Lompat ke isi

Berpakaian Hitam: Perbedaan antara revisi

Baris 8: Baris 8:


==Warna hitam, simbol duka dan kesayyidan==
==Warna hitam, simbol duka dan kesayyidan==
Mengenakan pakaian berwarna hitam dianggap sebagai tanda duka dan kesedihan dalam kebiasaan masyarakat. Oleh karena itu, kaum Syiah dan pecinta Ahlulbait as mengenakan pakaian hitam dan menutupi pintu dan dinding dengan warna hitam [1] pada hari berkabung untuk para pembesar agama, terutama Imam Husain as. Ali Abu al-Hasani (W. 1390 HS) sejarawan Syiah dari penjelasan Imam Shadiq as terkait penggunaan pakaian hitam yang dilakukan perempuan yang sedang berduka atas suaminya[2] dan menyebut Idul Ghadir sebagai hari melepas pakaian hitam,[3] sedemikian rupa sehingga para imam juga menekankan karakteristik alami dari warna hitam, yaitu kesedihan dan kedukaan. [4]
Mengenakan pakaian berwarna hitam dianggap sebagai tanda duka dan kesedihan dalam kebiasaan masyarakat. Oleh karena itu, kaum Syiah dan pecinta Ahlulbait as mengenakan pakaian hitam dan menutupi pintu dan dinding dengan warna hitam<ref> Abu al-Hasani, ''Siyahpush dar Sug-e Aemmeh Nur'', hlm. 51.</ref> pada hari berkabung untuk para pembesar agama, terutama Imam Husain as. Ali Abu al-Hasani (W. 1390 HS) sejarawan Syiah dari penjelasan Imam Shadiq as terkait penggunaan pakaian hitam yang dilakukan perempuan yang sedang berduka atas suaminya<ref>Ibnu Hayun, ''Da'aim al-Islam'', jld. 2, hlm. 291.</ref> dan menyebut Idul Ghadir sebagai hari melepas pakaian hitam,<ref> Sayid Ibnu Thawus, ''Iqbal al-A'mal'', jld. 1, hlm. 464.</ref> sedemikian rupa sehingga para imam juga menekankan karakteristik alami dari warna hitam, yaitu kesedihan dan kedukaan.<ref> Abu al-Hasani, ''Siyahpush dar Sug-e Aemmeh Nur'', hlm. 42.</ref>


Selain itu, warna hitam juga menyimbolkan kekaguman, keagungan, dan superioritas. Menurut Abul Hasani, berdasarkan ciri-ciri inilah Nabi Muhammad saw dan Ahlulbait as mengenakan sorban hitam pada acara-acara khusus seperti Ghadir, sehingga sorban Sadat (keturunan Nabi) juga berwarna hitam mengikuti mereka.[5]
Selain itu, warna hitam juga menyimbolkan kekaguman, keagungan, dan superioritas. Menurut Abul Hasani, berdasarkan ciri-ciri inilah Nabi Muhammad saw dan Ahlulbait as mengenakan sorban hitam pada acara-acara khusus seperti Ghadir, sehingga sorban Sadat (keturunan Nabi) juga berwarna hitam mengikuti mereka.<ref> Abu al-Hasani, ''Siyahpush dar Sug-e Aemmeh Nur'', hlm. 32-37.</ref>


'''Tradisi Pakaian Hitam dalam Upacara Duka'''
'''Tradisi Pakaian Hitam dalam Upacara Duka'''


Menurut Muhsin Hassam Madzahiri dalam kitab Farhang Saug Syi’i, orang-orang yang berkabung mengenakan pakaian berwarna hitam pada hari berkabung dengan adat dan upacara khusus serta menutupi pintu dan dinding-dinding tempat berkabung dengan kain hitam yang biasanya padanya tertulis syiar-syiar, teks-teks keagamaan, nama imam-imam  dan syuhada Karbala. Acara inipun disebut dengan “balutan hitam”.[6]
Menurut Muhsin Hassam Madzahiri dalam kitab Farhang Saug Syi’i, orang-orang yang berkabung mengenakan pakaian berwarna hitam pada hari berkabung dengan adat dan upacara khusus serta menutupi pintu dan dinding-dinding tempat berkabung dengan kain hitam yang biasanya padanya tertulis syiar-syiar, teks-teks keagamaan, nama imam-imam  dan syuhada Karbala. Acara inipun disebut dengan “balutan hitam”.<ref> Mazhahiri, ''Farhangg-e Sug-e Syi'i'', hlm. 296.</ref>


Acara lainnya diadakan di beberapa kota Azerbaijan, seperti di Tabriz dan Khalkhal, dengan tajuk pita kerah (dalam bahasa Turki: Yakha Baghlama) pada hari ketiga pasca syahidnya [[Imam Husain as]] (12 Muharam). Dalam acara ini, sebagai tanda berakhirnya masa berkabung 10 hari pertama Muharram, para lelaki tua mengikatkan kancing kerah kemeja hitam para pelayat yang dibuka untuk menunjukkan keadaan pelayat.[7]
Acara lainnya diadakan di beberapa kota Azerbaijan, seperti di Tabriz dan Khalkhal, dengan tajuk pita kerah (dalam bahasa Turki: Yakha Baghlama) pada hari ketiga pasca syahidnya [[Imam Husain as]] (12 Muharam). Dalam acara ini, sebagai tanda berakhirnya masa berkabung 10 hari pertama Muharram, para lelaki tua mengikatkan kancing kerah kemeja hitam para pelayat yang dibuka untuk menunjukkan keadaan pelayat.[7]
1.795

suntingan