Darul Islam

Darul Islam (bahasa Arab:دار الاسلام) adalah negeri di mana hukum-hukum Islam berlaku dan dilaksanakan di wilayah tersebut. Darul Islam ini kebalikan dari Darul Harb (Wilayah yang dikuasai kaum Kafir). Darul Islam memiliki model yang pernah terjadi pada masa awal-awal Islam, yakni dengan penaklukan kaum muslimin terhadap kawasan yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan kaum kafir. Pada masa Nabi saw, kota Madinah disebut Darul Islam, begitu juga kota Mekah setelah fathu Mekah. Darul Islam mencakup bagian wilayah Darul Iman, Darul Bagha, Darul Dzimmah, dll. Bagi Darul Islam, ada hukum–hukum tertentu yang diberlakukan seperti ahli kitab boleh hidup di dalam kekuasaan pemerintahan Darul Islam dengan menerima syarat dzimmah dan membayar jizyah.

Darul Islam

Darul Islam adalah negeri di mana hukum-hukum Islam berlaku dan dilaksanakan di wilayah itu.[1] Kota Mekah setelah terjadinya Fathu Mekah dan kota Madinah pada masa Nabi saw adalah bagian dari contoh Darul Islam di zaman itu.[2] Abbas Ali Amid Zanjani mengatakan mengenai asal usul kemunculan istilah ini, bahwa Pembagian istilah Darul Islam dan Darul Kufar, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Al-Qur'an, namun para fukaha mengangkat topik ini dengan mengutip hadis-hadis yang muktabar dan sahih di dalam Islam untuk menjelaskan pengaruhnya pada masalah hukum dan aturan legal dari keberadaan dua wilayah yang berbeda tersebut.[3]

Contoh Darul Islam

Syekh Thusi menyebutkan beberapa contoh yang bisa dikatakan Darul Islam.[4] Selain itu, contoh-contoh tersebut juga dikutip dari keterangan para ulama Syafi'i;[5] diantaranya:

• Sebuah kota yang dibangun berdasarkan prinsip Islam dan orang-orang musyrik tidak diperkenankan memasukinya; Seperti Baghdad dan Bashra.[6]

• Sebuah kota yang sebelumnya milik orang-orang kafir dan kaum Muslimin mengambil alihnya.[7]

• Sebuah kota milik umat Islam, namun telah diambil alih dan dikuasai oleh orang-orang kafir.[8]

Sebagian ulama mengkhususkan istilah Darul Islam pada bagian pertama,[9] dari definisi dan pembagian di atas, yang menyatakan bahwa Darul Islam adalah tanah yang berada di bawah kekuasaan umat Islam dan aturan-aturan Islam berlaku di sana, meskipun umat Islam tidak benar - benar tinggal di sana. Dari sini lah muncul pembahasan masalah hukum–hukum thaharah, khumus, jihad dan luqathah.[10]

Pembagian Darul Islam

Darul Islam memiliki cakupan pada kategori yang berbeda-beda:

• Darul Iman: wilayah yang dikuasai dan dipimpin oleh orang beriman.[11]

• Darul Dzimmah: tanah atau wilayah para ahli kitab (Yahudi, Kristen dan Zoroaster). Mereka tinggal di bawah kontrak dzimmah dengan pemerintahan Darul Islam.[12]

• Darul Baghi: wilayah yang didalamnya terdapat kelompok masyarakat yang memberontak terhadap pemerintah Islam meskipun mereka beragama Islam.[13]

• Daul Raddah: Jika sekelompok umat Islam murtad secara kolektif dan jumlahnya melebihi dari umat Islam di wilayah tersebut, maka wilayah itulah dinamakan Darul Raddah.[14]

• Darul Hijrah: setiap umat Islam mempunyai kewajiban untuk tinggal di tempat yang terjamin keamanan dan kebebasannya dalam menjalankan kewajiban agama, yang disebut Darul Hijrah.[15]

Dinukilkan bahwa kelompok Khawarij meyakini Darul Islam dapat disebut dengan Darul Harb (Wilayah Perang) juga, jika penduduknya melakukan dosa besar.[16]

Hukum Fikih wilayah Islam

Jika ditemukan mayat di wilayah Darul Islam dan tidak jelas apakah ia seorang Muslim atau kafir, maka mayat tersebut dihukumi  sebagai muslim, maka mengkafani jenazah wajib dilakukan. Yang dimaksud dengan Darul Islam di sini adalah wilayah tempat tinggal umat Islam.[17]

Jika seseorang menemukan harta karun di wilayah Darul Islam, jika tidak ada tanda- tanda pemilik padanya, maka harta itu menjadi milik si penemu. Namun ia harus membayar khumusnya.[18]

Membela Darul Islam dari serangan orang-orang kafir adalah wajib kifayah.[19]

Kondisi Kehidupan

Ahli Kitab dapat hidup di dalam kekuasaan pemerintahan Darul Islam dengan menerima syarat dzimmah dan membayar jizyah. Namun menurut pendapat masyhur ulama, mereka tidak berhak tinggal di wilayah Hijaz.[20]

Anak–anak yang ditemukan di wilayah Darul Islam dianggap sebagai seorang Muslim. Darul Islam di sini mengacu pada wilayah tempat tinggal umat Islam bukan wilayah kafir yang dibawah otoritas umat Islam.[21]

Pembangunan Tempat Ibadah

Tidak diperbolehkan membangun tempat ibadah kaum ahli Dzimmah di dalam wilayah Darul Islam, jika dibangun maka penguasa Islam harus menghancurkannya.[22] Kecuali di kota-kota yang telah ditaklukkan secara damai, dengan syarat tanah tersebut milik kaum ahli Dzimmah dan sebagai imbalannya, mereka wajib membayar pajak kepada Daulah Islam. Menurut pendapat masyhur ulama, tempat-tempat ibadah agama selain Islam yang ada  sebelum penaklukan tidak dihancurkan.[23]

Catatan Kaki

  1. Syharudi, Farhangg-e Feqh, jld. 3, hlm. 568
  2. Akhundi, Nedzham-e Defai-e Eslami, hlm. 139
  3. Amid Zanjani, Feqh-e Siyasi, jld. 3, hlm. 207
  4. Lathifi, Eslam va Rabeteye Bainal Milal, hlm. 71
  5. Sadati Nezad dan lain-lain, Barresi-e Mi'yarhaye Ta'ayun dar Eslam, hlm. 122
  6. Lathifi, Eslam va Rabeteye Bainal Milal, hlm. 72
  7. Lathifi, Eslam va Rabeteye Bainal Milal, hlm. 71
  8. Lathifi, Eslam va Rabeteye Bainal Milal, hlm. 72
  9. Syahrudi, Farhangg-e Feqh, jld. 3, hlm. 569
  10. Syahrudi, Farhangg-e Feqh, jld. 3, hlm. 569
  11. Lathifi, Eslam va Rabeteye Bainal Milal, hlm. 74
  12. Amid Zanjani, Feqh-e Siyasi, jld. 3, hlm. 269
  13. Amid Zanjani, Feqh-e Siyasi, jld. 3, hlm. 269
  14. Lathifi, Eslam va Rabeteye Bainal Milal, hlm. 75
  15. Amid Zanjani, Feqh-e Siyasi, jld. 3, hlm. 321
  16. Rezvani, Syieh Syenasi, jld. 2, hlm. 540
  17. Syharudi, Farhangg-e Feqh, jld. 3, hlm. 540
  18. Syharudi, Farhangg-e Feqh, jld. 3, hlm. 569
  19. Syharudi, Farhangg-e Feqh, jld. 3, hlm. 569
  20. Syharudi, Farhangg-e Feqh, jld. 3, hlm. 569
  21. Syharudi, Farhangg-e Feqh, jld. 3, hlm. 569
  22. Syharudi, Farhangg-e Feqh, jld. 3, hlm. 569
  23. Syharudi, Farhangg-e Feqh, jld. 3, hlm. 569

Daftar Pustaka

  • Akhundi, Musthafa. Nedzham-e Defai-e Eslami. Qom: Penerbit Sepah, 1386 S
  • Amid Zanjani, Abbas Ali. Feqh-e Siyasi. Teheran: Amir Kabir, 1377 S
  • Hasyimi Syahrudi, Mahmud. Farhangg-e Feqh Mutabiq Madzhab-e Ahlebait. Qom: Markaz Dairah al-Ma'arif Feqh Islami, 1382 S
  • Lathifi Pakdeh, Lutfhali. Eslam va Ravabit Bainal Milal. Qom: Penerbit Zamzam Hedayat, 1388 S
  • Rezvani, Ali Asghar. Syieh Syenasi va Pasuhk be Syubahat. Teheran: Penerbit Masy'ar, cet. 2, 1384 S
  • Sadati Nezad, Sayid Muhammad dan lain-lain. Barresi-e Mi'yarhaye Ta'ayun dar Eslam dar al-Fikr va Dar al-Harb va Entebaq-e an ba Syarait-e Fi'li-e Nedzham Bainal Milal. Dalam majalah Siyasat-e Khariji, vol. 1, musim semi, 1396 S