Lompat ke isi

Al-Mizan fi Tafsir al-Quran (buku): Perbedaan antara revisi

imported>E.amini
k (E.amini memindahkan halaman Tafsir al-Mizan ke Al-Mizan fi Tafsir al-Quran (buku))
imported>Maitsam
Baris 43: Baris 43:
Sayid Muhammad Husain Thabathabai adalah seorang filosof, hakim muta’allih, mufassir kenamaan lahir di sebuah desa Syadgan, Tabriz. Pada tahun 1304 (1925) demi menyempurnakan pelajarannya hijrah ke Najaf dan belajar dari ulama-ulama terkenal seperti: Ayatullah Husain Gharaqi (Isfahani) terkenal dengan Kumpani, Ayatullah Muhsin Naini, Ayatullah Hujjah Kuhkamari,  Ayatullah Husain Baskubahi, Ayatullah Abul Qasim Khanshari dan Ayatullah Sayid Ali Qadhi.
Sayid Muhammad Husain Thabathabai adalah seorang filosof, hakim muta’allih, mufassir kenamaan lahir di sebuah desa Syadgan, Tabriz. Pada tahun 1304 (1925) demi menyempurnakan pelajarannya hijrah ke Najaf dan belajar dari ulama-ulama terkenal seperti: Ayatullah Husain Gharaqi (Isfahani) terkenal dengan Kumpani, Ayatullah Muhsin Naini, Ayatullah Hujjah Kuhkamari,  Ayatullah Husain Baskubahi, Ayatullah Abul Qasim Khanshari dan Ayatullah Sayid Ali Qadhi.
Setelah menggondol derajat ijtihad, pada tahun 1314 (1935) ia kembali ke tempat kelahirannya, Tabriz dan pada tahun 1325 (1946) pergi ke Qum dan tinggal di kota itu. <ref> Diadaptasi dari '''Zendegi Nāmeh Khud Newesy Allamah Sayid Muhammad Husain Thabathabai''', Cet. Fulistan Quran, Adzar 1381, No. 136, hlm. 5. </ref>
Setelah menggondol derajat ijtihad, pada tahun 1314 (1935) ia kembali ke tempat kelahirannya, Tabriz dan pada tahun 1325 (1946) pergi ke Qum dan tinggal di kota itu. <ref> Diadaptasi dari '''Zendegi Nāmeh Khud Newesy Allamah Sayid Muhammad Husain Thabathabai''', Cet. Fulistan Quran, Adzar 1381, No. 136, hlm. 5. </ref>
Allamah Thabathabai semenjak saat itu hingga akhir hayatnya, di samping mengajar filsafat dan tafsir di Hauzah Ilmiyah Qum juga menulis Tafsir al-Mizan dan selesai pada malam 23 bulan [[Ramadhan]] ([[Lailatul Qadar]]) tahun 1392, setelah hampir selama 20 tahun ditulisnya.
Allamah Thabathabai semenjak saat itu hingga akhir hayatnya, di samping mengajar filsafat dan tafsir di Hauzah Ilmiyah Qum juga menulis Tafsir al-Mizan dan selesai pada malam 23 bulan [[Ramadhan]] ([[Lailatul Qadar]]) tahun 1392 H/1971, setelah hampir selama 20 tahun ditulisnya.
Allamah Thabathabai meninggal dunia pada 24 Aban 1360 (sekitar pertengahan November 1981) dan dimakamkan di Masjid Al-Asr Haram [[Sayidah Maksumah]] Qum. Selain Tafsir Al-Mizan, kitab-kitab lainnya yang merupakan karyanya di antaranya: ''Ushul Falsafah wa Rawisy Rialism, Bidāyah al-Hikmah, Nihāyah al-Hikmah'' dan ''Syiah dar Islām''.
Allamah Thabathabai meninggal dunia pada 24 Aban 1360 (sekitar pertengahan November 1981) dan dimakamkan di Masjid Al-Asr Haram [[Sayidah Maksumah]] Qum. Selain Tafsir Al-Mizan, kitab-kitab lainnya yang merupakan karyanya di antaranya: ''Ushul Falsafah wa Rawisy Rialism, Bidāyah al-Hikmah, Nihāyah al-Hikmah'' dan ''Syiah dar Islām''.


{{Ilmu Tafsir}}
{{Ilmu Tafsir}}
==Mengenal Tafsir al-Mizan==
==Mengenal Tafsir al-Mizan==
Asas penulisan Tafsir al-Mizan adalah kaidah tafsir ''al-Qur’ān bi al-Qur’ān''. Artinya standar awal untuk menafsirkan al-Quran adalah al-Quran itu sendiri. Allamah Thabathabai sendiri percaya bahwa ketika al-Quran sendiri mengenalkan sebagai “Penjelas segala sesuatu (''Tibyan likulli syai'')” <ref> Qs Al-Nahl: 88. </ref> maka bagaimana mungkin untuk menjelaskan makna dan maksudnya memerlukan penjelasan-penjelasan yang lainnya? Benar, bahwa al-Quran memiliki sisi lahir dan batin dan kita dalam memahami takwil dan batin al-Quran membutuhkan pensyarah dan mufasir hakiki al-Quran yaitu Nabi Muhammad Saw dan para Imam As namun pemahaman al-Quran secara lahir (tersurat) akan ayat-ayat itu tidak bersandar pada selain al-Quran. <ref> Syams al-Wahy Tabrizi (Sirah Amali Allamah Thabathabai), Ayatullah Jawadi Amuli, Nasyar Isra, Qum, 1386, hlm. 96. </ref>
Asas penulisan Tafsir al-Mizan adalah kaidah tafsir ''al-Qur’ān bi al-Qur’ān''. Artinya standar awal untuk menafsirkan al-Quran adalah al-Quran itu sendiri. Allamah Thabathabai sendiri percaya bahwa ketika al-Quran sendiri mengenalkan sebagai “Penjelas segala sesuatu (''Tibyan likulli syai'')” <ref> Qs Al-Nahl: 88. </ref> maka bagaimana mungkin untuk menjelaskan makna dan maksudnya memerlukan penjelasan-penjelasan yang lainnya? Benar, bahwa al-Quran memiliki sisi lahir dan batin dan kita dalam memahami takwil dan batin al-Quran membutuhkan pensyarah dan mufasir hakiki al-Quran yaitu Nabi Muhammad Saw dan para Imam As namun pemahaman al-Quran secara lahir (tersurat) akan ayat-ayat itu tidak bersandar pada selain al-Quran. <ref> Syams al-Wahy Tabrizi (Sirah Amali Allamah Thabathabai), Ayatullah Jawadi Amuli, Nasyar Isra, Qum, 1386, hlm. 96. </ref>
Pengguna anonim