Lompat ke isi

Ishmah: Perbedaan antara revisi

1.756 bita ditambahkan ,  3 Desember 2018
imported>M.hazer
imported>M.hazer
Baris 88: Baris 88:
*'''Menjaga dan menjelaskan agama''': Argumentasi ini tersusun dari beberapa pendahuluan:
*'''Menjaga dan menjelaskan agama''': Argumentasi ini tersusun dari beberapa pendahuluan:
:- Agama yang dibawa oleh [[Rasulullah saw]] akan terus utuh sampai [[hari kiamat]] dan mengamalkannya adalah wajib dan melanggarnya adalah haram.
:- Agama yang dibawa oleh [[Rasulullah saw]] akan terus utuh sampai [[hari kiamat]] dan mengamalkannya adalah wajib dan melanggarnya adalah haram.
:- Untuk mencegah pemalsuan, memerlukan adanya tempat rujukan yang menyanpaikan dan menjelaskan ajaran dan hukum-hukum sahih kepada para mukallaf dan mencegah terjadinya penyelewengan dan perubahan di dalamnya.
:- Untuk mencegah pemalsuan, memerlukan adanya tempat rujukan yang menyampaikan dan menjelaskan ajaran dan hukum-hukum sahih kepada para mukallaf dan mencegah terjadinya penyelewengan dan perubahan di dalamnya.
:- Tempat rujukan ini tidak mungkin kitab Allah dan sunnah mutawatir; karena selain [[Alquran]] memiliki banyak [[ayat-ayat]] ''mutasyabih'', dimana penjelasan makna sejatinya membutuhkan adanya tempat rujukan ilmiah yang dapat dipercaya, juga ada banyak masalah yang tidak ada dalam kitab Allah dan tidak dijalankan dalam sunnah mutawatir.  
:- Tempat rujukan ini tidak mungkin kitab Allah dan sunnah mutawatir; karena selain [[Alquran]] memiliki banyak [[ayat-ayat]] ''mutasyabih'', dimana penjelasan makna sejatinya membutuhkan adanya tempat rujukan ilmiah yang dapat dipercaya, juga ada banyak masalah yang tidak ada dalam kitab Allah dan tidak dijalankan dalam sunnah mutawatir.  
:- tempat rujukan ini juga tidak bisa ijma'; karena banyak sekali tidak adanya ijma' dalam masalah-masalah syariat, dalam hal ini ijma' sendiri juga tidak memiliki kehujahan (hujjiyah).
:- tempat rujukan ini juga tidak bisa [[ijma']]; karena banyak sekali tidak adanya ijma' dalam masalah-masalah syariat, dalam hal ini ijma' sendiri juga tidak memiliki kehujahan (hujjiyah).
:- Ijma' ini juga tidak bisa berupa qiyas; karena menurut [[Syiah]], qiyas juga tidak memiliki ''hujjiyah''.
:- Ijma' ini juga tidak bisa berupa qiyas; karena menurut [[Syiah]], qiyas juga tidak memiliki ''hujjiyah''.
:- Dengan demikian hanya tersisa satu jalan dan itu adalah adanya seorang imam yang merupakan pengganti Rasulullah dan merupakan tempat penjagaan dan penjelasan syariat.
:- Dengan demikian hanya tersisa satu jalan dan itu adalah adanya seorang imam yang merupakan pengganti Rasulullah dan merupakan tempat penjagaan dan penjelasan syariat.
Oleh karena itu, orang tersebut harus maksum dan jika tidak, maka kemungkinan terjadi perubahan dan penyelewengan dalam syariat akan senantiasa ada dan ini tidak selaras dengan tujuan pengutusan para Nabi. <ref>Bahrani, ''Qawāid al-Muram fi ‘Ilm al-Kalam'', hlm. 178-179. </ref>  
Oleh karena itu, orang tersebut harus maksum dan jika tidak, maka kemungkinan terjadi perubahan dan penyelewengan dalam syariat akan senantiasa ada dan ini tidak selaras dengan tujuan pengutusan para Nabi. <ref>Bahrani, ''Qawāid al-Muram fi ‘Ilm al-Kalam'', hlm. 178-179. </ref>  
*'''Qiyas Istitsna'i''': Argumentasi ini dijelaskan lewat sebuah analogi pengecualian:
*'''Qiyas Istitsna'i''': Argumentasi ini dijelaskan lewat sebuah analogi pengecualian:
Jika seorang imam tidak maksum, maka ada dua kondisi. Kedua asumsi tersebut batil, dengan demikian ketidakmaksuman imam juga batil. Penjelasannya adalah kaum muslim berkewajiban mengikuti perintah-perintah imam. Sekarang jika imam tidak maksum dan dapat melakukan kesalahan atau dosa, kewajiban seorang mukallaf di hadapan amalnya tidak keluar dari dua kondisi;
Jika seorang imam tidak maksum, maka ada dua kondisi. Kedua asumsi tersebut batil, dengan demikian ketidakmaksuman imam juga batil. Penjelasannya adalah kaum muslim berkewajiban mengikuti perintah-perintah imam. Sekarang jika imam tidak maksum dan dapat melakukan kesalahan atau [[dosa]], kewajiban seorang mukallaf di hadapan amalnya tidak keluar dari dua kondisi;
:- Pertama harus mengikutinya, dimana jika demikian ia telah bekerjasama dalam kezaliman dan dosa bersamanya, sementara Alquran memerintahkan supaya tidak bekerjasama dalam kezaliman dan dosa. <ref>QS. Al-Maidah: 2. </ref>  
:- Pertama harus mengikutinya, dimana jika demikian ia telah bekerjasama dalam kezaliman dan dosa bersamanya, sementara Alquran memerintahkan supaya tidak bekerjasama dalam kezaliman dan dosa. <ref>QS. Al-Maidah: 2. </ref>  
:- Atau tidak harus mengikutinya. Jika demikian juga bertentangan dengan tujuan dari adanya imam dan juga perintah Allah untuk mentaati seorang imam. <ref>QS. An-Nisa: 59; Khwaja Nashiruddin Thusi, ''Tajrid al-I'tiqad'', hlm. 222; Taftazani, ''Syarh al-Maqashid'', jld. 5, hlm. 249. </ref>
:- Atau tidak harus mengikutinya. Jika demikian juga bertentangan dengan tujuan dari adanya imam dan juga perintah Allah untuk mentaati seorang imam. <ref>QS. An-Nisa: 59; Khwaja Nashiruddin Thusi, ''Tajrid al-I'tiqad'', hlm. 222; Taftazani, ''Syarh al-Maqashid'', jld. 5, hlm. 249. </ref>


====Argumentasi Naqli (Tekstual)====
====Argumentasi Naqli (Tekstual)====
=====Al-Quran al-Karim=====
#'''Al-Quran al-Karim'''
*'''Ayat Ujian Ibrahim'''
*Ayat Ujian Nabi Ibrahim as
{{main|Ayat Ujian Nabi Ibrahim as}}
{{ia|وَإِذِ ابْتَلَی إِبْرَاهِیمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّی جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِن ذُرِّیتِی قَالَ لاَ ینَالُ عَهْدِی الظَّالِمِینَ}}
“''Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak berlaku untuk orang yang zalim''”. (QS. Al-Baqarah: 124)
“''Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak berlaku untuk orang yang zalim''”. (QS. Al-Baqarah: 124)


Ayat ini mengisyaratkan saat [[Nabi Ibrahim as]] berhasil dalam menjalankan ujian-ujian Ilahi. Pada saat itu, dia yang sebelumnya telah memangku kedudukan Nubuwwah atau [[Kenabian]] dan termasuk [[Ulul Azmi]], sampai pada derajat imamah. Argumentasi para teolog dan para mufasir [[Imamiyah|Imamiah]] adalah sebagai berikut:
Ayat ini mengisyaratkan saat [[Nabi Ibrahim as]] berhasil dalam menjalankan ujian-ujian Ilahi. Pada saat itu, dia yang sebelumnya telah memangku kedudukan Nubuwwah atau [[Kenabian]] dan termasuk [[Ulul Azmi]], sampai pada derajat [[imamah]]. Argumentasi para teolog dan para mufasir [[Imamiyah]] adalah sebagai berikut:
:- Orang yang melakukan dosa adalah zalim; karena melanggar hukum-hukum Ilahi:
:- Orang yang melakukan dosa adalah zalim; karena melanggar hukum-hukum Ilahi:
{{ia|.وَمَن یتَعَدَّ حُدُودَ اللّهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ}}
“''Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim''”. (QS. Al-Baqarah: 229)
“''Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim''”. (QS. Al-Baqarah: 229)
:- Maqom imamah tidak sampai kepada orang yang melakukan kezaliman
:- Maqom imamah tidak sampai kepada orang yang melakukan kezaliman
Allah berfirman: “''Janji-Ku (ini) tidak berlaku untuk orang yang zalim''”. (QS. Al-Baqarah: 124)
Allah berfirman:{{ia|قَالَ لاَ ینَالُ عَهْدِی الظَّالِمِینَ}} “''Janji-Ku (ini) tidak berlaku untuk orang yang zalim''”. (QS. Al-Baqarah: 124)
:- Zalim dalam ayat ini, mencakup zalim terhadap diri sendiri, zalim kepada selainnya dan zalim dalam hak Allah. Demikian juga mencakup seseorang, yang melakukan kezaliman bahkan jika hal itu dilakukan dalam sekejap saja dari umurnya.
:- Zalim dalam ayat ini, mencakup zalim terhadap diri sendiri, zalim kepada selainnya dan zalim dalam hak Allah. Demikian juga mencakup seseorang, yang melakukan kezaliman bahkan jika hal itu dilakukan dalam sekejap saja dari umurnya.
Dengan demikian, orang yang tidak maksum akan melakukan kezaliman dan orang yang zalim tidak akan sampai pada maqom imamah. <ref>Syarif Murtadha, al-Syafi, jld. 3, hlm. 141. </ref>


*'''Ayat Ulil Amr'''
Dengan demikian, orang yang tidak maksum akan melakukan kezaliman dan orang yang zalim tidak akan sampai pada maqom imamah. <ref>Syarif Murtadha, ''al-Syafi'', jld. 3, hlm. 141. </ref>
:Artikel Utama: [[Ayat Ulil Amri]]
 
*Ayat Ulil Amr
{{main|Ayat Ulil Amri}}
Argumentasi untuk membuktikan kemaksuman dengan ayat ini dengan dua bentuk:
Argumentasi untuk membuktikan kemaksuman dengan ayat ini dengan dua bentuk:
:'''Bentuk pertama''': Ketika Allah memerintahkan untuk mentaati seseorang dengan tanpa syarat apapun, maka orang tersebut adalah maksum yaitu terjaga dari dosa; karena jika orang tersebut tidak maksum dan kemudian memerintahkan kepada orang lain untuk melakukan dosa, maka dia harus mentaatinya (karena ketaatannya adalah wajib) dan juga tidak mentaatinya (karena taat dan patuh terhadap makhluk selama hal itu menyebabkan kepatuhan kepada Tuhan, bukan sebaliknya). Dengan demikian, terjadilah pertentangan dua hal, kontradiksi, dan itu mustahil. <ref>Mudzaffar, jjld. 2, hlm. 17. </ref>  
:Bentuk pertama: Ketika Allah memerintahkan untuk mentaati seseorang dengan tanpa syarat apapun, maka orang tersebut adalah maksum yaitu terjaga dari dosa; karena jika orang tersebut tidak maksum dan kemudian memerintahkan kepada orang lain untuk melakukan dosa, maka dia harus mentaatinya (karena ketaatannya adalah wajib) dan juga tidak mentaatinya (karena taat kepada makhluk akan dibenarkan selama tidak menyebabkan pembangkangan kepada Tuhan). Dengan demikian, terjadilah pertentangan dua hal, kontradiksi, dan itu mustahil. <ref>Mudzaffar, jld. 2, hlm. 17. </ref>  
:'''Bentuk kedua''': Dalam ayat ini, Ulil Amri dikembalikan ke Rasul; ketaatan terhadap keduanya dengan satu kata kerja Athi'u; ketaatan terhadap rasul sama sekali tidak ada syaratnya; dengan demikian ketaatan terhadap Ulil Amri juga dengan tanpa syarat adalah wajib. Hal ini tidak masalah ketika Ulil Amri adalah seorang yang maksum. <ref>Thabarsi, jld. 2, hlm. 64. </ref>
:Bentuk kedua: Dalam ayat ini, kata "Ulil Amri" di-athafkan kepada "Rasul"; ketaatan terhadap keduanya sama sama diingikan dengan menggunakan satu kata kerja "Athi'u"; ketaatan terhadap rasul sama sekali tidak ada syaratnya; dengan demikian ketaatan terhadap Ulil Amri juga dengan tanpa syarat adalah wajib. Hal ini tidak masalah ketika Ulil Amri adalah seorang yang maksum. <ref>Thabrisi, ''Majma' al-Bayan'', jld. 2, hlm. 64. </ref>
   
   
*'''Ayat Tathir'''
*Ayat Tathir
:Artikel Utama:[[Ayat Tathir]]
{{main|Ayat Tathir}}
{{ia|انما یرید الله لیذهب عنکم الرجس اهل البیت و یطهرکم تطهیرا}}
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlulbait dan membersihkan kamu sesuci-sucinya". (QS. Al-Ahzab: 33)
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlulbait dan membersihkan kamu sesuci-sucinya". (QS. Al-Ahzab: 33)
Dalam sebagian referensi-referensi Syiah dan [[Ahlusunah]] dikemukakan bahwa Rasulullah saw dalam menjelaskan ayat ini berkata, "Aku dan Ahlulbaitku adalah suci". <ref>''Dalail al-Nubuwwah'', jld. 1, hlm. 171; Imta' al-Asma', jld. 3, hlm. 208, fa Ana wa Ahlubaiti Muthahharun min al-Dzunub (Maka Saya dan Ahlulbait saya disucikan dari dosa-dosa). </ref>  Ali As juga membuktikan kesucian dari dosa Az-Zahra Sa dalam [[peristiwa Fadak]] dengan bersandar pada ayat ini. <ref>Kamil Bahai, Imad Thabari, hlm. 256. </ref>
Argumentasi dengan ayat ini memerlukan beberapa pendahuluan:
:'''Pendahuluan pertama''': Allah hanya menghendaki pensucian [[Ahlulbait as]].
:'''Pendahuluan kedua''': Irodah tasyri'i Allah tentang pensucian dan pembersihan para hamba tidak dikhususkan kepada seorangpun.
:'''Pendahuluan ketiga''': Ketika irodah tasyri'i tidak dikhususkan untuk seseorang, dengan demikian irodah takwini Allah menghendaki hamba-hamba-Nya ini suci.
:'''Pendahuluan keempat''': Irodah takwini Allah juga pasti terealisasi dan tidak akan melenceng.
:'''Pendahuluan kelima''': Kesucian yang dijelaskan dalam ayat ini sama sekali tidak ada syaratnya dan dalam bentuk mutlak dan menafikan segala bentuk kotoran dan ketidaksucian.
:'''Pendahuluan keenam''': Tidak ada satu kelompokpun dari kaum muslim yang mengklaimkan ishmah orang-orang yang dinisbatkan kepada Rasulullah kecuali kelompok [[Syiah]] saja, yang berkeyakinan akan kemaksuman [[Sayidah Zahra|Sayidah Zahra sa]] dan para [[12 Imam Syiah|Imam dua belas as]]. Dengan demikian, ayat ini membuktikan kemaksuman dan keterjagaan para imam Syiah dari dosa dan kesalahan. <ref>Thabathabai, jld. 16, hlm. 310-312. </ref>


=====Riwayat=====
Dalam sebagian referensi-referensi Syiah dan [[Ahlusunah]] dikemukakan bahwa Rasulullah saw dalam menjelaskan ayat ini berkata, "Aku dan Ahlulbaitku adalah suci". <ref>Baihaqi, ''Dalāil al-Nubuwwah'', jld. 1, hlm. 171; Muqrizi, ''Imtā' al-Asmā''', jld. 3, hlm. 208, fa Ana wa Ahlubaiti Muthahharun min al-Dzunub (Maka Saya dan Ahlulbait saya disucikan dari dosa-dosa). </ref>  [[Imam Ali as]] juga membuktikan kesucian dari dosa [[Sayidah Zahra sa]] dalam [[peristiwa Fadak]] dengan bersandar pada ayat ini. <ref>Thabari, Kamil Bahai, hlm. 256. </ref>
*'''Hadis Tsaqalain'''
 
:Artikel Utama:[[Hadis Tsaqalain]]
Argumentasi dengan ayat ini memerlukan beberapa premis:
[[Rasulullah saw]] bersabda, "Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian, yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku. Salah satunya lebih agung daripada yang lainnya, yaitu: Kitabullah (Alquran), ia adalah tali yang terbentang dari langit ke bumi, dan keturunanku Ahlulbaitku. Keduanya (Alquran dan Ahlulbait) tidak akan pernah berpisah sehingga berjumpa denganku di telaga Haudh". <ref>Ibn Hanbal, jld. 3, hlm. 59, hadis 11578. </ref>  
:Premis pertama: Allah hanya menghendaki pensucian [[Ahlulbait as]].
:Premis kedua: Irodah tasyri'i Allah tentang pensucian dan pembersihan para hamba tidak dikhususkan kepada seorangpun.
:Premis ketiga: Ketika irodah tasyri'i tidak dikhususkan untuk seseorang, dengan demikian irodah takwini Allah menghendaki hamba-hamba-Nya ini suci.
:Premis keempat: Irodah takwini Allah juga pasti terealisasi dan tidak akan melenceng.
:Premis kelima: Kesucian yang dijelaskan dalam ayat ini sama sekali tidak ada syaratnya dan dalam bentuk mutlak dan menafikan segala bentuk kotoran dan ketidaksucian.
:Premis keenam: Tidak ada satu kelompokpun dari kaum muslim yang mengklaimkan ishmah orang-orang yang dinisbatkan kepada Rasulullah kecuali kelompok [[Syiah]] saja, yang berkeyakinan akan kemaksuman [[Sayidah Zahra sa]] dan para [[12 Imam Syiah|Imam dua belas as]]. Dengan demikian, ayat ini membuktikan kemaksuman dan keterjagaan para imam Syiah dari dosa dan kesalahan. <ref>Thabathabai, ''al-Mizan'', jld. 16, hlm. 310-312. </ref>
 
#'''Riwayat'''
*Hadis Tsaqalain
{{main|Hadis Tsaqalain}}
[[Rasulullah saw]] bersabda:
{{ia|انی قد تَرَکتُ فِیکمْ ما ان أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا بعدی الثَّقَلَینِ أَحَدُهُمَا أَکبَرُ مِنَ الآخَرِ کتَابُ اللَّهِ حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنَ السَّمَاءِ إلی الأَرْضِ وعترتی أَهْلُ بیتی الا وانهما لَنْ یفْتَرِقَا حتی یرِدَا عَلَی الْحَوْضَ}} "Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian, yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku. Salah satunya lebih agung daripada yang lainnya, yaitu: Kitabullah (Alquran), ia adalah tali yang terbentang dari langit ke bumi, dan keturunanku Ahlulbaitku. Keduanya (Alquran dan Ahlulbait) tidak akan pernah berpisah sehingga berjumpa denganku di telaga Haudh". <ref>Ibn Hanbal, ''Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal'', jld. 3, hlm. 59, hadis 11578. </ref>  
 
Hadis ini dari beberapa aspek membuktikan kemaksuman Ahlulbait:
Hadis ini dari beberapa aspek membuktikan kemaksuman Ahlulbait:
:- Dalam riwayat ini, Rasulullah saw mewajibkan ketaatan mutlak dan tanpa syarat dari Alquran dan Ahlulbait untuk semua kaum [[Muslim]]. Perintah akan ketaatan mutlak merupakan bukti kemaksuman seseorang yang ditaati; karena mustahil Allah memerintahkan ketaatan mutlak kepada seseorang, yang ada kemungkinan salah dan keliru dalam ucapan-ucapan orang tersebut dan bisa jadi melanggar kitab Allah dan rasul-Nya.
:- Dalam riwayat ini, Rasulullah saw mewajibkan ketaatan mutlak dan tanpa syarat kepada Alquran dan Ahlulbait untuk semua kaum [[Muslim]]. Perintah akan ketaatan mutlak merupakan bukti kemaksuman seseorang yang ditaati; karena mustahil Allah memerintahkan ketaatan mutlak kepada seseorang, yang ada kemungkinan salah dan keliru dalam ucapan-ucapan orang tersebut dan bisa jadi melanggar kitab Allah dan rasul-Nya.
:- Dalam riwayat ini berbicara tentang tidak dapat dipisahkan dan tidak adanya penentangan Alquran dan Ahlulbait. Sementara jika Ahlulbait melakukan dosa dan kesalahan, pada saat itu juga akan terpisah dari Alquran dan keyakinan akan keterpisahan mereka dari Alquran akan menyebabkan pendustaan sabda Rasulullah saw. Dengan demikian, kalimat ini juga menunjukkan kemaksuman [[para Imam]].
:- Dalam riwayat ini dibicarakan tentang tidak dapat dipisahkannya Alquran dari Ahlulbait dan tidak adanya penentangan di antara keduanya. Sementara jika Ahlulbait melakukan dosa dan kesalahan, pada saat itu juga akan terpisah dari Alquran dan keyakinan akan keterpisahan mereka dari Alquran akan menyebabkan pendustaan sabda Rasulullah saw. Dengan demikian, kalimat ini juga menunjukkan kemaksuman [[para Imam]].
:- Dalam riwayat ini, berpegang pada kitab Allah dan Ahlulbait diperkenalkan sebagai sebab keselamatan dari kesesatan; dengan demikian sebagaimana ketaatan terhadap Alquran menyebabkan terhidayahi dan selamat dari kesesatan, ketaatan terhadap Ahlulbait juga akan memiliki kriteria demikian dan hal ini bisa terealisasi jika para imam terjaga dari kesalahan dan dosa. <ref>Ishmah Aimmah az Didgane Aql wa Naql. </ref>
:- Dalam riwayat ini, berpegang pada kitab Allah dan Ahlulbait diperkenalkan sebagai sebab keselamatan dari kesesatan; dengan demikian sebagaimana ketaatan terhadap Alquran menyebabkan hidayat dan selamat dari kesesatan, ketaatan terhadap Ahlulbait juga akan memiliki kriteria demikian dan hal ini bisa terealisasi jika para imam terjaga dari kesalahan dan dosa. <ref>''Ishmah Aimmah az Didgane Aql wa Naql''. </ref>


*'''Ali ma'a al-Haq wa al-Haq ma'a Ali'''
*Ali ma'a al-Haq wa al-Haq ma'a Ali
Abdurrahman bin Abi Sa'ad dari ayahnya menukilkan bahwa kami duduk bersama sejumlah kaum [[Muhajirin]] dan [[Anshar]] di samping rumah Rasulullah, lantas Ali as memasuki majlis kami, Rasulullah saw berkata: Apakah kalian mau saya beritahu paling baiknya kalian? Mereka menjawab, iya. Nabi berkata, paling terbaiknya kalian adalah orang yang menepati janji kalian dan memakai wewangian. Allah mencintai para hamba yang bertakwa. Perawi berkata: pada waktu itu Ali bin Abi Thalib melewati kami; lantas Rasulullah saw bersabda, "Ini bersama kebenaran dan kebenaran bersamanya." <ref>Abu Ya'la, jld. 2, hlm. 318, hadis 1052.</ref>  <ref> ‘Asqalani, jld. 16, hlm. 147. </ref>
Abdurrahman bin Abi Sa'ad dari ayahnya menukilkan bahwa kami duduk bersama sejumlah kaum [[Muhajirin]] dan [[Anshar]] di samping rumah Rasulullah, lantas Ali as memasuki majlis kami, Rasulullah saw berkata: Apakah kalian mau saya beritahu paling baiknya kalian? Mereka menjawab, iya. Nabi berkata, paling terbaiknya kalian adalah orang yang menepati janji kalian dan memakai wewangian. Allah mencintai para hamba yang bertakwa. Perawi berkata: pada waktu itu Ali bin Abi Thalib melewati kami; lantas Rasulullah saw bersabda, "Ini bersama kebenaran dan kebenaran bersamanya." <ref>Abu Ya'la, ''Musnad abi Ya'la'', jld. 2, hlm. 318, hadis 1052.</ref>  <ref> ‘Asqalani, ''al-Mathālib al-'Āliyah''jld. 16, hlm. 147. </ref>


Riwayat ini menegaskan kemaksuman [[Amirul Mukminin|Amirul Mukminin Ali as]]; karena makna ishmah tak lain adalah senantiasa bersama dengan hak dan kebenaran dan tidak keliru dalam perkataan dan perangai;
Riwayat ini menegaskan kemaksuman [[Amirul Mukminin|Amirul Mukminin Ali as]]; karena makna ishmah tak lain adalah senantiasa bersama dengan hak dan kebenaran dan tidak keliru dalam perkataan dan perangai;


Rasulullah saw memberikan kesaksian bahwa Amirul Mukminin dalam segala kondisi dan senantiasa bersama kebenaran dan tidak pernah terpisahkan dari kebenaran; kesaksian ini menunjukkan terbuktikannya kemaksumannya dari segala bentuk dosa dan kesalahan; karena perangai dan ucapan manusia yang salah senantiasa tidak bersama kebenaran dan kemungkinan salah dan keliru ada pada orang tersebut;
Rasulullah saw memberikan kesaksian bahwa Amirul Mukminin dalam segala kondisi dan senantiasa bersama kebenaran dan tidak pernah terpisahkan dari kebenaran; kesaksian ini menunjukkan kemaksumannya dari segala bentuk dosa dan kesalahan; karena perangai dan ucapan manusia yang salah senantiasa tidak bersama kebenaran dan kemungkinan salah dan keliru ada pada orang tersebut;


Amirul Mukminin Ali as senantiasa bersama kebenaran dan sama sekali tidak pernah terpisah dari kebenaran; dengan demikian keyakinan akan kemaksuman beliau adalah hal yang urgen dan jika tidak, sabda Rasulullah saw akan didustakan.
Amirul Mukminin Ali as senantiasa bersama kebenaran dan sama sekali tidak pernah terpisah dari kebenaran; dengan demikian keyakinan akan kemaksuman beliau adalah hal yang urgen dan jika tidak, sabda Rasulullah saw akan didustakan.


*'''Riwayat Amirul Mukminin as'''
*Riwayat Amirul Mukminin as
Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa yang bergembira untuk melihat batang Yaqut merah, dimana Allah memetik dengan tangan-Nya dan memegangnya dengan tangan-Nya, maka cintailah Ali dan para imam keturunannya; karena mereka adalah makhluk terbaik Allah dan pilihan-Nya dan mereka terjaga dari segala bentuk dosa dan kesalahan."  
Rasulullah saw bersabda: {{ia|مَنْ سَرَّهُ أَنْ ینْظُرَ إِلَی الْقَضِیبِ الْیاقُوتِ الْأَحْمَرِ الَّذِی غَرَسَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِیدِهِ وَیکونَ مُتَمَسِّکاً بِهِ فَلْیتَوَلَّ عَلِیاً وَالْأَئِمَّةَ مِنْ وُلْدِهِ فَإِنَّهُمْ خِیرَةُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَصَفْوَتُهُ وَهُمُ الْمَعْصُومُونَ مِنْ کلِّ ذَنْبٍ وَخَطِیئَةٍ}}"Barang siapa yang bergembira untuk melihat batang Yaqut merah, dimana Allah memetik dengan tangan-Nya dan memegangnya dengan tangan-Nya, maka cintailah Ali dan para imam keturunannya; karena mereka adalah makhluk terbaik Allah dan pilihan-Nya dan mereka terjaga dari segala bentuk dosa dan kesalahan."  
 
Riwayat ini juga dengan gamblang menunjukkan kemaksuman para imam Syiah.
Riwayat ini juga dengan gamblang menunjukkan kemaksuman para imam Syiah.


Pengguna anonim