Automoderated users, confirmed
1.885
suntingan
Baris 34: | Baris 34: | ||
==Pengunaan Pakaian Hitam dalam Lintasan Sejarah== | ==Pengunaan Pakaian Hitam dalam Lintasan Sejarah== | ||
Di banyak negara dan budaya, warna hitam dianggap sebagai warna berkabung dan berduka cita. | Di banyak negara dan budaya, warna hitam dianggap sebagai warna berkabung dan berduka cita.<ref> Abu al-Hasani, ''Siyahpushi dar Sug-e Aemmeh Nur'', hlm. 53-72.</ref> Di Iran kuno, warna ini juga merupakan tanda berkabung, dan mengenakan warna hitam memiliki tempat penting dalam ritual berkabung Siyavash (orang-orang Siyavash atay Sauvash).<ref>Mazhahiri, ''Farhangg-e Sug-e Syi'i'', hlm. 289.</ref> Hamdallah Mastaufi (w: 750 H) seorang sejarawan periode Ilkhani dalam kitab ''Tarikh Ghazideh'', setelah menyebutkan peristiwa terbunuhnya Siyavash, ia menganggap mengenakan pakaian berwarna gelap dan memanjangkan rambut sebagai peninggalan ritual duka Siyavash.<ref>Mustaufa, ''Tarikh-e Guzideh'', hlm. 88.</ref> Berbagai bukti telah dikemukakan bahwa di kalangan orang Arab, warna hitam telah menjadi kebiasaan sebagai warna berkabung.<ref>Abu al-Hasani, ''Siyahpushi dar Sug-e Aemmeh Nur'', hlm. 95-96.</ref> Konon di Irak dan banyak wilayah lainnya, pakaian hitam telah menjadi tanda berkabung sejak abad-abad awal Hijriah.<ref>Faqihi, ''Āli Buyeh Nakhustin-e Selseley-e Qudratmand-e Syieh'', hlm. 809.</ref> | ||
'''Sirah Nabi Muhammad saw dan Aimmah as''' | '''Sirah Nabi Muhammad saw dan Aimmah as''' | ||
Menurut Ali Abul-Hasani dalam kitabnya, ''Siyahpusyi dar Saug Aimmeh Nur'', kumpulan laporan di bidang ini, terlepas dari perbedaan kredibilitas yang dimiliki masing-masingnya, menunjukkan bahwa [[Nabi Muhammad saw]] dan Aimmah sa mengenakan pakaian berkabung berwarna hitam saat berkabung atas orang yang mereka cintai. Tradisi seperti itu sudah umum di kalangan mereka dan para pengikutnya. | Menurut Ali Abul-Hasani dalam kitabnya, ''Siyahpusyi dar Saug Aimmeh Nur'', kumpulan laporan di bidang ini, terlepas dari perbedaan kredibilitas yang dimiliki masing-masingnya, menunjukkan bahwa [[Nabi Muhammad saw]] dan Aimmah sa mengenakan pakaian berkabung berwarna hitam saat berkabung atas orang yang mereka cintai. Tradisi seperti itu sudah umum di kalangan mereka dan para pengikutnya.<ref> Abu al-Hasani, ''Siyahpushi dar Sug-e Aemmeh Nur'', hlm. 95-96.</ref> | ||
Sebagai contoh, Zainab putri Ummu Salamah, mengenakan pakaian berkabung hitam selama tiga hari sebagai tanda berkabung atas Hamzah bin Abdul Muttalib, dan Nabi Muhammad sawmenghiburnya; [26] Demikian pula ia memerintahkan Asma binti Umays, atas kesyahidan suaminya Jafar bin Abi Thalib untuk mengenakan pakaian berkabung (hitam) selama tiga hari. | Sebagai contoh, Zainab putri Ummu Salamah, mengenakan pakaian berkabung hitam selama tiga hari sebagai tanda berkabung atas Hamzah bin Abdul Muttalib, dan Nabi Muhammad sawmenghiburnya; [26] Demikian pula ia memerintahkan Asma binti Umays, atas kesyahidan suaminya Jafar bin Abi Thalib untuk mengenakan pakaian berkabung (hitam) selama tiga hari.<ref>Ibnu Manzur, ''Lisan al-Arab'', jld. 1, hlm. 473.</ref> Juga, menurut syarah Nahjul Balagha karya Ibn Abi al-Hadid, Imam Mujtaba as muncul di antara orang-orang dengan pakaian hitam. setelah syahidnya Imam Ali as.<ref>Ibnu Abi al-Hadid, ''Syarh Nahj al-Balaghah'', jld. 16, hlm. 22.</ref> Syekh Shaduq as dalam ''[[Uyun Akhbar al-Ridha as]]'', dalam sebuah riwayat, menceritakan kaum Syiah yang menghadiri prosesi pemakaman Imam Kazhim as mengenakan pakaian hitam.<ref>Syekh Shaduq, ''Uyun Akhbar al-Ridha'',jld. 1, hlm. 100.</ref> | ||
Dengan memperhatikan riwayat yang dinukil Allamah Majlisi di ''[[Bihar al-Anwar]]'', setelah [[Yazid]] membebaskan tawanan Karbala, seluruh wanita Bani Hasyim mengenakan pakaian hitam dan berkabung untuk Imam Husain as selama tujuh hari di malam hari. [30] Al-Kulaini dalam ''[[al-Kafi]]'' menyebutkan pakaian [[Imam Sajjad as]] pada momen tersebut berwarna hitam. | Dengan memperhatikan riwayat yang dinukil Allamah Majlisi di ''[[Bihar al-Anwar]]'', setelah [[Yazid]] membebaskan tawanan Karbala, seluruh wanita Bani Hasyim mengenakan pakaian hitam dan berkabung untuk Imam Husain as selama tujuh hari di malam hari. [30] Al-Kulaini dalam ''[[al-Kafi]]'' menyebutkan pakaian [[Imam Sajjad as]] pada momen tersebut berwarna hitam.<ref>Kulaini, ''al-Kafi'', jld. 6, hlm. 449.</ref> Menurut riwayat kitab Mahasin al-Barqi, setelah kesyahidan Imam Husain as, para wanita Bani Hashem mulai berkabung dengan mengenakan pakaian hitam, dan Imam Sajjad as menyediakan makanan bagi mereka.<ref>Barqi, ''al-Mahasin'', jld. 2, hlm. 420.</ref> Riwayat ini dinilai sebagai riwayat yang paling kuat di bidang ini baik dalam sanad maupun pendalilan.<ref>Abu al-Hasani, ''Siyahpushi dar Sug-e Aemmeh Nur'', hlm. 116.</ref> | ||
'''Tradisi Syiah yang Populer pada Periode Kegaiban''' | '''Tradisi Syiah yang Populer pada Periode Kegaiban''' | ||
Menurut laporan sejarah, tradisi mengenakan pakaian hitam adalah hal biasa di kalangan Syiah setelah para imam dan pada periode kegaiban kubra. Pada masa Al-Bawaih, merupakan kebiasaan untuk mengadakan upacara berkabung bagi Ahlulbait as dengan mengenakan pakaian berwarna hitam. | Menurut laporan sejarah, tradisi mengenakan pakaian hitam adalah hal biasa di kalangan Syiah setelah para imam dan pada periode kegaiban kubra. Pada masa Al-Bawaih, merupakan kebiasaan untuk mengadakan upacara berkabung bagi Ahlulbait as dengan mengenakan pakaian berwarna hitam.<ref>Muqaddasi, ''Ahsan al-Taqasim'', jld. 2, hlm. 545; Kabir, ''Āli Buwaih dar Bagdad'', hlm. 312.</ref> Disebutkan dalam ''al-Kamil fi al-Tarikh'' bahwa majelis berkabung resmi Syiah yang pertama untuk Imam Husain as diselenggarakan atas perintah Mu'az al-Daulah al-Dailami pada tahun 352 H dan dalam acara ini, kaum perempuan diperintahkan untuk menghitamkan rambut dan wajah.<ref> Ibnu Atsir, ''al-Kamil fi al-Tarikh'', jld. 8, hlm. 549.</ref> Dalam kitab Adab al-Laththaf Sya’ri salah seorang penyair abad 5 H menukilkan penggunaan pakaian hitam sebagai tanda berkabung untuk Imam Husain as.<ref> Syubbar, ''Adab al-Thuf'', jld. 3, hlm. 268.</ref> | ||
Disebutkan Khawaja Ali Siyapusy (W. 830 H), salah seorang keturunan Syekh Shafi al-Din al-Ardabili dan leluhur raja-raja Shafawi, menjadi terkenal dengan julukan tersebut karena ia selalu mengenakan pakaian berwarna hitam saat majelis duka Imam Husain as. | Disebutkan Khawaja Ali Siyapusy (W. 830 H), salah seorang keturunan Syekh Shafi al-Din al-Ardabili dan leluhur raja-raja Shafawi, menjadi terkenal dengan julukan tersebut karena ia selalu mengenakan pakaian berwarna hitam saat majelis duka Imam Husain as.<ref>Mazhahiri, ''Farhangg-e Sug-e Syi'i'', hlm. 291.</ref>Pietro Della Valle seorang petualang Italia dalam kunjungannya ke Isfahan pada tahun 1027 H pada periode Shafawi, menggambarkan pawai duka masyarakat selama Muharram bersamaan dengan mengenakan pakaian hitam.<ref> Della Valle, ''Safar Nameh'', hlm. 123.</ref>. | ||
Penulis Perancis Comte Dugobineau menceritakan pakaian para emir, menteri dan pegawai pada periode Qajar berwarna hitam dan gelap. | Penulis Perancis Comte Dugobineau menceritakan pakaian para emir, menteri dan pegawai pada periode Qajar berwarna hitam dan gelap.<ref>Dugobineau, ''Syukuh-e Ta'ziyeh dar Iran'', hlm. 457.</ref> Washal Syirazi (W. 1262 H) penyair Syiah pada periode ini, telah memulai menyusun syair Asyuranya dengan kalimat, "Pakaian hitam ini untuk acara berkabung siapa?”<ref>Washal Syirazi, 'Divan'', hlm. 901.</ref> Charles James Wills, seorang dokter Inggris pada periode Qajar di Iran, juga melaporkan bahwa pakaian resmi berkabung untuk Muharram dan [[Safar]] pada periode ini berwarna hitam, dan kebanyakan orang mengenakan pakaian hitam sejak awal [[Muharam]].<ref>Wills, ''Tarikh-e Ijtima'i-e Iran dar 'Ahd-e Qajar'', hlm. 265.</ref> | ||
==Pakaian Hitam Bani Abbas== | ==Pakaian Hitam Bani Abbas== |