Karramallah Wajhah

tanpa navbox
tanpa referensi
Dari wikishia
Potongan kaligrafi yang dituliskan karramallah wajhah setelah nama Imam Ali as

Karramallah wajhah (bahasa Arab: كرم الله وجهه; karramallāh wajhah) berarti "semoga Allah memuliakan wajahnya." Ini adalah sebuah ungkapan penuh penghormatan yang digunakan oleh Ahlusunah setelah menyebut nama Imam Ali as. Untuk para sahabat yang lain, mereka menggunakan radhiyallah 'anhu (semoga Allah meridainya). Akan tetapi, Syiah tidak menggunakan ungkapan karramallah wajhah untuk Imam Ali as. Sebagai gantinya, mereka menggunakan ungkapan alaihis salam (semoga kesejahteraan tercurah atasnya).

Mengapa Ahlusunah menggunakan ungkapan tersebut? Menurut mereka, karena Imam Ali as tidak pernah bersujud kepada berhala. Menurut Hafizh Rajab al-Bursi, pengkhususan ungkapan tersebut untuk Imam Ali as oleh Ahlusunah merupakan bukti bahwa beliau lebih unggul dibandingkan dengan ketiga khalifah.

Hanya saja, menurut Abdulaziz bin Baz, seorang mufti Wahabi, ungkapan karramallah wajhah untuk Imam Ali as hanyalah bid'ah yang dibuat oleh orang-orang Syiah.

Definisi

Karramallah wajhah berarti "semoga Allah memuliakannya."[1] Hal ini ketika frasa itu berupa kalimat doa.[2] Atau berarti "Allah memuliakannya", ketika ungkapan itu digunakan sebagai kalimat deskriptif.[3] Frasa itu dengan kedua arti tersebut adalah sebuah ungkapan penghormatan yang biasa digunakan oleh mayoritas Ahlusunah setelah menyebut nama Imam Ali as.[4] Menurut al-Haitami dan al-Syiblanji, dua ulama Ahlusunah, arti ungkapan itu adalah "Allah telah menjaganya dari menyembah selain-Nya."[5] Dalam kitab-kitab referensi Ahlusunah, ungkapan karramallah wajhahu fil jannah.[6]

Menurut riwayat Imam Ahmad bin Hanbal, salah satu imam empat mazhab Ahlusunah, tentang hadis al-rayah (panji perang), ketika menyerahkan panji perang kepada Imam Ali as, Rasulullah saw menggunakan ungkapan وَالَّذِی کَرَّمَ وَجْهَ مُحَمَّد.[7]

Hanya Khusus untuk Imam Ali as

Bagian dalam masjid Muhammad Ali Pasha di Kairo. Disitu dituliskan kalimat "Radiyallahu 'anhu" setelah nama-nama tiga khalifah dan "Karramallahu wajhah" untuk Imam Ali as

Menurut penegasan Ibnu Katsir dan Ibnu Hajar al-Haitami, dua orang ulama Ahlusunah, mayoritas ulama Ahlusunah hanya mengkhususkan ungkapan itu untuk Imam Ali as, dan sama sekali tidak pernah menggunakan untuk tiga khalifah maupun para sahabat yang lain.[8] Ahmad bin Muhammad al-Khafaji dan Muhammad bin Ahmad al-Safaraini, dua ulama Mazhab Hanafiah, juga menegaskan bahwa ungkapan ini sangat masyhur di kalangan Ahlusunah.[9] Dalam kitab-kitab yang ditulis pada era abad 14 Masehi (abad 15 Hijriah), ungkapan karramallah wajhah hanya dikhususkan untuk Imam Ali as.[10]

Mengapa Hanya Khusus untuk Imam Ali

Para ulama Ahlusunah telah memaparkan alasan mengapa ungkapan karramallah wajhah itu hanya dikhususkan untuk Imam Ali as.

  • Tidak pernah bersujud kepada berhala: Ibnu Hajar al-Haitami dan Mu'min al-Syiblanji menjelaskan mengapa ungkapan ini hanya dikhususkan untuk Imam Ali as. Menurut mereka, karena beliau tidak pernah bersujud kepada berhala.[11] Ibnu Hajar menyatakan Abu Bakar bin Quhafah juga sama seperti Imam Ali as tidak pernah bersujud kepada berhala. Bedanya, posisi Imam Ali as tersebut diakui oleh seluruh ulama secara aklamasi.[12] Ketika menjawab klaim sebagian ulama bahwa Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Umar juga tidak pernah bersujud kepada berhala, Ibn Hajar menegaskan, kedua orang ini lahir setelah kemusyrikan sirna. Untuk itu, mereka tidak sama dengan orang yang lahir pada masa penyembahan berhala, tetapi tidak pernah menyembah berhala.[13]
  • Hormat kepada Rasulullah saw sebelum lahir: Menurut riwayat Jalaluddin al-Dawani, seorang filsuf dan teolog Muslim, ketika sedang mengandung Imam Ali as, Fatimah binti Asad pasti bangkit dari duduk tanpa ikhtiar ketika berjumpa Rasulullah saw. Bayi yang sedang ia kandung itu bergerak-gerak, dan melalui gerakan bayi ini, Fatimah memahami bahwa ia harus berdiri. Mayoritas ulama Ahlusunah mengakui bahwa lantaran peristiwa ini, Imam Ali as diberi anugerah karramallah wajhah.[14]

Kaum Wahabi Bangkit Menentang

Mahdi Farmaniyan, seorang periset di bidang mazhab Islam, kaum Wahabi melarang mengucapkan karramallah wajhah ketika kita menyebut nama Imam Ali as.[15] Sesuai laporan Qasemov, seorang periset ahli di bidang sekte Wahabiah, dalam banyak buku yang ditulis, Ibnu Taimiah tidak pernah menggunakan ungkapan karramallah wajhah untuk Imam Ali as.[16]

Menurut keyakinan Abdullah bin Baz, seorang mufti Wahabi, ungkapan karramallah wajhah untuk Imam Ali as hanyalah kolusi[17] dan bidah Syiah.[18] Muhammad Saleh al-Munajjid, salah seorang murid Abdullah bin Baz, juga berkeyakinan, pertama kali, Syiah menggunakan ungkapan itu untuk Ali. Lalu, para penulis bodoh mengikuti jejak mereka.[19] Hanya saja, mereka tidak menyebutkan sanad untuk masalah ini.[20]

Menurut Adib Darrah Shufi, seorang alim Syiah di abad ke-13 Hijriah, para pengikut Syiah menggunakan ungkapan 'alaihissalam, salamullah ‘alaih, atau shalwatullah ‘alaih untuk Imam Ali as.[21] Muhammad Ashif Muhsini, seorang alim Syiah yang berkebangsaan Afghanistan, menilai, ungkapan karramallah wajhah untuk Imam Ali as hanya digunakan oleh para ulama Ahlusunah.[22]

Bukti Keutamaan Imam Ali as

Hafiz Rajab al-Bursi, seorang muhadis dan alim Syiah abad ke-8 Hijriah, menilai, penggunaan ungkapan karramallah wajhah untuk Imam Ali as merupakan bukti atas keutamaan beliau atas para sahabat yang lain.[23] Menurut Muhammad Taqi Tsaqafi, pengkhususan ini merupakan dalil bahwa di antara tiga khalifah, hanya Imam Ali as yang tidak pernah menyembah berhala. Dari realita ini, ia menarik kesimpulan bahwa dari ketiga khalifah itu, hanya Imam Ali as yang berhak menjadi pemimpin, Tsaqafi karena orang yang pernah menyembah berhala tidak layak untuk menjadi pemimpin.[24] Sayid Muhammad Jawad Husaini Jalali, seorang periset Syiah, memaparkan dalil-dalil mengapa ungkapan tersebut hanya dikhususkan untuk Imam Ali as. Setelah memaparkan dalil-dalil ini, lantaran ayat-ayat Alquran seperti لَا یَنَالُ عَهْدِی الظَّالِمِینَ; "janji-Ku tidak akan diberikan kepada orang-orang zalim"[25] dan فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ; "di antara mereka ada orang yang menzalimi dirinya sendiri",[26] ia menegaskan bahwa ketiga khalifah tidak layak untuk menjadi pemimpin. Menurutnya, berdasarkan ayat-ayat ini, orang yang pernah berdosa telah menzalimi diri sendiri, dan janji Allah tidak akan diberikan kepada orang yang zalim.[27]

Catatan Kaki

  1. Bestani, Farhangg-e Abjadi, 1375 S, hlm. 726, kosa kata takrim. Silakan juga merujuk: al-Zubaidi, Taj al-'Arus, 1414 H, jld. 17, hlm. 607, kosakata karam.
  2. Al Syaikh, Ucapan Karramallah Wajhah untuk Ali bin Abi Thalib.
  3. Al-Zawawi, Syama’il al-Rasul, Dar al-Qummah, jld. 1, hlm. 429.
  4. Sebagai contoh, silakan rujuk: Malik bin Anas, al-Muwaththa’, riwayat Muhammad bin Hasan al-Syaibani, al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, hlm. 283; al-Syaibani, al-Hujjah 'ala Ahl al-Madinah, 1403 H, jld. 1, hlm. 28; al-‘Askari, Tashhifat al-Muhadditsin, 1402 H, jld. 2, hlm. 126 dan 518; Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Haditsiyyah, Dar al-Fikr, hlm. 18; Ibnu Rajab al-Hanbali, Syarh Hadits Labbaika-llahumma Labbaik, 1417 H, hlm. 142; al-Alusi, al-Ajwibah al-'Iraqiyyah 'ala al-As'ilah al-Ahuriyyah, 1301 H, jld. 1, hlm. 62; al-Halabi, al-Sirah al-Halabiyyah, 1427 H, jld. 2, hlm. 427; al-Khalaf, Madkhal ila al-Tafsir wa ‘Ulum al-Qur’an, Dar al-Bayan al-‘Arabi, hlm. 93.
  5. Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Haditsiyyah, Dar al-Fikr, hlm. 41; al-Syiblanji, Nur al-Abshar, 1415 H, hlm. 156.
  6. Sebagai contoh, silakan merujuk: al-Thabarani, al-Mu’jam al-Shaghir, 1405 H, jld. 1, hlm. 228 dan 260; Ibnu Qayyim, A’lam al-Muwaqqi’in, 1423 H, jld. 3, hlm. 256 dan jld. 4, hlm. 475; Ibnu Nuruddin, Taisir al-Bayan, 1433 H, jld. 3, hlm. 133.
  7. Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, 1421 H, jld. 17, hlm. 197.
  8. Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, 1412 H, jld. 3, hlm. 524; Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Haditsiyah, Dar al-Fikr, jld, 1, hlm. 41.
  9. al-Khafaji, Hasyiyah al-Syihab, 1417 H, jld. 6, hlm. 479; al-Safaraini, Ghadza’ al-Albab, 1414 H, jld. 1, hlm. 33.
  10. Sebagai contoh, al-Harari, Tafsir Hada’iq al-Ruh wa al-Raihan, 1421 H, jld. 11, hlm. 131 dan 214.
  11. Al-Syiblanji, Nur al-Abshar, 1415 H, hlm. 156.
  12. Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Haditsiyah, Dar al-Fikr, jld, 1, hlm. 41.
  13. Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Haditsiyah, Dar al-Fikr, jld, 1, hlm. 41.
  14. Al-Dawani, Nur al-Hidayah, 1392 S, hlm. 53.
  15. Farmaniyan, al-Wahabiyyah al-Mutatharrifah, 1435 H, jld. 4, hlm. 378.
  16. Qasemov, Ibnu Taimiah Emam-e Salafiha, 1391 S, hlm. 199. Silakan rujuk: Ibnu Taimiah, Bughyat al-Murtad, 1415 H, hlm. 321; Ibnu Taimiah, Jami’ al-Masa’il li Ibn Taimiah, 1422 H, hlm. 169; Ibnu Taimiah, al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan, 1405 H, hlm. 18.
  17. Bin Baz, Masa’il al-Imam Bin Baz, 1428 H, hlm. 33.
  18. Kaifiyyat Ishal al-Tabarru’at ila al-Mujahidin al-Afghan. Silakan rujuk: Al Syekh, Qaul Karramalah Wajhah li Ali bin Abi Thalib.
  19. Al-Munajjid, Mauqi’ al-Islam; Su'al wa Jawab, 1430 H, jld. 9, hlm. 101.
  20. Silakan rujuk: Bin Baz, Masa’il al-Imam Bin Baz, 1428 H, hlm. 33; al-Munajjid, Mauqi’ al-Islam; Su’al wa Jawab, 1430 H, jld. 9; Ibnu Jabrain, Fatawa fi al-Tauhid, 1418 H, hlm. 38
  21. Nizham A'raj, Syarh al-Nizham 'ala al-Syafiyah, Dar al-Hujjah li al-Tsqafah, hlm. 25.
  22. Muhsini, Zahra as Gol-e Hamisyeh Bahar-e Nobowwat, 1392 H, hlm. 30.
  23. Hafizh al-Bursi, Masyariq Anwar al-Yaqin, 1427 H, hlm. 323.
  24. Tsaqafi Tehrani, Tafsir-e Ravan-e Javid, 1398 S, jld. 1, hlm. 169. Begitu pula silakan rujuk: Wardani, Farib, 1389 H, hlm. 255; al-Hasun, al-Tahawwul al-Madzhabi, 1384 S, hlm. 155.
  25. QS. Al-Baqarah 2:124.
  26. QS. Fathir 35:32.
  27. Khajeh Nashiruddin Thusi, Tajrid al-I’tqad, 1407 H, catatan kaki, hlm. 239 dan 241.

Referensi

  • Al Syekh, Abdulaziz bin Abdullah dan lain-lain (al-Lajnah al-Da’imah li al-Buhuts al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta’). Ucapan Karramallah Wajhah untuk Ali bin Abi Thalib, al-Islam; Su’al wa Jawab, diduniamayakan dari naskah asli tanggal 21 Mehr 1387 S/13 Oktober 2007 M, tanggal diakses 31 Mordad 1399 S.
  • Al-Alusi, Sayyid Mahmud bin Abdullah. (1301 H). Al-Ajwibah al-‘Iraqiyyah ‘ala al-As’ilah al-Lahuriyyah, Baghdad: Mathba’ah al-Hamidiyyah.
  • Ibnu Taimiah, Ahmad bin Abdulhalim. (1405 H/1985 M). Al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan, riset Abdulqadir al-Arna’uth, Damaskus: Maktabah Dar al-Bayan.
  • Ibnu Taimiah, Ahmad bin Abdulhalim. (1415 H/1995 M). Bughyat al-Murtad ‘ala al-Mutafalsifah wa al-Qaramithah wa al-Bathiniyyah, riset Musa al-Darwisy, Madinah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam.
  • Ibnu Taimiah, Ahmad bin Abdulhalim. (1422 H). Jami’ al-Masa’il li Ibn Taimiah, kumpulan pertama, riset Muhammad ‘Uzair Syams dan pengawasan Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Makkah: Dar ‘Alam al-Fawa’id li al-Nasyr wa al-Tauzi’.
  • Ibnu Jabrain, Abdullah bin Abdurrahman. (1418 H). Fatawa fi al-Tauhid, mukadimah Hamd bin Ibrahim al-Hariqi, t.tp.: Dar al-Wathan li al-Nasyr.
  • Ibnu Hajar al-Haitami, Ahmad bin Muhammad. (t.t.). Al-Fatawa al-Haditsiyyah, t.tp.: Dar al-Fikr.
  • Al-Hanbali, Ahmad bin Muhammad. (1421 H/2001 M). Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, riset Syu’ait al-Arna’uth dan lain-lain, pengawasan Abdullah bin Abdulmuhsin al-Turki, t.tp.: Muassasah al-Risalah.
  • Ibnu Rajab al-Hanbali, Abdurrahman bin Ahmad. (1417 H). Syarh Hadits Labbaika-llahumma Labbaik, riset: Walid bin Abdurrahman Muhammad Al Faryan, Makkah: Dar ‘Alam al-Fawa’id.
  • Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abu Bakar. (1423 H). A’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin, mukadimah, catatan, dan penulisan hadis: Bin Hasan Al Salman Ahmad Abdullah Ahmad, Arab Saudi: Dar Ibn al-Jauzi li al-Nasyr wa al-Tauzi’.
  • Ibnu Katsir, Ismail bin Umar. (1412 H/1992 M). Tafsir Ibnu Katsir, riset dan mukadimah: Yusuf bin Abdurrahman al-Marasyali, Beirut: Dar al-Ma’rifah li al-Thaba’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi’.
  • Bastani, Fu’ad Afram. (1375 S). Farhangg-e Abjadi, Tehran: Eslami.
  • Bin Baz, Abdulaziz bin Abdullah. (1428 H). Masa’il al-Imam Bin Baz, catatan: Abu Muhammad Abdullah bin Mani’, Riyadh: Dar al-Tadmirah.
  • Al-Hasun, Ala’. (1384 S/2005 M). Al-Tahawwul al-Madzhabi; Bahts Tahlili Haula Rihlat al-Mustabshirin ila Madzhab Ahl al-Bait as, Iran: Qalam al-Syarq.
  • Hukum mengucapkan Ali Karramallah Wajhah, Bin Baz, Masa’il al-Imam Bin Baz, naskah asli dari Ishal al-Tabarru’at ila al-Mujahidin al-Afghan, diakses pada tanggal 23 Mordad 1399 S.
  • Al-Halabi, Ali bin Ibrahim. (1427 H). Al-Sirah al-Halabiyyah: Insan al-‘Uyun fi Sirat al-Amin al-Ma’mun, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
  • Al-Safaraini, Muhammad bin Ahmad. (1414 H/1993 M). Ghadza’ al-Albab fi Syarh Manzhumat al-Adab, Mesir: Muassasah Qurthubah.
  • Tsaqafi Tehrani, Muhammad. (1398 S). Ravan-e Javid dar Tafsir-e Qur’an-e Majid, Tehran: Burhan.
  • Hafizh al-Bursi, Rajab bin Muhammad. (1427 H). Masyariq Anwar al-Yaqin fi Asrar Amir al-Mu’minin, Qom: Dzawil Qurba.
  • Al-Khafaji, Ahmad bin Muhammad. (1417 H). Hasyiyah al-Syihab al-Musammah ‘Inayat al-Qadhi wa Kifayat al-Radhi ‘ala Tafsir al-Baidhawi, riset Mahdi Abdurrazzaq, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Mansyurat Muhammad Ali Baidhun.
  • Al-Khalaf, Abduljawad. (t.t.). Madkhal ila al-Tafsir wa ‘Ulum al-Qur’an, Kairo: Dar al-Bayan al-‘Arabi.
  • Khajeh Nashiruddin Thusi, Muhammad bin Muhammad. (1407 H). Tajrid al-I’tqad, riset Muhammad Jawad Husaini Jalali, Tehran: Maktabah al-I’lam al-Islami.
  • Al-Dawani, Muhammad bin As’ad. (1392 S). Nur al-Hidayah fi Itsbat al-Imamah, revisi Wahid Tawassuli dan kawan-kawan, Qom: Majma-e Dzakha’er-e Eslami.
  • Al-Zubaidi, Murtadha Muhammad bin Muhammad. (1414 H). Taj al-‘Arus min Jawahir al-Qamus, riset dan revisi Ali Syiri, Beirut: Dar al-Fikr.
  • Al-Zawawi, Ahmad bin Abdulfattah. (t.t.). Syama’il al-Rasul, Alexandria: Dar al-Qummah.
  • Al-Syiblanji, Mu’min. (1415 H/1373 S). Nur al-Abshar fi Manaqib Al Bait al-Nabi al-Mukhtar, Qom: Syarif al-Radhi.
  • Al-Syaibani, Muhammad bin Hasan. (1403 H). Al-Hujjah ‘ala Ahl al-Madinah, riset Mahdi Hasan al-Kailani al-Qadiri, Beirut: ‘Alam al-Kutub.
  • Al-Thabarani, Abul Qasim. (1405 H/1985 M). Al-Raudh al-Dani (al-Mu’jam al-Shaghir), Beirut dan Oman: al-Maktab al-I’lami dan Dar Ammar.
  • Al-‘Askari, Abu Ahmad. (1402 H). Tashhifat al-Muhadditsin, riset Mahmud Ahmad Mirah, Kairo: al-Mathba’ah al-‘Arabiyyah al-Haditsah.
  • Farmaniyan, Mahdi dan kelompok penulis. (1435 H). Al-Wahabiyyah al-Mutatharrifah: Mausu’ah Naqdiyyah, Qom: Dar al-I’lam li Madrasat Ahl al-Bait as.
  • Qasemov, Ilyas. (1391 S). Ibnu Taimiah Emam-e Salafiha, Qom: Majma-e Jahani-ye Ahl-e Beit as.
  • Malik bin Anas. (Cet. 2, t.t.). al-Muwaththa’, riwayat Muhammad bin Hasan al-Syaibani, al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, riset dan komentar Abdulwahhab Abdullatif, al-Maktabah al-‘Ilmiyyah.
  • Muhsini, Muhammad Ashif. (1392 H). Zahra as Gol-e Hamisyeh Bahar-e Nobowwat, upaya keras Hai’at al-Ghadir dan Hauzah Ilmiah Khatamun Nabiyyin as, Kabul: Hai’at al-Ghadir.
  • Al-Munajjid, Muhammad Saleh. (1430 H). Mauqi’ al-Islam; Su’al wa Jawab, diupload pada tahun 1430 H.
  • Nizham A’raj. (t.t.). Syarh al-Nizham ‘ala al-Syafiyah, Dar al-Hujjah li al-Tsqafah, riset Muhammad Zaki Ja’fari. Qom: Dar al-Hujjah li al-Tsaqafah.
  • Wardani, Saleh. (1389 H). Farib, Qom: Bonyad-e Ma’aref-e Eslami.
  • Al-Harari, Muhammad al-Amin bin Abdullah. (1421 H/2001 M). Tafsir Hada’iq al-Ruh wa al-Raihan fi Rawabi ‘Ulum al-Qur’an, Beirut: Dar Thauq al-Najah.