Lompat ke isi

Hadis Makarim Akhlak: Perbedaan antara revisi

tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 15: Baris 15:
'''Innama Bu’itstu li Utammima Makarim al-Akhlak''' (bahasa Arab: {{ia| إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَکَارِمَ الْأَخْلَاق}}) atau '''Hadis Makarim al-Akhlak''' adalah sebuah hadis Nabi saw yang menjelaskan bahwa tujuan pengutusan Nabi saw adalah untuk menyempurnakan keutamaan akhlak. Disebutkan dalam hadis ini: “Saya diutus untuk menyempurnakan akhlak.” Riwayat ini dikenal dengan nama “Hadis Makarim al-Akhlak”. Merujuk pada hadis ini, akhlak dianggap sebagai salah satu persoalan penting dalam Islam dan menganggap penyempurnaan dan pengajaran keutamaan akhlak sebagai salah satu tujuan utama dakwah Nabi saw.
'''Innama Bu’itstu li Utammima Makarim al-Akhlak''' (bahasa Arab: {{ia| إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَکَارِمَ الْأَخْلَاق}}) atau '''Hadis Makarim al-Akhlak''' adalah sebuah hadis Nabi saw yang menjelaskan bahwa tujuan pengutusan Nabi saw adalah untuk menyempurnakan keutamaan akhlak. Disebutkan dalam hadis ini: “Saya diutus untuk menyempurnakan akhlak.” Riwayat ini dikenal dengan nama “Hadis Makarim al-Akhlak”. Merujuk pada hadis ini, akhlak dianggap sebagai salah satu persoalan penting dalam Islam dan menganggap penyempurnaan dan pengajaran keutamaan akhlak sebagai salah satu tujuan utama dakwah Nabi saw.


Hadis ini diriwayatkan dalam sumber Syiah dan Ahlusunah. Narasi dengan tema yang sama, namun dengan kata-kata yang sedikit berbeda, juga terdapat dalam beberapa sumber hadis lainnya. Beberapa peneliti menganggap hadis ini mutawatir naknawi karena banyaknya riwayat hadis ini.
Hadis ini diriwayatkan dalam sumber Syiah dan Ahlusunah. Narasi dengan tema yang sama, namun dengan kata-kata yang sedikit berbeda, juga terdapat dalam beberapa sumber hadis lainnya. Beberapa peneliti menganggap hadis ini mutawatir maknawi karena banyaknya riwayat hadis ini.


Mereka mengatakan bahwa Makarim al-Akhlak adalah sesuatu yang khusus dan berbeda dari kebajikan-kebajikan akhlak lainnya bahkan lebih unggul darinya. Dalam hadis, sifat-sifat seperti kesabaran, rasa syukur, semangat, rasa puas diri, keberanian, belas kasihan, kesopanan, dan budi pekerti yang baik merupakan salah satu contoh Makarim al-Akhlak.
Mereka mengatakan bahwa Makarim al-Akhlak adalah sesuatu yang khusus dan berbeda dari kebajikan-kebajikan akhlak lainnya bahkan lebih unggul darinya. Dalam hadis, sifat-sifat seperti kesabaran, rasa syukur, semangat, rasa puas diri, keberanian, belas kasihan, kesopanan, dan budi pekerti yang baik merupakan salah satu contoh Makarim al-Akhlak.


==Kedudukan==
==Kedudukan==
Hadis {{ia|إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَکَارِمَ الْاَخْلَاق‏ }} “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak [dan mengajarkannya]”.[1] Hadis ini dikenal dengan hadis Makarim al-Akhlak[2] atau Hadis Tatmim.[3] Hadis ini diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw.[4] Mengacu pada hadis ini, Salah satu tujuan utama pengutusan Nabi saw adalah menyempurnakan dan mengajarkan Makarim al-Akhlak. [5] Selain itu, hadis ini juga  mengungkapkan pentingnya masalah moral dalam Islam[6]
Hadis {{ia|إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَکَارِمَ الْاَخْلَاق‏ }} “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak [dan mengajarkannya]”.[1] Hadis ini dikenal dengan hadis Makarim al-Akhlak[2] atau Hadis Tatmim.[3] Hadis ini diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw.[4] Mengacu pada hadis ini, Salah satu tujuan utama pengutusan Nabi saw adalah menyempurnakan dan mengajarkan Makarim al-Akhlak. [5] Selain itu, hadis ini juga  mengungkapkan pentingnya masalah moral dalam Islam.[6]


==Tafsir Hadis yang Berbeda-beda==
==Tafsir Hadis yang Berbeda-beda==
Baris 27: Baris 27:
Murtadha Mutthahhari, seorang ulama Islam dan penulis Syiah, berpendapat bahwa dapat dipahami dari hadis ini bahwa misi Nabi saw adalah membentuk spirit, akhlak, dan pendidikan umat, serta memiliki aspek emosional, dan menggerakkan, bukan  hanya aspek ilmiah dan keilmuan saja. Berbeda dengan akhlak Socrates yang bertumpu pada kebajikan dan kaidah akal serta hanya mempertimbangkan dimensi rasional. Karena alasan ini, ia kering, dan tetap tak bergerak.[7]
Murtadha Mutthahhari, seorang ulama Islam dan penulis Syiah, berpendapat bahwa dapat dipahami dari hadis ini bahwa misi Nabi saw adalah membentuk spirit, akhlak, dan pendidikan umat, serta memiliki aspek emosional, dan menggerakkan, bukan  hanya aspek ilmiah dan keilmuan saja. Berbeda dengan akhlak Socrates yang bertumpu pada kebajikan dan kaidah akal serta hanya mempertimbangkan dimensi rasional. Karena alasan ini, ia kering, dan tetap tak bergerak.[7]


Menurut Ibnu Arabi seorang ‘arif dan mufasir Ahlusunah (560-638 H), di antara para nabi, masing-masing mempunyai kapasitas yang lebih besar dalam menerima keutamaan[8] dan nabi-nabi yang diutus setelahnya memiliki semua sifat dan kesempurnaan nabi-nabi terdahulu. Oleh karena itu, Nabi saw memiliki kapasitas untuk menyempurnakan Makarim al-Akhlak.[9]
Menurut Ibnu Arabi seorang ‘arif dan mufasir Ahlusunah (560-638 H), di antara para nabi, masing-masing mempunyai kapasitas yang lebih besar dalam menerima keutamaan[8] dan nabi-nabi yang diutus setelahnya memiliki semua sifat dan kesempurnaan nabi-nabi terdahulu. Oleh karena itu, Nabi saw memiliki kapasitas untuk menyempurnakan Makarim al-Akhlak.[9]


Sebagian peneliti juga berpendapat bahwa mencapai keutamaan akhlak bukanlah satu-satunya tujuan pengutusan Nabi saw.[10] Karena pengutusan Nabi saw, memiliki banyak tujuan lainnya seperti berpolitik, memimpin masyarakat serta menyelesaikan tugas-tugasnya. berdebat dengan masyarakat.[11]  
Sebagian peneliti juga berpendapat bahwa mencapai keutamaan akhlak bukanlah satu-satunya tujuan pengutusan Nabi saw.[10] Karena pengutusan Nabi saw, memiliki banyak tujuan lainnya seperti berpolitik, memimpin masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah mereka.[11]  


Mengingat hal tersebut, berikut adalah beberapa kemungkinan yang disebutkan dalam memaknai hadis tersebut:  
Mengingat hal tersebut, berikut adalah beberapa kemungkinan yang disebutkan dalam memaknai hadis tersebut:  
Baris 44: Baris 44:
Di antara sumber-sumber Syiah, ''al-Risalah al-Alawiyyah''[15] yang ditulis oleh Muhammad bin Ali Karajaki (w. 449 H) dan ''Tafsir Majma’ al-Bayan''[16] yang ditulis oleh Fadhl bin Hasan Thabarsi (w. 548 H) dianggap sebagai sumber tertua yang meriwayatkan hadis Makarim al-Akhlak.[17] Selain itu, Hasan bin Fadhl Thabarsi dalam pendahuluan kitab Makarim al-Akhlaq menjelaskan hadis ini tanpa menyebutkan jalur periwayatannya.[18]
Di antara sumber-sumber Syiah, ''al-Risalah al-Alawiyyah''[15] yang ditulis oleh Muhammad bin Ali Karajaki (w. 449 H) dan ''Tafsir Majma’ al-Bayan''[16] yang ditulis oleh Fadhl bin Hasan Thabarsi (w. 548 H) dianggap sebagai sumber tertua yang meriwayatkan hadis Makarim al-Akhlak.[17] Selain itu, Hasan bin Fadhl Thabarsi dalam pendahuluan kitab Makarim al-Akhlaq menjelaskan hadis ini tanpa menyebutkan jalur periwayatannya.[18]


Tentu saja hadis ini juga disebutkan dalam sumber lain dengan ungkapan dan kutipan yang berbeda: dalam Fiqh al-Ridha dengan kalimat {{ia| بُعِثتُ بِمَکارِمِ الاَخلاق}} [19] dan dalam kitab Amali yang ditulis oleh Syekh Thusi (460- 385 H) dengan kalimat {{ia| بُعِثتُ بِمَکارِمِ الاَخلاقِ و مَحَاسِنِها}}.20]
Tentu saja hadis ini juga disebutkan dalam sumber lain dengan ungkapan dan kutipan yang berbeda: dalam ''Fiqh al-Ridha'' dengan kalimat {{ia| بُعِثتُ بِمَکارِمِ الاَخلاق}} [19] dan dalam kitab ''Amali'' yang ditulis oleh Syekh Thusi (460- 385 H) dengan kalimat {{ia| بُعِثتُ بِمَکارِمِ الاَخلاقِ و مَحَاسِنِها}}.[20]


Di antara sumber Sunni, Baihaqi (w. 458 H) meriwayatkan riwayat ini dalam kitab ''Sunan al-Kubro'' dengan menyebutkan rantai sanad dari Abu Hurairah dari Nabi saw.[21] Juga, Malik bin Anas (93-179 H), [22 ] Ahmad bin Hanbal (164-241 H) [23] dan Muhammad bin Ismail Bukhari (194-256 H), [24] menyebutkan hadis ini dengan kata-kata serupa dalam kitab-kitab mereka.  
Di antara sumber Sunni, Baihaqi (w. 458 H) meriwayatkan riwayat ini dalam kitab ''Sunan al-Kubro'' dengan menyebutkan rantai sanad dari Abu Hurairah dari Nabi saw.[21] Juga, Malik bin Anas (93-179 H), [22 ] Ahmad bin Hanbal (164-241 H) [23] dan Muhammad bin Ismail Bukhari (194-256 H), [24] menyebutkan hadis ini dengan kata-kata serupa dalam kitab-kitab mereka.  
Baris 51: Baris 51:


==Contoh-contoh Makarim al-Akhlak==
==Contoh-contoh Makarim al-Akhlak==
Makarim, bentuk jamak dari “makramah” yang berarti keagungan dan kemurahan hati [26] dan makarim al-akhlak berarti akhlak yang mulia.[27] Dalam sumber-sumber hadis telah diriwayatkan beberapa hadis dari para maksum as tentang makarim al-akhlak. [28] Beberapa di antaranya digambarkan beberapa sifat sebagai contoh makarim al-akhlak.  
Makarim, bentuk jamak dari “makramah” yang berarti keagungan dan kemurahan hati [26] dan makarim al-akhlak berarti akhlak yang mulia.[27] Dalam sumber-sumber hadis diriwayatkan beberapa hadis dari para maksum as tentang makarim al-akhlak. [28] Beberapa di antaranya menggambarkan beberapa sifat sebagai contoh makarim al-akhlak.  


Dalam kitab ''al-Kafi'', Kulalini telah meriwayatkan hadis dari Imam Shadiq as yang mengenalkan keutamaan akhlak sebagai perhiasan para nabi dan menganjurkan untuk memilikinya. Kemudian, ia menyebutkan sepuluh sifat sebagai contoh akhlak yang baik: yakin, kepuasan, kesabaran, rasa syukur, pengendalian diri, akhlak yang baik, kemurahan hati, semangat, keberanian dan kebajikan.[29]  
Dalam kitab ''al-Kafi'', Kulalini meriwayatkan hadis dari Imam Shadiq as yang mengenalkan keutamaan akhlak sebagai perhiasan para nabi dan menganjurkan untuk memilikinya. Kemudian, ia menyebutkan sepuluh sifat sebagai contoh akhlak yang baik: yakin, kepuasan, kesabaran, rasa syukur, pengendalian diri, akhlak yang baik, kemurahan hati, semangat, keberanian dan kebajikan.[29]  


Dalam hadis lain dalam kitab yang sama, ciri-ciri makarim al- akhlak adalah: tidak menginginkan (terhadap apa yang ada pada orang lain), berkata jujur, memberi amanah, menyambung tali persaudaraan, menyambut tamu, memberi makan kepada fakir miskin, membalas kebaikan, menghormati hak tetangga, dan menghormati hak teman. Kemudian dikatakan bahwa prinsip dari segala kemuliaan adalah rasa malu.[30]
Dalam hadis lain dalam kitab yang sama, ciri-ciri makarim al- akhlak adalah: tidak menginginkan (terhadap apa yang ada pada orang lain), berkata jujur, memberi amanah, menyambung tali persaudaraan, menyambut tamu, memberi makan kepada fakir miskin, membalas kebaikan, menghormati hak tetangga, dan menghormati hak teman. Kemudian dikatakan bahwa prinsip dari segala kemuliaan adalah rasa malu.[30]


==Perbedaan Makarim dan Mahasin Akhlak==
==Perbedaan Makarim dan Mahasin Akhlak==
Dalam beberapa riwayat hadis tentang Makarim al-Akhlak, termasuk riwayat Syekh Thusi, selain Makarim juga disebutkan mahasin akhlak. Menurut Muhammad Taqi Falsafi, seorang penceramah, di dalam Riwayat tidak dijelaskan tolok ukur untuk membedakan antara makarim dan mahasin akhlak.[32]  
Dalam beberapa riwayat hadis tentang Makarim al-Akhlak, termasuk riwayat Syekh Thusi, selain Makarim juga disebutkan mahasin akhlak. Menurut Muhammad Taqi Falsafi, seorang penceramah, di dalam riwayat tidak dijelaskan tolok ukur untuk membedakan antara makarim dan mahasin akhlak.[32]  


Namun menurut contoh dalam hadis-hadis yang disebutkan untuk kedua hal tersebut, dapat dikatakan bahwa sifat-sifat moral seperti bersikap baik kepada orang lain, yang diinginkan dari sudut pandang syariah, yang juga dapat dikombinasikan dengan nafsu manusia,[33] dan lebih berkaitan dengan hubungan sosial dan cara bersosialisasi dengan orang lain [34] adalah mahasin akhlak.  
Namun menurut contoh dalam hadis-hadis yang disebutkan untuk kedua hal tersebut, dapat dikatakan bahwa sifat-sifat moral seperti bersikap baik kepada orang lain, yang diinginkan dari sudut pandang syariah, yang juga dapat dikombinasikan dengan nafsu manusia,[33] dan lebih berkaitan dengan hubungan sosial dan cara bersosialisasi dengan orang lain [34] adalah mahasin akhlak.  
confirmed, templateeditor
2.192

suntingan