Lompat ke isi

Ghina': Perbedaan antara revisi

419 bita ditambahkan ,  28 Maret 2023
imported>Rizal
imported>Rizal
Baris 7: Baris 7:


==Hukum Fikih Ghina'==
==Hukum Fikih Ghina'==
Beberapa fuqaha menganggap setiap jenis ghina adalah haram, bahkan diklaim hukum tersebut bersandarkan pada ijma’; Seperti Syekh Thusi, Syahid Tsani, Shahib Jawâhir, Narâqi dan Ayatullah Khui.[3]
Beberapa fuqaha menganggap setiap jenis ghina adalah haram, bahkan diklaim hukum tersebut bersandarkan pada ijma’; Seperti Syekh Thusi, Syahid Tsani, Shahib Jawâhir, Narâqi dan Ayatullah Khui.<ref> Yusufi Maqdam, ''Pazuhesh dar Gina'', 1391 S, hlm. 19-20 </ref>


Beberapa fuqaha lainnya tidak setuju dengan keharaman ghina’ secara zatnya dan secara mutlak, akan tetapi mengatakan bahwa ghina’ adalah haram hanya jika disertai dengan tharb (yang menyebabkan kepuasaan dan kegembiraan serta kesedihan jiwa) atau lahw (hura-hura yang menyebabkan maksiat) dan la’ib (sia-sia);  Diantaranya Muhaqqiq Karaki, [4] Faidh Kâsyâni, [5] Muhaqqiq Sabzawâri, [6] Syekh Anshâri [7] dan Imam Khumaini [8].
Beberapa fuqaha lainnya tidak setuju dengan keharaman ghina’ secara zatnya dan secara mutlak, akan tetapi mengatakan bahwa ghina’ adalah haram hanya jika disertai dengan tharb (yang menyebabkan kepuasaan dan kegembiraan serta kesedihan jiwa) atau lahw (hura-hura yang menyebabkan maksiat) dan la’ib (sia-sia);  Diantaranya Muhaqqiq Karaki,<ref> Muhaqqiq Karaki, ''Jami' al-Maqashid'', 1414 Q, jld. 4, hlm. 23 </ref> Faidh Kâsyâni,<ref> Faidh Kasyani, ''Wafi'', 1406 Q, jld. 17, hlm. 218 </ref> Muhaqqiq Sabzawâri,<ref> Muhaqqia sabzawari, ''Kifayah al-Ahkam'', 1423 Q, jld. 1, hlm. 432-433 </ref> Syekh Anshâri<ref> Syekh Anshari, ''Makasib Muharramah'', 1411 Q, jld. 1, hlm. 141-145 </ref> dan Imam Khumaini<ref> Khumaini, ''Makasib Muharramah'', 1415 Q, jld. 1, hlm. 299 </ref>.


Para peneliti mengatakan bahwa perbedaan putusan fatwa tersebut disebabkan oleh perbedaan dari definisi ghina’ yang mereka miliki; Karena sebagian dari mereka menganggap tharb atau lahw dan la’ib sebagai inti dari konsep ghina’. Oleh karena itu, mereka memberikan fatwa keharaman ghina’ berdasarkan definisnya, dan sebagian ulama lainnya yang menganggap hal-hal tersebut terpisah dari konsep ghina’, sehingga mereka tidak menganggap ghina secara zatnya adalah haram. [9]
Para peneliti mengatakan bahwa perbedaan putusan fatwa tersebut disebabkan oleh perbedaan dari definisi ghina’ yang mereka miliki; Karena sebagian dari mereka menganggap tharb atau lahw dan la’ib sebagai inti dari konsep ghina’. Oleh karena itu, mereka memberikan fatwa keharaman ghina’ berdasarkan definisnya, dan sebagian ulama lainnya yang menganggap hal-hal tersebut terpisah dari konsep ghina’, sehingga mereka tidak menganggap ghina secara zatnya adalah haram. [9]
Pengguna anonim