Pengguna anonim
Tauhid: Perbedaan antara revisi
→Makna Tauhid
imported>Hindr Tidak ada ringkasan suntingan |
imported>Hindr |
||
Baris 9: | Baris 9: | ||
Tauhid berasal dari kata “Wa Ha Da”, berartikan mengucapkan satu. <ref>Baihaqi, Jild. 2, hlm. 592. </ref> Dalam Arab baru juga berartikan menyatukan. <ref>''Al-Mu’jam al-Wasit'', di bawah kata Wahada. </ref> Kalimat Wahada - dimana merupakan asal kata wâhid, wahîd, wahd (wahdahu, wahdaka, wahdî) yang diambil darinya - menunjukkan akan satu dan penggunaan kalimat-kalimat ini untuk Allah juga melihat makna ini. <ref>Raghib Ishfahani; Ibn Faris, Ibn Manzur, di bawah kata Ahad, dan Wahada. </ref> | Tauhid berasal dari kata “Wa Ha Da”, berartikan mengucapkan satu. <ref>Baihaqi, Jild. 2, hlm. 592. </ref> Dalam Arab baru juga berartikan menyatukan. <ref>''Al-Mu’jam al-Wasit'', di bawah kata Wahada. </ref> Kalimat Wahada - dimana merupakan asal kata wâhid, wahîd, wahd (wahdahu, wahdaka, wahdî) yang diambil darinya - menunjukkan akan satu dan penggunaan kalimat-kalimat ini untuk Allah juga melihat makna ini. <ref>Raghib Ishfahani; Ibn Faris, Ibn Manzur, di bawah kata Ahad, dan Wahada. </ref> | ||
Menurut hadis, [[Rasulullah Saw]] memakai kata tauhid dengan arti akreditasi kalimat La Ilaha Illa Allah Wahdahu la | Menurut hadis, [[Rasulullah Saw]] memakai kata tauhid dengan arti akreditasi kalimat ''La Ilaha Illa Allah Wahdahu la Syarikalah'' dan semisalnya. <ref>Semisalnya rujuklah Ibn Babawaih, hlm. 20, h. 8, hlm. 22-23, h. 15 dan 17. </ref> Penggunaan ini juga terdapat dalam hadis-hadis [[Imam-imam Syiah|para Imam]]. <ref>Semisalnya rujuklah, Ibn Babawaih, hlm. 42, 90. </ref> | ||
Sejak abad kedua dan seterusnya, penggunaan kata tauhid dalam makna ini dan | Sejak abad kedua dan seterusnya, penggunaan kata tauhid dalam makna ini dan selanjutnya, marak dalam pengisyarahan sekumpulan pembahasan-pembahasan yang terkait dengan wujud, sifat dan perbuatan Allah dan dalam hadis [[Syiah]] juga dipakai dalam makna luas ini. <ref>Semisalnya rujuklah, Ibn Babawaih, hlm. 56-58, 76-77, 94-98. </ref> | ||
Selanjutnya, perkembangan makna ini menjadi dasar penyusunan karya buku dengan judul Kitab al-Tauhid, yang membahas tentang ajaran-ajaran ini. Bahkan ilmu kalam (teologi) dinamakan dengan ilmu al-Tauhid dan terkadang ilmu al-Tauhid wa al-Sifat, karena pembahasan paling mendasarnya adalah pembahasan tauhid. <ref>Semisalnya rujuklah, Taftazani, jild. 4, hlm. 6, 11; Tahanawi, jild. 1, hlm. 22, jild. 2, hlm. 1470; Abduh, hlm. 43. D. Islam, cet,. 2, di bawah kata; ''Dāirah al-Ma’ārif al-Islāmiah'', di bawah “al-Tauhid, Ilm”. </ref> | Selanjutnya, perkembangan makna ini menjadi dasar penyusunan karya buku dengan judul Kitab ''al-Tauhid'', yang membahas tentang ajaran-ajaran ini. Bahkan ilmu kalam (teologi) dinamakan dengan ''ilmu al-Tauhid'' dan terkadang ''ilmu al-Tauhid wa al-Sifat'', karena pembahasan paling mendasarnya adalah pembahasan tauhid. <ref>Semisalnya rujuklah, Taftazani, jild. 4, hlm. 6, 11; Tahanawi, jild. 1, hlm. 22, jild. 2, hlm. 1470; Abduh, hlm. 43. D. Islam, cet,. 2, di bawah kata; ''Dāirah al-Ma’ārif al-Islāmiah'', di bawah “al-Tauhid, Ilm”. </ref> | ||
==Kedudukan Tauhid dalam Agama Islam== | ==Kedudukan Tauhid dalam Agama Islam== |