Pengguna anonim
Tauhid: Perbedaan antara revisi
→Tauhid dalam Al-Quran
imported>Hindr |
imported>Hindr |
||
Baris 31: | Baris 31: | ||
==Tauhid dalam Al-Quran== | ==Tauhid dalam Al-Quran== | ||
Urgensitas pokok tauhid dalam Al-Quran sebagai konten asli wahyu Rasulullah Saw tak lain adalah pendeklarasian keesaan Tuhan<ref>Rujuk Q.S. Al- | Urgensitas pokok tauhid dalam [[Al-Quran]] sebagai konten asli wahyu [[Rasulullah Saw]] tak lain adalah pendeklarasian keesaan Tuhan<ref>Rujuk Q.S. [[Surah Al-Kahf|Al-Kahf]]: 110; Q.S. [[Surah Al-Anbiya|Al-Anbiya]]: 108. </ref> dan untuk menghilangkan segala klaim non-tauhid juga diisyaratkan bahwa pemberi wahyu semua para nabi adalah satu Tuhan (yaitu Allah Swt). <ref>Q.S. [[Surah Al-Syura|Al-Syura]]: 3. </ref> | ||
Implikasi tentang keesaan Allah dalam Al-Quran diungkapkan dengan beragam ungkapan: | Implikasi tentang keesaan Allah dalam [[Al-Quran]] diungkapkan dengan beragam ungkapan: | ||
*Penafian segala Tuhan selain Dia: ''La Ilaha Illa Allah'' (dan juga: ''Illa Huwa, Illa Ana, Illa Anta'') dan ibarat-ibarat sepadannya: ''ma min Ilahin Illa Allah'' (dan juga: ''man Ilahun ghairu Allah, A ghaira Allah Abghikum Ilahan, A Ilahun ma’a Allahi, ma lakum min Ilahin ghairihi, ma Kâna ma’ahu min Ilahin''). | *Penafian segala Tuhan selain Dia: ''La Ilaha Illa Allah'' (dan juga: ''Illa Huwa, Illa Ana, Illa Anta'') dan ibarat-ibarat sepadannya: ''ma min Ilahin Illa Allah'' (dan juga: ''man Ilahun ghairu Allah, A ghaira Allah Abghikum Ilahan, A Ilahun ma’a Allahi, ma lakum min Ilahin ghairihi, ma Kâna ma’ahu min Ilahin''). | ||
*Ketunggalan Allah: ''Huwallahu Ahad'' (dan juga: ''innama Huwa Ilâhun Wâhidun, Allahu al-Wâhidu, innama Allahu Ilâhun Wâhidun''). | *Ketunggalan Allah: ''Huwallahu Ahad'' (dan juga: ''innama Huwa Ilâhun Wâhidun, Allahu al-Wâhidu, innama Allahu Ilâhun Wâhidun''). | ||
*Satu Tuhan untuk kesemuanya: ''Ilâhukum Ilahun Wâhidun'' (dan juga: ''Ilahuna wa Ilahukum Wâhidun, Ilâhin Nâsi''). | *Satu Tuhan untuk kesemuanya: ''Ilâhukum Ilahun Wâhidun'' (dan juga: ''Ilahuna wa Ilahukum Wâhidun, Ilâhin Nâsi''). | ||
*Tuhan seluruh Alam: ''Huwa allazi fi al-Samâi Ilahun wa fi al-Ardhi Ilahun''. | *Tuhan seluruh Alam: ''Huwa allazi fi al-Samâi Ilahun wa fi al-Ardhi Ilahun''. | ||
*Mencela orang-orang yang meyakini adanya Tuhan-tuhan atau setiap Tuhan dengan Allah: ''A ifkan Alihah dunallahi Turîduun.'' <ref>Q.S. | *Mencela orang-orang yang meyakini adanya Tuhan-tuhan atau setiap Tuhan dengan Allah: ''A ifkan Alihah dunallahi Turîduun.'' <ref>Q.S. [[Surah Al-Shaffat|Al-Shaffat]]: 86, juga rujuklah [[Surah Al-An'am|surah Al-An’am]]: 91; [[Surah Maryam|Maryam]]: 81; [[Surah Al-Anbiya|Al-Anbiya]]: 34; [[Surah Yasin|Yasin]]: 74; [[Surah Al-Hijr|Al-Hijr]]: 96; Qaf: 26; [[Surah Al-Mukminun|Al-Mukminun]]: 117. </ref> | ||
*Legimitasi terhadap pentingnya pelepasan keyakinan beberapa Tuhan: ''wa la Taj’al ma’a Allahi Ilâhan Âkhar''. <ref>Q.S. | *Legimitasi terhadap pentingnya pelepasan keyakinan beberapa Tuhan: ''wa la Taj’al ma’a Allahi Ilâhan Âkhar''. <ref>Q.S. [[Surah Al-Dzariyat|Al-Dzariyat]]: 51; rujuklah juga [[Surah Al-Nahl|surah Al-Nahl]]: 51; [[Surah Al-Qashash|Al-Qashash]]: 88; [[Surah Al-Isra'|Al-Isra']]: 22 dan 129. </ref> | ||
*Menolak klaim Trinitas dan tiga sesembahan: ''laqad Kafara al-Lazina Qalû inna Allaha Tsâlisun Tsalâtsah.'' <ref>Q.S. | *Menolak klaim Trinitas dan tiga sesembahan: ''laqad Kafara al-Lazina Qalû inna Allaha Tsâlisun Tsalâtsah.'' <ref>Q.S. [[Surah Al-Maidah|Al-Maidah]]: 73. </ref> | ||
*Penafian anak dari Allah: ''Lam Yalid wa Lam Yûlad.'' <ref>Q.S. | *Penafian anak dari Allah: ''Lam Yalid wa Lam Yûlad.'' <ref>Q.S. [[Surah Al-Ikhlash|Al-Ikhlash]]: 3; [[Surah Al-Shaffat|Al-Shaffat]]: 152; [[Surah Al-Nisa|Al-Nisa]]: 171; [[Surah Al-An'am|Al-An’am]]: 100-101; [[Surah Maryam|Maryam]]: 35, 88, 91, 92; [[Surah Al-Mukminun|Al-Mukminun]]: 91; [[Surah Al-Zukhruf|Al-Zukhruf]]: 15, 81; [[Surah Al-Baqarah|Al-Baqarah]]: 116; [[Surah Yunus|Yunus]]: 68; [[Surah Al-Isra'|Al-Isra’]]: 111; [[Surah Al-Kahf|Al-Kahf]]: 4; [[Surah Al-Anbiya|Al-Anbiya]]: 26; [[Surah Al-Furqan|Al-Furqan]]: 2; [[Surah Al-Zumar|Al-Zumar]]: 4; [[Surah Al-Jin|Al-Jin]]: 3. </ref> | ||
*Mencela pandangan yang menyebut para malaikat sebagai putri-putri Allah. <ref>Rujuk Q.S. | *Mencela pandangan yang menyebut para malaikat sebagai putri-putri Allah. <ref>Rujuk Q.S. [[Surah Al-Nahl|Al-Nahl]]: 57; [[Surah Al-Shaffat|Al-Shaffat]]: 149; [[Surah Al-Isra'|Al-Isra’]]: 140. </ref> | ||
*Penafian segala bentuk penyerupaan dan penyamaan untuk Allah: ''Laisa ka Mitslihi Syai’''. <ref>Q.S. | *Penafian segala bentuk penyerupaan dan penyamaan untuk Allah: ''Laisa ka Mitslihi Syai’''. <ref>Q.S. [[Surah Al-Syura|Al-Syura]]: 11. </ref> | ||
Dalam Al-Quran juga diketengahkan poin ini, yaitu dasar seruan semua para nabi dan topik utama wahyu untuk mereka adalah deklarasi keesaan Allah. <ref>Rujuk Q.S. | Dalam [[Al-Quran]] juga diketengahkan poin ini, yaitu dasar seruan semua para nabi dan topik utama wahyu untuk mereka adalah deklarasi keesaan Allah. <ref>Rujuk Q.S.[[Surah Al-Anbiya|Al-Anbiya]]’: 25. </ref> | ||
Al-Quran menuturkan bahasa Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Salih dan Nabi Syu’aib | [[Al-Quran]] menuturkan bahasa [[Nabi Nuh]], [[Nabi Hud]], [[Nabi Salih]] dan [[Nabi Syu’aib]] As yang berbicara kepada kaumnya, ''mâ lakum min Ilahin ghairuh.'' <ref>Q.S. [[Surah Al-A'raf|Al-A’raf]]: 59, 65, 73, 85; [[Surah Hud|Hud]]: 50, 61, 84. </ref> | ||
Demikian juga dalam rangka mencela orang-orang Kristen yang menyebut Isa As dan ibundanya sebagai Tuhan, Al-Quran mengingatkan bahwa pada hari kiamat kelak, Nabi Isa berlepas diri dari keyakinan ini dan akan mengatakan telah menyeru mereka kepada penghambaan Allah dan dengan inilah dia diperintahkan. <ref>Lihat Q.S. | Demikian juga dalam rangka mencela orang-orang Kristen yang menyebut [[Isa As]] dan ibundanya sebagai Tuhan, [[Al-Quran]] mengingatkan bahwa pada hari kiamat kelak, [[Nabi Isa]] berlepas diri dari keyakinan ini dan akan mengatakan telah menyeru mereka kepada penghambaan Allah dan dengan inilah dia diperintahkan. <ref>Lihat Q.S. [[Surah Al-Maidah|Al-Maidah]]: 116-117. </ref> | ||
Disamping kata Allah dan Ilah, kata Rab dalam Al-Quran juga lebih dari apapun | Disamping kata Allah dan Ilah, kata Rab dalam [[Al-Quran]] juga lebih dipakai dari apapun untuk menegaskan akan keesaan Allah, khususnya dalam pengaturan semesta, yakni tauhid rububiyah <ref>Semisalnya rujuk Q.S. [[Surah Al-An'am|Al-An’am]]: 164. </ref> dan makna-makna yang telah disebutkan dalam ibarat-ibarat seperti ''Rabbul Âlamin'' (41 kali), ''Rabbus Samâwâti wa al-Ardh'' (10 kali), ''Rab al-Arsy, Rab al-Samâwâti al-Sab’i, Rab al-Masyriq wa al-Maghrib, Rab al-Masyariq, Rab al-Masyriqain wa Rab al-Maghribain, Rab kulli Syaiin, Rabb an-Nas'', <ref>Rujuk Abdul Baqi, di bawah kata Rab. </ref> adalah resonansi tauhid [[Al-Quran]]. | ||
===Latar Belakang dan Sejarah Monoteisme dalam Perspektif Al-Quran=== | ===Latar Belakang dan Sejarah Monoteisme dalam Perspektif Al-Quran=== | ||
Menurut perspektif [[Al-Quran]], monoteisme karena ada dalam fitrah manusia, maka memiliki masa seukuran manusia itu sendiri; karena manusia pertama yang ada di atas muka bumi itu sendiri adalah seorang nabi yang monoteis. Dari sisi lain, menurut [[Al-Quran]], di masa permulaan penciptaan manusia, semuanya adalah monoteisme dan [[syirik]] serta penyelewengan muncul setelahnya, karena mengikuti kelompok hawa nafsunya. <ref>Q.S. | Menurut perspektif [[Al-Quran]], monoteisme karena ada dalam fitrah manusia, maka memiliki masa seukuran manusia itu sendiri; karena manusia pertama yang ada di atas muka bumi itu sendiri adalah seorang nabi yang monoteis. Dari sisi lain, menurut [[Al-Quran]], di masa permulaan penciptaan manusia, semuanya adalah monoteisme dan [[syirik]] serta penyelewengan muncul setelahnya, karena mengikuti kelompok hawa nafsunya. <ref>Q.S. [[Surah Al-Baqarah|Al-Baqarah]]: 213; demikian juga lihatlah, ''Al-Mizan'', dibawah kata ayat ini. </ref> | ||
===Tauhid Fitri=== | ===Tauhid Fitri=== | ||
Menurut ayat-ayat [[Al-Quran]] dan juga hadis, keyakinan tauhid dalam diri manusia merupakan tendensi fitri. Maksud dari fitri disini adalah bukanlah tendensi pencarian dan tidak membutuhkan pembelajaran dan pendidikan. Ayat fitrah dan ayat ''mitsaq'' dan juga [[surah Al-Ankabut]] ayat 65 termasuk ayat-ayat yang mana para mufasir menyimpulkannya sebagai kefitrian tauhid. <ref>Untuk lebih detail, lihat Mishbah Yazdi, ''Ma’arif Qur’an, Khuda Shenasi''; demikian juga lihat, Tafsir Nemuneh, jild. 16, hlm. 385. </ref> | Menurut ayat-ayat [[Al-Quran]] dan juga hadis, keyakinan tauhid dalam diri manusia merupakan tendensi fitri. Maksud dari fitri disini adalah bukanlah tendensi pencarian dan tidak membutuhkan pembelajaran dan pendidikan. Ayat fitrah dan ayat ''mitsaq'' dan juga [[surah Al-Ankabut]] ayat 65 termasuk ayat-ayat yang mana para mufasir menyimpulkannya sebagai kefitrian tauhid. <ref>Untuk lebih detail, lihat Mishbah Yazdi, ''Ma’arif Qur’an, Khuda Shenasi''; demikian juga lihat, ''Tafsir Nemuneh'', jild. 16, hlm. 385. </ref> | ||
Dalam banyak riwayat ditegaskan bahwa manusia dalam setiap kondisi dalam merujuk kefitriannya untuk pencipta dunia ini tidak menerima kecuali keesaan. Manusia bahkan jika lahiriahnya musyrik, namun saat ditanya tentang penciptanya, tidak akan memberikan pendapat kecuali tentang keesaan Allah Swt. <ref>Semisalnya [[surah Al-Ankabut]]: 61; [[Surah Lukman|Lukman]]: 25; [[Surah Al-Zumar|Al-Zumar]]: 38; [[Surah Al-Zukhruf|Al-Zukhruf]]: 9; lihat juga, Baghawi, jild. 3, hlm. 474. </ref> | Dalam banyak riwayat ditegaskan bahwa manusia dalam setiap kondisi dalam merujuk kefitriannya untuk pencipta dunia ini tidak menerima kecuali keesaan. Manusia bahkan jika lahiriahnya musyrik, namun saat ditanya tentang penciptanya, tidak akan memberikan pendapat kecuali tentang keesaan Allah Swt. <ref>Semisalnya [[surah Al-Ankabut]]: 61; [[Surah Lukman|Lukman]]: 25; [[Surah Al-Zumar|Al-Zumar]]: 38; [[Surah Al-Zukhruf|Al-Zukhruf]]: 9; lihat juga, Baghawi, jild. 3, hlm. 474. </ref> |