Lompat ke isi

Kesyahidan Sayidah Fatimah sa: Perbedaan antara revisi

imported>Ismail Dg naba
imported>Ismail Dg naba
Baris 64: Baris 64:


===Penamaan Anak Keturunan Ahlulbait Dengan Nama Para Khalifah===
===Penamaan Anak Keturunan Ahlulbait Dengan Nama Para Khalifah===
Sekelompok Ahlusunah menegaskan poin ini bahwa karena Imam Ali as menyematkan nama para khalifah kepada anak-anaknya, maka ia cinta mereka.[76] Hal ini tidak relevan dengan kesyahidan Sayidah Zahra sa. Masalah ini juga dimuat di artikel bertajuk "As'ilat Qadah Syabab al-Syiah ila al-Haq" (Pertanyaan-pertanyaan Yang Membimbing Para Pemuda Syiah Kepada Hakikat).[77]
Sekelompok [[Ahlusunah]] menegaskan poin ini bahwa karena [[Imam Ali as]] menyematkan nama para khalifah kepada anak-anaknya, maka ia cinta mereka.[76] Hal ini tidak relevan dengan kesyahidan Sayidah Zahra sa. Masalah ini juga dimuat di artikel bertajuk "As'ilat Qadah Syabab al-Syiah ila al-Haq" (Pertanyaan-pertanyaan Yang Membimbing Para Pemuda Syiah Kepada Hakikat).[77]
Sayid Ali Syahristani (l. 1337 H) dalam kitab yang bertopik ''al-Tasmiyāt Bain al-Tasamuh al-Alawi wa al-Tauzhif al-Amawi'', yang memaparkan analisis terperinci dari penamaan di periode awal Islam hingga abad-abad berikutnya. Di sela-sela menyampaikan 29 poin utama ia menyimpulkan bahwa penamaan-penamaan ini tidak bisa menjadi indikasi hubungan baik di antara individu. Sebagaimana tidak adanya penamaan juga tidak bisa menjadi tanda permusuhan.[78], sebab nama-nama ini telah umum sebelum masa para khalifah dan setelahnya.[79] Di sisi lain, berdasarkan sebuah riwayat dari khalifah kedua, Imam Ali as meyakini dia pembohong dan pengkhianat[80] atau Abu Bakar secara dasar bukan nama seseorang dan merupakan kunyah dan seseorang tidak memilih kunyah untuk menamakan anaknya.[81]
Sayid Ali Syahristani (l. 1337 H) dalam kitab yang bertopik ''al-Tasmiyāt Bain al-Tasamuh al-Alawi wa al-Tauzhif al-Amawi'', yang memaparkan analisis terperinci dari penamaan di periode awal [[Islam]] hingga abad-abad berikutnya. Di sela-sela menyampaikan 29 poin utama ia menyimpulkan bahwa penamaan-penamaan ini tidak bisa menjadi indikasi hubungan baik di antara individu. Sebagaimana tidak adanya penamaan juga tidak bisa menjadi tanda permusuhan.[78], sebab nama-nama ini telah umum sebelum masa para khalifah dan setelahnya.[79] Di sisi lain, berdasarkan sebuah riwayat dari khalifah kedua, Imam Ali as meyakini dia pembohong dan pengkhianat[80] atau [[Abu Bakar]] secara dasar bukan nama seseorang dan merupakan kunyah dan seseorang tidak memilih kunyah untuk menamakan anaknya.[81]


Ibnu Taimiyah Harrani (w. 728 H), seorang alim tersohor Ahlusunah, juga meyakini bahwa penamaan dengan nama seseorang tidak menjadi bukti atas kecintaan kepadanya; sebagaimana Nabi saw dan para sahabat menggunakan nama-nama orang kafir.[82] Menurut pernyataan Sayid Ali Syahristani telah ditulis dua thesis lain mengenai penamaan anak keturunan [[para Imam]] dengan nama para khalifah. Salah satunya tulisan Wahid Bahbahani (w. 1205 H) dan yang lain tulisan Tankabuni (w. 1302 H), penulis buku ''Qishash al-Ulama''.[83]
Ibnu Taimiyah Harrani (w. 728 H), seorang alim tersohor Ahlusunah, juga meyakini bahwa penamaan dengan nama seseorang tidak menjadi bukti atas kecintaan kepadanya; sebagaimana Nabi saw dan para sahabat menggunakan nama-nama orang kafir.[82] Menurut pernyataan Sayid Ali Syahristani telah ditulis dua thesis lain mengenai penamaan anak keturunan [[para Imam]] dengan nama para khalifah. Salah satunya tulisan Wahid Bahbahani (w. 1205 H) dan yang lain tulisan Tankabuni (w. 1302 H), penulis buku ''Qishash al-Ulama''.[83]