Pengguna anonim
Ahmad: Perbedaan antara revisi
tidak ada ringkasan suntingan
imported>Yuwono |
imported>Yuwono Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 42: | Baris 42: | ||
Penekanan pada sosok ayah Khalil sebagai orang pertama pada era Islam yang diberi nama "Ahmad", terlihat dalam sumber-sumber klasik Islam, <ref>Ibnu Nadim, ''al-Fihrist'', hlm.48.</ref> dan dalam kasus ini terkadang terlihat pula klaim kesepakan pendapat. <ref>Ibnu Hajar, ''al-Ishabah'', jld.1, hlm.97.</ref> Catatan-catatan ini menegaskan satu poin historis bahwa pada zaman-zaman kuno sekalipun, para penulis Islam tidak menemukan bukti bahwa pada paruh pertama abad ke-1 H orang-orang yang terlahir muslim diberi nama Ahmad. | Penekanan pada sosok ayah Khalil sebagai orang pertama pada era Islam yang diberi nama "Ahmad", terlihat dalam sumber-sumber klasik Islam, <ref>Ibnu Nadim, ''al-Fihrist'', hlm.48.</ref> dan dalam kasus ini terkadang terlihat pula klaim kesepakan pendapat. <ref>Ibnu Hajar, ''al-Ishabah'', jld.1, hlm.97.</ref> Catatan-catatan ini menegaskan satu poin historis bahwa pada zaman-zaman kuno sekalipun, para penulis Islam tidak menemukan bukti bahwa pada paruh pertama abad ke-1 H orang-orang yang terlahir muslim diberi nama Ahmad. | ||
Dengan mempertimbangkan keterlambatan menyebarnya penamaan dengan Ahmad di kalangan [[ | Dengan mempertimbangkan keterlambatan menyebarnya penamaan dengan Ahmad di kalangan [[Muslimin]] dan beberapa argumen lain, sejumlah peneliti kontemporer berasumsi bahwa kata "Ahmad" di dalam [[Alquran]] seharusnya tidak dianggap sebagai 'Alam tetapi harus dianggap sebagai sifat. Penyimpulan ke-'alaman dari kata ini bermula ketika Nabi saw disamakan dengan Farqalith (Parakletos) yang dijanjikan dalam Injil. <ref>Montgomery Watt, hlm.113.</ref> | ||
Penggunaan kata "Ahmad" untuk Nabi saw di dalam Alquran sekalipun hanya sekedar sifat, demikian juga sejarah nama ini di kalangan orang Arab, bisa dijadikan motivasi yang memadai untuk penamaan dengan "Ahmad" di kalangan umat Islam. Oleh karena itu, jika sejarah pada waktu tertentu telah menunjukkan penamaan dengan Ahmad di kalangan Arab -persis pada masa perpindahan ajaran kuno ke Islam-, maka sebabnya mesti dicari pada asumsi-asumsi awal Islam. Tanpa melihat laporan khusus, adalah mungkin untuk mengatakan bahwa kaum muslimin pada awal Islam sebagaimana telah menghindar dari menggunakan [[kunyah]] Abul Qasim, kunyah Nabi saw <ref>Bukhari, ''Shahih'', jld.2, hlm.14; Muslim bin Hajaj,''Shahih'', hlm.1684-1682</ref> atau sekurang-kurangnya dari menggabungkan nama Muhammad dan kunyah Abul Qasim, <ref>Abu Daud Sajistani, ''Sunan'', jld.4, hlm.292; Tirmidzi, ''Sunan'', jld.5, hlm.136-137; Kulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.21</ref> mereka juga menghindar dari menamai anak-anak mereka dengan "Ahmad". Pemberantasan penghindaran ini dan penyebaran nama Ahmad bahkan dimunculkannya kesunahan nama ini <ref>Khulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.19; Zarqani, ''Syarh al-Mawāhib al-Ladunniah'', jld.5, hlm.301.</ref> tidak lebih aneh dari pada penghindaran dari penggabungan antara nama dan kunyah Muhammad dengan Abul Qasim pada masa [[sahabat]] yang kadang-kadang diberantas pula.<ref>Ibnu Hajar, ''al-Ishabah'', jld.3, hlm.509.</ref> | Penggunaan kata "Ahmad" untuk Nabi saw di dalam Alquran sekalipun hanya sekedar sifat, demikian juga sejarah nama ini di kalangan orang Arab, bisa dijadikan motivasi yang memadai untuk penamaan dengan "Ahmad" di kalangan umat Islam. Oleh karena itu, jika sejarah pada waktu tertentu telah menunjukkan penamaan dengan Ahmad di kalangan Arab -persis pada masa perpindahan ajaran kuno ke Islam-, maka sebabnya mesti dicari pada asumsi-asumsi awal Islam. Tanpa melihat laporan khusus, adalah mungkin untuk mengatakan bahwa kaum muslimin pada awal Islam sebagaimana telah menghindar dari menggunakan [[kunyah]] Abul Qasim, kunyah Nabi saw <ref>Bukhari, ''Shahih'', jld.2, hlm.14; Muslim bin Hajaj,''Shahih'', hlm.1684-1682</ref> atau sekurang-kurangnya dari menggabungkan nama Muhammad dan kunyah Abul Qasim, <ref>Abu Daud Sajistani, ''Sunan'', jld.4, hlm.292; Tirmidzi, ''Sunan'', jld.5, hlm.136-137; Kulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.21</ref> mereka juga menghindar dari menamai anak-anak mereka dengan "Ahmad". Pemberantasan penghindaran ini dan penyebaran nama Ahmad bahkan dimunculkannya kesunahan nama ini <ref>Khulaini, ''al-Kafi'', jld.6, hlm.19; Zarqani, ''Syarh al-Mawāhib al-Ladunniah'', jld.5, hlm.301.</ref> tidak lebih aneh dari pada penghindaran dari penggabungan antara nama dan kunyah Muhammad dengan Abul Qasim pada masa [[sahabat]] yang kadang-kadang diberantas pula.<ref>Ibnu Hajar, ''al-Ishabah'', jld.3, hlm.509.</ref> |