Lompat ke isi

Had Zina

Prioritas: b, Kualitas: b
Dari wikishia

Furu'uddin

Salat

Wajib: Salat JumatSalat IdSalat AyatSalat Mayit


Ibadah-ibadah lainnya
PuasaKhumusZakatHajiJihadAmar Makruf dan Nahi MungkarTawalliTabarri


Hukum-hukum bersuci
WudhuMandiTayammumNajasatMuthahhirat


Hukum-hukum Perdata
PengacaraWasiatGaransiJaminanWarisan


Hukum-hukum Keluarga
PerkawinanPerkawinan TemporerPoligamiTalakMaharMenyusuiJimakKenikmatanMahram


Hukum-hukum Yudisial
Putusan HakimBatasan-batasan hukumKisas


Hukum-hukum Ekonomi
Jual Beli (penjualan)SewaKreditRibaPinjaman


Hukum-hukum Lain
HijabSedekahNazarTaklidMakanan dan MinumanWakaf


Pranala Terkait
BalighFikihHukum-hukum SyariatBuku Panduan Fatwa-fatwaWajibHaramMustahabMubahMakruhDua Kalimat Syahadat

Had Zina (bahasa Arab:حدّ الزنا) adalah hukuman dalam Islam untuk hubungan seksual tidak sah antara laki-laki dan perempuan. Hukuman zina, berdasarkan berbagai kondisi, dilaksanakan dalam tiga bentuk: hukuman mati, rajam dan cambuk. Hukuman zina dijalankan jika pelaku zina memenuhi syarat-syarat seperti baligh, akal sehat, kemauan sendiri dan kesadaran akan keharaman zina. Pembuktian zina untuk pelaksanaan hukuman dapat dilakukan melalui pengakuan pelaku atau bayinah, yaitu kesaksian para saksi.

Hukuman mati diterapkan untuk kasus-kasus seperti, zina dengan mahram dan pemerkosaan, rajam untuk pezina yang muhshan, dan cambuk untuk mereka yang tidak memiliki akses hubungan seksual yang halal. Untuk laki-laki yang telah menikah tetapi belum berhubungan intim dengan istrinya, selain cambuk, juga diberlakukan pengasingan selama satu tahun dan pencukuran rambut kepala. Allamah Thabathabai, seorang filsuf Syiah, menyatakan bahwa tujuan utama hukuman ini adalah pencegahan kerusakan ditengah masyarakat.

Menurut para ahli fikih Syiah, pelaksanaan had zina berada di tangan Imam Maksum as atau wakilnya. Terdapat perbedaan pendapat mengenai pelaksanaan Had pada masa Kegaiban Imam Mahdi as: Sebagian ahli fikih meyakini bahwa hal ini menjadi tanggung jawab fakih jami' al-Syaraith, sementara yang lain berpendapat bahwa pelaksanaan Had dihentikan selama masa kegaiban Imam Mahdi as.

Pengenalan dan Kedudukan Pembahasan

Had zina adalah hukuman dalam fikih Islam yang ditetapkan untuk hubungan seksual tidak sah antara laki-laki dan perempuan.[1] Hukuman ini bervariasi tergantung pada detail-detail yang terkait dengannya.[2]

Al-Qur'an dalam ayat 2 Surah An-Nur menyebutkan hukuman bagi pezina. Menurut Allamah Thabathabai, berdasarkan ayat ini, dalam pelaksanaan Had zina tidak boleh dilakukan dengan sikap lemah lembut, karena hikmah di balik hukuman ini adalah pencegahan dosa, yang hanya tercapai dengan ketegasan dalam pelaksanaannya.[3]

Terkait hukuman zina, terdapat riwayat-riwayat tentang pentingnya[4] dan tata cara pelaksanaannya.[5] Syekh Kulaini dalam Al-Kafi meriwayatkan hadis-hadis tentang Had zina dalam 19 bab.[6] Para ahli fikih Syiah juga membahas Had zina dalam pembahasan terkait hukuman dosa-dosa.[7] Dalam Undang-Undang Hukum Pidana Iran, pasal 221 hingga 232 mengatur hukuman untuk tindakan zina.[8]

Syarat-Syarat Wajibnya Had Zina

Para ahli fikih Syiah menyatakan bahwa Had zina bergantung pada terpenuhinya seluruh syarat berikut:

  • Baligh: Pelaku zina telah mencapai usia baligh secara syar’i.[9]
  • Berakal: Tidak gila.[10]
  • Kemauan sendiri: Tidak dipaksa melakukan zina.[11]
  • Kesadaran akan keharaman: Menyadari bahwa perbuatan ini haram.[12]
  • Terjadi persetubuhan: Alat kelamin laki-laki masuk ke dalam vagina atau anus perempuan seukuran tempat khitan atau lebih.[13]
  • Hubungan tidak sah: Tidak ada ikatan suami-istri atau kepemilikan budak antara keduanya.[14]
  • Kesadaran akan identitas pasangan: Jika seseorang melakukan hubungan intim dengan keyakinan bahwa pasangannya adalah istrinya (Wath'u al-Syubhah), perbuatannya tidak dianggap zina.[15]

Metode Pembuktian Zina

Menurut fatwa para ahli fikih, terdapat dua cara untuk membuktikan zina, yaitu pengakuan pelaku dan saksi syar'i. Masing-masing metode memiliki syarat-syarat tertentu:

  • Pengakuan: Pembuktian zina melalui pengakuan mensyaratkan pengakuan pelaku sebanyak empat kali.[16]
  • Bayyinah: Pembuktian zina dengan bayyinah mensyaratkan kesaksian empat orang laki-laki atau, jika tidak ada, menurut pendapat yang masyhur, tiga laki-laki dan dua perempuan.[17] Dengan kesaksian dua laki-laki dan empat perempuan, hanya hukuman cambuk yang berlaku, bukan rajam.[18] Kesaksian para saksi hanya dapat menjadi bukti jika semua syarat wajibnya Had, seperti persetubuhan sempurna, kesadaran akan identitas pasangan, dan sebagainya, dapat dipahami dari kesaksian mereka. Jika tidak, para saksi akan dihukum Had Qadzaf karena tuduhan palsu.[19]

Menurut fatwa-fatwa fikih, disunahkan bagi para saksi untuk tidak memberikan kesaksian tentang zina. Selain itu, disunahkan bagi hakim untuk mengisyaratkan dan mendorong mereka untuk tidak bersaksi.[20]

Jenis-Jenis Had Zina

Dalam fikih Syiah, berdasarkan karakteristik pelaku zina dan kondisi lainnya, terdapat tiga jenis hukuman untuk zina:

Hukuman Mati

Dalam beberapa kasus, hukuman zina adalah hukuman mati:

  • Zina dengan mahram Nasabi (seperti ibu dan anak perempuan).[21] Menurut sebagian pendapat, mahram Sababi dan mahram Radha’i juga memiliki hukum yang sama;[22]
  • Zina seorang kafir dzimmi dengan perempuan Muslimah;[23]
  • Pemerkosaan;[24]
  • Zina seorang laki-laki dengan istri ayahnya;[25]
  • Laki-laki atau perempuan merdeka yang tidak memenuhi syarat ihshan (Iffah) dan melakukan zina lebih dari dua atau tiga kali, dengan syarat mereka telah dihukum setiap kali melakukan zina.[26]

Hukum Rajam

Jika laki-laki dan perempuan pezina adalah Muhshan (sudah pernah menikah secara sah), hukuman mereka adalah rajam.[27] Jika salah satunya bukan muhshan, hukumannya berbeda.[28]

Cambuk, Pengasingan dan Mencukur Rambut


Laki-laki atau perempuan baligh dan berakal yang tidak memiliki akses hubungan badan secara halal, jika berzina akan menerima 100 kali cambukan.[29] Budak, baik muhshan maupun tidak, menerima 50 kali cambukan.[30]

Untuk laki-laki baligh dan berakal yang sudah menikah tetapi belum berhubungan intim dengan istrinya, terdapat hukuman lebih berat. Mereka akan dicukur rambutnya dan diasingkan selama satu tahun setelah dicambuk.[31] Menurut pendapat masyhur, perempuan tidak diasingkan dan tidak dicukur rambutnya.[32]

Siapa yang Berwenang Menjalankan Had Zina?

Menurut pandangan fukaha Syiah, di masa kehadiran Imam Maksum as, kewajiban pelaksanaan Had Syar'i termasuk Had zina berada di tangan Imam atau orang yang ditunjuk oleh Imam.[33] Terdapat perbedaan pendapat mengenai pelaksanaan Had pada masa kegaiban Imam Mahdi as:

  • Sebagian berpendapat fakih jami' al-syaraith yang menjalankan Had syar'i.[34]
  • Kelompok lain berpendapat bahwa pelaksanaan Had khusus untuk Imam Maksum as dan pada masa kegaiaban, fakih tidak dapat menjalankan hukum-hukum ini.[35]
  • Sebagian ulama juga bersikap abstain dalam hal ini dan tidak memberikan pendapat pasti.[36]

Tata Cara Pelaksanaan Had Zina

Dalam sumber-sumber fikih, disebutkan adab-adab pelaksanaan Had zina:

  • Tubuh laki-laki, kecuali aurat, harus terbuka saat hukuman cambuk atau rajam.[37]
  • Pakaian perempuan harus rapat agar tidak terlihat saat dicambuk atau dirajam.[38]
  • Untuk pelaksanaan hukum rajam, harus digali lubang untuk menempatkan terpidana.[39]
  • Saat hukum cambuk, para saksi harus ikut serta dalam pelaksanaan Had.[40]
  • Laki-laki dicambuk dalam posisi berdiri, sedangkan perempuan dalam posisi duduk.[41]
  • Cambukan harus dilakukan dengan keras pada berbagai bagian tubuh, kecuali kepala, wajah dan aurat.[42]
  • Sekelompok Muslim harus menyaksikan pelaksanaan Had.[43]
  • Dalam hukum rajam, jika dibuktikan dengan kesaksian, para saksi harus melempar batu pertama.[44]

Catatan Kaki

  1. Hasyimi Syahrudi, Farhang-e Fiqh Muthabiq Madzhab Ahli bait as, 1382 H, jld.4, hlm. 294.
  2. Hasyimi Syahrudi, Farhang-e Fiqh Muthabiq Madzhab Ahli bait as, 1382 H, jld.4, hlm. 294.
  3. Thabathabai, Al-Mizan fi Tafsir al-Quran, 1352 H, jld.15, hlm. 78.
  4. Lihat contoh: Kulaini, Al-Kafi, 1407 H, jld.7, hlm. 175–176; Syekh Hurr Amili, Wasail al-Syiah, 1409 H, jld.28, hlm. 67.
  5. Lihat contoh: Qummi, Tafsir Qummi, 1404 H, jld.2, hlm. 96; Ibnu Hayyun, Da’aim al-Islam, 1385 H, jld.2, hlm. 451–452.
  6. Kulaini, Al-Kafi, 1407 H, jld.7, hlm. 176–198.
  7. Lihat contoh: Allamah Majlisi, Hudud, Qishash wa Diyat, Jami’ah Mudarrisin, hlm. 13–20; Khui, Mausu’ah al-Imam al-Khui, 1418 H, jld.41, hlm. 203–277; Gulpaygani, Al-Durr al-Mandhud fi Ahkam al-Hudud, Dar Al-Quran al-Karim, jld.1, hlm. 26–498.
  8. Undang-Undang Hukum Pidana Islam, Sistem Nasional Hukum dan Peraturan Republik Islam Iran.
  9. Lihat contoh: Muhaqqiq Hilli, 'Syarayi' al-Islam fi Masa’il al-Halal wa al-Haram, 1408 H, jld.4, hlm. 137; Muhaqqiq Hilli, Al-Mukhtashar al-Nafi’ fi Fiqh al-Imamiyah, 1376 H, jld.1, hlm. 213; Allamah Hilli, Qawa’id al-Ahkam, 1413 H, jld.3, hlm. 521.
  10. Lihat contoh: Muhaqqiq Hilli, Al-Mukhtashar al-Nafi’ fi Fiqh al-Imamiyah, 1376 H, jld.1, hlm. 213; Allamah Hilli, Qawa’id al-Ahkam, 1413 H, jld.3, hlm. 521.
  11. Lihat contoh: Muhaqqiq Hilli, Syarayi' al-Islam fi Masa’il al-Halal wa al-Haram, 1408 H, jld.4, hlm. 137; Muhaqqiq Hilli, Al-Mukhtashar al-Nafi’ fi Fiqh al-Imamiyah, 1376 H, jld.1, hlm. 213; Allamah Hilli, Qawa’id al-Ahkam, 1413 H, jld.3, hlm. 521.
  12. Lihat contoh: Muhaqqiq Hilli, Syarayi' al-Islam fi Masa’il al-Halal wa al-Haram, 1408 H, jld.4, hlm. 137; Muhaqqiq Hilli, Al-Mukhtashar al-Nafi’ fi Fiqh al-Imamiyah, 1376 H, jld.1, hlm. 213; Allamah Hilli, Qawa’id al-Ahkam, 1413 H, jld.3, hlm. 521.
  13. Lihat contoh: Muhaqqiq Hilli, Syarayi' al-Islam fi Masa’il al-Halal wa al-Haram, 1408 H, jld.4, hlm. 136; Muhaqqiq Hilli, Al-Mukhtashar al-Nafi’ fi Fiqh al-Imamiyah, 1376 H, jld.1, hlm. 213; Allamah Hilli, Qawa’id al-Ahkam, 1413 H, jld.3, hlm. 521.
  14. Lihat contoh: Muhaqqiq Hilli, Syarayi' al-Islam fi Masa’il al-Halal wa al-Haram, 1408 H, jld.4, hlm. 136; Muhaqqiq Hilli, Al-Mukhtashar al-Nafi’ fi Fiqh al-Imamiyah, 1376 H, jld.1, hlm. 213; Allamah Hilli, Qawa’id al-Ahkam, 1413 H, jld.3, hlm. 521.
  15. Lihat contoh: Muhaqqiq Hilli, Syarayi' al-Islam fi Masa’il al-Halal wa al-Haram, 1408 H, jld.4, hlm. 136; Muhaqqiq Hilli, Al-Mukhtashar al-Nafi’ fi Fiqh al-Imamiyah, 1376 H, jld.1, hlm. 213; Allamah Hilli, Qawa’id al-Ahkam, 1413 H, jld.3, hlm. 521.
  16. Muhaqqiq Hilli, Syarayi' al-Islam, 1408 H, jld.4, hlm. 138–139; Khomeini, Tahrir al-Wasilah, 1408 H, jld.2, hlm. 459.
  17. Muhaqqiq Hilli, Syarayi' al-Islam, 1408 H, jld.4, hlm. 139.
  18. Muhaqqiq Hilli, Syarayi' al-Islam, 1408 H, jld.4, hlm. 139.
  19. Khomeini, Tahrir al-Wasilah, 1408 H, jld.2, hlm. 461.
  20. Shahib Jawahir, Jawahir al-Kalam, Dar Ihya’ al-Turats al-Arabi, jld.41, hlm. 307.
  21. Shahib Jawahir, Jawahir al-Kalam, Dar Ihya’ al-Turats al-Arabi, jld.41, hlm. 309.
  22. Khui, Mausu’ah al-Imam al-Khui, 1418 H, jld.41, hlm. 233.
  23. Shahib Jawahir, Jawahir al-Kalam, Dar Ihya’ al-Turats al-Arabi, jld.41, hlm. 313; Khui, Mausu’ah al-Imam al-Khui, 1418 H, jld.41, hlm. 234.
  24. Shahib Jawahir, Jawahir al-Kalam, Dar Ihya’ al-Turats al-Arabi, jld.41, hlm. 315; Khui, Mausu’ah al-Imam al-Khui, 1418 H, jld.41, hlm. 235.
  25. Shahib Jawahir, Jawahir al-Kalam, Dar Ihya’ al-Turats al-Arabi, jld.41, hlm. 316.
  26. Shahib Jawahir, Jawahir al-Kalam, Dar Ihya’ al-Turats al-Arabi, jld.41, hlm. 331–332.
  27. Tabrizi, Asas al-Had wa al-Ta'zirat, 1376 H, hlm. 107.
  28. Shahib Jawahir, Jawahir al-Kalam, Dar Ihya' al-Turats al-Arabi, jilid 41, hlm. 318-322.
  29. Subhani Tabrizi, Al-Had wa al-Ta'zirat fi al-Syari'ah al-Islamiyyah al-Ghara', 1432 H, hlm. 112.
  30. Shahib Jawahir, Jawahir al-Kalam, Dar Ihya' al-Turats al-Arabi, jld.41, hlm. 329.
  31. Gulpaygani, Al-Durr al-Mandhud fi Ahkam al-Had, Dar Al-Qur'an al-Karim, jld.1, hlm. 299-300.
  32. Shahib Jawahir, Jawahir al-Kalam, Dar Ihya' al-Turats al-Arabi, jld.41, hlm. 328-329; Subhani Tabrizi, Al-Had wa al-Ta'zirat fi al-Syari'ah al-Islamiyyah al-Ghara', 1432 H, hlm. 118.
  33. Shahib Jawahir, Jawahir al-Kalam, Dar Ihya' al-Turats al-Arabi, jld.21, hlm. 386.
  34. Lihat contoh: Syekh Mufid, Al-Muqni'ah, 1410 H, hlm. 810; Syahid Awwal, Al-Lum'ah al-Dimisyqiyyah, 1410 H, hlm. 46; Imam Khomeini, Tahrir al-Wasilah, 1408 H, jld.1, hlm. 482; Khamenei, Ajwibah al-Istifta'at, 1415 H, jld.1, hlm. 25.
  35. Lihat contoh: Ibnu Zahrah, Ghunyat al-Nuzu', Muassasah al-Imam al-Shadiq as, hlm. 425; Ibnu Idris, Al-Sara'ir, 1410 H, jld.2, hlm. 25; Khansari, Jami' al-Madarik, 1355 H, jld.5, hlm. 411-412.
  36. Lihat contoh: Allamah Hilli, Muntaha al-Mathalib, 1412 H, jld.2, hlm. 994; Mirza Qummi, Jami' al-Syatat fi Ajwibat al-Su'alat, 1371 H, jld.1, hlm. 395.
  37. Abu al-Shalah Halabi, Al-Kafi fi al-Fiqh, 1403 H, hlm. 407.
  38. Abu al-Shalah Halabi, Al-Kafi fi al-Fiqh, 1403 H, hlm. 407.
  39. Abu al-Shalah Halabi, Al-Kafi fi al-Fiqh, 1403 H, hlm. 407.
  40. Abu al-Shalah Halabi, Al-Kafi fi al-Fiqh, 1403 H, hlm. 407.
  41. Abu al-Shalah Halabi, Al-Kafi fi al-Fiqh, 1403 H, hlm. 407.
  42. Syekh Thusi, Al-Khilaf, 1407 H, jld. 5, hlm. 374.
  43. Syekh Thusi, Al-Khilaf, 1407 H, jld. 5, hlm. 374.
  44. Abu al-Shalah Halabi, Al-Kafi fi al-Fiqh, 1403 H, hlm. 407; Syekh Thusi, Al-Khilaf, 1407 H, jld. 5, hlm. 376.

Daftar Pustaka

  • Abu al-Shalah Halabi, Taqi bin Najm. Al-Kafi fi al-Fiqh. Diteliti: Rida Ustadi. Isfahan: Maktabah Imam Amir al-Mu'minin Ali as, cetakan pertama, 1403 H.
  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Muntaha al-Mathalib. Masyhad: Majma' al-Buhuts al-Islamiyyah, 1412 H.
  • Allamah Hilli, Hasan bin Yusuf. Qawa'id al-Ahkam. Qom: Jami'ah Mudarrisin Hauzah Ilmiyyah Qom, 1413 H.
  • Allamah Majlisi, Muhammad Baqir. Hudud, Qishash wa Diyat. Qom: Jami'ah Mudarrisin Hauzah Ilmiyyah Qom, tanpa tahun.
  • Gulpaygani, Sayid Muhammad Ridha. Al-Durr al-Mandhud fi Ahkam al-Hudud. Qom: Dar al-Qur'an al-Karim, tanpa tahun.
  • Hasyimi Syahrudi, Sayid Mahmoud. Farhang-e Fiqh bar Mothabeq Mazhab-e Ahl-e Bayt as. Qom: Muassasah Dairat al-Ma'arif Fiqh Islami bar Mazhab Ahl al-Bayt as, 1382 H.
  • Ibnu Hayyun, Nu'man bin Muhammad al-Maghribi. Da'a'im al-Islam wa Dzikr al-Halal wa al-Haram wa al-Qadaya wa al-Ahkam. Qom: Muassasah Al al-Bayt as, 1385 H.
  • Ibnu Idris. Al-Sara'ir. Qom: Muassasah al-Nashr al-Islami, cetakan ke-2, 1410 H.
  • Ibnu Zahrah. Ghunyat al-Nuzu'. Qom: Muassasah al-Imam al-Shadiq as, tanpa tahun.
  • Khamenei, Sayid Ali. "Ajwibat al-Istifta'at". Kuwait: Dar al-Naba', cetakan pertama, 1415 H.
  • Khansari, Sayid Ahmad. Jami' al-Madarik". Teheran: Maktabah al-Shaduq, cetakan ke-2, 1355 H.
  • Khomeini, Sayid Ruhullah. Tahrir al-Wasilah". Dar al-Kutub al-Ilmiyyah: Ismailiyan, 1408 H.
  • Khui, Sayid Abul Qasim. Mausu'ah al-Imam al-Khui. Qom: Muassasah Ihya' Atsar al-Imam al-Khui, 1418 H.
  • Kulaini, Muhammad bin Ya'qub. Al-Kafi. Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1407 H.
  • Mirza Qommi. Jami' al-Syatat fi Ajwibat al-Su'alat. Teheran: Penerbit Kayhan, 1371 H.
  • Muhaqqiq Hilli, Ja'far bin Hasan. Al-Mukhtashar al-Nafi' fi Fiqh al-Imamiyyah. Qum: Mathbu'at Dini, 1376 H.
  • Muhaqqiq Hilli, Ja'far bin Hasan. Syarayi' al-Islam fi Masa'il al-Halal wa al-Haram. Qom: Ismailiyan, 1408 H.
  • Qommi, Ali bin Ibrahim. Tafsir Qummi. Qom: Dar al-Kitab, 1404 H.
  • Shahib Jawahir, Muhammad Hasan. Jawahir al-Kalam. Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-Arabi, tanpa tahun.
  • Subhani Tabrizi, Ja'far. "Al-Hudud wa al-Ta'zirat fi al-Syari'ah al-Islamiyyah al-Ghara. Qom: Muassasah al-Imam al-Shadiq as, 1432 H.
  • Syahid Awwal. Al-Lum'ah al-Dimisyqiyyah. Beirut: Dar al-Turats, cetakan pertama, 1410 H.
  • Syekh Hurr Amili, Muhammad bin Hasan. Wasail al-Syiah. Qom: Muassasah Al al-Bayt as, 1409 H.
  • Syekh Mufid. Al-Muqni'ah. Qom: Muassasah al-Nashr al-Islami, 1410 H.
  • Thabarsi, Fadhl bin Hasan. Majma' al-Bayan. Diteliti: Sekelompok penelaah. Beirut: Muassasah al-A'lami, cetakan pertama, 1415 H.
  • Thabathabai, Sayid Muhammad Husain. Al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an. Beirut: Al-A'lami li al-Mathbu'at, 1352 H.
  • *"Undang-Undang Hukum Pidana Islam disahkan 1392/2/1 oleh Komisi Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Majlis"*. Sistem Nasional Hukum dan Peraturan Republik Islam Iran, diakses 19 Azar 1403 H.