Lompat ke isi

Abu Sahal Naubakhti

Dari wikishia

Abu Sahal Naubakhti (237-311 HQ), Seorang tokoh teologi terkenal dari kalangan Imami, yang tinggal di Baghdad dan berasal dari dinasti Naubakhti. Selama sebagian besar periode Ghaibah Shughra, ia adalah salah satu pemimpin dan pendukung utama Imamiyah di Baghdad, serta memiliki posisi istimewa di kalangan Syiah Imami umum. Sebagian besar aktivitas ilmiahnya difokuskan pada pembahasan tentang masalah Imamah, khususnya tentang Ghaibah Imam Dua Belas as. Menurut laporan, Abu Sahal pernah bertemu dengan Imam Zaman saat masa kecil beliau. Ia juga bekerja sama erat dengan Husain bin Ruh Naubakhti selama periode kepemimpinan sebagai safir (wakil resmi Imam).

Biografi

Tidak banyak yang diketahui tentang ayah Abu Sahal atau awal kehidupannya. Dalam sumber-sumber penting Rijal Imamiyah, tidak ada rujukan spesifik mengenai tahun kelahiran atau kematiannya, dan informasi yang ada berasal dari literatur Rijal Ahlu Sunah. Diduga ia lahir di Baghdad dan tumbuh di sana. Menurut Iqbal, berdasarkan pernyataan Dzahabi, Abu Sahal wafat pada bulan Syawal tahun 311 HQ.[1] Meskipun kemungkinan besar ia meninggal di Baghdad, ada kemungkinan bahwa ia wafat di Wasit. Makamnya dilaporkan berada di Makam Kadhimiyyah.[2] Dari anak-anak Abu Sahal, dua putranya dikenal, yaitu Ali dan Ya'qub Is-haq (terbunuh pada tahun 322 HQ).[3] Ia juga memiliki seorang saudara bernama Abu Ja'far Muhammad, yang juga seorang teolog dan mengikuti pandangan teologis Abu Sahal.[4] Selain itu, Hasan bin Musa Naubakhti, seorang teolog terkenal dari kalangan Imamiyah dan penulis buku Firaq al-Syi'ah dan Al-Arā’ wa ad-Diyānāt, adalah sepupu Abu Sahal.[5]

Informasi Akademik

Abu Sahal mempelajari ilmu kalam dan doktrin-doktrin Imamiyah di bawah bimbingan para ulama mereka. Namun, tampaknya ia tidak hanya bergantung pada pembelajaran langsung dari guru-guru tersebut tetapi juga banyak membaca dan menelaah karya-karya mereka secara mendalam. Sepertinya ia tidak belajar langsung dari teolog Mu'tazili, melainkan mempelajari karya-karya mereka secara mandiri.[6] Selain ilmu kalam—yang menjadi sumber ketenarannya—ia juga memiliki keahlian dalam puisi, mendukung sastra, dan dianggap sebagai seorang penulis yang cakap.[7] Ia menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh seperti Thalab dan menyampaikan informasi tentang sastra.[8] Beberapa bait puisinya juga telah diriwayatkan.[9] Abu Sahal memiliki hubungan dekat dengan Ibn ar-Rumi dan Al-Buhturi, terutama sebagai pendukung setia Ibnu ar-Rumi. Keduanya juga memuji Keluarga Naubakhti dan pribadi Abu Sahal. Banyak syair dalam Diwan Ibn ar-Rumi memuji Abu Sahal.[10] Ada juga riwayat tentang hubungan antara Abu Sahal dan Al-Buhturi: Seperti yang disebutkan oleh Suli,[11] Abu Sahal dan Al-Buhturi sering menghadiri majelis sastra bersama. Kadang-kadang, Al-Buhturi memuji Abu Sahal dalam syairnya.[12] Namun, seperti yang diriwayatkan oleh Abu al-Faraj al-Isfahani,[13] Al-Buhturi tidak menyukai puisi Abu Sahal.

Pemikiran Teologis

Ibnu Nadhim menyebut Abu Sahal sebagai salah satu tokoh besar Syiah dan menyatakan bahwa ia memiliki majelis pengajaran yang dihadiri oleh sekelompok teolog.[14] An-Najasyi menyebut Abu Sahal sebagai syekh teolog Imamiyah dan non-Imamiyah.[15] Syekh Thusi dalam Al-Fihrist menyebutnya sebagai syekh dan tokoh besar teolog Imamiyah di Baghdad, serta pemimpin Keluarga Naubakhti.[16] Ibnu Hajar al-Asqalani juga mencatatnya sebagai salah satu tokoh utama teolog Mu'tazili.[17] Karena Abu Sahal hidup pada masa yang sangat penting dalam sejarah Imamiyah (periode Ghaibah Shughra), sebagian besar aktivitas akademiknya difokuskan pada pembahasan tentang masalah imamah, terutama Ghaibah Imam Dua Belas as. Oleh karena itu, ia dapat dianggap sebagai salah satu penulis pertama dari kalangan Imamiyah yang membahas topik ini. Lebih jauh lagi, Abu Sahal adalah salah satu orang yang berhasil bertemu dengan Imam Zaman as saat beliau masih kecil.[18] Sebagian dari kitabnya, At-Tanbih fi al-Imamah, yang dikutip oleh Ibn Babawaih dalam Kamil ad-Din, berisi diskusi tentang topik-topik ini. Seperti yang dijelaskan oleh Sayid Murtadha, berdasarkan karya-karyanya, Abu Sahal menggunakan argumen rasional untuk membahas kewajiban imamah dan sifat-sifat Imam, meskipun kadang-kadang ia juga merujuk pada dalil tekstual untuk mendukung argumennya.[19] Sayid Murtadha menambahkan bahwa Abu Sahal dalam membahas masalah imamah mengikuti metode yang digunakan oleh Abu Isa Warraq dan Ibn Rawandi sebelumnya, bahkan menambahkan argumen tambahan di luar apa yang telah mereka ajukan.[20] Abu Sahal menentang Al-Hallaj, yang mengklaim dirinya sebagai pintu dan perwakilan Imam Ghaybah as. Menurut laporan, ia dua kali mengejek upaya Al-Hallaj untuk meyakinkannya akan klaim tersebut, menertawakan mukjizat-mukjizat yang diklaim oleh Al-Hallaj. Dengan cara ini, ia tidak hanya menolak otoritas Al-Hallaj di mata masyarakat, tetapi juga menunjukkan bahwa klaim Al-Hallaj sebagai bagian dari Imamiyah—yang ia klaim sendiri—tidak berdasar.[21] Ibnu Nadhim mencatat bahwa Abu Sahal memiliki pandangan unik dan tanpa preseden tentang Imam Dua Belas as. Pandangan ini dinyatakan sebagai berikut: Imam telah meninggal dunia selama masa ghaibah, dan putranya menggantikannya sebagai penerus. Proses ini—transfer imamah dari ayah kepada anak—akan berlanjut selama periode ghaibah hingga kehendak Allah menetapkan kemunculan Imam Ghaybah as.[22] Namun, dengan mempertimbangkan pandangan-pandangan lain dari Abu Sahal yang tersedia, atribusi pernyataan ini kepadanya tampaknya tidak benar.[23]

Guru dan Murid

Tidak ada informasi yang tersedia tentang guru-guru Abu Sahal. Dalam sumber-sumber yang ada, hanya Marzubani yang menyebut satu nama dari siapa Abu Sahal meriwayatkan kisah-kisah sastra.[24] Abu Sahal memiliki murid-murid dalam ilmu kalam dan sastra, dan beberapa di antaranya meneruskan pemikiran teologisnya kepada generasi berikutnya. Selain putranya, Abu al-Hasan Ali, yang mempelajari ilmu dan sastra dari ayahnya,[25] nama-nama lain yang disebutkan adalah Abu Bakr Muhammad bin Yahya Shuli, Abu Ali Husain bin Qasim Kokabi Tsabit, dan Ahmad bin Muhammad Halwani.[26] Namun, murid-murid terpenting Abu Sahal yang belajar kalam darinya adalah: 1. Abu al-Hasan Ali bin Wasi' an-Nasha' al-Ashghar; [27] 2. Abu al-Hasan Muhammad bin Bishr Hammadani Susanjardi; [28] 3. Abu al-Jaish Muzhaffar bin Muhammad Balkhi. [29]

Informasi Politik

Selama sebagian besar periode Ghaibah Shughra, Abu Sahal adalah salah satu pemimpin dan pendukung utama Imamiyah di Baghdad, serta memiliki posisi istimewa di kalangan Syiah Imami umum.[30] Meskipun kepemimpinan Imamiyah pada masa itu berada di tangan para wakil Imam Zaman as, tampaknya karena jabatan administratif dan kepegawaian Abu Sahal, ia memainkan peran penting dalam melindungi urusan politik dan sosial Imamiyah. Lebih jauh lagi, dengan diskusi dan debat yang ia lakukan melawan penentang Imamiyah dalam masalah teologi dan keyakinan, serta tulisan-tulisannya dalam membela doktrin-doktrin Imamiyah, ia dapat memainkan peran penting di samping para safir Imam Zaman as, yang lebih banyak bertugas menjaga dan memimpin masyarakat Imamiyah serta mengelola sistem keuangan mereka.

Jabatan Negara

Sepertinya Abu Sahal selama sebagian besar hidupnya menjabat sebagai sekretaris negara. Menurut Marzubani,[31] Abu Sahal pernah dihukum dan dipenjara selama masa jabatan Qasim bin Ubaidillah bin Sulaiman (288–291 H). Penyebabnya kemungkinan besar adalah kebijakan anti-Syiah sang menteri. Selama masa jabatan Ibnu Furat Syi'i, tampaknya Abu Sahal memiliki kedudukan tinggi dan bahkan mendekati posisi menteri.[32] Pada bulan Rabi'ul Akhir tahun 311 HQ, ketika Al-Muqtadir Abbasi untuk ketiga kalinya menunjuk Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Furat sebagai perdana menteri dan mencopot Hamid bin Abbas dan Ali bin Isa bin Jarrah dari jabatan negara, Ibn Furat—yang memiliki permusuhan dan konflik dengan Hamid—segera setelah menjabat sebagai menteri, memerintahkan Abu al-Ala Muhammad bin Ali Bazufari dan Abu Sahal Naubakhti untuk pergi ke Wasit, menyelidiki akun-akun Hamid bin Abbas, dan mengambil kembali uang yang ia hutangkan kepada negara. Disebutkan bahwa Abu Sahal, tidak seperti rekan-rekannya, bersikap lembut terhadap Hamid dan tidak melebihi tugas yang diberikan kepadanya.[33]

Pembelaan terhadap Wakil-wakil Imam Zaman afs

Indikasi menunjukkan bahwa Abu Sahal sepenuhnya membela posisi para wakil Imam Zaman afs, seperti yang terlihat dari kerja samanya yang erat dengan Husain bin Ruh Naubakhti selama periode kepemimpinannya. Menurut sebuah riwayat, Abu Sahal dan beberapa tokoh besar Imamiyah lainnya hadir saat kematian Abu Ja'far Muhammad bin Utsman Al-Umari, dan ia memberi tahu mereka tentang penggantinya, Husain bin Ruh Naubakhti.[34]

Karya-karya

Banyak karya dikaitkan dengan Abu Sahal Naubakhti,[35] namun hanya sebagian dari kitab At-Tanbih fi al-Imamah dan tampaknya satu atau dua lembar dari kitab An-Nur yang masih tersisa. Karya-karyanya dapat dibagi menjadi 6 kategori sebagai berikut:

  • Karya-karya terkait imamah
  1. Al-Istifa' fi al-Imamah, yang dipuji oleh Ibnu Syahr Asyub[36] dengan deskripsi "baik," dan kemungkinan ia memiliki akses ke karya tersebut.
  2. An-Nur fi Tawarikh al-A'imma;[37]
  3. At-Tanbih fi al-Imamah; An-Najasyi menyebutkan bahwa ia telah membacanya kepada gurunya, Syekh Mufid.[38] Karya ini penting untuk memahami sejarah periode Ghaibah Shughra.
  4. Al-Jumal fi al-Imamah;
  5. Ar-Radd 'ala Muhammad bin Az-Zahir fi al-Imamah. Kemungkinan yang dimaksud dengan Muhammad bin Az-Zahir adalah Abu Ja'far Muhammad bin Az-Zahir, seorang penulis (wafat 279 HQ) dari kalangan ulama Ahlu Sunah.[39]

Ibnu Syahr Asyub juga menyebutkan sebuah karya berjudul Ithbat al-Imamah,[40] yang kemungkinan adalah versi lain dari Al-Jumal fi al-Imamah.

  • Bantahan terhadap Sekte Syiah Non-Itsna 'Asyari
  1. Ar-Radd 'ala at-Thahiri fi al-Imamah, sebuah bantahan terhadap Ali bin Hasan bin Muhammad ath-Thahiri, yang menulis sebuah buku tentang imamah.[41]
  2. Ar-Radd 'ala al-Ghulat, yang dilihat dari keberadaan aktif kelompok-kelompok ekstrem selama masa hidup Abu Sahal, kebutuhan untuk menulis buku ini menjadi lebih jelas.
  • Buku-buku tentang Prinsip Fiqih
  1. Ibtal al-Qiyas;
  2. Ar-Radd 'ala Isa bin Aban atau An-Naqd 'ala Isa bin Aban fi al-Ijtihad. Isa bin Aban (wafat 221 HQ) adalah seorang ahli fiqih dari mazhab Hanafi dan penganut qiyas; [42]
  3. Naqd Ijtihad ar-Ra'yi, sebuah bantahan terhadap ijtihad ra'yi oleh Ibnu ar-Rawandi;
  4. Naqd Risalah asy-Syafi'i, sebuah bantahan terhadap ar-Risalah karya as-Syafi'i dalam prinsip fiqih;
  1. Al-Ihtijaj li-Nubuwwah an-Nabi as;
  2. Tastbit ar-Risalah;
  3. Ar-Radd 'ala al-Yahud;
  4. Naqd 'Abats al-Hikmah;
  • Buku-buku tentang Masalah Teologi Khusus
  1. Al-Irja';
  2. At-Tauhid;
  3. Hadits al-'Alam | Huduth (Hadits) al-'Alam;
  4. Al-Hikayah wa al-Muhkum;
  5. Al-Khusus wa al-'Amm wa al-Asma' wa al-Ahkam;
  6. Kitab al-Khawathir;
  7. As-Sifat;
  8. Kitab fi Istihalah Ru'yah al-Qadim;
  9. Al-Kalam fi al-Insan*, kemungkinan ini adalah buku yang disebutkan oleh An-Najasyi dengan judul Kitab al-Insan wa ar-Radd 'ala Ibn ar-Rawandi;[43]
  10. Kitab al-Ma'rifah;
  11. Kitab an-Nafi wa al-Ithbat;
  • Bantahan tentang Masalah Teologi (selain Imamah dan Kenabian)
  1. Ar-Radd 'ala Abi al-'Atahiyyah fi at-Tauhid fi Syi'rihi;
  2. Ar-Radd 'ala Ashhab as-Sifat*;
  3. Ar-Radd 'ala Man Qala bi al-Makhluq (Ar-Radd 'ala al-Mujabbirah fi al-Makhluq);
  4. As-Sabuk, sebuah bantahan terhadap kitab At-Taj karya Ibn ar-Rawandi, di mana Ibn ar-Rawandi mencoba membuktikan kekekalan alam semesta dan menyangkal keberadaan Pencipta;
  5. Majalis Thabit bin Qurrah, tampaknya berisi transkrip diskusi ilmiah dan pertemuan Abu Sahal dengan Thabit bin Qurrah Sabi'i (wafat 288 HQ), seorang filsuf dan logikawan terkenal, yang menunjukkan luasnya studi dan aktivitas akademik Abu Sahal. Menariknya, dalam karya-karya Thabit, ada referensi ke sebuah buku berjudul Jawabatuhu 'an Masa'il Sa'alaha 'anha Abu Sahal an-Naubakhti;[44]
  6. Majalisah Ma'a Abu Ali al-Jubba'i bi Ahwaz. Abu Sahal berdebat dengan teolog Mu'tazilah terkenal, Abu Ali al-Jubba'i (wafat 303 HQ), di Ahwaz, dan menyusun transkrip diskusi tersebut dalam buku ini;
  7. Naqd Mas'alah Abi Isa al-Warraq fi Qidam al-Ajram;

Catatan Kaki

  1. Khandaan Naubakhti, hal. 100.
  2. Lihat: Encyclopedia Iranica di bawah entri tersebut.
  3. Lihat: Khandaan Naubakhti, hal. 105, hal. 181-192.
  4. Lihat: Al-Fihrist, hal. 225; juga lihat: Khandaan Naubakhti, hal. 124.
  5. Lihat: Al-Fihrist Ibnu Nadhim, hal. 225.
  6. Lihat: "Imamism and Mu'tazilite? Theology", Le Shi'isme, hal. 16.
  7. Rijal An-Najasyi, hal. 31; Al-Wafi bi al-Wafayat, Jilid 9, hal. 171.
  8. Lihat: Akhbar al-Buhturi, hal. 65; Mu'jam asy-Syu'ara', hal. 106, 242; "Akhbar Abi Nuwas", hal. 293.
  9. Lihat: Diwan Ibnu ar-Rumi, Jilid 1, hal. 150; Mu'jam asy-Syu'ara', hal. 424; Al-Wafi bi al-Wafayat, Jilid 9, hal. 172; Mu'jam al-Udaba', Jilid 4, hal. 159-160.
  10. Lihat: Diwan Ibn ar-Rumi, Jilid 1, hal. 154, Jilid 2, hal. 615, di berbagai tempat.
  11. Akhbar al-Buhturi, hal. 65.
  12. Diwan al-Buhturi, Jilid 3, hal. 1840.
  13. Al-Aghani, Jilid 21, hal. 43.
  14. Al-Fihrist Ibnu Nadheem, hal. 225.
  15. Rijal an-Najasyi, hal. 31.
  16. Hal. 12; juga lihat: Naqd, hal. 81, hal. 186.
  17. Lisan al-Mizan, Jilid 1, hal. 424; juga lihat: Al-Milal wa an-Nihal, Jilid 1, hal. 190.
  18. Thusi, Al-Ghaibah, 1411 HQ, hal. 272-273.
  19. Asy-Syafi'i, Jilid 1, hal. 98.
  20. Asy-Syafi'i, Jilid 1, hal. 98.
  21. "*Silah Tarikh at-Tabari*", hal. 87, 94; *Nashwar al-Muhadharah*, Jilid 1, hal. 161; Thusi, *Al-Ghaybah*, 1411 H, hal. 401-402.
  22. Al-Fihrist Ibnu Nadhim, hal. 225.
  23. Lihat: *Khandaan Naubakhti*, hal. 111; juga lihat: Al-Mughni, Jilid 20(2), hal. 185, yang memberikan pandangan aneh lainnya tentang imamah yang dikaitkan dengan Abu Sahal.
  24. Al-Muwasysyah, hal. 242.
  25. Lihat: Al-Wafi bi al-Wafayat, Jilid 9, hal. 172.
  26. Akhbar al-Buhturi, hal. 120; Al-Muwasysyah, 242; Tarikh Baghdad, Jilid 10, hal. 54; Thusi, Al-Ghaybah*, 1411 H, hal. 271.
  27. Al-Fihrist Ibnu Nadhim, hal. 225.
  28. Al-Fihrist Ibnu Nadhim, hal. 226.
  29. Rijal An-Najasyi, hal. 422.
  30. Thusi, Al-Ghaibah, 1411 HQ, hal. 401.
  31. Mu'jam asy-Syu'ara', hal. 424.
  32. Rijal An-Najasyi, hal. 31.
  33. Lihat: Al-Wuzara', hal. 39–41; Takmilah Tarikh at-Thabari, Jilid 1, hal. 32–33.
  34. Thusi, Al-Ghaybah, 1411 HQ, hal. 371–372.
  35. Lihat: Al-Fihrist Ibnu Nadhim, hal. 225; Rijal An-Najasyi, hal. 31–32; Al-Fihrist Thusi, hal. 12–13.
  36. Ma'alim al-Ulama', hal. 8.
  37. Lihat: Ibn Babawaih, 2/474; Thusi, Al-Ghaibah, 1411 HQ, hal. 271–273.
  38. Rijal An-Najasyi, hal. 31.
  39. Lihat: Tarikh Baghdad, Jilid 2, hal. 83–84.
  40. Ma'alim al-Ulama', hal. 8.
  41. Lihat: Rijal An-Najasyi, hal. 254–255.
  42. Lihat: Tarikh Baghdad, Jilid 11, hal. 157–160.
  43. Rijal An-Najasyi, hal. 254–255.
  44. Tarikh al-Hukama', hal. 118.

Daftar Pustaka

  • Al-Buhturi, Walid bin Ubaid, Diwan, disunting oleh Hasan Kamil Sayraf, Kairo, 1964 M.
  • Hamadhani, Muhammad bin Abdul Malik, Takmilah Tarikh at-Tabari, disunting oleh Albert Yusuf Kan'an, Beirut, 1961 M.
  • Ibnu ar-Rumi, Ali bin Abbas, Diwan, disunting oleh Husain Nashar, Kairo, 1973–1977 M.
  • Ibnu Hajar al-Asqalani, Ahmad bin Ali, Lisan al-Mizan, Hyderabad Deccan, 1329–1331 HQ.
  • Ibnu Manzur, Muhammad bin Makram, "Akhbar Abi Nuwas", bersama Al-Aghani, Abu al-Faraj al-Isfahani, disunting oleh Muhammad Abul Fadhl Ibrahim dan lainnya, Kairo, 1393 HQ/1973 M.
  • Ibnu Syahr Asyub, Muhammad bin Ali, Ma'alim al-Ulama', disunting oleh Muhammad Shadiq Bahrul Ulum, Najaf 1380 H/1961 M.
  • Iqbal Ashtiani, Abbas, Khandaan Naubakhti, Teheran, 1311 HS.
  • Khatib Baghdadi, Ash-Shafi fi al-Imamah, disunting oleh Abdul Zahra Khatib, Teheran, 1407 HQ/1986 M.
  • Khatib Baghdadi, Ahmad bin Ali, Tarikh Baghdad, Kairo, 1349 HQ.
  • Madelung, W., "Imamism and Mu'tazilite? Theology", Le Shi'isme? Imamite, Paris, 1970.
  • Marzubani, Muhammad bin Imran, "Ajwibah al-Masa'il as-Sarawiyyah", beberapa risalah, Qom, Maktabah al-Mufid.
  • Marzubani, Muhammad bin Imran, Al-Muwashshah, disunting oleh Mahbub ad-Din Khatib, Kairo, 1385 HQ.
  • Marzubani, Muhammad bin Imran, Mu'jam asy-Syu'ara', disunting oleh Abdul Sattar Ahmad Farraj, Kairo, 1379 HQ/1960 M.
  • Najasyi, Ahmad bin Ali, Rijal, disunting oleh Musa Shibiri Zanjani, Qom, 1407 HQ.
  • Qadhi Abdul Jabbar Hamadhani, Al-Mughni, disunting oleh Abdul Halim Mahmud dan lainnya, Kairo, 1380 H/1960 M.
  • Qadhi Abdul Jabbar Hamadhani, Tastbit Dalail an-Nubuwwah, disunting oleh Abdul Karim Utsman, Beirut, 1386 H/1966 M.
  • Qazwini Razi, Abdul Jalil, Naqd, disunting oleh Jalaluddin Muhaddith, Teheran, 1358 HS.
  • Qifti, Ali bin Yusuf, Tarikh al-Hukama', disunting oleh Julius Lippert, Leipzig, 1903 M.
  • Qurtubi, Arrib bin Sa'd, "Silah Tarikh at-Tabari", Tarikh at-Tabari, Jilid 11.
  • Safadi, Khalil bin Aibak, Al-Wafi bi al-Wafayat, disunting oleh Fan E.S., Beirut, 1393 HQ/1973 M.
  • Sayi, Hilal bin Muhassin, Al-Wuzara', disunting oleh Abdul Sattar Ahmad Farraj, Kairo, 1958 M.
  • Syahristani, Muhammad bin Abdul Karim, *Al-Milal wa an-Nihal*, disunting oleh Abdul Aziz Muhammad Waki', Kairo, 1387 HQ/1968 M.
  • Shuli, Muhammad bin Yahya, Akhbar al-Buhturi, disunting oleh Saleh Ashtar, Damaskus, 1378 HQ/1958 M.
  • Shuli, Muhammad bin Yahya, Al-Fihrist, disunting oleh Muhammad Shadiq Bahrul Ulum, Najaf, 1380 HQ/1960 M.
  • Tanukhi, Muhassin bin Ali, Nashwar al-Muhadharah, disunting oleh Aboud Shalji, Beirut, 1391 HQ/1971 M.
  • Thusi, Muhammad bin Hasan, Al-Ghaibah lil-Hujjah, disunting oleh Abdullah Tehrani dan Ali Ahmad Nasih, Qom, 1411 HQ.

Yaqut al-Hamawi, Mu'jam al-Udaba'

Tautan Eksternal

Sumber artikel: Ensiklopedia Besar Islam