Lompat ke isi

Kesyahidan Sayidah Fatimah sa: Perbedaan antara revisi

tidak ada ringkasan suntingan
imported>Rosyid
Tidak ada ringkasan suntingan
imported>Rosyid
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 63: Baris 63:


===Keraguan dalam Kegururan Muhsin bin Ali===
===Keraguan dalam Kegururan Muhsin bin Ali===
Sekelompok dari penulis Ahlusunah dengan meragukan peristiwa gugurnya Muhsin bin Ali pada hari [[baiat]] meyakini bahwa dia lahir ke dunia, kemudian meninggal pada masa kanak-kanak.<ref>Mudaihisy, ''Fathimah Bint An-Nabī'', jld. 3, hlm. 411-414; Al-Musawi Al-Khurasan, ''Al-Muhsin Al-Sibth Maulūd am Suqith'', hlm. 105-111.</ref> Sementara mayoritas Syiah meyakini bahwa ia gugur dalam peristiwa penyerangan rumah Imam Ali as akibat pukulan.<ref>Thusi, ''Talkhīsh Asy-Syāfī'', jld. 3, hlm. 156.</ref> Sejumlah sumber referensi Ahlusunah juga secara eksplisit menegaskan gugurnya Muhsin atau digugurkannya.<ref>Al-Musawi Al-Khurasan, ''Al-Muhsin Al-Sibth Maulūd am Suqith'', hlm. 119-128.</ref> Penulis kitab ''al-Muhsin al-Sibth Mauludun am Siqthun'' pada bab ketiga, dengan meriset secara komparatif akan teks-teks sejarah menyimpulkan bahwa gugurnya Muhsin bin Ali terjadi pada hari penyerangan rumah Imam Ali as dan karena pukulan dan tekanan terhadap Sayidah  Fatimah az-Zahra sa.<ref>Al-Musawi Al-Khurasan, ''Al-Muhsin Al-Sibth Maulūd am Suqith'', hlm. 207.</ref>
Sekelompok dari penulis Ahlusunah dengan meragukan peristiwa gugurnya Muhsin bin Ali pada hari [[baiat]] meyakini bahwa dia lahir ke dunia, kemudian meninggal pada masa kanak-kanak.<ref>Mudaihisy, ''Fathimah Bint An-Nabī'', jld. 3, hlm. 411-414; Al-Musawi Al-Khurasan, ''Al-Muhsin Al-Sibth Maulūd am Suqith'', hlm. 105-111.</ref> Sementara mayoritas Syiah meyakini bahwa ia gugur dalam peristiwa penyerangan rumah Imam Ali as akibat pukulan.<ref>Thusi, ''Talkhīsh Asy-Syāfī'', jld. 3, hlm. 156.</ref> Sejumlah sumber referensi Ahlusunah juga secara eksplisit menegaskan gugurnya Muhsin atau digugurkannya.<ref>Al-Musawi Al-Khurasan, ''Al-Muhsin Al-Sibth Maulūd am Suqith'', hlm. 119-128.</ref> Penulis kitab ''al-Muhsin al-Sibth Mauludun am Siqthun'' pada bab ketiga, dengan meriset secara komparatif akan teks-teks sejarah menyimpulkan bahwa gugurnya Muhsin bin Ali terjadi pada hari penyerangan rumah Imam Ali as dan karena pukulan dan tekanan terhadap Sayidah  Fatimah az-Zahra sa.<ref>Al-Musawi Al-Khurasan, ''Al-Muhsin Al-Sibth Maulūd am Sisqthun'', hlm. 207.</ref>


===Tiadanya Isyarat Kepada Pembakaran Rumah Dalam Sumber Referensi Sejarah===
===Tiadanya Isyarat Kepada Pembakaran Rumah Dalam Sumber Referensi Sejarah===
Baris 74: Baris 74:


===Hubungan Baik Imam Ali as Dengan Para Khalifah===
===Hubungan Baik Imam Ali as Dengan Para Khalifah===
Salah satu alasan [[Ahlusunah]] untuk mengingkari kesyahidan Sayidah Fatimah az-Zahra sa adalah berpegang pada hubungan hangat di antara para khalifah dengan [[Imam Ali as]] dan keluarganya. Dalam kitab terperinci, ''Fathimah binti al-Nabi'', sang penulis berupaya menunjukkan bahwa khalifah pertama dan kedua sangat mencintai Sayidah Fatimah az-Zahra sa,[66] namun dengan semua ini, penulis dalam menarik konklusi menegaskan bahwa Sayidah Fatimah az-Zahra sa memutuskan hubungan dengan [[Abu Bakar]] paska kejadian [[Fadak]] dan juga tidak membaiatnya.[67] Muhammad Nafi' dari penulis Ahlusunah menulis sebuah kitab berjudul ''Ruhama'u Bainahum''. Dia berusaha menunjukkan bahwa ketiga khalifah memiliki hubungan baik dengan Imam Ali as.[67] Begitu juga pada satu makalah di jurnal "Nidaye Islam", penulis dengan menukil bebepa contoh dari hubungan para khalifah dengan Imam Ali as dan juga hubungan para wanita dan putri-putri mereka dengan Sayidah Fatimah az-Zahra sa berusaha menunjukkan bahwa hubungan ini tidak sinergi dengan penghinaan Sayidah Fatimah az-Zahra sa dan pemukulannya.[69] Menurut penuturan Sayid Murtadha (w. 436 H), teolog Syiah, layanan konsultasi Imam Ali as kepada para khalifah tidak bisa dijadikan bukti dari bekerja samanya beliau dengan mereka, sebab memberikan petunjuk mengenai hukum-hukum Ilahi dan membela kaum muslimin adalah kewajiban setiap orang alim.[70] [[Pernikahan Ummu Kultsum dengan Umar bin Khattab|Pernikahan Ummu Kultsum]], putri Imam Ali as dengan khalifah kedua termasuk contoh lain yang digunakan untuk membuktikan kesukaan dan kecintaan Umar kepada Ahlulbait yang mana hal ini bertolak belakang dengan intervensi Umar dalam kesyahdian Sayidah Fatimah az-Zahra sa.[71] Sebagian dari penulis menolak terjadinya perkawinan ini.[72] Sayid Murtadha meyakini bahwa perkawinan ini dilakukan dengan paksa dan ancaman.[73] Karena itu tidak bisa menjadi indikator hubungan dekat di antara dua orang.[74] Dinukil pula sebuah hadis dari [[Imam Shadiq as]] dengan ungkapan "ghashab" untuk menguatkan adanya unsur pemaksaan dalam pernikahan ini.[75]
Salah satu alasan [[Ahlusunah]] untuk mengingkari kesyahidan Sayidah Fatimah az-Zahra sa adalah berpegang pada hubungan hangat di antara para khalifah dengan [[Imam Ali as]] dan keluarganya. Dalam kitab terperinci, ''Fathimah binti al-Nabi'', sang penulis berupaya menunjukkan bahwa khalifah pertama dan kedua sangat mencintai Sayidah Fatimah az-Zahra sa,<ref>Al-Mudaihisy, ''Fāthimah Bint An-Nabī'', jld. 4, hlm. 357 sampai akhir & jld. 5, dari awal sampai hlm. 89.</ref> namun dengan semua ini, penulis dalam menarik konklusi menegaskan bahwa Sayidah Fatimah az-Zahra sa memutuskan hubungan dengan [[Abu Bakar]] paska kejadian [[Fadak]] dan juga tidak membaiatnya.<ref>Al-Mudaihisy, ''Fāthimah Bint An-Nabī'', jld. 4, hlm. 521-523.</ref>. Muhammad Nafi' dari penulis Ahlusunah menulis sebuah kitab berjudul ''Ruhama'u Bainahum''. Dia berusaha menunjukkan bahwa ketiga khalifah memiliki hubungan baik dengan Imam Ali as.<ref>''Ruhamā' Bainahum'', Site Neel Wa Furat (https://www.neelwafurat.com/itempage.aspx?id=lbb185806-154633&search=books).</ref> Begitu juga pada satu makalah di jurnal "Nidaye Islam", penulis dengan menukil bebepa contoh dari hubungan para khalifah dengan Imam Ali as dan juga hubungan para wanita dan putri-putri mereka dengan Sayidah Fatimah az-Zahra sa berusaha menunjukkan bahwa hubungan ini tidak sinergi dengan penghinaan Sayidah Fatimah az-Zahra sa dan pemukulannya.<ref>Marjani, ''Ertebāt wa Mahabbat-e Khulafā-e Salasah Ba Ali wa Fateme Radhiyallahu 'Anhumā'', Site(sunnionline.us/farsi/2016/07/6823), Junral Nedā-e Eslām, vol. 54.</ref> Menurut penuturan Sayid Murtadha (w. 436 H), teolog Syiah, layanan konsultasi Imam Ali as kepada para khalifah tidak bisa dijadikan bukti dari bekerja samanya beliau dengan mereka, sebab memberikan petunjuk mengenai hukum-hukum Ilahi dan membela kaum muslimin adalah kewajiban setiap orang alim.<ref>Murtadha, ''As-Syāfī Fī Al-Imāmah'', jld. 3, hlm. 251.</ref> [[Pernikahan Ummu Kultsum dengan Umar bin Khattab|Pernikahan Ummu Kultsum]], putri Imam Ali as dengan khalifah kedua termasuk contoh lain yang digunakan untuk membuktikan kesukaan dan kecintaan Umar kepada Ahlulbait yang mana hal ini bertolak belakang dengan intervensi Umar dalam kesyahdian Sayidah Fatimah az-Zahra sa.[71] Sebagian dari penulis menolak terjadinya perkawinan ini.[72] Sayid Murtadha meyakini bahwa perkawinan ini dilakukan dengan paksa dan ancaman.[73] Karena itu tidak bisa menjadi indikator hubungan dekat di antara dua orang.[74] Dinukil pula sebuah hadis dari [[Imam Shadiq as]] dengan ungkapan "ghashab" untuk menguatkan adanya unsur pemaksaan dalam pernikahan ini.[75]


===Penamaan Anak Keturunan Ahlulbait Dengan Nama Para Khalifah===
===Penamaan Anak Keturunan Ahlulbait Dengan Nama Para Khalifah===
Pengguna anonim