ـــــــــــــــــ
(L. 255 H/869 - Masih hidup)
ـــــــــــــــــ


Masa Keimamahan: 260 H/874 - Sekarang
Mu'tazz al-'Abbasi


Muhtadi al-'Abbasi
Mu'tamad al-'Abbasi
Mu'tadad al-'Abbasi
Muktafi al-'Abbasi
Muqtadir al-'Abbasi
Qahir al-'Abbasi
Radhi al-'Abbasi


...

Mutawakkil Abbasi (bahasa Arab:مُتَوکِّل عَبّاسی) (247-207 H) adalah Khalifah Abbasiyah kesepuluh yang berkuasa pada tahun 232 H dan seluruh masa kekhalifahannya bersamaan dengan masa keimamahan Imam Hadi as. Dia adalah seorang Nashibi yang selalu menghina dan mengejek Ahlulbait as. Pada tahun 236 H, atas perintah Mutawakkil, Haram Imam Husain as dihancurkan dan tanahnya dijadikan lahan pertanian. Tindakan ini menimbulkan protes masyarakat. Pada tahun 233 H dikarenakan kecenderungan masyarakat dan fitnah dari beberapa orang kepercayaan Mutawkkil, Imam Hadi as pindah ke Samara dan menetap disana sampai akhir hidupnya. Menurut para sejarawan, Mutawakkil secara zahir sangat menghormati Imam Hadi as. Tapi dia terus-menerus mempermalukan dan bersekongkol melawannya.

Menurut para peneliti, pada era Mutawakkil, kaum Syiah mengalami banyak kesulitan. Banyak yang dibunuh atau dipenjara. Juga, atas perintah Mutawakkil, terjadi banyak tekanan ekonomi terhadap kaum Alawi.

Pada tahun 234 H, atas perintah Mutawakkil, mazhab Ahli Hadis menjadi mazhab resmi pemerintah, dan keyakinan mereka seperti kemungkinan melihat Tuhan dan peniadaan Al-Qur'an dipromosikan secara masif. Tidak seperti Ma'mun dan Mu'tasim Abbasi, Mutawakkil menentang Mu'tazilah dan memberlakukan hukum yang tegas bagi Ahli Dzimmah.

Mutawakkil berkuasa dengan bantuan Turki, dan menurut beberapa peneliti, pada saat dia menjabat, era pengaruh Turki dalam pemerintahan Islam dimulai. Awalnya, dia memiliki hubungan yang baik dengan mereka. Tapi melihat kekuatan mereka yang semakin besar, dia merasa terancam dan justru malah balik menghadapi mereka. Saat permusuhan antara Turki dan Mutawakkil semakin intensif, masing-masing membuat persekongkolan satu sama lain hingga Mutawakkil dibunuh oleh putranya Muntasir Abbasi dengan bantuan Turki. Dengan kematiannya, otoritas pemerintahan Abbasiyah menurun.

Mutawakkil gemar membangun istana dan bangunan megah dan menghabiskan banyak uang untuk itu. Masjid Jami Samara merupakan salah satu sisa bangunannya pada saat itu.

Perkenalan Singkat

Jafar bin Mu'tasim, dikenal sebagai Mutawakkil Abbasi, adalah putra dari Mu'tasim Abbasi (memerintah: 218-227 H) dan cucu dari Harun al-Rasyid (memerintah: 193-170 H), khalifah kesepuluh Bani Abbasiyah[1] Ia lahir pada tahun 207 H.[2] Pada tahun 227 H, oleh saudaranya Watsiq Khalifah Abbasiyah menjadi Amir al-Hajj.[3] Setelah kematian Watsq pada tahun 232 H, Jafar bin Mu'tasim pada usia 26 tahun dipilih menjadi khalifah oleh para jenderal Turki dan para pembesar pemerintahan Abbasiyah, dan melali saran dari Ahmad bin Abi Daud dia dipanggil Al Mutawakkil ala Allah.[4]

Konon, ini adalah kali pertama dalam sejarah Islam bahwa bangsa Turki berhasil mengintervensi penunjukan khalifah dan berhasil mengangkat orang yang mereka inginkan sebagai khalifah.[5] Karena itu, sebagian penulis menganggap awal kekhalifahan Mutawakkil sebagai awal era pengaruh Turki;[6] era yang dimulai dengan kekhalifahan Mutawakkil dan berlanjut hingga tahun 334 H.[7]

Mutawakkil telah dikenal sebagai khalifah yang haus darah dan zalim. Dia juga dikenal sebagai peminum alkohol serta turut hadir dalam majlis yang dipenuhi dengan dosa.[8] Menurut pandangan Imam Ali as, khalifah kesepuluh dari Bani Abbas, yakni Mutawakkil, adalah yang paling kafir di antara mereka.[9]

Permusuhan dengan Ahlulbait as

Mutawakkill Abbasi memiliki banyak kebencian terhadap Ahlulbait Nabi saw, terutama Ali bin Abi Thalib as.[10] Menurut Abul Faraj Esfahani, diantara khalifah Abbasiyah, Mutawakkil adalah orang yang paling buruk dalam berperilaku dengan keluarga Alawi. Sampai-sampai ia menghancurkan Haram Imam Husain as.[11] Ia membunuh siapa saja yang dianggapnya sebagai sahabat dan keluarga Ali as serta menyita hartanya.[12]

Menurut Dzahabi seorang sejarawan abad ke-8 , Mutawakkil adalah seorang Nashibi, dan tidak ada perbedaan pendapat dalam menjadi seorang Nashibi.[13] Ia bergaul dengan para Nashibi lainnya seperti Ali bin Jaham, Umar bin Farah dan Ibnu Utrujah[14] yang sangat banyak bertentangan dengan Imam Ali as.[15] Mutawakkil Abbasi memiliki seorang budak yang biasa mengolok-olok Imam Ali as.[16]

Menurut riwayat Khatib Baghdadi, seorang sejarawan abad kelima, seseorang bernama Nasr bin Ali memberi tahu Mutawakkil sebuah hadis tentang keutamaan Imam Hasan as dan Imam Husain as, dan Mutawakkl, karena mengira dia adalah seorang Syiah, memerintahkan untuk mencambuknya seribu kali. [17] Nasr bin Ali melanjutkan sampai mereka bersaksi bahwa Nasr adalah seorang Sunni dan Mutawakkil berhenti mencambuknya.[18]

Penghancuran Makam Imam Husain as

Pada tahun 236 H, Mutawakkil Abbasi memerintahkan untuk menghancurkan makam Husain bin Ali as.[19] Oleh karena itu, semua monumen di sekitarnya dihancurkan. Namun tidak ada yang mengambil tindakan terhadap penghancuran makam Imam Husain sampai sekelompok orang Yahudi ditugaskan untuk menghancurkan makam tersebut.[20] Setelah menghancurkan makam, mereka menutup air di sana, tanahnya digarap dan dibajak[21] dan para peziarah dianiaya.[22] Diantara rentan waktu tersebut, makam Imam sempat diperbaiki. Namun untuk yang kedua kalinya makam Imam Husain as tersbut dihancurkan.[23]

Penghancuran makam Imam Husain as membuat marah umat Islam, Sampai-sampai penduduk Bagdad menulis slogan-slogan menentang Mutawakkil di pintu-pintu dan dinding-dinding masjid, dan para penyair menyindirnya lewat bait-bait puisi.[24]

Memanggil Imam Hadi ke Samara

Pada tahun 233 H, Mutawakkil Abbasi memaksa Imam Hadi as untuk pergi dari Madinah ke Samara.[25] Syekh Mufid, salah satu fakih dan teolog Imamiyah, menganggap tindakan Mutawakkil ini terjadi pada tahun 243 H[26] tetapi Rasul Ja'farian, seorang peneliti Sejarah Islam menganggap tanggal ini tidak benar.[27] Konon alasannya adalah fitnah gubernur Madinah, Abdullah bin Muhammad[28] dan Buraiha Abbasi , Imam Jamaah yang ditunjuk oleh khalifah di Haramain, terhadap Imam Hadi as[29] dan juga laporan tentang kehendak orang-orang terhadap Imam Hadi as.[30]

Dalam sebuah surat kepada Mutawakkil, Imam Hadi as menolak fitnah terhadapnya,[31] tetapi Mutawakkil, menanggapi dengan hormat dan memintanya untuk bergerak menuju Samara.[32] Teks surat Mutawakkil disebutkan dalam al-Kafi dan Al-Irsyad[33] Atas dasar ini, Yahya bin Hartsamah ditugaskan oleh Mutawakkil Abbasi untuk memindahkan Imam Hadi ke Samara.[34]

Diriwayatkan dari Yahya bin Hartsamah bahwa penduduk Madinah, setelah mendengar perintah Mutawakkil, menjadi sangat gelisah, meratap dan berteriak, sementara situasi seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya di Madinah.[35]

Mutawakkil secarah lahiriyah menghormati Imam Hadi as di Samara, tetapi Mutawakkil menjalankan strategi untuk melawannya.[36] Untuk mengurangi kebesaran Imam di mata orang-orang.[37] Mutawakkil terus-menerus mempermalukan Imam.[38] Menurut riwayat yang diriwayatkan oleh Sayid Ibn Tawus dalam Muhaj al-Da’awat, dalam salah satu penghinaan ini, Imam Hadi (as) membacakan doa orang yang tertindas melawan penindas, dan hanya tiga hari setelah itu, Mutawakkil terbunuh.[39]

Kondisi Syiah

Mutawakkil terang-terangan memusuhi Syiah dan memberikan penghargaan kepada orang-orang yang mengolok-olok Syiah.[40] Karena kebenciannya terhadap Syiah, dia menjelek-jelekkan para khalifah yang bersikap lunak terhadap Syiah.[41] Fadak, yang dikembalikan kepada kaum Alawi pada masa Ma’mun Abbasi, diambil dari mereka pada masa Mutawakkil.[42]

Mutawakkil banyak memenjarakan dan membunuh orang-orang Syiah.[43] Atas perintah Mutawakkil, Yahya bin Umar, salah satu keturunan Zaid bin Ali, ditangkap dan dipukuli[44] Hasan bin Zaid, yang dikenal sebagai Da'i Kabir, berlindung di Tabaristan dan Daylam selama era Mutawakkil.[45]

Juga, atas perintah Mutawakkil, keturunan Abu Thalib semuanya diusir dari Mesir.[46] Menurut Abul Faraj Esfahani, pada masa kekhalifahan Mutawakkil, keturunan Abi Thalib berhamburan dan menjalani kehidupan tersembunyi,[47] di antaranya adalah Ahmad bin Isa bin Zaid yang wafat pada waktu yang sama.[48]

Pada masa Mutawakkil Abbasi, situasi kaum Syiah merupakan yang paling tidak menguntungkan padahal ketika pada masa tiga khalifah sebelum dia, yaitu Ma'mun, Mu'tasim, dan Watsiq Abbasi mereka menikmati kebebasan relatif.[49] Berbeda dengan orang Syiah lainnya yang bermusuhan dengan Mutawakkil, terdapat beberapa orang Syiah yang mampu menyusup ke dalam pemerintahan. Diantaranya bisa kita sebutkan keberadaan Ibnu Sikkiat di istana khalifah, [50] yang bertugas mendidik anak-anak Mutawakkil.[51]

Tindakan

Menurut laporan Yaqut Hamawi, seorang ahli geografi abad ke-7, Mutawakkil tertarik membangun istana dan bangunan mewah. Sedemikian rupa sehingga tidak ada khalifah yang membangun bangunan seperti dia.[52] Dalam kitab Ma'atsir al-Kubra fi Tarikh Samara, terdapat lebih dari tiga puluh istana yang dibangun Mutawakkil di Samara untuk dirinya sendiri (selain istana lain untuk orang-orang di sekitarnya).[53] Mutawakkil menghabiskan hampir 300 juta dirham untuk semua bangunan.[54]

Dia memerintahkan untuk membangun Masjid Jami di Samara.[55] Menurut Ibnu Jauzi, seorang sejarawan abad ke-6, lebih dari 380.000 dinar dihabiskan untuk membangun masjid ini, yang pembangunannya dimulai pada tahun 234 H dan berakhir pada tahun 237 H.[56] Masjid ini, yang juga dikenal sebagai Jami Mutawakkil. Karena menara spiralnya, masjid ini juga dikenal sebagai "Masjid Malawiyah".[57] Saat ini, sisa-sisa peninggalan masjid ini dapat dilihat sejauh satu kilometer dari kota.[58]

=Keberpihakan kepada Ahli Hadis

Pada tahun 234 H, Mutawakkil Abbasi memerintahkan mazhab kalam Ahli Hadis untuk dipromosikan[59] dan menjadi mazhab resmi pemerintah.[60] Berbeda dengan para khalifah sebelumnya,[61] Mutawakkil menghadapi Mu'tazilah dan memerintahkan para teolog untuk membahas kemungkinan melihat Tuhan.[62] Mutawakkil melarang keyakinan bahwa Al-Qur'an adalah ciptaan.[63] Dan dia membebaskan orang-orang yang dipenjara oleh Watsiq Abbasi karena tidak percaya pada penciptaan Al-Qur'an,[64] termasuk Ahmad Ibnu Hanbal.[65]

Tekanan pada Ahli Dzimmah (non-Muslim)

Pada tahun 235 H, Mutawakkil Abbasi memberlakukan hukum yang tegas terhadap Ahli Dizmmah.[66] Larangan memakai baju muslim dan keharusan memakai baju seperti baju petani, menjahit kain khas pada serban, larangan menunggang kuda dan bagal, larangan mempekerjakan Ahli Dzimmah dalam pekerjaan pemerintahan dan pengadilan, mengambil jizyah dari mereka, menghancurkan gereja-gereja baru dan meratakan kuburan mereka dengan tanah adalah di antara perintah-perintah yang dilakukan oleh Mutawakkil.[67]

George Zidan, penulis buku Tarikh al-Tamadun al-Islami, mengatakan sikap Mutawakkil terhadap Ahli Dzimmah ini disebabkan oleh persahabatan orang Kristen Hims dengan Muslim dalam pemberontakan melawan gubernur Mutawakkil di Hims.[68] Meskipun tekanan Mutawakkil belum pernah terjadi sebelumnya pada Ahli Dzimmah, beberapa cendikiawan Kristen, termasuk Hunayn Ibn Ishaq (tabib dan peramal), bertugas di Kekhalifahan.[69]

Perselisihan dengan Turki

Mutawakkil, yang berkuasa dengan bantuan Turki, awalnya melakukan hal-hal yang memuaskan mereka dan memberi mereka kekuasaan untuk melakukan urusan politik; Namun setelah beberapa waktu, dia meninggalkan cara ini dan mencoba membatasi kekuasaan Turki.[70] Mutawakkil Abbasi menjadikan ketiga putranya, Muhammad, Abu Abdullah dan Ibrahim, sebagai putra mahkota; Muhammad menjadi putra mahkota khalifah Abbasiyah dengan gelar Muntashir, Abu Abdullah menjadi putra mahkota kekhalifahan Abbasiyah, Abu Abdullah diberi gelar Mu'taz, putra mahkota Muntashir, dan Ibrahim menjadi putra mahkota. Mu'ayid dengan gelar Mu'ayid.[71]

Pemerintahan Afrika dan Maghrib dipercayakan kepada Muntashir, Khurasan dan Rey kepada Mu'taz, dan Suriah dan Palestina kepada Mu’ayid.[72] Muhammad Suhail Taqush, penulis dalam buku Sejarah Pemerintahan Abbasiyah, menganggap tindakan Mutawakkil ini untuk melemahkan kekuatan dan pengaruh Turki, yang pada masa kekhalifahan Abbasiyah Mu'tasim dan Watsiq, menguasai sebagian tanah di bawah kekuasaan Abbasiyah.[73]

Taqush percaya bahwa Turki, yang menyadari keputusan Mutawakkil untuk mengurangi pengaruh mereka, membuat banyak konspirasi, dan itulah sebabnya Mutawakkil memutuskan untuk memindahkan ibukota untuk menghindari konspirasi mereka.[74] Mutawakkil pergi ke Damaskus pada 244 H untuk menjadikannya sebagai ibukota pemerintahannya; Tetapi dia tidak menemukan cuaca dan kondisi kehidupan yang cocok di sana. Oleh karena itu, dia pergi dari sana setelah dua bulan dan kembali ke Samara.[75] Menurut Taqush, setelah Mutawakkil kembali ke Samara, permusuhannya dengan Turki mencapai tahap yang tidak dapat diubah, dan masing-masing berusaha melenyapkan saingannya.[76]

Wafat

Pada tahun 247 H, setelah empat belas tahun sepuluh bulan menjadi khalifah, Mutawakkil Abbasi dibunuh oleh putranya Muntashir pada usia empat puluh[77] dan dimakamkan di istananya di kota Mahuzah [catatan 1].[78] Meskipun Mutawakkil telah menjadikan putranya Muntashir sebagai khalifah, dia tidak memiliki hubungan yang baik dengannya dan sering mengejeknya dan terkadang menghinanya dan mengancam akan membunuhnya.[79] Dalam laporan lain yang dikisahkan oleh Thabari, sejarawan abad ke-4, Mutawakkil telah memutuskan untuk membunuh Muntashir dan sejumlah komandan Turki.[80]

Ibnu Khaldun, sejarawan abad ke-8, percaya bahwa dalam penghinaan Mutawakkil kepada Ali bin Abi Thalib, Muntashir berdiri di hadapannya dan melarangnya dari perbuatannya, Mutawakkil memecatnya dari kekhalifahan dan mengancam akan membunuhnya.[81] Muntashir, yang marah dengan perilaku ayahnya, dengan kerjasama dari Para komandan Turki, membunuh Mutawakkil dalam keadaan mabuk.[82]

Dalam beberapa riwayat, kejadian ini disebutkan dalam momen ketika Mutawakkil menghina Sayidah Zahra sa.[83] Muhammad Jawad Mughniyeh, penulis Al-Shi'a dan Al-Hakimun, menulis bahwa suatu hari Muntashir mendengar bahwa ayahnya menghina Fatimah Zahra sa dan itulah sebabnya dia pergi ke salah satu faqih untuk menanyakan hukum tentang perbuatan ayahnya.[84] Faqih itu memanggil ayahnya Mahdur al-Dam. Tapi faqih tersebut menjelaskan bahwa siapa saja yang membunh ayahnya maka umurnya tidak akan panjang,[85] dan faqih tersebut memperingatkan Muntashir untuk tidak membunuhnya. Namun pada akhirnya Muntashir tetap membunuh ayahnya, dan hanya setelah tujuh bulan dia sendiri pun dibunuh.[86]

Dengan wafatnya Mutawakkil, Turki memperoleh lebih banyak kekuasaan dan pengaruh dalam pemerintahan[87] dan wibawa serta keagungan para Khalifah Bani Abbas mulai menurun. Sedemikian rupa sehingga hanya dalam satu abad setelah Mutawakkil, sebelas khalifah, yang semuanya merupakan boneka Turki, berkuasa dan kemudian dibunuh atau digulingkan.[88]

catatan

  1. Sebuah kota yang berjarak 3 Farsakh dari Samara yang dibangun atas perintah Mutawawkkil (Ya'qubi, Tarikh al-ya'qubi, jld. 2, hlm. 492). Setelah kematian Mutawakil kota ini menjadi hancur.(Dzahabi, Tarikh al-Islam, jld. 18, hlm. 15)

Catatan Kaki

  1. Ibnu Jauzi, al-Muntadham, jld. 11, hlm. 178
  2. Ibnu Jauzi, al-Muntadham, jld. 11, hlm. 178
  3. Thabari, Tarikh Thabari, jld. 9, hlm. 123
  4. Ibnu Atsir, al-Kamil, jld. 7, hlm. 33-34
  5. Hazrati, Tarikh-e Khilafat-e Abbasi, hlm. 107
  6. Thaqush, Tarikh al-Daulah al-Abbasiah, hlm. 154-156
  7. Muwahid Abtahi, Naqsye Syiayan dar Sakhtar-e Hukumat-e Abbasiyan, hlm. 27
  8. Ja'fariyan, Az Peydayesy-e Islam ta Iran-e Islami, hlm. 312
  9. Majlisi, Bihar al-Anwar, jld. 41, hlm. 322; Husaini Tehrani, Emam Syenasi, jld. 12, hlm. 170
  10. Ibnu Atsir, al-Kamil, jld. 5, hlm. 55-56
  11. Abu al-Faraj Isfahani, Maqatil al-Thalibin, hlm. 478
  12. Abu al-Faraj Isfahani, Maqatil al-Thalibin, hlm. 478
  13. Dzahabi, Tarikh al-Islam, jld. 18, hlm. 552
  14. Ibnu Atsir, al-Kamil, jld. 7, hlm. 56
  15. Ibnu Khaldun, Tarikh Ibnu Khaldun, jld. 3, hlm. 439
  16. Ibnu Atsir, al-Kamil, jld. 7, hlm. 55-56
  17. Khatib Baghdadi, Tarikh Baghdad, jld. 13, hlm. 289
  18. Khatib Baghdadi, Tarikh Baghdad, jld. 13, hlm. 289
  19. Ibnu Jauzi, al-Muntadham, jld. 11, hlm. 237
  20. Abu al-Faraj al-Isfahani, Maqatil al-Thalibin, hlm. 479
  21. Ibnu Jauzi, al-Muntadham, jld. 11, hlm. 237
  22. Abu al-Faraj al-Isfahani, Maqatil al-Thalibin, hlm. 479
  23. Madras, Syahr-e Husain (as) hlm. 206-207
  24. Suyuti, Tarikh al-Khulafa, hlm. 253
  25. Ya'qubi, Tarikh Ya'qubi, jld. 2, hlm. 484
  26. Syekh Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 310
  27. Ja'fariyan, Hayat-e Fikri va Siyasi-e Aimmeh, hlm. 503
  28. Syekh Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 309
  29. Mas'udi, Itsbat al-Washiyah, hlm. 233
  30. Sibht Ibnu Jauzi, Tadzkirah al-Khawash, jld. 2, hlm. 493
  31. Syekh Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 309
  32. Syekh Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 309
  33. Kulaini, al-Kafi, jld. 1, hlm. 501;Syekh Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 309
  34. Mas'udi, Itsbat al-Washiyah, hlm. 233
  35. Sibht Ibnu Jauzi, Tadzkirah al-Khawash, jld. 2, hlm. 492
  36. Syekh Mufid, al-Irsyad, jld. 2, hlm. 311
  37. Thabarsi, A'lam al-Wara, jld. 2, hlm. 126
  38. Ja'fariyan, Hayat-e Fikri va Siyasi-e Aimmeh, hlm. 503
  39. Ibnu Thawus, Muhaj al-Da'awat, hlm. 265-271
  40. Sajjadi, Bani Abbas, hlm. 674
  41. Sajjadi, Bani Abbas, hlm. 674
  42. Baladzuri, Futuh al-Buldan, hlm. 42-43
  43. Abu al-Faraj al-Isfahani, Maqatil al-Thalibin, hlm. 478
  44. Abu al-Faraj al-Isfahani, Maqatil al-Thalibin, hlm. 506
  45. Abu al-Faraj al-Isfahani, Maqatil al-Thalibin, hlm. 409
  46. Kandi, Kitab al-Wilah, hlm. 149
  47. Abu al-Faraj al-Isfahani, Maqatil al-Thalibin, hlm. 409
  48. Abu al-Faraj al-Isfahani, Maqatil al-Thalibin, hlm. 492
  49. Parsandeh, Barresi-e Siyasathaye Mazhabi Mutawakkil Abbasi, dalam majalah Tarikh-e Islam dar Ayeneh Pazuhesy, hlm. 60
  50. Muwahid Abthahi, Syiayan dar Sakhtar-e Hukumat-e Abbasian, hlm. 144
  51. Dzahabi, Tarikh al-Islam, jld. 18, hlm. 552
  52. Yaqut Humawi, Mu'jam al-Buldan, hlm. 367
  53. Mahalati, Ma'atsir al-Kubara fi Tarikh Samira, hlm. 67-111
  54. Yaqut Humawi, Mu'jam al-Buldan, hlm. 369
  55. Ibnu Jauzi, al-Muntadham, jld. 11, hlm. 252
  56. Ibnu Jauzi, al-Muntadham, jld. 11, hlm. 252
  57. Arjah, Jami' Kabir, hlm 353
  58. Arjah, Jami' Kabir, hlm 353
  59. Ibnu Jauzi, al-Muntadham, jld. 11, hlm. 207
  60. Hazrati, Tarikh-e Khiafat-e Abbasi, hlm. 109
  61. Sajjadi, Bani Abbas, hlm. 674
  62. Ibnu Jauzi, al-Muntadham, jld. 11, hlm. 207
  63. Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 10, hlm. 316
  64. Ibnu Jauzi, al-Muntadham, jld. 11, hlm. 207
  65. Ibnu Khaldun, Wafayat al-A'yan, jld. 1, hlm. 64
  66. Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 10, hlm. 313-314
  67. Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 10, hlm. 313-314
  68. Zaidan, Tarikh al-Tamaddun al-Islami, jld. 4, hlm. 412
  69. Qifthi, Tarikh al-Hukama, hlm. 234-235
  70. Hazrati, Tarikh-e Khilafat-e Abbasi, hlm. 107
  71. Ya'qubi, Tarikh Ya'qubi, jld. 2, hlm. 487
  72. Thabari, Tarikh al-Thabari, jld. 9, hlm. 176
  73. Thaqush, Tarikh al-Daulah al-Abbasiah, hlm. 163
  74. Thaqush, Tarikh al-Daulah al-Abbasiah, hlm. 163
  75. Thabari, Tarikh al-Thabari, jld. 9, hlm. 210
  76. Thaqush, Tarikh al-Daulah al-Abbasiah, hlm. 163
  77. Ibnu Jauzi, al-Muntadham, jld. 11, hlm. 356-357
  78. Ya'qubi, Tarikh Ya'qubi, jld. 2, hlm. 492
  79. Ibnu Jauzi, al-Muntadham, jld. 11, hlm. 356
  80. Thabari, Tarikh Thabari, jld. 9, hlm. 225
  81. Ibnu Khladun, Tarikh Ibnu Khaldun, jld. 3, hlm. 349
  82. Thabari, Tarikh Thabari, jld. 9, hlm. 225
  83. Mughniyah, al-Syiah wa al-Hakimun, hlm. 171
  84. Mughniyah, al-Syiah wa al-Hakimun, hlm. 171
  85. Mughniyah, al-Syiah wa al-Hakimun, hlm. 171
  86. Mughniyah, al-Syiah wa al-Hakimun, hlm. 171
  87. Hazrati, Tarikh-e Khilafat-e Abbasi, hlm. 112
  88. Hazrati, Tarikh-e Khilafat-e Abbasi, hlm. 112

Daftar Pustaka

  • Abu al-Faraj al-Isfahani, Ali bin al-Husain. MAqatil al-Thalibin. Beirut: Dar al-Ma'rifah, tanpa tahun
  • Arjah, Akram. Jami' Kabir Dalam buku pelajaran Jahan-e Islami. Teheran: Bunyad Dairah al-Ma'arif Islami, 1384 S
  • Asy'ari Qumi, Sa'ad bin Abdullah. al-Maqalat wa al-Firaq. Teheran: Maarkaz Penerbit Ilmi va Farhanggi, 1360 S
  • Baladzuri, Ahmad bin Yahya. Futuh al-Buldan. Beirut: Dar wa Maktabah al-Hilal, 1988 M
  • Dzahabi, Muhammad bin Ahmad. Tarikh al-Islam wa al-Wafayat al-Masyahir wa al-A'lam. Beirut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1413 HS
  • Hazrati, Sayid Ahmad Ridha. Tarikh-e Khilafat-e Abbasi: az Agaz ta Payan-e Buwaih. Teheran: Penerbit Samte, cet. 5, musim gugur, 1384 S
  • Husaini Tehrani, Muhammad Husain. Emam Syenasi. Masyhad: Penerbit Allamah Thabathabai, 1430 HS
  • Ibnu Atsir, Ali bin Abi Akram. al-Kamil fi Tarikh. Beirut: Dar Shadir, 1385 HS
  • Ibnu Jauzi, Abdu al-Rahman bin Ali. al-Muntadham fi Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1412 HS
  • Ibnu Katsir, Ismail bin Umar. al-Bidayah wa al-Nihayah. Beirut: Dra al-Fikr, 1407 HS
  • Ibnu Khladun, Abdu al-Rahman bin Muhammad. Tarikh Ibnu Khladun. Beirut: Dar al-Fikr, 1408 HS
  • Ibnu Thawus, Ali bin Musa. Muhaj al-Da'awat wa Manhaj al-Ibadat. Qom: Dar al-Dzakhair, 1411 HS
  • Ja'fariyan, Rasul. Az Peydayesy-e Islam ta Iran-e Islami. Qom: Tanpa penerbit, tanpa tahun
  • Ja'fariyan, Rasul. Hayat-e Fikri va Siyasi-e Emaman-e Syieh. Qom: Anshariyan, 1381 S
  • Khatib Baghdadi, Ahmad bin Ali. Tarikh Bagdad. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1417 HS
  • Kindi, Muhammad bin Yusuf. Kitab al-Wilayah wa al-Kitab al-Qadah. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1424 HS
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. al-Kafi. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiah, 1307 HS
  • Madras, Muhammad Baqir. Syahr Husain Alaihisalam. Qom: Dar al-Ilm, 1380 S
  • Mahallati, Dzabihullah. Ma'atsir al-Kubara fi Tarikh al-Samira. Qom: Perpustakaan al-Haidariah, 1384
  • Majlisi, Muhammad Baqir. Bihar al-Anwar al-Jamiah li Durar Akbar al-Aimmah al-Athar. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabi, 1403 HS
  • Mas'udi, Ali bin Husain. Itsbat al-Washiah li al-Imam Ali bin Abi Thalib (as). Qom: Anshariyan, 1426 HS
  • Mughniyah, Muhammad Jawad. al-Syiah wa al-Hakimun. Beirut: Dar al-Jawad, 1421 HS
  • Muwahidi Abthi, Radhiyah Sadat. Naqsye Syiayan dar Sakhtare-e Hukumat-e Abbasyan. Qom: Penerbit Syieh Syenasi, 1392 S
  • Nubakhti, Hasan bin Musa. Firq al-Syiah. Beirut: Dar al-Adhwa, 1404 HS
  • Parsandeh, Muhammad A'dham. Barresi-e Siyasathaye Mazhabi Mutavakkil Abbasi Dalam Majalah Tarikh-e Islam dar Ayeneh Pazuhesy, vol: 21, musim semi 1388
  • Qifthi, Ali bin Yusuf. Tarikh al-Hukama. Teheran: Universitas Teheran, 1371 S
  • Sajjadi, Shadiq. Bani Abbas. Teheran: Markaz dairah al-Ma'arif Buzurg-e Islami, 1383 S
  • Sibth bin Jauzi, Yususf bin Qaz Ughli. Tadzkirah al-Khawash min al-Aimmah min Dzikr Khasaish al-Aimmah. Qom: Majma Jahani Ahlebait (as), 1426 HS
  • Suyuti, Abdu al-Rahman bin Abi Bakar. Tarikh al-Khulafa. Perpustakaan Nezad Musthafa al-Baz, tanpa tempat, 1425 HS
  • Syekh Mufid, Muhammad bin Muhammad. al-Irsyad fi Ma'rifah a Hujajillah ala al-Ibad. Qom: Kongres Syekh Mufid, 1413 HS
  • Thabari, Muhammad bin Jarir. Tarikh al-Thabari. Beirut: Dar al-Turats, 1387 HS
  • Thabarsi, Fadhl bin Hasan. A'lam al-Wara bi A'lam al-Huda. Qom: Yayasan Alulbait (as), 1417 HS
  • Ya'qubi, Ahmad bin Abi Ya'qub. Tarikh al-Ya'qubi. Dar al-Shadir, tanpa tahun
  • Yaqut Humawi, Ibnu Abdullah. Mu'jam al-Buldan. Beirut: Dar Shadir, 1995 M
  • Zaidan, Jarji. Tarikh al-Tamaddun al-Islami. Beirut: Dar al-Maktabah al-Hayat, tanpa tahun