Lompat ke isi

Wahyu: Perbedaan antara revisi

58 bita ditambahkan ,  10 Februari 2017
tidak ada ringkasan suntingan
imported>E.amini
Tidak ada ringkasan suntingan
imported>E.amini
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{underlinked}}
{{underlinked}}
'''Wahyu''' (Bahasa Arab: {{hadis| وحی }}) adalah hubungan maknawi antara pribadi seorang Nabi dengan alam ghaib yang dengan itu pesan Ilahi tersampaikan kepada nabi tersebut, baik pesan tersebut tersampaikan melalui perantara maupun tanpa perantara. Dalam ilmu kalam, hal tersebut dinamakan wahyu tasyri'i atau wahyu risali yang dikhususkan untuk Anbiyah yang berbeda dengan ilham.  
'''Wahyu''' (Bahasa Arab: {{ia| الوحي }}) adalah hubungan maknawi antara pribadi seorang Nabi dengan alam ghaib yang dengan itu pesan Ilahi tersampaikan kepada nabi tersebut, baik pesan tersebut tersampaikan melalui perantara maupun tanpa perantara. Dalam ilmu kalam, hal tersebut dinamakan wahyu tasyri'i atau wahyu risali yang dikhususkan untuk Anbiyah yang berbeda dengan ilham.  
Pada masa kontemporer, pembahasan wahyu menjadi semakin kompleks dan menjadi perbincangan para pemikir. Mayoritas dari mereka berpendapat wahyu adalah hasil dari pengalaman spritual.
Pada masa kontemporer, pembahasan wahyu menjadi semakin kompleks dan menjadi perbincangan para pemikir. Mayoritas dari mereka berpendapat wahyu adalah hasil dari pengalaman spritual.
   
   
Baris 9: Baris 9:


==Wahyu dalam Al-Qur'an==
==Wahyu dalam Al-Qur'an==
Kata “Wahyu” digunakan dalam [[Al-Qur'an]] dalam beberapa pengertian:
Kata "Wahyu" digunakan dalam [[Al-Qur'an]] dalam beberapa pengertian:
*Yang berarti isyarat tersembunyi sebagaimana dalam kisah Nabi Zakariyah As (Qs. 19: 11). {{hadis| فَخَرَجَ عَلَی قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَی إِلَیهِمْ أَنْ سَبِّحُوا بُکرَةً وَعَشِیا}}
*Yang berarti isyarat tersembunyi sebagaimana dalam kisah Nabi Zakariyah As (Qs. 19: 11). {{hadis| فَخَرَجَ عَلَی قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَی إِلَیهِمْ أَنْ سَبِّحُوا بُکرَةً وَعَشِیا}}
*Yang berarti insting, sebagaimana insting yang diberikan kepada lebah madu (Qs. 16:68). {{hadis|وَأَوْحَی رَبُّک إِلَی النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذذِی مِنَ الْجِبَالِ بُیوتًا وَممِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا یعْرِشُونَ}}
*Yang berarti insting, sebagaimana insting yang diberikan kepada lebah madu (Qs. 16:68). {{hadis|وَأَوْحَی رَبُّک إِلَی النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذذِی مِنَ الْجِبَالِ بُیوتًا وَممِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا یعْرِشُونَ}}
Baris 30: Baris 30:
*Tersampaikan melalui mimpi yang benar<ref>Shaduq, al-Tauhid, hlm. 264. </ref>. Sebagaimana mimpi yang dialami [[Nabi Ibrahim As]] untuk mengurbankan puternya. (Qs. 102:37) {{hadis| فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْی قالَ یا بُنَی إِنِّی أَری‏ فِی الْمَنامِ أَنِّی أَذْبَحُک }}
*Tersampaikan melalui mimpi yang benar<ref>Shaduq, al-Tauhid, hlm. 264. </ref>. Sebagaimana mimpi yang dialami [[Nabi Ibrahim As]] untuk mengurbankan puternya. (Qs. 102:37) {{hadis| فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْی قالَ یا بُنَی إِنِّی أَری‏ فِی الْمَنامِ أَنِّی أَذْبَحُک }}
*Melalui perantaraan [[malaikat]].
*Melalui perantaraan [[malaikat]].
*Disampaikan secara tersembunyi (melalui hijab) sebagaimana pada kisah Nabi Musa As di bukit Tursina yang mendengarkan firman [[Allah Swt]] melalui balik pohon.(Qs.30:28)<ref>2, hlm. 279; Thabathabai, al-Mizān fi Tafsir al-Qur'an, jld. 18, hlm. 74; Muthahari, Nubuwat, hlm. 81-84. </ref>  {{hadis| فَلَمَّا أَتاها نُودِی مِنْ شاطِئِ الْوادِ الْأَیمَنِ فِی الْبُقْعَةِ الْمُبارَکةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَنْ یا مُوسی‏ إِنِّی أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعالَمین}}
*Disampaikan secara tersembunyi (melalui hijab) sebagaimana pada kisah Nabi Musa As di bukit Tursina yang mendengarkan firman Allah Swt melalui balik pohon.(Qs.30:28)<ref>2, hlm. 279; Thabathabai, al-Mizān fi Tafsir al-Qur'an, jld. 18, hlm. 74; Muthahari, Nubuwat, hlm. 81-84. </ref>  {{hadis| فَلَمَّا أَتاها نُودِی مِنْ شاطِئِ الْوادِ الْأَیمَنِ فِی الْبُقْعَةِ الْمُبارَکةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَنْ یا مُوسی‏ إِنِّی أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعالَمین}}


==Perbedaan antara Wahyu dengan Ilham==  
==Perbedaan antara Wahyu dengan Ilham==  
Ilham sering juga disebut dengan istilah wahyu ''tasdidi'', yaitu wahyu yang disampaikan kepada manusia-manusia tertentu yang bukan nabi. <ref>Thabathabai, al-Mizān fi Tafsir Al-Qur'an, jld. 6, hlm. 373. </ref>
Ilham sering juga disebut dengan istilah wahyu ''tasdidi'', yaitu wahyu yang disampaikan kepada manusia-manusia tertentu yang bukan nabi. <ref>Thabathabai, al-Mizān fi Tafsir Al-Qur'an, jld. 6, hlm. 373. </ref>
Dalam hal ini, [[Allah Swt]] memberikan ilham kepada kalbu seseorang yang layak dan berdasarkan ilmu-Nya berhak untuk mendapatkannya. Ilham yang tersampaikan tidak melalui pembicaraan atau pendengaran orang yang bersangkutan melainkan secara tiba-tiba menyadari ada perintah atau petunjuk yang datang dari suara hatinya. Sebagaimana kisah ibu Nabi Musa As yang mendapatkan ilham dari [[Allah Swt]] untuk menghanyutkan bayinya ke sungai<ref>Surah al-Qashash ayat 28. </ref>ataupun ilham yang didapat oleh para Imam Maksum <ref>Amuli, jld. 1, hlm. 446. </ref> demikian pula oleh wali-wali Allah Swt yang lain.<ref>Shadr al-Mutālihin, Tafsir Al-Qur'an al-Karim, hlm. 100; Alusi, hlm. 393. </ref>
Dalam hal ini, Allah Swt memberikan ilham kepada kalbu seseorang yang layak dan berdasarkan ilmu-Nya berhak untuk mendapatkannya. Ilham yang tersampaikan tidak melalui pembicaraan atau pendengaran orang yang bersangkutan melainkan secara tiba-tiba menyadari ada perintah atau petunjuk yang datang dari suara hatinya. Sebagaimana kisah ibu Nabi Musa As yang mendapatkan ilham dari Allah Swt untuk menghanyutkan bayinya ke sungai<ref>Surah al-Qashash ayat 28. </ref>ataupun ilham yang didapat oleh para Imam Maksum <ref>Amuli, jld. 1, hlm. 446. </ref> demikian pula oleh wali-wali Allah Swt yang lain.<ref>Shadr al-Mutālihin, Tafsir Al-Qur'an al-Karim, hlm. 100; Alusi, hlm. 393. </ref>
Wahyu kategori ini bukan dalam kaitannya dengan hukum-hukum syariat, melainkan hal-hal pribadi yang harus dilakukan seseorang untuk mendapatkan ketenangan, keyakinan, ataupun penyampaian informasi mengenai hal-hal ghaib yang akan terjadi di masa yang akan datang dan hal-hal yang dapat meneguhkan hati seseorang.<ref>Jawadi Amuli, Adab Fanāi Muqarrabān, jld. 1, hlm. 141. </ref>
Wahyu kategori ini bukan dalam kaitannya dengan hukum-hukum syariat, melainkan hal-hal pribadi yang harus dilakukan seseorang untuk mendapatkan ketenangan, keyakinan, ataupun penyampaian informasi mengenai hal-hal ghaib yang akan terjadi di masa yang akan datang dan hal-hal yang dapat meneguhkan hati seseorang.<ref>Jawadi Amuli, Adab Fanāi Muqarrabān, jld. 1, hlm. 141. </ref>


Baris 41: Baris 41:


==Wahyu dalam Pembahasan Kontemporer==
==Wahyu dalam Pembahasan Kontemporer==
Sampai abad ke-16 M, keyakinan akan ghaibnya masalah wahyu dikalangan ilmuan dan pemikir Barat bukan hal yang mereka perdebatkan. Namun dengan semakin berkembangnya ilmu sains dan pemikiran materialisme, kemapanan konsep wahyu mulai dikritisi. Awalnya mereka menyebut wahyu hanya khurafat dan khayalan namun kemudian dengan berkembangnya ilmu kejiwaan (psikologi) tahun 1846 di Amerika, kelompok yang menentang wahyu merekontruksi pendapatnya dengan menyebut wahyu adalah kondisi kejiwaan seseorang, yang melalui pengungkapan indera ke enam mengklaim diri sebagai nabi.<ref>Dāirah al-Maārif al-Qur'an al-‘Asyrin, jld. 10, hlm. 712-719. </ref>
Sampai abad ke-16 M, keyakinan akan ghaibnya masalah wahyu dikalangan ilmuan dan pemikir Barat bukan hal yang mereka perdebatkan. Namun dengan semakin berkembangnya ilmu sains dan pemikiran materialisme, kemapanan konsep wahyu mulai dikritisi. Awalnya mereka menyebut wahyu hanya khurafat dan khayalan namun kemudian dengan berkembangnya ilmu kejiwaan (psikologi) tahun 1846 di Amerika, kelompok yang menentang wahyu merekontruksi pendapatnya dengan menyebut wahyu adalah kondisi kejiwaan seseorang, yang melalui pengungkapan indera ke enam mengklaim diri sebagai nabi.<ref>Dāirah al-Maārif al-Qur'an al-'Asyrin, jld. 10, hlm. 712-719. </ref>


Sebagian pemikir Barat lainnya, berdasarkan anggapan identisitas pengalaman religius dan wahyu, berkeyakinan bahwa sesuai dengan wataknya manusia berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Namun berbagai problem seperti diskriminasi yang terjadi pada alam natural, kecacatan epistemik dan moral manusia, rasa kesendirian serta problem-problem lainnya yang semacam ini, bukanlah perkara-perkara yang menjadi perhatian seluruh manusia. Olehnya itu, manusia-manusia yang  berjiwa transenden (punya semangat tinggi) yang memiliki perhatian besar, secara perlahan memisahkan diri dari masyarakat dan memokuskan diri pada alam yang lebih tinggi. Dengan menempa diri dan melakukan latihan-latihan khusus, mereka mendapatkan kondisi-kondisi [spiritual] yang tidak diperoleh dan diketahui manusia-manusia lainnya. <ref>َAli Dhasti 43 </ref> Berdasarkan hal ini, agama merupakan pengalaman spiritual dan sosial Nabi dan perkataanTuhan adalah perkataan Nabi itu sendiri. Wahyu mengikut pada Nabi dan meluas dengan meluasnya personalitas Nabi.
Sebagian pemikir Barat lainnya, berdasarkan anggapan identisitas pengalaman religius dan wahyu, berkeyakinan bahwa sesuai dengan wataknya manusia berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Namun berbagai problem seperti diskriminasi yang terjadi pada alam natural, kecacatan epistemik dan moral manusia, rasa kesendirian serta problem-problem lainnya yang semacam ini, bukanlah perkara-perkara yang menjadi perhatian seluruh manusia. Olehnya itu, manusia-manusia yang  berjiwa transenden (punya semangat tinggi) yang memiliki perhatian besar, secara perlahan memisahkan diri dari masyarakat dan memokuskan diri pada alam yang lebih tinggi. Dengan menempa diri dan melakukan latihan-latihan khusus, mereka mendapatkan kondisi-kondisi [spiritual] yang tidak diperoleh dan diketahui manusia-manusia lainnya. <ref>َAli Dhasti 43 </ref> Berdasarkan hal ini, agama merupakan pengalaman spiritual dan sosial Nabi dan perkataanTuhan adalah perkataan Nabi itu sendiri. Wahyu mengikut pada Nabi dan meluas dengan meluasnya personalitas Nabi.


Pada masa kontemporer, telah mengemuka sebuah diskursus baru serta penjelasan-penjelasan lebih modern terkait fenomena wahyu dan prosesnya. Di dunia arab, Nasr Hamid Abu Zeid, Mohammad Arkon, Fazlur Rahman, Hasan Hanafi, Mohammad Khalafullah dan di Iran Abdul Karim Soroush dan Mujtahid Shabestari mengajukan suatu tafsiran baru tentang wahyu. Kendati pandangan-pandangan ini tidak serupa dan terdapat perbedaan-perbedaan perspektif serius di antara mereka, namun sebagian besar dari pandangan-pandangan ini, sepaham dalam dua hal: satunya adalah teks-teks religius tidak dapat dilihat keluar dari lingkup kemanusiaan dan terpisah dari sejarah dan budaya manusia (bukan pandangan meta-insani) dan semuanya hendak menekankan peran "manusia" di dalamnya. Lainnya adalah wahyu tidak bersumber dari hakekat-hakekat dan proposisi-proposisi melainkan dianggap sebagai sejenis perjumpaan dan pengalaman esoteris (batin). <ref> [http://farhangemrooz.com/news/7604/%DA%86%D8%B1%D8%A7%DB%8C%DB%8C-%D8%A7%D9%82%D8%A8%D8%A7%D9%84-%D9%86%D9%88%D8%A7%D9%86%D8%AF%DB%8C%D8%B4%D8%A7%D9%86-%D9%85%D8%B9%D8%A7%D8%B5%D8%B1-%D8%A8%D9%87-%D9%88%D8%AD%DB%8C-%D8%B4%D9%86%D8%A7%D8%B3%DB%8C-%D9%88-%D9%82%D8%B1%D8%A2%D9%86-%D9%BE%DA%98%D9%88%D9%87%DB%8C Site Farhang wa Ulumul Insani]</ref>
Pada masa kontemporer, telah mengemuka sebuah diskursus baru serta penjelasan-penjelasan lebih modern terkait fenomena wahyu dan prosesnya. Di dunia arab, Nasr Hamid Abu Zeid, Mohammad Arkon, Fazlur Rahman, Hasan Hanafi, Mohammad Khalafullah dan di Iran Abdul Karim Soroush dan Mujtahid Shabestari mengajukan suatu tafsiran baru tentang wahyu. Kendati pandangan-pandangan ini tidak serupa dan terdapat perbedaan-perbedaan perspektif serius di antara mereka, namun sebagian besar dari pandangan-pandangan ini, sepaham dalam dua hal: satunya adalah teks-teks religius tidak dapat dilihat keluar dari lingkup kemanusiaan dan terpisah dari sejarah dan budaya manusia (bukan pandangan meta-insani) dan semuanya hendak menekankan peran "manusia" di dalamnya. Lainnya adalah wahyu tidak bersumber dari hakekat-hakekat dan proposisi-proposisi melainkan dianggap sebagai sejenis perjumpaan dan pengalaman esoteris (batin). <ref> [http://farhangemrooz.com/news/7604/%DA%86%D8%B1%D8%A7%DB%8C%DB%8C-%D8%A7%D9%82%D8%A8%D8%A7%D9%84-%D9%86%D9%88%D8%A7%D9%86%D8%AF%DB%8C%D8%B4%D8%A7%D9%86-%D9%85%D8%B9%D8%A7%D8%B5%D8%B1-%D8%A8%D9%87-%D9%88%D8%AD%DB%8C-%D8%B4%D9%86%D8%A7%D8%B3%DB%8C-%D9%88-%D9%82%D8%B1%D8%A2%D9%86-%D9%BE%DA%98%D9%88%D9%87%DB%8C situs Farhang wa Ulumul Insani]</ref>
Pembahasan-pembahasan yang diketengahkan orang-orang ini, ditentang oleh para penganut pandangan umum dan populer [[Islam]].
Pembahasan-pembahasan yang diketengahkan orang-orang ini, ditentang oleh para penganut pandangan umum dan populer [[Islam]].


Baris 53: Baris 53:
==Daftar Pustaka==
==Daftar Pustaka==
{{referensi}}
{{referensi}}
*Ibnu Mandzhur, Muhammad bin Mukaram, Lisān al-Arab, Beirut: Dar Shadr, 2000.
*Ibnu Mandzhur, Muhammad bin Mukaram, ''Lisān al-Arab'', Beirut: Dar Shadr, 2000.
*Alusi, Sayid Mahmud, Ruh al-Ma'āni fi Tafsir al-Qur'an al-Karim, jld. 7, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, 1415 H.
*Alusi, Sayid Mahmud, ''Ruh al-Ma'āni fi Tafsir al-Qur'an al-Karim'', jld. 7, Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiah, 1415 H.
*Amuli, Sayid Haidar, Tafsir al-Muhit al-A'dzham wa al-Bahr al-Khasham, cet. III, Tehran: Penerbit Kementerian Arsyad Islami, 1422 H.  
*Amuli, Sayid Haidar, ''Tafsir al-Muhit al-A'dzham wa al-Bahr al-Khasham'', cet. III, Tehran: Penerbit Kementerian Arsyad Islami, 1422 H.  
*Jawadi Amuli, Abdullah, Adab Fanāi Muqarrabān, cet. V, jld. 2: Qom, penerbit Isra, 1388 S.  
*Jawadi Amuli, Abdullah, ''Adab Fanāi Muqarrabān'', cet. V, jld. 2: Qom, penerbit Isra, 1388 S.  
*Farahidi, Khalil bin Ahmad, al-‘Ain, cet. II, Qom. Penerbit: Hijrat, 1409 H.
*Farahidi, Khalil bin Ahmad, ''al-'Ain'', cet. II, Qom. Penerbit: Hijrat, 1409 H.
*Dawar Panah, Abu al-Fadhl, Anwār al-‘Irfān fi Tafsir al-Qur'an, Tehran: Penerbit Shadr, 1375 S.
*Dawar Panah, Abu al-Fadhl, ''Anwār al-'Irfān fi Tafsir al-Qur'an'', Tehran: Penerbit Shadr, 1375 S.
*Dhasti, Ali, 23 Tahun.  
*Dhasti, Ali, 23 Tahun.  
*Raghib Isfahani, Husain bin Muhammad, Mufradāt fi Gharib al-Qur'an, Beirut: Dar al-‘Ilm, 1412 H.  
*Raghib Isfahani, Husain bin Muhammad,'' Mufradāt fi Gharib al-Qur'an'', Beirut: Dar al-'Ilm, 1412 H.  
*Shadr al-Mutālihin, Muhammad bin Ibrahim, Tafsir al-Qur'an al-Karim, cet. II, Qom: Penerbit Bidar, 1366 S.
*Shadr al-Mutaallihin, Muhammad bin Ibrahim, ''Tafsir al-Qur'an al-Karim'', cet. II, Qom: Penerbit Bidar, 1366 S.
*Thabathabai, Muhammad Husain, al-Mizān fi Tafsir al-Qur'an, cet. V, Qom, Penerbit: Jami'ah Mudarrisin, 1417 H.
*Thabathabai, Muhammad Husain, ''al-Mizān fi Tafsir al-Qur'an'', cet. V, Qom, Penerbit: Jami'ah Mudarrisin, 1417 H.
*Thabathabai, Muhammad Husain, Wahyu ya Syu'ur Marmuz, tanpa tahun: Markaz Nashr wa Tauzi' Kitab, 1377 S.
*Thabathabai, Muhammad Husain, ''Wahy ya Syu'ur Marmuz'', tanpa tahun: Markaz Nashr wa Tauzi' Kitab, 1377 S.
*Qomi, Ali bin Ibrahim, Tafsir Qomi, cet. IV, Qom: Dar al-Kutub, 1367 S.
*Qomi, Ali bin Ibrahim, ''Tafsir al-Qomi'', cet. IV, Qom: Dar al-Kutub, 1367 S.
*Muthahari, Murtadha, Nubuwat, Tehran: Penerbit Shadra, 1373 S.
*Muthahari, Murtadha, ''Nubuwwat'', Tehran: Penerbit Shadra, 1373 S.
*Wajdi, Farid, Dāirah al-Ma'ārif al-Qur'an al-‘Isyrun.
*Wajdi, Farid, ''Dāirah al-Ma'ārif al-Qarn al-'Isyrin''.


[[fa:وحی]]
[[fa:وحی]]
Baris 73: Baris 73:
[[tr:Vahiy]]
[[tr:Vahiy]]
[[ur:وحی]]
[[ur:وحی]]
[[Kategori:Keyakinan Islam]]
Pengguna anonim