Lompat ke isi

Istimta': Perbedaan antara revisi

255 bita ditambahkan ,  5 April 2023
tidak ada ringkasan suntingan
imported>E.amini
imported>Hinduwan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 13: Baris 13:
}}}}</onlyinclude>
}}}}</onlyinclude>
{{Hukum-hukum Islam}}
{{Hukum-hukum Islam}}
'''Istimta'''' (bahasa Arab:{{ia|إِسْتِمْتَاع}}) atau bersenang-senang adalah kenikmatan hubungan intim yang dilakukan oleh dua pasangan baik dari jalan yang sah atau jalan yang tidak sah dengan cara bersetubuh, mencium, melihat, menyentuh dan sebagainya. Ungkapan semacam ini banyak dibahas pada bab nikah dan terkdang pada bab-bab taharah (bersuci), [[puasa]], [[iktikaf]] dan bab [[haji]], perdagangan, dan dalam bab sanksi-sanksi (hudud).
'''Istimta'''' (bahasa Arab:{{ia|إِسْتِمْتَاع}}) adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan seksual. Kenikmatan bisa didapatkan dengan jalan halal ataupun haram dan dilakukan melalui persetubuhan, berciuman, melihat, menyentuh, dll. Kenikmatan yang sah hanya khusus untuk hubungan dengan istri atau budak.  Sementara kenikmatan yang tidak sah terkadang mengarah pada ''Had'' atau ''Ta'zir'' (hukuman).  


Dalam perkawinan, suami mempunyai hak untuk meminta kenikmatan dari istrinya, dan istri wajib menerima permintaan suaminya. Dalam kitab-kitab fikih, terdapat pembahasan tentang kenikmatan dalam bab-bab seperti nikah, taharah, puasa, itikaf, haji, jual beli, dan hudud.
==Pengertian Secara Leksikal dan Teknikal==
==Pengertian Secara Leksikal dan Teknikal==
Istimta' secara leksikal berasal dari kata bahasa Arab dari asal kata "Ma - ta – ‘a" (م - ت – ع) yang berarti menguntungkan dan mendapat kenikmatan dari sesuatu. Dengan demikian, istimta' dari bentuk kata ''istif'āl''  berarti mencari manfaat mental dan kenikmatan. <ref>''Al-Tahqiq likalimāt al-Qurān al-Karim'', jld. 11, hlm. 12. </ref>
Istimta' secara leksikal berasal dari kata bahasa Arab dari asal kata "Ma - ta – ‘a" (م - ت – ع) yang berarti menguntungkan dan mendapat kenikmatan dari sesuatu. Dengan demikian, istimta' dari bentuk kata ''istif'āl''  berarti mencari manfaat mental dan kenikmatan. <ref>''Al-Tahqiq likalimāt al-Qurān al-Karim'', jld. 11, hlm. 12. </ref>


Istimta' secara hukum agama adalah hubungan seksual atau segala sesuatu perbuatan seperti melihat atau menyentuh manusia dan hewan untuk tujuan kenikmatan seksual.
Istimta' secara hukum agama adalah hubungan seksual atau segala perbuatan untuk tujuan mendapatkan kenikmatan seksual seperti melihat atau menyentuh manusia, hewan dan lain-lain.


==Pembagian Istimta'==
==Pembagian Istimta'==
Baris 26: Baris 28:
Yang dimaksud dengan istimta' halal dalam pengertian umumnya adalah istimta' yang mencakupi hukum [[wajib]], [[mustahab]] dan [[makruh]].
Yang dimaksud dengan istimta' halal dalam pengertian umumnya adalah istimta' yang mencakupi hukum [[wajib]], [[mustahab]] dan [[makruh]].
#Istimta' dalam beberapa kondisi dapat menjadi wajib, seperti ketika bernazar untuk melakukan istimta' secara halal atau satu hal yang jika tidak ada istimta' yang halal maka dia akan terjerumus pada istimta' haram.  <ref>''Mustamsak al-Urwah'', jld. 5, hlm. 14. </ref>  
#Istimta' dalam beberapa kondisi dapat menjadi wajib, seperti ketika bernazar untuk melakukan istimta' secara halal atau satu hal yang jika tidak ada istimta' yang halal maka dia akan terjerumus pada istimta' haram.  <ref>''Mustamsak al-Urwah'', jld. 5, hlm. 14. </ref>  
#[[Islam]] mendorong para istri untuk lebih memperhatikan istimta' halal. Dan hal tersebut sangat dianjurkan, terutama ketika salah satu dari pasangan suami dan istri memiliki kecondongan untuk bersetubuh.  <ref>''Wasāil al-Syiah'', jld. 20, hlm. 22-23. </ref>
#[[Islam]] mendorong para istri untuk lebih memperhatikan istimta' halal. Dan hal tersebut sangat dianjurkan, terutama ketika salah satu dari pasangan suami dan istri memiliki kecondongan untuk bersetubuh.  <ref>''Wasāil al-Syiah'', jld. 20, hlm. 22-23. </ref>
#Istimta' dalam beberapa kondisi dapat menjadi makruh, seperti melakukan istimta' dengan istri yang sedang dalam keadaan haid, di sekitar pusar sampai lutut selain qubul (alat kemaluan depan).  <ref>''Mustamsak al-Urwah'', jld. 3, hlm. 318-320; ''al-Tanqih'', (''al-Taharah''), jld. 6, hlm.444. </ref>
#Istimta' dalam beberapa kondisi dapat menjadi makruh, seperti melakukan istimta' dengan istri yang sedang dalam keadaan haid, di sekitar pusar sampai lutut selain qubul (alat kemaluan depan).  <ref>''Mustamsak al-Urwah'', jld. 3, hlm. 318-320; ''al-Tanqih'', (''al-Taharah''), jld. 6, hlm.444. </ref>


Baris 37: Baris 39:


==Hak Melakukan Istimta'==
==Hak Melakukan Istimta'==
Diantara hak-hak seorang suami terhadap istri adalah hak untuk mendapatkan istimta' dan jika terjadi pertentangan dengan hak-hak yang lainnya dari taklif atau tugas yang ada, maka hak istimta' lebih didahulukan. Oleh karena itu, seorang wanita tidak berhak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hak-hak suaminya tanpa seizinnya, seperti penyewaan untuk menyusui, <ref>''Jawāhir al-Kalām'', jld. 27, hlm. 297 dan 311. </ref>  keluar dari rumah, <ref> ''Jawāhir al-Kalām'', jld. 30, hlm. 58. </ref>  menunaikan ibadah [[haji]], <ref> ''Jawāhir al-Kalām'', jld. 17, hlm. 332. </ref>  ber[[puasa]] [[mustahab]]. <ref> ''Jawāhir al-Kalām'', jld. 17, hlm. 130. </ref>  Dan juga tidak boleh mencegah suami untuk tidak melakukan hal itu, kecuali dia berhalangan secara syariat dari melakukan istimta', seperti meninggalkan kewajiban atau bisa melakukan keharaman, atau berhalangan secara akal dan perasaan seperti adanya penyakit yang menghalanginya.
Diantara hak-hak seorang suami terhadap istri adalah hak untuk mendapatkan istimta' dan jika terjadi pertentangan dengan hak-hak yang lainnya dari taklif atau tugas yang ada, maka hak istimta' lebih didahulukan. Oleh karena itu, seorang wanita tidak berhak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hak-hak suaminya tanpa seizinnya, seperti penyewaan untuk menyusui, <ref>''Jawāhir al-Kalām'', jld. 27, hlm. 297 dan 311. </ref>  keluar dari rumah, <ref> ''Jawāhir al-Kalām'', jld. 30, hlm. 58. </ref>  menunaikan ibadah [[haji]], <ref> ''Jawāhir al-Kalām'', jld. 17, hlm. 332. </ref>  ber[[puasa]] [[mustahab]]. <ref> ''Jawāhir al-Kalām'', jld. 17, hlm. 130. </ref>  Dan juga tidak boleh mencegah suami untuk tidak melakukan hal itu, kecuali dia berhalangan secara syariat dari melakukan istimta', seperti meninggalkan kewajiban atau bisa melakukan keharaman, atau berhalangan secara akal seperti adanya penyakit yang menghalanginya.


==Pengaruh Secara Hukum (fiqih)==
==Pengaruh Secara Hukum (fiqih)==
Baris 43: Baris 45:


===Hukuman atau Denda===
===Hukuman atau Denda===
Hukuman bagi yang melanggar istimta' haram adalah yang pertama di akhirat, yang mana jika tidak ber[[tobat]] dan tidak adanya penyebab yang dapat menjadikannya diampuni atas apa yang dia lakukan dari perbuatan haram maka itu bisa dibebankan kepadanya, atau yang kedua adalah di dunia.
Hukuman akhirat (''Keyfar'')dapat dibebankan bagi orang yang melakukan istimta' haram yang mana jika tidak ber[[tobat]] dan tidak adanya penyebab yang dapat menjadikannya diampuni atas apa yang dia lakukan dari perbuatan haram.
   
   
Hukuman di dunia adalah bisa jadi berupa materi yang dijatuhkan kepada mereka yang melakukan istimta' yang keharamannya non inheren, seperti bersenang-senang dalam keadaan ihram yang ada kafarahnya, dan bisa jadi berupa non materi yaitu hukuman badan.  
Sedangkan Hukuman di dunia adalah bisa jadi berupa materi yang dijatuhkan kepada mereka yang melakukan istimta' yang keharamannya non inheren, seperti bersenang-senang dalam keadaan ihram yang ada kafarahnya, dan bisa jadi berupa non materi yaitu hukuman badan seperti cambuk dan lain-lain.  


Hukuman badan, bisa ''had'' (hukuman) yang dijatuhkan kepada orang yang telah melakukan istimta' yang haram secara inheren, seperti [[zina]], homoseks atau lesbian dan semacamnya,  atau bisa juga [[takzir]] yang dijatuhkan kepada mereka yang melakukan istimta' seperti mencium, menyentuh, tidur dalam satu selimut dengan non [[mahram]] dan bersetubuh dengan istri dalam keadaan [[haid]] atau dalam keadaan [[puasa]].
Hukuman badan, bisa terkena ''had'' (hukuman) yang dijatuhkan kepada orang yang telah melakukan istimta' yang haram secara inheren, seperti [[zina]], homoseks atau lesbian dan semacamnya,  atau bisa juga [[Takzir]] yang dijatuhkan kepada mereka yang melakukan istimta' seperti mencium, menyentuh, tidur dalam satu selimut dengan non [[mahram]] dan bersetubuh dengan istri dalam keadaan [[haid]] atau dalam keadaan [[puasa]].


===Nafkah===
===Nafkah===
Pengguna anonim