Lompat ke isi

Ishmah: Perbedaan antara revisi

25 bita ditambahkan ,  6 Juni 2018
tidak ada ringkasan suntingan
imported>Yuwono
imported>Yuwono
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 44: Baris 44:
*'''Ishmah dalam mendapatkan, menjaga dan menyampaikan wahyu''': Yang populer di kalangan kelompok [[Syiah]] dan Ahlusunah adalah para Nabi dalam mendapatkan, menjaga dan menyampaikan wahyu terjaga dari dosa dan pengkhianatan secara sengaja<ref>Jarjani, Syarh al-Mawaqif, hlm. 263. </ref>  dan kesalahan. <ref>Taftazani, Syarh al-Maqashid, jild. 5, hlm. 50. </ref>  
*'''Ishmah dalam mendapatkan, menjaga dan menyampaikan wahyu''': Yang populer di kalangan kelompok [[Syiah]] dan Ahlusunah adalah para Nabi dalam mendapatkan, menjaga dan menyampaikan wahyu terjaga dari dosa dan pengkhianatan secara sengaja<ref>Jarjani, Syarh al-Mawaqif, hlm. 263. </ref>  dan kesalahan. <ref>Taftazani, Syarh al-Maqashid, jild. 5, hlm. 50. </ref>  
Berdasarkan tingkatan ishmah ini, para Nabi Allah menyampaikan apa-apa yang telah diwahyukan oleh Allah kepada mereka dengan tanpa kekurangan dan pengurangan, mereka tidak mengkhianatinya dan berdasarkan hikmah Ilahi, Allah memilih seseorang untuk risalah-Nya, yang yakin sama sekali tidak melakukan pengkhianatan. <ref>Mishbah Yazdi, Rah wa Rahnema shenasi, hlm. 153 dan 154. </ref>  
Berdasarkan tingkatan ishmah ini, para Nabi Allah menyampaikan apa-apa yang telah diwahyukan oleh Allah kepada mereka dengan tanpa kekurangan dan pengurangan, mereka tidak mengkhianatinya dan berdasarkan hikmah Ilahi, Allah memilih seseorang untuk risalah-Nya, yang yakin sama sekali tidak melakukan pengkhianatan. <ref>Mishbah Yazdi, Rah wa Rahnema shenasi, hlm. 153 dan 154. </ref>  
*'''Ishmah dalam mengamalkan hukum-hukum syariat''': Menurut pendapat masyhur para teolog Syiah, para Nabi dalam menjalankan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan, terjaga dari kealpaan dan dosa. <ref>Mufid, al-Nukat al-I'tiqadiyyah, hlm. 35; Hilli, Kasyf al-Muraf fi Syarh Tajrid al-I'tiqad, hlm. 394. </ref>  
*'''Ishmah dalam mengamalkan hukum-hukum syariat''': Menurut pendapat masyhur para teolog Syiah, [[Kenabian#Para Nabi|para Nabi]] dalam menjalankan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan, terjaga dari kealpaan dan dosa. <ref>Mufid, al-Nukat al-I'tiqadiyyah, hlm. 35; Hilli, Kasyf al-Muraf fi Syarh Tajrid al-I'tiqad, hlm. 394. </ref>  
*'''Ishmah dalam menentukan ekstensi (mishdaq) hukum-hukum syariat''': Topik hukum syar'i adalah amal dan perilaku-perilaku, dimana salah satu dari hukum-hukum syar'i dikeluarkan untuknya. Seperti salat yang diwajibkan dan ghibah (menggunjing) yang diharamkan. Maksud dari tingkatan ishmah ini adalah para Nabi dalam menentukan ekstensi hukum-hukum syar'i, meski tidak melakukan kesalahan dengan sengaja, namun apakah mereka juga terjaga dari kesalahan dan kekeliruan. Misalnya apakah Nabi bisa meninggalkan salat Subuhnya karena kesalahan tidur atau lalai dan sekali atau beberapa kali meninggalkan salatnya?!.
*'''Ishmah dalam menentukan ekstensi (mishdaq) hukum-hukum syariat''': Topik hukum syar'i adalah amal dan perilaku-perilaku, dimana salah satu dari hukum-hukum syar'i dikeluarkan untuknya. Seperti salat yang diwajibkan dan ghibah (menggunjing) yang diharamkan. Maksud dari tingkatan ishmah ini adalah para Nabi dalam menentukan ekstensi hukum-hukum syar'i, meski tidak melakukan kesalahan dengan sengaja, namun apakah mereka juga terjaga dari kesalahan dan kekeliruan. Misalnya apakah Nabi bisa meninggalkan salat Subuhnya karena kesalahan tidur atau lalai dan sekali atau beberapa kali meninggalkan salatnya?!.
Terkait tingkatan ishmah ini, terdapat perbedaan pendapat antara para teolog Syiah dan [[Ahlusunah]]. Asy'ari dan Mu'tazilah berpendapat bahwa para Nabi ada kemungkinan salah atau keliru dalam menentukan topik-topik hukum syar'i dan implementasi hukum-hukum Ilahi terhadap ekstensi-ekstensi luarnya. Di kalangan para ulama Syiah, [[Syaikh Shaduq]] meyakini tidak adanya kemaksuman dalam maqom ini dan menyebut keyakinan tidak adanya kelalaian Nabi merupakan keyakinan ekstrem dan khusus kelompok ghulat dan mufawwidhah. <ref>Shaduq, Man La Yahdhuruhul Faqih, jild. 1, hlm. 360. </ref>  Namun pendapat masyhur Imamiah dalam hal ini adalah kemaksuman para Nabi. <ref>Mufid, ''‘Adamu Sahwi al-Nabi'', hlm. 29 dan 30. </ref>  
Terkait tingkatan ishmah ini, terdapat perbedaan pendapat antara para teolog Syiah dan [[Ahlusunah]]. Asy'ari dan Mu'tazilah berpendapat bahwa para Nabi ada kemungkinan salah atau keliru dalam menentukan topik-topik hukum syar'i dan implementasi hukum-hukum Ilahi terhadap ekstensi-ekstensi luarnya. Di kalangan para ulama Syiah, [[Syaikh Shaduq]] meyakini tidak adanya kemaksuman dalam maqom ini dan menyebut keyakinan tidak adanya kelalaian Nabi merupakan keyakinan ekstrem dan khusus kelompok ghulat dan mufawwidhah. <ref>Shaduq, Man La Yahdhuruhul Faqih, jild. 1, hlm. 360. </ref>  Namun pendapat masyhur Imamiah dalam hal ini adalah kemaksuman para Nabi. <ref>Mufid, '''Adamu Sahwi al-Nabi'', hlm. 29 dan 30. </ref>  
*'''Ishmah dari kesalahan dalam perkara-perkara biasa dan sehari-hari''': Maksud dari hal ini adalah pekerjaan-pekerjaan yang dengan sendirinya tidak terkait dengan agama dan tidak memiliki hukum wajib atau tidak wajib. Dalam hal ini jika kesalahan-kesalahan/kekeliruan mereka dalam kehidupan sehari-hari, jika tidak seukuran yang menyebabkan ketidakpedulian masyarakat, tidak hanya kita tidak memiliki dalil rasional terhadap kemaksuman mereka dalam hal ini, bahkan dalam hal ini ada riwayat-riwayat dalam referensi-referensi hadis yang menunjukkan adanya kekeliruan-kekeliruan para Nabi. <ref>Kulaini, ''Ushul Kafi'', jild. 1, hlm. 25-31. </ref>
*'''Ishmah dari kesalahan dalam perkara-perkara biasa dan sehari-hari''': Maksud dari hal ini adalah pekerjaan-pekerjaan yang dengan sendirinya tidak terkait dengan agama dan tidak memiliki hukum wajib atau tidak wajib. Dalam hal ini jika kesalahan-kesalahan/kekeliruan mereka dalam kehidupan sehari-hari, jika tidak seukuran yang menyebabkan ketidakpedulian masyarakat, tidak hanya kita tidak memiliki dalil rasional terhadap kemaksuman mereka dalam hal ini, bahkan dalam hal ini ada riwayat-riwayat dalam referensi-referensi hadis yang menunjukkan adanya kekeliruan-kekeliruan para Nabi. <ref>Kulaini, ''Ushul Kafi'', jild. 1, hlm. 25-31. </ref>


Baris 56: Baris 56:
Di kalangan para pemikir [[Islam]], ada perbedaan pendapat tentang dalil-dalil pembuktian ishmah. Masalah penting di sini adalah setiap tingkatan-tingkatan ishmah yang ada menuntut argumentasi khusus. Sebagian tingkatan tersebut dapat dibuktikan dengan dalil rasional dan sebagian lainnya hanya dapat dibuktikan dengan dalil naqli (ayat dan riwayat).
Di kalangan para pemikir [[Islam]], ada perbedaan pendapat tentang dalil-dalil pembuktian ishmah. Masalah penting di sini adalah setiap tingkatan-tingkatan ishmah yang ada menuntut argumentasi khusus. Sebagian tingkatan tersebut dapat dibuktikan dengan dalil rasional dan sebagian lainnya hanya dapat dibuktikan dengan dalil naqli (ayat dan riwayat).
*'''Ishmah dari syirik dan kufur, bahkan sebelum pengutusan''': Argumentasi tingkatan ishmah ini adalah terciptanya keyakinan penuh terhadap sabda-sabda para Nabi dan klaim mereka dapat terealisasi jika mereka tidak melakukan kesyirikan dan kekufuran bahkan sebelum masa pengutusan mereka. <ref>Thabathabai, ''al-Mizan fi Tafsir al-Quran'', jild. 2, hlm. 138; Syarif Murtadha, ''Tanzih al-Anbiya''', hlm. 5. </ref>  
*'''Ishmah dari syirik dan kufur, bahkan sebelum pengutusan''': Argumentasi tingkatan ishmah ini adalah terciptanya keyakinan penuh terhadap sabda-sabda para Nabi dan klaim mereka dapat terealisasi jika mereka tidak melakukan kesyirikan dan kekufuran bahkan sebelum masa pengutusan mereka. <ref>Thabathabai, ''al-Mizan fi Tafsir al-Quran'', jild. 2, hlm. 138; Syarif Murtadha, ''Tanzih al-Anbiya''', hlm. 5. </ref>  
*'''Ishmah dalam mendapatkan dan menyampaikan wahyu''': Tahapan ishmah ini dapat dibuktikan lewat argumentasi rasional; karena jika ada kemungkinan salah dalam hal ini, maka akan menyalahi tujuan Allah dalam pengutusan para Nabi dan menyeru masyarakat dan menyalahi tujuan juga hal yang mustahil dan tidak mungkin. <ref>Mishbah Yazdi, Rah wa Rahnema shenasi, hlm. 153 dan 154. </ref>  Al-Quran juga menjelaskan hal ini:
*'''Ishmah dalam mendapatkan dan menyampaikan wahyu''': Tahapan ishmah ini dapat dibuktikan lewat argumentasi rasional; karena jika ada kemungkinan salah dalam hal ini, maka akan menyalahi tujuan Allah dalam pengutusan para Nabi dan menyeru masyarakat dan menyalahi tujuan juga hal yang mustahil dan tidak mungkin. <ref>Mishbah Yazdi, Rah wa Rahnema shenasi, hlm. 153 dan 154. </ref>  Alquran juga menjelaskan hal ini:
:“''Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu''”. (QS. Al-Haaqqah: 44-47)
:“''Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu''”. (QS. Al-Haaqqah: 44-47)
*'''Ishmah dalam menjalankan hukum-hukum syariat''': Argumentasi tahapan ishmah ini adalah keyakinan terhadap ucapan dan pesan mereka bergantung pada kemaksuman mereka dari dosa-dosa dan tidakadanya kesalahan dalam perintah-perintah Allah dan pelanggaran yang disengaja maupun tidak dalam menjalankan hukum-hukum syar'i. <ref>Hilli, ''Kasyf al-Muraf fi Syarh Tajrid al-I'tiqad'', hlm. 394. </ref>  
*'''Ishmah dalam menjalankan hukum-hukum syariat''': Argumentasi tahapan ishmah ini adalah keyakinan terhadap ucapan dan pesan mereka bergantung pada kemaksuman mereka dari dosa-dosa dan tidakadanya kesalahan dalam perintah-perintah Allah dan pelanggaran yang disengaja maupun tidak dalam menjalankan hukum-hukum syar'i. <ref>Hilli, ''Kasyf al-Muraf fi Syarh Tajrid al-I'tiqad'', hlm. 394. </ref>  
Baris 63: Baris 63:
==Kemaksuman Para Imam==
==Kemaksuman Para Imam==
===Urgensitas===
===Urgensitas===
Dengan bertolak bahwa imam adalah pengganti Nabi dan tempat rujukan ilmiah dalam hukum-hukum syariat dan pengetahuan-pengetahuan agama, tafsir Al-Quran dan sunnah Nabawi, maka sudah semestinya mereka terjaga dari dosa dan kesalahan, sehingga masyarakat dapat mempercayai kepribadiannya dan ucapan-ucapannya. Jika tidak demikian, maka kepercayaan masyarakat akan hilang dan menyimpang dari tujuan tentang penentuan imam sebagai pemberi petunjuk manusia.
Dengan bertolak bahwa imam adalah pengganti Nabi dan tempat rujukan ilmiah dalam hukum-hukum syariat dan pengetahuan-pengetahuan agama, tafsir Alquran dan sunnah Nabawi, maka sudah semestinya mereka terjaga dari dosa dan kesalahan, sehingga masyarakat dapat mempercayai kepribadiannya dan ucapan-ucapannya. Jika tidak demikian, maka kepercayaan masyarakat akan hilang dan menyimpang dari tujuan tentang penentuan imam sebagai pemberi petunjuk manusia.


===Domain===
===Domain===
Baris 79: Baris 79:
*'''Argumentasi ''Tasalsul''''': Dalam hal ini dijelaskan bahwa keberadaan imam merupakan lutf atau karunia Allah swt; dengan arti selain dari mereka tidak ada yang maksum dan supaya dapat memahami manakah jalan yang benar dan perkara yang keliru harus merujuk pada imam. Sekarang jika imam tersebut juga tidak maksum dan ada kemungkinan salah pada dirinya, untuk menghilangkan kesalahannya maka ia harus merujuk ke imam lainnya dan ini terus berlanjut dan sama sekali kesalahan dan kekeliruan akan hilang. <ref>Syarif Murtadha, ''al-Syafi fi al-Imamah'', jld. 1, hlm. 289-290. </ref>  
*'''Argumentasi ''Tasalsul''''': Dalam hal ini dijelaskan bahwa keberadaan imam merupakan lutf atau karunia Allah swt; dengan arti selain dari mereka tidak ada yang maksum dan supaya dapat memahami manakah jalan yang benar dan perkara yang keliru harus merujuk pada imam. Sekarang jika imam tersebut juga tidak maksum dan ada kemungkinan salah pada dirinya, untuk menghilangkan kesalahannya maka ia harus merujuk ke imam lainnya dan ini terus berlanjut dan sama sekali kesalahan dan kekeliruan akan hilang. <ref>Syarif Murtadha, ''al-Syafi fi al-Imamah'', jld. 1, hlm. 289-290. </ref>  
*'''Menjaga dan menjelaskan agama''': Argumentasi ini tersusun dari beberapa pendahuluan:
*'''Menjaga dan menjelaskan agama''': Argumentasi ini tersusun dari beberapa pendahuluan:
:- Agama yang dibawa oleh [[Rasulullah Saw]] akan terus utuh sampai hari kiamat dan mengamalkan berdasarkan dengannya adalah wajib dan melanggarnya adalah haram.
:- Agama yang dibawa oleh [[Rasulullah saw]] akan terus utuh sampai hari kiamat dan mengamalkan berdasarkan dengannya adalah wajib dan melanggarnya adalah haram.
:- Untuk mencegah pemalsuan, memerlukan adanya tempat rujukan yang menghantarkan ajaran dan hukum-hukum sahih kepada para mukallaf dan menjelaskan mereka dari penyelewengan dan mencegah perubahannya.
:- Untuk mencegah pemalsuan, memerlukan adanya tempat rujukan yang menghantarkan ajaran dan hukum-hukum sahih kepada para mukallaf dan menjelaskan mereka dari penyelewengan dan mencegah perubahannya.
:- Tempat rujukan ini tidak mungkin kitab Allah dan sunnah mutawatir; karena selain [[al-Quran]] memiliki banyak ayat-ayat ''mutasyabih'', dimana penjelasan makna sejatinya membutuhkan adanya tempat rujukan ilmiah yang dapat dipercaya, sementara ada banyak masalah yang tidak ada dalam kitab Allah dan tidak dijalankan dalam sunnah mutawatir.  
:- Tempat rujukan ini tidak mungkin kitab Allah dan sunnah mutawatir; karena selain [[Alquran]] memiliki banyak ayat-ayat ''mutasyabih'', dimana penjelasan makna sejatinya membutuhkan adanya tempat rujukan ilmiah yang dapat dipercaya, sementara ada banyak masalah yang tidak ada dalam kitab Allah dan tidak dijalankan dalam sunnah mutawatir.  
:- tempat rujukan ini juga tidak bisa ijma'; karena banyak sekali tidak adanya ijma' dalam masalah-masalah syariat, dalam hal ini ijma' sendiri juga tidak memiliki otoritas (''hujjiyah'').
:- tempat rujukan ini juga tidak bisa ijma'; karena banyak sekali tidak adanya ijma' dalam masalah-masalah syariat, dalam hal ini ijma' sendiri juga tidak memiliki otoritas (''hujjiyah'').
:- Ijma' ini juga tidak bisa berupa qiyas; karena menurut [[Syiah]], qiyas juga tidak memiliki ''hujjiyah''.
:- Ijma' ini juga tidak bisa berupa qiyas; karena menurut [[Syiah]], qiyas juga tidak memiliki ''hujjiyah''.
Baris 88: Baris 88:
*'''Qiyas Istitsna'i''': Argumentasi ini dijelaskan lewat sebuah analogi pengecualian:
*'''Qiyas Istitsna'i''': Argumentasi ini dijelaskan lewat sebuah analogi pengecualian:
Jika seorang imam tidak maksum, maka ada dua kondisi. Kedua asumsi tersebut batil, dengan demikian ketidakmaksuman imam juga batil. Penjelasannya adalah kaum muslim berkewajiban mengikuti perintah-perintah imam. Sekarang jika imam tidak maksum dan dapat melakukan kesalahan atau dosa, kewajiban seorang mukallaf di hadapan amalnya tidak keluar dari dua kondisi;
Jika seorang imam tidak maksum, maka ada dua kondisi. Kedua asumsi tersebut batil, dengan demikian ketidakmaksuman imam juga batil. Penjelasannya adalah kaum muslim berkewajiban mengikuti perintah-perintah imam. Sekarang jika imam tidak maksum dan dapat melakukan kesalahan atau dosa, kewajiban seorang mukallaf di hadapan amalnya tidak keluar dari dua kondisi;
:- Pertama harus mengikutinya, dimana jika demikian ia telah bekerjasama dalam kezaliman dan dosa bersamanya, sementara al-Quran memerintahkan supaya tidak bekerjasama dalam kezaliman dan dosa. <ref>QS. Al-Maidah: 2. </ref>  
:- Pertama harus mengikutinya, dimana jika demikian ia telah bekerjasama dalam kezaliman dan dosa bersamanya, sementara Alquran memerintahkan supaya tidak bekerjasama dalam kezaliman dan dosa. <ref>QS. Al-Maidah: 2. </ref>  
:- Atau tidak harus mengikutinya. Jika demikian juga bertentangan dengan tujuan dari adanya imam dan juga perintah Allah untuk mentaati seorang imam. <ref>QS. An-Nisa: 59; Khwaja Nashiruddin Thusi, ''Tajrid al-I'tiqad'', hlm. 222; Taftazani, ''Syarh al-Maqashid'', jild. 5, hlm. 249. </ref>
:- Atau tidak harus mengikutinya. Jika demikian juga bertentangan dengan tujuan dari adanya imam dan juga perintah Allah untuk mentaati seorang imam. <ref>QS. An-Nisa: 59; Khwaja Nashiruddin Thusi, ''Tajrid al-I'tiqad'', hlm. 222; Taftazani, ''Syarh al-Maqashid'', jild. 5, hlm. 249. </ref>


Baris 96: Baris 96:
“''Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak berlaku untuk orang yang zalim''”. (QS. Al-Baqarah: 124)
“''Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak berlaku untuk orang yang zalim''”. (QS. Al-Baqarah: 124)


Ayat ini mengisyaratkan saat [[Nabi Ibrahim As]] berhasil dalam menjalankan ujian-ujian Ilahi. Pada saat itu, dia yang sebelumnya telah memangku maqom nubuwah atau keNabian dan termasuk [[Ulul Azmi]], sampai pada maqom imamah. Argumentasi para teolog dan para mufasir [[Imamiyah|Imamiah]] adalah sebagai berikut:
Ayat ini mengisyaratkan saat [[Nabi Ibrahim as]] berhasil dalam menjalankan ujian-ujian Ilahi. Pada saat itu, dia yang sebelumnya telah memangku kedudukan Nubuwwah atau [[Kenabian]] dan termasuk [[Ulul Azmi]], sampai pada derajat imamah. Argumentasi para teolog dan para mufasir [[Imamiyah|Imamiah]] adalah sebagai berikut:
:- Orang yang melakukan dosa adalah zalim; karena melanggar hukum-hukum Ilahi:
:- Orang yang melakukan dosa adalah zalim; karena melanggar hukum-hukum Ilahi:
“''Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim''”. (QS. Al-Baqarah: 229)
“''Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim''”. (QS. Al-Baqarah: 229)
Baris 112: Baris 112:
*'''Ayat Tathir'''
*'''Ayat Tathir'''
:Artikel Utama:[[Ayat Tathir]]
:Artikel Utama:[[Ayat Tathir]]
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlulbait dan membersihkan kamu sesuci-sucinya”. (QS. Al-Ahzab: 33)
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlulbait dan membersihkan kamu sesuci-sucinya". (QS. Al-Ahzab: 33)
Dalam sebagian referensi-referensi Syiah dan [[Ahlusunnah]] dikemukakan bahwa Rasulullah Saw dalam menjelaskan ayat ini berkata, “Aku dan Ahlulbaitku adalah suci”. <ref>''Dalail al-Nubuwwah'', jild. 1, hlm. 171; Imta' al-Asma', jild. 3, hlm. 208, fa Ana wa Ahlubaiti Muthahharun min al-Dzunub (Maka Saya dan Ahlulbait saya disucikan dari dosa-dosa). </ref>  Ali As juga membuktikan kesucian dari dosa Az-Zahra Sa dalam [[peristiwa Fadak]] dengan bersandar pada ayat ini. <ref>Kamil Bahai, Imad Thabari, hlm. 256. </ref>  
Dalam sebagian referensi-referensi Syiah dan [[Ahlusunah]] dikemukakan bahwa Rasulullah saw dalam menjelaskan ayat ini berkata, "Aku dan Ahlulbaitku adalah suci". <ref>''Dalail al-Nubuwwah'', jild. 1, hlm. 171; Imta' al-Asma', jild. 3, hlm. 208, fa Ana wa Ahlubaiti Muthahharun min al-Dzunub (Maka Saya dan Ahlulbait saya disucikan dari dosa-dosa). </ref>  Ali As juga membuktikan kesucian dari dosa Az-Zahra Sa dalam [[peristiwa Fadak]] dengan bersandar pada ayat ini. <ref>Kamil Bahai, Imad Thabari, hlm. 256. </ref>  
Argumentasi dengan ayat ini memerlukan beberapa pendahuluan:  
Argumentasi dengan ayat ini memerlukan beberapa pendahuluan:  
:'''Pendahuluan pertama''': Allah hanya menghendaki pensucian [[Ahlulbait As]].
:'''Pendahuluan pertama''': Allah hanya menghendaki pensucian [[Ahlulbait as]].
:'''Pendahuluan kedua''': Irodah tasyri'i Allah tentang pensucian dan pembersihan para hamba tidak dikhususkan kepada seorangpun.
:'''Pendahuluan kedua''': Irodah tasyri'i Allah tentang pensucian dan pembersihan para hamba tidak dikhususkan kepada seorangpun.
:'''Pendahuluan ketiga''': Ketika irodah tasyri'i tidak dikhususkan untuk seseorang, dengan demikian irodah takwini Allah menghendaki hamba-hamba-Nya ini suci.
:'''Pendahuluan ketiga''': Ketika irodah tasyri'i tidak dikhususkan untuk seseorang, dengan demikian irodah takwini Allah menghendaki hamba-hamba-Nya ini suci.
:'''Pendahuluan keempat''': Irodah takwini Allah juga pasti terealisasi dan tidak akan melenceng.
:'''Pendahuluan keempat''': Irodah takwini Allah juga pasti terealisasi dan tidak akan melenceng.
:'''Pendahuluan kelima''': Kesucian yang dijelaskan dalam ayat ini sama sekali tidak ada syaratnya dan dalam bentuk mutlak dan menafikan segala bentuk kotoran dan ketidaksucian.
:'''Pendahuluan kelima''': Kesucian yang dijelaskan dalam ayat ini sama sekali tidak ada syaratnya dan dalam bentuk mutlak dan menafikan segala bentuk kotoran dan ketidaksucian.
:'''Pendahuluan keenam''': Tidak ada satu kelompokpun dari kaum muslim yang mengklaimkan ishmah orang-orang yang dinisbatkan kepada Rasulullah kecuali kelompok [[Syiah]] saja, yang berkeyakinan akan kemaksuman [[Sayidah Zahra|Sayidah Zahra Sa]] dan para imam dua belas As. Dengan demikian, ayat ini membuktikan kemaksuman dan keterjagaan [[Imam-imam Syiah|para imam Syiah]] dari dosa dan kesalahan. <ref>Thabathabai, jild. 16, hlm. 310-312. </ref>
:'''Pendahuluan keenam''': Tidak ada satu kelompokpun dari kaum muslim yang mengklaimkan ishmah orang-orang yang dinisbatkan kepada Rasulullah kecuali kelompok [[Syiah]] saja, yang berkeyakinan akan kemaksuman [[Sayidah Zahra|Sayidah Zahra sa]] dan para [[12 Imam Syiah|Imam dua belas as]]. Dengan demikian, ayat ini membuktikan kemaksuman dan keterjagaan para imam Syiah dari dosa dan kesalahan. <ref>Thabathabai, jild. 16, hlm. 310-312. </ref>


=====Riwayat=====
=====Riwayat=====
*'''Hadis Tsaqalain'''
*'''Hadis Tsaqalain'''
:Artikel Utama:[[Hadis Tsaqalain]]
:Artikel Utama:[[Hadis Tsaqalain]]
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian, yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku. Salah satunya lebih agung daripada yang lainnya, yaitu: Kitabullah (al-Quran), ia adalah tali yang terbentang dari langit ke bumi, dan keturunanku Ahlulbaitku. Keduanya (al-Quran dan Ahlulbait) tidak akan pernah berpisah sehingga berjumpa denganku di telaga Haudh”. <ref>Ibn Hanbal, jild. 3, hlm. 59, hadis 11578. </ref>  
[[Rasulullah saw]] bersabda, "Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian, yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku. Salah satunya lebih agung daripada yang lainnya, yaitu: Kitabullah (Alquran), ia adalah tali yang terbentang dari langit ke bumi, dan keturunanku Ahlulbaitku. Keduanya (Alquran dan Ahlulbait) tidak akan pernah berpisah sehingga berjumpa denganku di telaga Haudh". <ref>Ibn Hanbal, jild. 3, hlm. 59, hadis 11578. </ref>  
Hadis ini dari beberapa aspek membuktikan kemaksuman Ahlulbait:
Hadis ini dari beberapa aspek membuktikan kemaksuman Ahlulbait:
:- Dalam riwayat ini, Rasulullah Saw mewajibkan ketaatan mutlak dan tanpa syarat dari al-Quran dan Ahlulbait untuk semua kaum muslim. Perintah akan ketaatan mutlak merupakan bukti kemaksuman seseorang yang ditaati; karena mustahil Allah memerintahkan ketaatan mutlak kepada seseorang, yang ada kemungkinan salah dan keliru dalam ucapan-ucapan orang tersebut dan bisa jadi melanggar kitab Allah dan rasul-Nya.
:- Dalam riwayat ini, Rasulullah saw mewajibkan ketaatan mutlak dan tanpa syarat dari Alquran dan Ahlulbait untuk semua kaum [[Muslim]]. Perintah akan ketaatan mutlak merupakan bukti kemaksuman seseorang yang ditaati; karena mustahil Allah memerintahkan ketaatan mutlak kepada seseorang, yang ada kemungkinan salah dan keliru dalam ucapan-ucapan orang tersebut dan bisa jadi melanggar kitab Allah dan rasul-Nya.
:- Dalam riwayat ini berbicara tentang tidak dapat dipisahkan dan tidak adanya penentangan al-Quran dan Ahlulbait. Sementara jika Ahlulbait melakukan dosa dan kesalahan, pada saat itu juga akan terpisah dari al-Quran dan keyakinan akan keterpisahan mereka dari al-Quran akan menyebabkan pendustaan sabda Rasulullah Saw. Dengan demikian, kalimat ini juga menunjukkan kemaksuman para imam.
:- Dalam riwayat ini berbicara tentang tidak dapat dipisahkan dan tidak adanya penentangan Alquran dan Ahlulbait. Sementara jika Ahlulbait melakukan dosa dan kesalahan, pada saat itu juga akan terpisah dari Alquran dan keyakinan akan keterpisahan mereka dari Alquran akan menyebabkan pendustaan sabda Rasulullah saw. Dengan demikian, kalimat ini juga menunjukkan kemaksuman [[para Imam]].
:- Dalam riwayat ini, berpegang pada kitab Allah dan Ahlulbait diperkenalkan sebagai sebab keselamatan dari kesesatan; dengan demikian sebagaimana ketaatan terhadap al-Quran menyebabkan terhidayahi dan selamat dari kesesatan, ketaatan terhadap Ahlulbait juga akan memiliki kriteria demikian dan hal ini bisa terealisasi jika para imam terjaga dari kesalahan dan dosa. <ref>Ishmah Aimmah az Didgane Aql wa Naql. </ref>
:- Dalam riwayat ini, berpegang pada kitab Allah dan Ahlulbait diperkenalkan sebagai sebab keselamatan dari kesesatan; dengan demikian sebagaimana ketaatan terhadap Alquran menyebabkan terhidayahi dan selamat dari kesesatan, ketaatan terhadap Ahlulbait juga akan memiliki kriteria demikian dan hal ini bisa terealisasi jika para imam terjaga dari kesalahan dan dosa. <ref>Ishmah Aimmah az Didgane Aql wa Naql. </ref>


*'''Ali ma'a al-Haq wa al-Haq ma'a Ali'''
*'''Ali ma'a al-Haq wa al-Haq ma'a Ali'''
Abdur Rahman bin Abi Sa'ad dari ayahnya menukilkan bahwa kami duduk bersama sejumlah kaum Muhajirin dan Anshar di samping rumah Rasulullah, lantas Ali As memasuki majlis kami, Rasulullah Saw berkata: Apakah kalian mau saya beritahu paling baiknya kalian? Mereka menjawab, iya. Nabi berkata, paling terbaiknya kalian adalah orang yang menepati janji kalian dan memakai wewangian. Allah mencintai para hamba yang bertakwa. Perawi berkata: pada waktu itu Ali bin Abi Thalib melewati kami; lantas Rasulullah Saw bersabda, “Ini bersama kebenaran dan kebenaran bersamanya”. <ref>Abu Ya'la, jild. 2, hlm. 318, hadis 1052.</ref>  <ref> ‘Asqalani, jild. 16, hlm. 147. </ref>
Abdurrahman bin Abi Sa'ad dari ayahnya menukilkan bahwa kami duduk bersama sejumlah kaum [[Muhajirin]] dan [[Anshar]] di samping rumah Rasulullah, lantas Ali as memasuki majlis kami, Rasulullah saw berkata: Apakah kalian mau saya beritahu paling baiknya kalian? Mereka menjawab, iya. Nabi berkata, paling terbaiknya kalian adalah orang yang menepati janji kalian dan memakai wewangian. Allah mencintai para hamba yang bertakwa. Perawi berkata: pada waktu itu Ali bin Abi Thalib melewati kami; lantas Rasulullah saw bersabda, "Ini bersama kebenaran dan kebenaran bersamanya." <ref>Abu Ya'la, jild. 2, hlm. 318, hadis 1052.</ref>  <ref> ‘Asqalani, jild. 16, hlm. 147. </ref>


Riwayat ini menegaskan kemaksuman [[Amirul Mukminin|Amirul Mukminin Ali As]]; karena makna ishmah tak lain adalah senantiasa bersama dengan hak dan kebenaran dan tidak keliru dalam perkataan dan perangai;
Riwayat ini menegaskan kemaksuman [[Amirul Mukminin|Amirul Mukminin Ali as]]; karena makna ishmah tak lain adalah senantiasa bersama dengan hak dan kebenaran dan tidak keliru dalam perkataan dan perangai;


Rasulullah Saw memberikan kesaksian bahwa Amirul Mukminin dalam segala kondisi dan senantiasa bersama kebenaran dan tidak pernah terpisahkan dari kebenaran; kesaksian ini menunjukkan terbuktikannya kemaksumannya dari segala bentuk dosa dan kesalahan; karena perangai dan ucapan manusia yang salah senantiasa tidak bersama kebenaran dan kemungkinan salah dan keliru ada pada orang tersebut;
Rasulullah saw memberikan kesaksian bahwa Amirul Mukminin dalam segala kondisi dan senantiasa bersama kebenaran dan tidak pernah terpisahkan dari kebenaran; kesaksian ini menunjukkan terbuktikannya kemaksumannya dari segala bentuk dosa dan kesalahan; karena perangai dan ucapan manusia yang salah senantiasa tidak bersama kebenaran dan kemungkinan salah dan keliru ada pada orang tersebut;


Amirul Mukminin Ali As senantiasa bersama kebenaran dan sama sekali tidak pernah terpisah dari kebenaran; dengan demikian keyakinan akan kemaksuman beliau adalah hal yang urgen dan jika tidak, sabda Rasulullah Saw akan didustakan.
Amirul Mukminin Ali as senantiasa bersama kebenaran dan sama sekali tidak pernah terpisah dari kebenaran; dengan demikian keyakinan akan kemaksuman beliau adalah hal yang urgen dan jika tidak, sabda Rasulullah saw akan didustakan.


*'''Riwayat Amirul Mukminin As'''
*'''Riwayat Amirul Mukminin as'''
Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang bergembira untuk melihat batang Yaqut merah, dimana Allah memetik dengan tangan-Nya dan memegangnya dengan tangan-Nya, maka cintailah Ali dan para imam keturunannya; karena mereka adalah makhluk terbaik Allah dan pilihan-Nya dan mereka terjaga dari segala bentuk dosa dan kesalahan”.  
Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa yang bergembira untuk melihat batang Yaqut merah, dimana Allah memetik dengan tangan-Nya dan memegangnya dengan tangan-Nya, maka cintailah Ali dan para imam keturunannya; karena mereka adalah makhluk terbaik Allah dan pilihan-Nya dan mereka terjaga dari segala bentuk dosa dan kesalahan."
Riwayat ini juga dengan gamblang menunjukkan kemaksuman para imam Syiah.
Riwayat ini juga dengan gamblang menunjukkan kemaksuman para imam Syiah.


==Ishmah Para Malaikat==
==Ishmah Para Malaikat==
Malaikat adalah makhluk-makhluk yang suci dari segala dosa dan maksiat. Namun sebagaimana yang telah disebutkan, ishmah berkaitan dengan makhluk-makhluk yang memiliki kemampuan untuk melakukan buruk dan tidak mematuhi Tuhan, meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dianggap dosa dan dikarenakan anugrah dan karunia Allah mereka juga terjaga dari kesalahan-kesalahan yang menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat kepada mereka. Dengan demikian, meski para malaikat maksum dan suci dari segala bentuk dosa dan maksiat, namun mereka tidak memiliki maqom ishmah.
Malaikat adalah makhluk-makhluk yang suci dari segala dosa dan maksiat. Namun sebagaimana yang telah disebutkan, ishmah berkaitan dengan makhluk-makhluk yang memiliki kemampuan untuk melakukan buruk dan tidak mematuhi [[Tuhan]], meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dianggap dosa dan dikarenakan anugrah dan karunia Allah mereka juga terjaga dari kesalahan-kesalahan yang menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat kepada mereka. Dengan demikian, meski para malaikat maksum dan suci dari segala bentuk dosa dan maksiat, namun mereka tidak memiliki maqom ishmah.
Namun jika kita mengartikan ishmah dengan arti tidak melakukan dosa (baik itu mampu untuk melakukan dosa atau tidak), maka para malaikat juga maksum; karena  pada mereka sama sekali tidak ada hasrat dan keinginan akan melakukan dosa dan senantiasa bertasbih dan menyucikan Allah dan melakukan perintah-perintah-Nya.  
Namun jika kita mengartikan ishmah dengan arti tidak melakukan dosa (baik itu mampu untuk melakukan dosa atau tidak), maka para [[Malaikat]] juga maksum; karena  pada mereka sama sekali tidak ada hasrat dan keinginan akan melakukan dosa dan senantiasa bertasbih dan menyucikan Allah dan melakukan perintah-perintah-Nya.  


==Pranala Luar==
==Pranala Luar==
*Muassasah tahkikati Hazrat Wali Ashar As, ''Ishmate Aimmah Ahlulbait az Didgahe Aql wa Naql'' (Ishmah Para Imam Ahlulbait dalam perspektif akal dan naql)
*Muassasah tahkikati Hazrat Wali Ashar as, ''Ishmate Aimmah Ahlulbait az Didgahe Aql wa Naql'' (Ishmah Para Imam Ahlulbait dalam perspektif akal dan naql)
*Madreseh Faqahat, ''Ishmate Imam az Didgahe Aql wa Naql'' (Ishmah Imam dalam Perspektif akal dan naql)
*Madreseh Faqahat, ''Ishmate Imam az Didgahe Aql wa Naql'' (Ishmah Imam dalam Perspektif akal dan naql)
*Majma' Jahani Syieh Shenasi, ''Ishmate Feresytegan'' (Ishmah Para Malaikat)
*Majma' Jahani Syieh Shenasi, ''Ishmate Feresytegan'' (Ishmah Para Malaikat)
Pengguna anonim