Lompat ke isi

Hadis Tsaqalain: Perbedaan antara revisi

33 bita ditambahkan ,  3 Mei 2023
tidak ada ringkasan suntingan
imported>Ali al-Hadadi
imported>Hinduwan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 12: Baris 12:
  | Artikel pilihan = 9 Oktober 2017
  | Artikel pilihan = 9 Oktober 2017
}}}}</onlyinclude>
}}}}</onlyinclude>
'''Hadis Tsaqalain''' (bahasa Arab: {{ia|حديث الثقلين}}) adalah sebuah hadis yang sangat masyhur dan ''mutawatir'' dari [[Nabi Muhammad saw]] yang bersabda, ''"Sesungguhnya kutinggalkan dua pusaka bagi kalian, Kitab Allah ([[Alquran]]) dan itrahku ([[Ahlulbait]]). Keduanya tidak akan terpisah sampai hari kiamat."''
'''Hadis Tsaqalain''' (bahasa Arab: {{ia|حديث الثقلين}}) adalah sebuah hadis yang sangat masyhur dan ''mutawatir'' dari [[Nabi Muhammad saw]] yang bersabda, ''"Sesungguhnya kutinggalkan dua pusaka bagi kalian, Kitab Allah ([[Al-Qur'an]]) dan itrahku ([[Ahlulbait]]). Keduanya tidak akan terpisah sampai hari kiamat."''


Hadis ini diterima oleh seluruh kaum [[Muslimin]] baik [[Syiah]] maupun [[Sunni]], dan tertulis dalam kitab-kitab hadis dari kedua mazhab besar tersebut.
Hadis ini diterima oleh seluruh kaum [[Muslimin]] baik [[Syiah]] maupun [[Sunni]], dan tertulis dalam kitab-kitab hadis dari kedua mazhab besar tersebut.
Bagi [[muslim]] Syiah, hadis ini merupakan pegangan utama untuk menguatkan doktrin pentingnya keimamahan, menguatkan dalil kemaksuman [[Imam-imam as|para Imam as]] dan juga sebagai dalil yang menetapkan keharusan adanya imam pada setiap zaman.
Bagi [[muslim]] Syiah, hadis ini merupakan pegangan utama untuk menguatkan doktrin pentingnya keimamahan, menguatkan dalil kemaksuman [[Imam-imam as|para Imam as]] dan juga sebagai dalil yang menetapkan keharusan adanya imam pada setiap zaman.


Baris 31: Baris 32:
''"seakan-akan ajalku sudah mendekat. Sesungguhnya telah aku tinggalkan pada kalian dua hal yang sangat berharga, yang salah satu  lebih besar dari yang lainnya, (yaitu) Kitab Allah dan keturunanku (itrahku) Ahlulbaitku. maka lihat dan perhatikan bagaimana kalian memperlakukan keduanya. Sungguh keduanya tidak akan terpisah sampai kalian menemuiku di tepi telaga (al-Haudh).”''<ref>Nasai, ''al-Sunan al-Kubra'', jld. 5, hlm. 45.</ref>
''"seakan-akan ajalku sudah mendekat. Sesungguhnya telah aku tinggalkan pada kalian dua hal yang sangat berharga, yang salah satu  lebih besar dari yang lainnya, (yaitu) Kitab Allah dan keturunanku (itrahku) Ahlulbaitku. maka lihat dan perhatikan bagaimana kalian memperlakukan keduanya. Sungguh keduanya tidak akan terpisah sampai kalian menemuiku di tepi telaga (al-Haudh).”''<ref>Nasai, ''al-Sunan al-Kubra'', jld. 5, hlm. 45.</ref>


==Sumber dan Sanad Hadis==
==Sumber dan Sanad Hadis==
Hadis Tsaqalain dinukil dalam sumber-sumber hadis [[Syiah]] dan [[Sunni]] meski diriwayatkan dengan jalur yang berbeda, dan dengan bunyi teks yang beragam dari beberapa sahabat Nabi saw.<ref>Lihat: Bahrani, ''Ghayat al-Maram'', jld. 2, hlm. 304-367; Syusytari, ''Ihqaq al-Haq'', jld. 9, hlm. 309-375 dan jld. 18, hlm. 261-289.</ref> Beberapa teolog Syiah menganggap hadis ini mutawatir.<ref>Ibnu Athiyah, ''Abhi al-Madad'', jld. 1, hlm. 130; Bahrani, ''Manar al-Huda'', hlm. 670.</ref> Menurut Mulla Shaleh Mazandarani, Syiah dan Ahlisunah bersepakat terkait kandungan dan kebenaran hadis ini.<ref> Mazandarani, ''Syarh al-Kafi'', jld. 6, hlm. 124.</ref>
Hadis Tsaqalain dinukil dalam sumber-sumber hadis [[Syiah]] dan [[Sunni]] meski diriwayatkan dengan jalur yang berbeda, dan dengan bunyi teks yang beragam dari beberapa sahabat Nabi saw.<ref>Lihat: Bahrani, ''Ghayat al-Maram'', jld. 2, hlm. 304-367; Syusytari, ''Ihqaq al-Haq'', jld. 9, hlm. 309-375 dan jld. 18, hlm. 261-289.</ref> Beberapa teolog Syiah menganggap hadis ini mutawatir.<ref>Ibnu Athiyah, ''Abhi al-Madad'', jld. 1, hlm. 130; Bahrani, ''Manar al-Huda'', hlm. 670.</ref> Menurut Mulla Shaleh Mazandarani, Syiah dan Ahlisunah bersepakat terkait kandungan dan kebenaran hadis ini.<ref> Mazandarani, ''Syarh al-Kafi'', jld. 6, hlm. 124.</ref>


Baris 57: Baris 58:
Ulama-ulama Syiah yang secara khusus membahas hadis Tsaqalain dalam karya-karya mereka diantaranya terdapat dalam kitab-kitab berikut:
Ulama-ulama Syiah yang secara khusus membahas hadis Tsaqalain dalam karya-karya mereka diantaranya terdapat dalam kitab-kitab berikut:


''Hadits Tsaqalain'' sebuah buku yang ditulis dengan berbahasa Persia, karya Qawamuddin Muhammad Wesynawi Qumi dan buku ''Sa'ādatu Darain fi Syarhi Haditsu Tsaqalain'', karya Abdul Aziz Dahlawi. dan buku yang ditulis dalam bahasa Arab: seperti ''Hadits Tsaqalain'' karya Najmuddin Askari, ''Hadits Tsaqalain'' karya Sayyid Ali Milani dan ''Hadits Tsaqalain wa Maqāmātu Ahl al-Bait'' karya Ahmad al-Mahwazi.
''Hadits Tsaqalain'' sebuah buku yang ditulis dengan berbahasa Persia, karya Qawamuddin Muhammad Wesynawi Qumi dan''Sa'ādatu Darain fi Syarhi Haditsu Tsaqalain'', karya Abdul Aziz Dahlawi. Beberapa buku yang ditulis dalam bahasa Arab, seperti: ''Hadits Tsaqalain'' karya Najmuddin Askari, ''Hadits Tsaqalain'' karya Sayyid Ali Milani dan ''Hadits Tsaqalain wa Maqāmātu Ahl al-Bait'' karya Ahmad al-Mahwazi.


==Waktu dan Tempat Pengeluaran Hadis==
==Waktu dan Tempat Pengeluaran Hadis==
Mengenai kapan dan dimana hadis Tsaqalain disampaikan oleh [[Rasulullah saw]], terdapat perbedaan pendapat. Misalnya, Ibnu Hajar Haitami <ref>Al-Haitami, ''al-Shawā'iq al-Muhriqah'', hlm. 150. </ref> menyebutkan bahwa hadis Tsaqalain disebutkan Nabi Muhammad saw sekembalinya dari [[Fathu Mekah]] di [[Thaif]], namun yang lain menyebutkan waktu dan tempat yang berbeda dari pendapat tersebut.
Mengenai kapan dan dimana hadis Tsaqalain disampaikan oleh [[Rasulullah saw]], terdapat perbedaan pendapat. Misalnya, Ibnu Hajar Haitami <ref>Al-Haitami, ''al-Shawā'iq al-Muhriqah'', hlm. 150. </ref> menyebutkan bahwa hadis Tsaqalain disebutkan Nabi Muhammad saw sekembalinya dari [[Fathu Mekah]] di [[Thaif]], namun yang lain menyebutkan waktu dan tempat yang berbeda dari pendapat tersebut.


Perbedaan pendapat yang terjadi tidak bisa ditinggalkan begitu saja, namun setidaknya bisa diambil kesimpulan bahwa terjadinya perbedaan pendapat tersebut disebabkan karena memang Nabi Muhammad saw telah menyampaikan hadis tersebut di berbagai tempat dan waktu yang berbeda-beda. Terutama di waktu-waktu terakhir dari kehidupannya, beliau sering mengingatkan kaum muslimin akan keutamaan Tsaqalain (dua pusaka berharga) yang ditinggalkannya, yaitu [[Alquran]] dan [[Ahlulbait]]. <ref>Mufid, ''al-Irsyād'', jld. 1, hlm. 180; Haitami, ''al-Shawā'iq al-Muhriqah'', hlm. 150; Syarafuddin, ''al-Murājā'at'', hlm.74.</ref>
Perbedaan pendapat yang terjadi tidak bisa ditinggalkan begitu saja, namun setidaknya bisa diambil kesimpulan bahwa terjadinya perbedaan pendapat tersebut disebabkan karena memang Nabi Muhammad saw telah menyampaikan hadis tersebut di berbagai tempat dan waktu yang berbeda-beda. Terutama di waktu-waktu terakhir dari kehidupannya, beliau sering mengingatkan kaum muslimin akan keutamaan Tsaqalain (dua pusaka berharga) yang ditinggalkannya, yaitu [[Al-Qur'an]] dan [[Ahlulbait]]. <ref>Mufid, ''al-Irsyād'', jld. 1, hlm. 180; Haitami, ''al-Shawā'iq al-Muhriqah'', hlm. 150; Syarafuddin, ''al-Murājā'at'', hlm.74.</ref>


Berikut riwayat-riwayat yang menyebutkan tempat dan waktu pengeluaran hadis ini:
Berikut riwayat-riwayat yang menyebutkan tempat dan waktu pengeluaran hadis ini:
*Pada [[hari Arafah]], di saat menunggangi unta <ref>Tirmidzi, ''Sunan al-Tirmidzi'', jld. 5, hlm. 662, hadis 3786. </ref> pada saat penyelenggaran [[Haji Wada'|haji wada']] <ref>Ahmad bin Ali Tabarsi, ''al-Ihtijāj'', jld. 1, hlm. 391. </ref>
*Pada [[hari Arafah]], di saat menunggangi unta <ref>Tirmidzi, ''Sunan al-Tirmidzi'', jld. 5, hlm. 662, hadis 3786. </ref> pada saat penyelenggaran [[Haji Wada'|haji wada']]. <ref>Ahmad bin Ali Tabarsi, ''al-Ihtijāj'', jld. 1, hlm. 391. </ref>
*Di persimpangan jalan, di sekitar wilayah ''Ghadir Khum'', sebelum para jemaah [[haji]] berpisah satu sama lain,  <ref>Ahmad bin Hanbal, ''Musnad Ahmad'', jld. 4, hlm. 371; Naisyaburi, ''Shahih Muslim'', jld. 2, hlm. 1873. </ref> dan setelahnya dilanjutkan dengan disampaikannya [[Khutbah Ghadir|hadis Ghadir]]. <ref>Shaduq, ''Kamāl al-Din wa Tamām al-Ni'mah'', jld. 1, hlm. 234, hadis 45 dan hlm. 268, hadis 55; Hakim Naisyaburi, ''al-Mustadrak'', jld. 3, hlm. 109; Syamhudi, ''Jawāhir al-'Aqidain'', hlm. 236. </ref>
*Di persimpangan jalan, di sekitar wilayah ''Ghadir Khum'', sebelum para jemaah [[haji]] berpisah satu sama lain,  <ref>Ahmad bin Hanbal, ''Musnad Ahmad'', jld. 4, hlm. 371; Naisyaburi, ''Shahih Muslim'', jld. 2, hlm. 1873. </ref> dan setelahnya dilanjutkan dengan disampaikannya [[Khutbah Ghadir|hadis Ghadir]]. <ref>Shaduq, ''Kamāl al-Din wa Tamām al-Ni'mah'', jld. 1, hlm. 234, hadis 45 dan hlm. 268, hadis 55; Hakim Naisyaburi, ''al-Mustadrak'', jld. 3, hlm. 109; Syamhudi, ''Jawāhir al-'Aqidain'', hlm. 236. </ref>
*Disampaikan saat khutbah di hari Jum'at bersamaan dengan disampaikannya hadis Ghadir. <ref>Ayyasyi, ''Kitāb al-Tafsir'', jld. 1, hlm. 4, hadis 3. </ref>
*Disampaikan saat khutbah di hari Jum'at bersamaan dengan disampaikannya hadis Ghadir. <ref>Ayyasyi, ''Kitāb al-Tafsir'', jld. 1, hlm. 4, hadis 3. </ref>
Baris 71: Baris 72:
*Di atas mimbar. <ref>Shaduq ''al-Amāli'', hlm. 62; Juwaini Khurasani, ''Faraid al-Simthain'', jld. 2, hlm. 268. </ref>
*Di atas mimbar. <ref>Shaduq ''al-Amāli'', hlm. 62; Juwaini Khurasani, ''Faraid al-Simthain'', jld. 2, hlm. 268. </ref>
*Di penghujung khutbah yang dibacakan untuk seluruh jama'ah. <ref>Ayyasyi, ''Kitāb al-Tafsir'', jld. 1, hlm. 5, hadis 9; Ahmad bin Ali Thabarsi, ''al-Ihtijāj'', jld. 1, hlm. 216. </ref>
*Di penghujung khutbah yang dibacakan untuk seluruh jama'ah. <ref>Ayyasyi, ''Kitāb al-Tafsir'', jld. 1, hlm. 5, hadis 9; Ahmad bin Ali Thabarsi, ''al-Ihtijāj'', jld. 1, hlm. 216. </ref>
*Di dalam khubah setiap selesai shalat berjamaah. <ref>Dailami, ''Irsyād al-Qulub'', jld. 2, hlm. 340. </ref>
*Di dalam khutbah setiap selesai shalat berjamaah. <ref>Dailami, ''Irsyād al-Qulub'', jld. 2, hlm. 340. </ref>
*Di ranjang, saat Nabi saw terbujur sakit, sementara para [[sahabat]] berdiri mengelilinginya. <ref>Al-Haitami, ''al-Shawā'iq al-Muhriqah'', hlm. 150. </ref>
*Di ranjang, saat Nabi saw terbujur sakit, sementara para [[sahabat]] berdiri mengelilinginya. <ref>Al-Haitami, ''al-Shawā'iq al-Muhriqah'', hlm. 150. </ref>


Baris 88: Baris 89:


===Kewajiban Mengikuti Ahlulbait===
===Kewajiban Mengikuti Ahlulbait===
Dalam riwayat ini, [[Ahlulbait]] diposisikan berdampingan dengan [[Alquran]]. Sebagaimana kaum [[muslimin]] diwajibkan untuk menataati Alquran, maka menaati Ahlulbait juga wajib hukumnya.
Dalam riwayat ini, [[Ahlulbait]] diposisikan berdampingan dengan [[Al-Qur'an]]. Sebagaimana kaum [[muslimin]] diwajibkan untuk menataati Al-Qur'an, maka menaati Ahlulbait juga wajib hukumnya.


===Kemaksuman Ahlulbait===
===Kemaksuman Ahlulbait===
Ada dua poin penting yang terdapat dalam hadis Tsaqalain yang menguatkan bukti [[kemaksuman]] Ahlulbait:
Ada dua poin penting yang terdapat dalam hadis Tsaqalain yang menguatkan bukti [[kemaksuman]] Ahlulbait:
*Menegaskan jika Alquran dan Ahlulbait dijadikan pedoman dan petunjuk, maka tidak akan terjadi penyimpangan dan penyelewengan. Hal ini menunjukkan dalam bimbingan dan ajaran Ahlulbait tidak terdapat kesalahan sedikitpun.
*Menegaskan jika Al-Qur'an dan Ahlulbait dijadikan pedoman dan petunjuk, maka tidak akan terjadi penyimpangan dan penyelewengan. Hal ini menunjukkan dalam bimbingan dan ajaran Ahlulbait tidak terdapat kesalahan sedikitpun.
*Ketidakterpisahan Alquran dan Ahlulbait, Posisi keduanya sama sebagai pusaka [[Nabi Muhammad saw]] yang sangat berharga dan menjadi pedoman bagi umat manusia. Sebagimana telah menjadi kesepakatan seluruh kaum muslimin bahwa dalam kitab Alquran tidak terdapat kesalahan, maka "tsiql" (perkara) lainnya yaitu Ahlulbait, sudah tentu juga tidak terdapat kesalahan padanya.
*Ketidakterpisahan Al-Qur'an dan Ahlulbait, Posisi keduanya sama sebagai pusaka [[Nabi Muhammad saw]] yang sangat berharga dan menjadi pedoman bagi umat manusia. Sebagimana telah menjadi kesepakatan seluruh kaum muslimin bahwa dalam kitab Al-Qur'an tidak terdapat kesalahan, maka "tsiql" (perkara) lainnya yaitu Ahlulbait, sudah tentu juga tidak terdapat kesalahan padanya.


Sebagian dari peneliti Ahlusunah juga menjadikan hadis Tsaqalain sebagai dalil yang menunjukkan keutamaan besar yang dimiliki Ahlulbait dan hujjah atas kesucian mereka dari kekotoran, kekejian dan kesalahan. <ref>Manawi, ''Faidh al-Qadir'', jld. 3, hlm. 18-19; Zarqani, ''Syarah al-Mawāhib al-Diniyah'', jld. 8, hlm. 2; Sanadi, ''Dirāsāt al-Labaib'', hlm. 233, sebagaimana dinukil oleh Husaini Milani dalam ''Nafahāt al-Azhār'', jld. 2, hlm. 266-269. </ref>
Sebagian dari peneliti [[Ahlusunah]] juga menjadikan hadis Tsaqalain sebagai dalil yang menunjukkan keutamaan besar yang dimiliki Ahlulbait dan hujjah atas kesucian mereka dari kekotoran, kekejian dan kesalahan. <ref>Manawi, ''Faidh al-Qadir'', jld. 3, hlm. 18-19; Zarqani, ''Syarah al-Mawāhib al-Diniyah'', jld. 8, hlm. 2; Sanadi, ''Dirāsāt al-Labaib'', hlm. 233, sebagaimana dinukil oleh Husaini Milani dalam ''Nafahāt al-Azhār'', jld. 2, hlm. 266-269. </ref>


===Keharusan Adanya Imam===
===Keharusan Adanya Imam===
Pada matan hadis, juga terdapat poin penting yang menguatkan dalil akan keharusan adanya imam sampai akhir zaman.
Pada matan hadis, juga terdapat poin penting yang menguatkan dalil akan keharusan adanya imam sampai akhir zaman.


*Ketidakterpisahan Ahlulbait dengan Alquran menunjukan bukti akan keniscayaan imam dari kalangan Ahlulbait Nabi saw yang akan terus bersama Alquran. Sebagaimana diyakini, Alquran adalah sumber abadi pedoman dalam [[Islam]], maka meniscayakan akan selalu ada dari kalangan Ahlulbait yang akan mendampingi Alquran untuk memberikan penjelasan dan sebagai sumber rujukan.
*Ketidakterpisahan Ahlulbait dengan Al-Qur'an menunjukan bukti akan keniscayaan imam dari kalangan Ahlulbait Nabi saw yang akan terus bersama Al-Qur'an. Sebagaimana diyakini, Al-Qur'an adalah sumber abadi pedoman dalam [[Islam]], maka meniscayakan akan selalu ada dari kalangan Ahlulbait yang akan mendampingi Al-Qur'an untuk memberikan penjelasan dan sebagai sumber rujukan.


*Nabi saw menegaskan bahwa kedua pusaka berharga yang diwariskannya, tidak akan terpisah sampai bertemu Nabi Muhammad saw  di tepi telaga Kautsar.
*Nabi saw menegaskan bahwa kedua pusaka berharga yang diwariskannya, tidak akan terpisah sampai bertemu Nabi Muhammad saw  di tepi telaga Kautsar.
Baris 106: Baris 107:
*Nabi saw menjamin, barangsiapa mengikuti keduanya, tanpa memisahkannya, maka tidak akan tersesat selama-lamanya.
*Nabi saw menjamin, barangsiapa mengikuti keduanya, tanpa memisahkannya, maka tidak akan tersesat selama-lamanya.


Imam Zarqani Maliki, salah seorang ulama Ahlusunah, dalam kitab ''Syarhul Mawāhib'' <ref>Jilid 8, hlm. 7. </ref> menukil dari Allamah Samhudi yang menyatakan, “Dari hadis ini dapat dipahami bahwa, sampai [[kiamat]] akan tetap ada dari kalangan Itrah Nabi saw yang layak untuk dijadikan pegangan. Jadi sebagaimana yang tersurat, maka hadis ini menjadi dalil akan keberadaannya. Sebagaimana kitab (Alquran) tetap ada, maka mereka (yaitu Itrah) juga tetap ada di muka bumi. <ref>Sebagaimana yang dinukil oleh Allamah Amini dalam kitabnya ''al-Ghadir'', jld. 3, hlm. 118. </ref>
Imam Zarqani Maliki, salah seorang ulama Ahlusunah, dalam kitab ''Syarhul Mawāhib'' <ref>Jilid 8, hlm. 7. </ref> menukil dari Allamah Samhudi yang menyatakan, “Dari hadis ini dapat dipahami bahwa, sampai [[kiamat]] akan tetap ada dari kalangan Itrah Nabi saw yang layak untuk dijadikan pegangan. Jadi sebagaimana yang tersurat, maka hadis ini menjadi dalil akan keberadaannya. Sebagaimana kitab (Al-Qur'an) tetap ada, maka mereka (yaitu Itrah) juga tetap ada di muka bumi. <ref>Sebagaimana yang dinukil oleh Allamah Amini dalam kitabnya ''al-Ghadir'', jld. 3, hlm. 118. </ref>


===Ilmu Ahlulbait Sebagai Narasumber===
===Ilmu Ahlulbait Sebagai Narasumber===
Sebagaimana diketahui bahwa Alquran adalah rujukan utama aqidah dan hukum-hukum praktis semua kaum muslimin, sementara hadis ini menyebutkan bahwa Ahlulbait tidak akan pernah terpisah dengan Alquran, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Ahlulbait adalah juga sumber rujukan keilmuan Islam yang tidak terdapat di dalamnya kesalahan.
Sebagaimana diketahui bahwa Al-Qur'an adalah rujukan utama akidah dan hukum-hukum praktis semua kaum muslimin, sementara hadis ini menyebutkan bahwa Ahlulbait tidak akan pernah terpisah dengan Al-Qur'an, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Ahlulbait adalah juga sumber rujukan keilmuan Islam yang tidak terdapat di dalamnya kesalahan.


[[Sayid Abdul Husain Syarafuddin]] dalam dialognya dengan Syaikh Salim Bisyri –sebagaimana dimuat dalam kitab ''[[Al-Muraja'at (buku)|al-Murāja'āt]]''- menjelaskan dengan sangat baik mengenai kemarjaan ilmu [[Para Imam Ahlulbait|Aimmah as]] dan wajibnya untuk mengikuti petunjuk dan ajaran-ajaran mereka. <ref>Silahkan merujuk ke kitab ''al-Murājāt'' oleh Syaraf al-Din, hlm. 71-76. </ref>
[[Sayid Abdul Husain Syarafuddin]] dalam dialognya dengan Syekh Salim Bisyri –sebagaimana dimuat dalam kitab ''[[Al-Muraja'at (buku)|al-Murāja'āt]]''- menjelaskan dengan sangat baik mengenai kemarjaan ilmu [[Para Imam Ahlulbait|Aimmah as]] dan wajibnya untuk mengikuti petunjuk dan ajaran-ajaran mereka. <ref>Silahkan merujuk ke kitab ''al-Murājāt'' oleh Syaraf al-Din, hlm. 71-76. </ref>


===Hadis Tsaqalain dan Pendekatan antar Mazhab===
===Hadis Tsaqalain dan Pendekatan antar Mazhab===
Pengguna anonim