Pengguna anonim
Imam Muhammad al-Baqir as: Perbedaan antara revisi
→Kebangkitan Ilmu
imported>Ali al-Hadadi |
imported>Ali al-Hadadi |
||
Baris 114: | Baris 114: | ||
Tahun 94 H/713 hingga 114 H/733 merupakan masa munculnya aliran-aliran [[fikih]] dan puncak periwayatan mengenai tafsir [[Alquran]]. Hal ini disebabkan lemahnya pemerintahan [[Bani Umayah]] dan pertengkaran di antara petinggi pemerintahan untuk memperoleh kekuasaaan. Ulama [[Ahlusunah]], seperti Syihab Zuhri, Makhul dan Hisyam bin Urwah, aktif dalam meriwayatkan hadis dan memberi [[fatwa]]. Sementara yang lainnya aktif dalam menyebarkan [[akidah]] dan pemikirannya masing-masing, seperti [[Khawarij]], Murjiah, Kisaniyah dan Ghaliyan. | Tahun 94 H/713 hingga 114 H/733 merupakan masa munculnya aliran-aliran [[fikih]] dan puncak periwayatan mengenai tafsir [[Alquran]]. Hal ini disebabkan lemahnya pemerintahan [[Bani Umayah]] dan pertengkaran di antara petinggi pemerintahan untuk memperoleh kekuasaaan. Ulama [[Ahlusunah]], seperti Syihab Zuhri, Makhul dan Hisyam bin Urwah, aktif dalam meriwayatkan hadis dan memberi [[fatwa]]. Sementara yang lainnya aktif dalam menyebarkan [[akidah]] dan pemikirannya masing-masing, seperti [[Khawarij]], Murjiah, Kisaniyah dan Ghaliyan. | ||
Pada masa tersebut, Imam Baqir as membuka sisi kelimuan | Pada masa tersebut, Imam Baqir as membuka sisi kelimuan secara luas yang mencapai puncaknya pada masa putranya, [[Imam Shadiq as]]. Ia menjadi rujukan semua pembesar dan ulama [[Bani Hasyim]] dalam kelimuan, kezuhudan, keagungan dan keutaman. Riwayat dan hadisnya mengenai ilmu agama, sunah nabawi, ulumul quran, sejarah, akhlak dan sastra sedemikian rupa hingga pada saat itu tidak tersisa lagi pada seorang pun dari keturunan [[Imam Hasan as]] dan [[Imam Husain as]].<ref>''Ibid'', hlm. 507.</ref> | ||
Meskipun saat itu pemikiran [[Syiah]] masih terbatas pada masalah [[azan]], [[taqiyah]], [[salat mayit]] dan sebagainya, namun dengan kehadiran Imam Baqir as terdapat langkah penting dalam perkara ini. Di kalangan Syiah muncul sebuah kondisi yang baik. Pada masa inilah Syiah mulai menyusun budayanya sendiri—melingkupi fikih, tafsir dan akhlak.<ref>''Dhuha al-Islam'', jld. 1, hlm. 386; ''Dirasat wa Buhuts fi al-Tarikh al-Islam'', jld. 1, hlm. 56-57 dalam Ja'fariyan, ''Hayat-e Fikri va Siyasi Imaman-e Syiah'', hlm. 295.</ref> | Meskipun saat itu pemikiran [[Syiah]] masih terbatas pada masalah [[azan]], [[taqiyah]], [[salat mayit]] dan sebagainya, namun dengan kehadiran Imam Baqir as terdapat langkah penting dalam perkara ini. Di kalangan Syiah muncul sebuah kondisi yang baik. Pada masa inilah Syiah mulai menyusun budayanya sendiri—melingkupi fikih, tafsir dan akhlak.<ref>''Dhuha al-Islam'', jld. 1, hlm. 386; ''Dirasat wa Buhuts fi al-Tarikh al-Islam'', jld. 1, hlm. 56-57 dalam Ja'fariyan, ''Hayat-e Fikri va Siyasi Imaman-e Syiah'', hlm. 295.</ref> |